Beranda / Lain / Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu / Curahan Hati Fikri Kepada Zahra

Share

Curahan Hati Fikri Kepada Zahra

Penulis: S.Coretanpenaku
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Krrriiinnggg...

Suara alarm berbunyi nyaring di kamar cowok tampan itu. Dengan masih setengah sadar dia meraih jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidurnya dan langsung mematikannya. Terlihat pukul 05.30 segera dia bangkit dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi.

setelah bersiap-siap dia pun segera mengambil kunci sepeda motor dan berjalan keluar rumah, di tengah langkahnya terdengar suara memanggil.

" Fikri, sarapan dulu nak! " Ajak ibu Rani yang sudah pulang dari rumah saudaranya.

" Tidak. " Jawabnya dengan dingin dan melanjutkan langkahnya. Tanpa menoleh sedikit pun pada wanita yang mengajaknya berbicara. Sesampainya di luar rumah dia menyalakan motornya dan segera berangkat ke sekolah.

Hari ini seperti biasa dia berangkat ke sekolah dengan cepat. Tetapi secepat-cepatnya dia ada yang selalu mendahuluinya sampai ke kelas. Dia adalah Zahra, Zahra memang murid yang paling teladan di sekolah. Tidak pernah terlambat, pintar cantik, baik dia adalah siswa yang patut untuk dicontoh. Tapi yang mengharamkan bagi Fikri adalah ketika dia sudah sampai di kelas Zahra yang tadinya berdiri di dekat jendela segera berlalu dari tempatnya. Keluar dari kelas dan duduk di depan perpustakaan tempat favoritnya setiap pagi. Sesekali dia menghadiahkan senyum kepada Fikri.

Suasana pagi itu begitu indah, burung-burung beterbangan menghiasi sekolah dengan lingkungan yang masih berdiri begitu asri udara begitu sejuk di sana. Terlihat siswa-siswi mulai berdatangan memasuki pintu gerbang masuk sekolah. Pun memutuskan menghampiri Zahra, entah kenapa dia merasa ingin selalu dekat dengan gadis itu. Masih di tempat mereka yang dulu dengan jarak mereka duduk yang cukup jauh, Fikri datang menyapa Zahra.

"Hai, zah. " Sapa Fikri.

Zahra yang seperti biasa sudah membaca buku, menghentikan bacaannya dan menoleh ke arah suara yang menyapanya.

"Assalamualaikum Fikri." Zahra balik menyapa dengan salam.

"Waalaikumsalam." Fikri tersenyum dan sedikit malu. Lagi-lagi jantungnya berdebar tidak seperti biasanya saat dekat dengan gadis ini.

Dengan memandang arah lain Zahra bertanya kepada Fikri mengapa beberapa hari ini dia tidak masuk sekolah. Fikri hanya diam tidak menjawab pertanyaan Zahra. Saat itu bukan hanya mereka berdua yang ada di depan perpus beberapa siswa juga terlihat duduk di sana walaupun memiliki jarak yang sedikit jauh dari tempat Zahra dan Fikri duduk. Siswa itu juga sedang asyik mengobrol sambil menunggu bel berbunyi.

"Tidak apa-apa kalau kamu tidak mau cerita Fik." Zahra tersenyum.

Fikri membalas senyumnya.

"Sebenarnya aku... aku ad..." Belum sempat Fikri menyelesaikan kalimatnya terdengar bel sudah berbunyi.

Kkrriinngg...

Zahra yang sedang serius mendengarkan apa yang akan disampaikan Fikri dibuat terkejut dengan suara bel tersebut.

"Ceritanya lain kali aja yah. " Sambung Fikri yang tiba-tiba menjadi ragu untuk menceritakan masalahnya, ditambah lagi bel sudah berbunyi.

"Iya tidak apa-apa. " Jawab Zahra.

mereka berdua pun segera berjalan menuju kelas, begitu juga dengan siswa-siswi yang lain terlihat beberapa berlarian menuju kelas mereka masing-masing. Dan mengikuti pelajaran yang berlangsung seperti biasa.

Dua mata pelajaran sudah berlangsung hari ini beberapa menit kemudian bel pun berbunyi. Anak-anak pun riuh terdengar keluar dari ruang kelas mereka.

"Fikri ke kantin yuk!" Ajak Dewi sesaat setelah berbunyi.

"Fikri aja nih yang diajak? Aku dan Zahra tidak?" Kata deni yang mendengar Dewi hanya mengajak Fikri.

"Kalau kalian mau ikut, ya udah ayo..." Kata Dewi sedikit berat.

"Kalian aja bertiga yang ke kantin ya cuma aku mau ke perpustakaan dulu, mau mengembalikan buku yang aku pinjam." Kata Zahra menolak.

"Aku juga mau ke perpustakaan, sekalian bareng yuk Zah."

Fikri begitu semangat ingin mengajak Zahra ke perpustakaan bareng.

"Loh, kok ke perpustakaan sih, aku kan ajak kamu ke kantin." Kata Dewi kecewa.

"Nanti aja yah Dewi, kamu bareng sama Deni aja dulu."

" Ya udah deh. " Dewi pun menuju ke kantin dengan langkah yang agak malas-malasan. Deni yang melihat Dewi jalannya lambat segera menarik tangannya untuk berjalan lebih cepat.

"Ihhh, apaan sih kok mah jangan pegang-pegang tangan aku. "

"Habis kamu jalannya lambat banget, kecewa ya Fikri nggak jadi ikut. "

"Deni meledek Dewi."

"Iihhh, apaan sih..." Sambil mencubit lengan Deni karena kesal.

"Aduh... sakit tahu."

"Biarin. "

Suasana hening sejenak mereka yang berjalan bersama berhenti berbicara. Terlihat Dewi masih cemberut, Deni yang jahil tiba-tiba mengejeknya lagi.

"Kecewa ia kan!"

"Iihh, Deni jangan rese gitu deh,."

"Kecewa... kecewa... kasihan deh kamu." Deni pun berlari menghindar dari cubitan Dewi yang kesal sama dia, sementara Dewi terus mengejarnya sampai ke kantin.

Sementara itu, Fikri dan Zahra pun terlihat berjalan beriringan menuju perpustakaan. Zahra terlihat memegang buku yang akan dia kembalikan. Sementara Fikri sebenarnya tidak ada niat untuk ke perpustakaan, dia hanya ingin bersama dengan Zahra. Karena dengan bersamanya Fikri merasa hatinya lebih tenang dengan masalah yang belakangan ini selalu datang padanya.

Sesampainya di perpustakaan, Zahra langsung menghampiri penjaga perpustakaan dan segera mengembalikan buku yang dia pinjam. Fikri memilih-milih buku untuk dibaca. Yah, walaupun hanya berpura-pura.

Suasana di perpustakaan cukup tenang. Walaupun sesekali terdengar obrolan berbisik-bisik dari beberapa siswa yang saat itu sedang berada di perpustakaan. Perpustakaan di sekolah itu cukup luas dengan meja meja bundar dan kursi kursi yang mengelilinginya. Rak-rak yang cukup tinggi berjajar dengan buku-buku yang tersusun rapi khas ruang perpustakaan di sekolah.

Setelah mengembalikan buku yang dipinjam, Zahra berjalan ke rak-rak buku yang berjajar itu terlihat dia kembali memilih-milih buku untuk dia pinjam. Itulah hobi Zahra, membaca. Bisa dibilang dia adalah siswa yang paling banyak mencatatkan namanya di buku perpus. Setelah dia membaca buku yang ia pinjam dia akan mengembalikannya dan meminjam buku yang baru lagi. ketika telah mendapatkan buku yang ia ingin baca, Zahra pun berjalan menuju meja yang dekat dengan jendela, ia duduk disana.

Fikri yang sedari tadi memperhatikan Zahra secara sembunyi-sembunyi segera mengambil buku yang ada dihadapannya. Entah itu buku apa, dia pun belum sempat melihat dan membacanya, dia memilih untuk segera menuju tempat di mana Zahra duduk. Saat ini mereka duduk di meja yang sama Fikri duduk di bangku yang berhadapan dengan Zahra, ya... jaraknya cukup jauh sejauh meja bundar yang cukup lebar itu. Zahra masih sibuk dengan bukunya. Sementara Fikri sibuk dengan buku yang dari tadi pura-pura ia baca. (hehe). Beberapa menit kemudian Fikri memberanikan diri untuk membuka percakapan.

"Itu, buku apa Zah? " Tanya Fikri.

"Ini buku kumpulan puisi. "

"Kamu suka baca puisi? "

"Iya aku suka. Kamu sendiri? "

"Iya aku juga suka, wahh... kesukaan kita ternyata sama yah. "

Zahra hanya tersenyum mendengar Fikri berkata seperti itu.

Beberapa kemudian dia pun memandang keluar jendela. Terrlihat asyik menikmati sesuatu yang ia lihat penasaran dengan hal itu Fikri pun segera memandang keluar jendela pula tapi tak ada sesuatu pun di sana di sana hanya ada pepohonan yang teduh, dan beberapa siswa yang sedang duduk santai dan bercanda ria dengan teman-temannya. Ada juga yang terlihat sedang mengobrol sesuatu seperti menggosip ala ibu-ibu. Yah... di samping perpustakaan mereka ada taman yang cukup nyaman untuk melepas penat setelah belajar. Di tempat ini selalu banyak siswa-siswi yang menghabiskan waktu mereka untuk menunggu bel masuk atau pulang berbunyi. Fikri menduga-duga karena penasaran dia pun bertanya kepada zahra. Zah, kamu lagi lihat apa? "

Mendengar pertanyaan Fikri, Zahra segera mengalihkan pandangannya.

" Tidak lihat apa-apa Fikri. "

" Yang bener? Aku perhatikan kamu senang sekali kalau melihat keluar jendela, maksud aku bukan jendela perpus ini juga hehehe... aku juga selalu lihat kamu memandang dari balik jendela kelas kita kalau aku datang pagi-pagi. " Fikri yang penasaran jadi bertanya panjang lebar.

"Hehehe... tidak Opick aku teringat sesuatu aja jadi tadi lihat kesana. " Kata Zahra sambil mengarahkan pandangannya ke arah jendela.

"Ia. "

Tidak menjawab, Zahra hanya tersenyum padanya.

"Oh iya Fik tadi waktu di depan perpus kamu mau bilang sesuatu? " Sekarang Zahra yang balik bertanya kepada Fikri. Fikri terdiam mendengar pertanyaan Zahra.

Suasana hening sejenak rumah terlihat Fikri tertunduk, seperti sedang menahan beban berat di hatinya. Zahra yang melihat reaksi Fikri menjadi tidak tega.

"Maafin aku ya kalau kamu tidak mau cerita tidak apa-apa kok." Zahra terlihat menyesal dengan pertanyaan yang baru saja ia layangkan.

Fitri menarik nafas panjang sejenak, seolah sedang menenangkan dirinya sendiri.

"Tidak apa-apa kok, sebenarnya aku punya masalah dengan orang tuaku di rumah."

"Punya masalah dengan papa dan mama kamu?"

"Ia, hmm... " Menarik napas sejenak.

"Sekitar 2 tahun yang lalu Mama aku meninggal. Aku sangat sedih menerima semua kenyataan ini Zah. Tapi apa yang harus aku lakukan? Semua itu sudah menjadi takdir bukan?" Semenjak kepergian Mama aku merasa ada yang hilang dari hidupku. Aku seperti kehilangan setengah dari hidup aku Zah, semenjak Mama meninggal, aku merasa papah sudah tidak sayang lagi sama aku, dia tidak memperhatikan aku lagi. Setahun kemudian... " Fikri berhenti sejenak kembali menarik nafas panjang, berusaha menenangkan kesedihan yang kini melanda hatinya.

"Setahun kemudian papah menikah lagi dengan seorang wanita yang tidak lain adalah sahabat almarhumah Mama sendiri. Aku sangat sedih Zah aku merasa papah sudah tidak sayang lagi sama Mama, papah sudah tidak sayang sama aku lagi. Karena secepat itu papa aku menikah lagi. Aku tidak suka suka sama ibu tiriku. Walaupun dia memang cukup baik, tapi tetap saja Zah mengapa dia harus menikah sama suami sahabatnya sendiri. Aku benar-benar tidak menerima semua ini Zah. Karena itu aku melampiaskan semua kekesalanku dengan menjadi anak nakal di sekolah. Selama setahun ini sudah tiga kali aku pindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya dan yang terakhir ini disini. Aku dikeluarkan dari sekolah karena aku suka bolos aku juga kadang tidak pernah datang berminggu-minggu, dan sering berkelahi dengan temanku. Walaupun di rumah aku izin untuk ke sekolah tapi sebenarnya aku tidak sampai ke sana ya... setidaknya aku bisa mendapat perhatian papah, walaupun cuma sebentar dan itu pun dengan amarahnya. " Fikri menunduk dalam-dalam mencoba membendung air matanya yang sedari tadi ingin jatuh.

Zahra yang sedari tadi menyimak merasa sangat sedih mendengar cerita Fikri. Sekarang dia menjadi sangat menyesal karena sudah membuat Fikri sedih.

"Aku minta maaf Fikri, aku sudah membuatmu sedih." Kata Zahra menyesal.

"Tidak apa-apa kok Zah." Fikri berusaha tersenyum ketika melihat gadis cantik itu bersedih, berusaha membuat hatinya tegar walau mendung kini menghiasi wajahnya.

"Tapi apa boleh aku memberimu saran? "

"Tentu saja Zah. "

"Aku tahu sesuatu yang kita cintai dan kita sayangi memang sangat sulit untuk kita lepaskan, atau untuk kita ikhlaskan. Namun, itulah kehidupan Fik, di dunia ini tidak ada yang abadi selain Rabb kita. Kamu tadi bilang kan kalau ini adalah takdir? Kalau begitu kamu harus mengikhlaskan Mama kamu. Sekarang yang perlu kamu lakukan adalah mendoakan dia, mendoakan Mama kamu. Begitu juga dengan pernikahan papamu yang kedua. Itu semua juga sudah takdir Fikri, papah kamu pasti punya alasan mengapa dia menikah dengan cepat, dia bukannya tidak mencintai Mama kamu lagi, Dan aku juga yakin dia pasti memilih kan ibu yang baik untukmu. Kenallah dia dengan lebih baik dan kamu akan tahu dia sayang sama kamu atau tidak, papah kamu juga pasti punya alasan kenapa memilih dia, barangkali papah kamu berpikir dia akan menyanyi kamu setulus hatinya seperti anak kandungnya sendiri. Dan kamu salah kalau selama ini kamu mencari perhatian papa kamu dengan berbuat nakal di sekolah. Iya kamu dapat perhatiannya tapi plus amarahnya bukan? Tapi coba deh kamu buat prestasi di sekolah, itu akan membuat papah kamu bangga sama kamu dan lebih perhatian sama kamu. Dan lagi Mama kamu di sana pasti bahagia kalau melihat anaknya yang hebat di sini. Fikri terkadang apa yang kita anggap tidak baik, justru itulah yang terbaik untuk kita dan apa yang terkadang kita anggap baik belum tentu baik untuk kita.... " Zahra mengakhiri saran dan nasehatnya yang panjang lebar itu dengan senyuman kepada Fikri, walaupun dia tidak langsung memandang Fikri dengan melihat matanya, melainkan melihat kearah yang lain.

Fikri hanya terdiam, namun terlihat dia bisa mengerti dengan apa yang dikatakan Zahra.

"Aku tahu ini semua sulit untuk kamu tapi aku yakin kamu bisa melaluinya dan mengatasi semuanya dengan bijak. Percayalah Insya Allah semuanya akan baik-baik saja. "

Mendengar kata-kata Zahra yang terakhir seakan hati Fikri bergetar. Ada perasaan aneh yang ia rasakan, tapi perasaan itu membuatnya tenang, jauh lebih tenang daripada sebelumnya.

Di tengah percakapan mereka yang cukup serius itu. Bel berbunyi menandakan berakhirnya jam istirahat pertama hari ini. Mereka pun mengakhiri percakapan yang penuh makna itu dan segera masuk ke kelas.

Bab terkait

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Perubahan Sikap

    Malam ini... Cahaya rembulan menemaniku ...Mengungkap wajahnya... Di balik tabir hati Yang selalu ku samarkan Perlahan...Ku uraikan perasaan yang terpendam Mengalirkan cerita pada sang maha cinta Tentang dia Yang hadirnya tersimpan indah Dalam rajutan jiwa Gemerlapnya bintang-bintang Hanya nampak di malam hari Berperasaan yang kini terpendam Yang menyalakan lampu cintanya Di sunyinya malam dalam doa Mencintaimu dalam sunyi Itulah caraku Membiarkan kesunyian ini datang Dan kau pun menyapa dalam angan Malam itu satu puisi tercipta dari seorang cowok tampan yang sedang jatuh cinta. Jatuh cinta? Entahlah. Dia pun belum tahu apa nama perasaan yang kini ia rasakan. Yah... hari ini dengan pembicaraan di perpustakaan tadi pagi di sekolah bersama Zahra membuatnya semakin kagum pada gadis cantik itu. Menurutnya Zahra begitu bijak, ia memiliki pemikiran yang dewasa. Tidak sama sepertinya yang masih bersikap kanak-kanak. Melalui nasehat Zahra tadi sedikit banyak telah membuka m

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Kecelakaan

    Sama seperti hari-hari yang lain Fikri berangkat ke sekolah cukup pagi, ya... tanpa sarapan, padahal pagi ini Bu Rani mengira bahwa Fikri akan sarapan bersama dia dan ayahnya lagi sama seperti malam tadi, tapi ternyata tidak. Fikri berangkat ke sekolah dengan awal seperti sebelumnya. Setiap pagi Fikri selalu ingin datang lebih awal, karena dia yakin pasti Zahra sudah ada di sekolah sekarang. Dan jika beruntung ke rumah dia bisa berbicara dengan Zahrah. Hari ini dia begitu semangat untuk berangkat ke sekolah, dia ingin mengatakan kepada Zahra bahwa dia sudah mulai belajar untuk menerima semuanya. Dia ingin mengatakan kalau dia berjanji akan berubah menjadi pria yang lebih baik lagi. Dan ada sesuatu hal yang lain yang ingin diungkapkan. Dengan terburu-buru dia melaju bersama sepeda motornya kembali menaikkan km sepeda motor yang ia bawa, karena pada saat itu jalan raya masih cukup sepi. Jadi Fikri berpikir mungkin tidak masalah jika ia membalas sedikit. Melaju dengan kecepatan 80 km/ja

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Zahra Menjenguk Fikri

    Sesampainya di rumah sakit orang tua Fikri pun segera mencari ruangan anaknya, dan segera menuju ke sana. Dibukanya pintu ruang ICU itu dengan tidak sabaran. Dan terlihatlah Fikri yang sedang terbaring lemah dengan selang infus di tangannya, perban pembalut di kepala depan dekat dahinya, dan beberapa perban lagi di kaki dan tangannya. Pak Kusuma dan Ibu Rani sangat sedih melihat keadaan anak mereka sekarang. Ibu Rani duduk di samping tempat tidur Fikri yang masih belum sadar, memegang tangan cowok yang sudah dianggap seperti anak kandungnya itu, dan terlihat air mata kini menghiasi pipinya. Bagi orang tua, rasa sakit yang sangat besar adalah ketika melihat anaknya sakit. Dan seperti itulah yang kini dirasakan oleh Pak Kusuma dan Ibu Rani. Keesokan harinya, kabar tentang Fikri sampai di sekolah. Ibu Asnia sendiri yang memberitahukan kepada anak-anak kelas XII IPA 1. mereka semua sangat terkejut mendengar bahwa Fikri kecelakaan, begitu pun dengan Zahra. Ketika i

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Kasih Sayang Seorang Ibu

    Semalaman ibu Rani terus menjaga Fikri, ia belum tidur sama sekali, menunggu anak yang membencinya itu sadar. Pak Kusuma sudah berulang kali menyuruhnya tidur, tapi ibu Rani tetap bersikeras menjaga Fikri. Saat tengah malam tepatnya pukul 01.45 Ibu Rani yang sedang membaca ayat suci Al-Qur'an di bawah sebelah tempat tidur Fikri terkejut saat sayup-sayup mendengar suara anaknya itu. "Airrr... aairrr... " Ibu Rani segera menoleh dan berdiri dari tempatnya duduk. "Fikri, kamu sudah sadar nak." Ibu Rani begitu senang Fikri telah membuka matanya walaupun masih terlihat sangat lemah. "A...aair.." Terdengar suara Fikri terbata-bata. Ibu Rani dengan cepat segera mengambil air di atas meja yang berada di samping tempat tidur Fikri. Perlahan dia mengangkat kepala Fikri dan meminumkannya air. Setelah meminum air yang diberikan oleh Ibu Rani dia menjadi lebih tenang sekarang. Ibu Rani segera membangunkan Pak Kusuma yang tidur di lantai bawah dengan karpet. "Pa...pa bangun, Fikri sudah sada

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Fikri Kembali Ke Sekolah

    "Iya Fikri papa menikah dengan ibu Rani itu karena permintaan Mama kamu sendiri, Mama kamu bilang sama papa kalau Ibu Rani itu adalah perempuan yang baik. Ia akan menyayangi kamu seperti anaknya sendiri. Mama kamu mempercayakan Ibu Rani untuk keluarganya nak, Ibu Rani awalnya juga tidak setuju dengan ini semua begitupun dengan papa Fikri, tapi papa tidak bisa menolak permintaan dari mama kamu begitupun dengan ibu Rani. Itulah alasan papa menikah dengan ibu Rani. " Terlihat bulir-bulir bening jatuh membasahi pipi cowok tampan itu. Kini dia tahu alasan papanya menikah dengan ibu Rani, bukan karena bapaknya sudah tidak sayang lagi dengan almarhumah mamanya tetapi ini semua adalah permintaan dari almarhum mamanya sendiri. Fikri sangat menyesal selama ini telah memperlakukan Ibu Rani seolah-olah dia adalah orang asing yang datang ingin mengambil posisi mamanya. Setelah kejadian ini dia berjanji tidak akan melakukan hal yang sama lagi. ia berjanji akan menerima semuanya. *** "Assalamualai

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Jahil

    Malam ini Bu Rani begitu antusias membuatkan makanan kesukaan Fikri. Ketika semuanya sudah siap dia pun berjalan menuju kamar Fikri untuk memanggilnya makan. Tetapi baru beberapa langkah kakinya berjalan, terlihat Fikri sudah berjalan menuju meja makan. "Mama baru aja mau panggil kamu makan nak." Kata Ibu Rani. "Iya mah, ini Fikri mau makan." Spontan Ibu Rani dan Pak Kusuma terkejut saat mendengar kalimat 'ma' dari Fikri. "Kita duduk ya, Mama sudah masakin makanan kesukaan kamu." Kata Ibu Rani sembari mengambilkan makanan untuk Fikri, menuangkannya di atas piring berwarna kecoklatan itu lalu memberikannya kepada Fikri. "Hhmm... sebelum kita makan, aku mau bilang sesuatu ke papah dan mamah. " Kata Fikri serius. "Kamu mau bilang apa nak?" Tanya Ibu Rani. "Aku mau minta maaf sama mama dan papa atas sikapku selama ini. Aku minta maaf Pah. " Sambil melihat kearah Pak Kusuma. "Aku sudah buat papa kecewa, aku sudah buat papa selalu dipanggil ke sekolah karena aku bertingkah nakal disa

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Dewi Suka Fikri?

    "Zah, aku suka sama Fikri."Saat itu mereka sedang berada di rumah Zahra belajar bareng, tapi sekarang Zahra malah dibuat terkejut dengan pengakuan Dewi kalau dia suka kepada Fikri. Rasanya seperti ada yang menghantam dirinya sehingga ia tidak bisa berkata apa-apa. Bibirnya seketika membisu mendengar kata itu terucap dari mulut sahabatnya. Dipaksakan nya untuk mengukir sebuah senyum di bibirnya seolah ingin mengatakan aku baik-baik saja."Apa dia juga suka ya sama aku? Zah, kamu kok cuma diam sih?" Dewi menyikut tangan Zahra. Zahra yang saat itu sedang berusaha menenangkan hatinya dibuat terkejut oleh dewi."Zah, kok bengong sih?""Eh, kenapa Dewi? " Zahra terlihat salah tingkah."Aku bilang, Fikri suka tidak ya sama aku? Dari awal dia masuk ke kelas kita sebagai siswa baru, aku langsung suka padanya. Dia itu sangat tampan. ""Jadi kamu suka sama Fikri karena

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Menyatakan Perasaan

    "Alhamdulillah Fik." Zahra tersenyum. "Hhmm... aku juga mau bilang sesuatu yang lain lagi ke kamu." "Apa?" "Aku... aku...... Zahra dari awal aku mengenal kamu entah kenapa aku merasakan perasaan yang lain. Perasaan yang melebihi teman. Aku sangat senang saat bisa bersamamu, kamu adalah wanita yang berbeda dengan wanita lain yang pernah aku kenal. Kamu baik, aku sangat bahagia, bahkan ketika aku hanya melihatmu dari jauh ku melihat senyummu. Hari ini aku akan berangkat ke luar negeri. Aku akan melanjutkan studi ku disana, aku menginginkan kepastian darimu." "Kepastian? Maksud kamu apa Fikri?" Tanya Zahra bingung. "Zahra, aku menyukaimu apa kamu mau jadi pacarku?" Terlihat Zahrah sangat terkejut mendengar pernyataan perasaan Fikri. Namun tak lama kemudian wajah teduh dan tenangnya kembali terlihat. Setelah itu dia menatap Fikri sebentar lalu ia mengalihkan pandangannya melihat jauh kedepan. "Cinta... cinta adalah fitrah setiap manusia. Kita tidak berhak marah pada seseorang yang j

Bab terbaru

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   berangkat bersama lagi

    Tok tok tok“Zah, kamu udah selesai nak? Tanya Bu ….Zahra yang mendengar Bundanya mengetuk pintu segera membukanya. “Zahra lagi siap-siap Bun.” Terlihat Zahra sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer yang ada di atas meja rias. Bu… tidak masuk dan hanya berdiri di ambang pintu.“Ya sudah siap-siapnya jangan kelamaan, teman keja kamu sudah menunggu di bawah, dia mau jempt kamu katanya.”Zahra mengerutkan keningnya.“Hah teman kerja? Si Deni?”“Bukan, bukan Deni, yang ini juga ibu gak kenal.”“Perasaan Zahra tidak menyuruh siapa pun untuk menjemput. Atau….” Zahra tampak berpikir.Ia membulatkan bola matanya saat nama seseorang terlintas di benaknya.“Bun, apa dia orangnya tinggi, tampan, dan memakai kacamata?” “Iya. Tuh kamu tahu, ya sudah ibu tunggu di bawa yah, cepetan siap-siap tidak enak kalau dia menunggu kamu terlalu lama.” Bu … menepuk pundak Zahra dan tersenyum, lalu meninggalkna kamar anaknya itu. Zahra kembali menutup pintunya, entah kenapa ia merasa aga kesal kar

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Hatiku Mengatakan Itu Dirinya

    Sejak kejadian itu, Kenzo tinggal bersama dengan keluarga Fikri. Kedua riang tua Fikri memperlakukannya seperti anak mereka sendiri. Menyekolahkannya, dan memberinya kasih sayang dan perhatian. Yah, ia memiliki keluarga baru yang begitu menyayanginya. Memiliki Kakak angkat membuat Fikri sangat bahagia, ia tidak merasa kesepian lagi di rumah, seseorang akan ada untuknya berbagi keluh kesahnya saat kedua orangtuanya sedang bekerja. Ia akan jadi memiliki teman untuk mengobrol hal-hal yang menyenangkan, dan merasa terlindungi karena memiliki seorang kakak. Kenzo merasa sangatlah berhutang Budi pada keluarga Fikri, dan ia berjanji akan selalu mengabdi pada keluarga tersebut, memberikan yang terbaik dan melakukan yang terbaik untuk Fikri dan kedua orang tuanya. ***Kenzo menyeka air matanya yang menetes karena mengenang masa lalunya. Bukan air mata kesedihan, melainkan air mata dari perasaan haru dan bahagia. Baginya Fikri adalah adik yang sangat ia sayangi, walau kadang bertengkar, namu

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Apa Karena Gadis Itu?

    Fikri duduk di tepi kolam renang, membiarkan separuh kakinya terendam di dasar kolam. Merilekskan pikirannya yang sempat kacau karena berusaha mengingat sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa. Aneh?? Yah, memang tampak aneh, tapi itulah yang ia rasakan. "Sebenarnya siapa dia?" Gumam Fikri lirih.Sementara Kenzo yang baru sampai di rumah Tuan mudanya itu segera menuju ke arah kolam renang di rumah tersebut, ia tahu kalau Fikri ada di sana dari salah satu pengawal yang berjaga di rumah itu. Langkah besarnya telah membawanya sampai ke sana, melihat punggung Tuan Mudanya yang memunggunginya. Ia menarik nafas leganya. "Permisi Tuan Muda." Sapa Kenzo. Fikri berbalik sejenak saat mendengar suara asisten pribadinya itu. "Ah, iya. Apa meeting-nya sudah selesai?" Tanyanya."Iya Tuan Muda, meeting-nya sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Perusahaan GCF resmi bekerja sama dengan perusahaan kita." "Alhamdulillah kalau semuanya berjalan dengan lancar. Kamu memang bisa diandalkan Kenzo."

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Rasa Ini... Fikri?

    Zahra berjalan dengan terburu-buru menuju gerbang kampus, dengan beberapa buku yang ada di tangannya. Hari ini jadwalnya di kampus hanya sampai pukul 12 siang. Begitu kelasnya selesai, dengan cepat ia segera memesan driver online. "Aku harus cepat, sebelum..." "Bu Zahra!" Teriak seseorang dari belakang . Terdengar suara langkah kaki yang berlari kecil menuju ke arahnya. Yah, lagi-lagi lelaki tampan itu, Zaki. "Aduh, tuh kan." Ucap Zahra kecil. Ia masih berusaha untuk menghindari pria itu dengan lebih mempercepat langkah kakinya. Namun, tentu saja ia kalah cepat."Bu Zahra!" Tanyanya dengan nafas yang terengah."E... eh, pak Zaki." Sapa Zahra kikuk. "Ibu kok jalannya cepat banget sih, saya juga dari tadi panggilin ibu loh.""Maaf Pak saya tidak dengar. Ini lagi buru-buru mau pulang, hhmmmm.... kalau gitu saya permisi yah Pak." Ucapnya ingin melangkah pergi. "Biar saya saja yang antar Bu, motornya kan masih ada di bengkel." Zahra merinding mendengar kata-kata itu. Ia melihat ke se

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Merasa Mengenal

    Seorang supir dengan langkah terburu-buru Segeran membungkukkan badannya sembari membukakan pintu mobil untuk tuannya. "Selamat siang Tuan Muda." Sapa Pak Edo, supir pribadi Fikri. "Iya." Jawab Fikri singkat, lalu langsung masuk ke mobil. "Kita akan ke mana Tuan Muda?" Tanya Pak Edo yang telah duduk di kursi kemudi. "Jalan saja Pak, nanti akan ku tunjukkan jalannya." Jawabnya sambil memainkan tablet ditangannya. "Baik Tuan Muda." 20 menit kemudian, mereka telah sampai di halaman sebuah Masjid yang cukup luas. "Tuan akan sholat Dzuhur di sini?" Pak Edi kembali bertanya. "Iya." "Kenapa tidak di mushola perusahaan saja Pak? Atau mungkin di Masjid yang cukup dekat dari kantor." Tak ada jawaban, hal itu membuat Pak Edi merasa tak enak hati. Ia mungkin sudah terlalu lancang karena terus bertanya pada tuannya."Maaf kalau saya lancang bertanya Tuan Muda. Lupakan saja pertanyaan saya, sekali lagi saya minta maaf Tuan." Takut-takut Pak Edo menghadapi lelaki muda yang sudah enam bulan

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Seperti Pelakor

    Zahra dan Zaki berjalan beriringan menuju Fakultas. Sesekali Zahra menjaga jaraknya pada pria tampan disampingnya itu. Ia tak ingin menyulut api amarah pada kaum hawa yang masih dengan setia menatap iri benci padanya. Zahra tak bersuara dan hanya mengangguk atau menggelengkan kepala saja saat Zaki bertanya padanya. Zaki sadar bahwa dia telah menciptakan kehebohan di kampus hari ini, namun ia juga hanya ingin menunjukkan kepada semua wanita Yanga selalu mengejar-ngejarnya kalau ia sudah memiliki wanita istimewa disisinya. walau dia tahu bila situasi ini mungkin tidak cukup baik untuk Zahra nantinya, namun ia berjanji pada dirinya sendiri, akan selalu berada di samping gadis ini saat seseorang ingin melakukan hal yang berbahaya karena telah dianggap merebut lelaki yang banyak disukai wanita. Hal lainnya adalah ia juga bisa menjauhkan para lelaki yang juga menyukai gadisnya. Tak bisa dipungkiri bahwa Zahra Salsabila adalah wanita yang sangat cantik dan manis. Kulit putih, hidung mancun

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Misi Gagal

    "Bunda, ayah, Zahra berangkat yah." Ucap Zahra seraya mencium kedua telapak tangan kedua orang tuanya yang sekarang duduk di meja makan. "Kenapa tidak sarapan dulu Zah?" Tanya ayah Zahra, Pak Herman."Zahra lagi buru-buru banget ayah, ada yang harus Zahra kerjakan secepatnya di sekolah." "Hhmm... ya sudah, hati-hati yah nak." Kata Bu Manda. "Iya Bun, Zahra berangkat yah. Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." Jawab Bu Manda dan Pak Herman bersamaan. Sebenarnya hari ini Zahra memang sengaja untuk datang lebih awal ke sekolah. Hanya satu tujuannya, ia ingin tahu siapa si penggemar rahasia yang selalu meletakkan bunga dan cokelat di meja kerjanya. Dia yakin orang itu yang ia sebut si BuCok (alias manusia bunga dan cokelat) selalu datang sangat pagi untuk meletakkan hadiah itu di mejanya. Indah melakukan sepeda motornya menuju ke sekolah dengan kecepatan sedang. Jalan belum tampak terlalu ramai pagi ini. Zahra menikmati perjalanannya dengan merasakan hembusan angin yang masih sangat

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Penggemar Rahasia

    Saat telah sampai di meja kerjanya, Zahra kembali terkejut mendapati bunga dan cokelat yang sudah ada di sana, dengan sebuah kartu ucapan kecil di sela-sela tangkai bunga itu.*Untuk perempuan tercantik yang pernah ku temui, semoga kamu suka bunga dan cokelat ini.*bunyi tulisan itu. "Huufftt..." Zahra menghembuskan nafas kasar. Ia memilih duduk dan tak ingin mempedulikan hadiah tersebut. Yah, sudah beberapa kali Zahra mendapatkan kiriman bunga beserta sebatang cokelat setiap pagi di atas meja kerjanya, tanpa ada nama pengirim di sana.Deni yang melihat Zahra dengan wajah cemberut lantas menghampirinya. Yah, sebenarnya dia sudah tahu apa yang sudah merusak mood Zahra pagi ini."Ciee... yang dapat bunga dan cokelat lagi. wah wah wah, penggemar rahasiamu itu menarik juga yah." Ledek Deni."Kamu ini apaan sih, selalu saja ngeledekin aku." Zahra semakin cemberut, memajukan bibirnya beberapa senti."Habis yah, aku tuh penasaran tahu gak, siapa sih yang bela-belain datang pagi-pagi banget

  • Ku Titip Rinduku Dalam Naungan Cinta-Mu   Siapa Gadis Itu? II

    Suatu hari, gadis cantik itu terkejut dengan pengakuan sahabatnya Dewi, bahwa dia menyukai Fikri. Dia sangat sedih mendengar apa yang baru saja diungkapkan oleh sahabatnya itu. Namun dia berusaha menyembunyikannya. Sejak hari itu dia selalu memikirkan tentang sahabatnya yang menyukai laki-laki yang ia juga suka. Hari demi hari hatinya mulai terbuka, ia mulai memikirkan apa yang selama ini ia lakukan, ia baru sadar bahwa apa yang selama ini dia lakukan itu salah. dia salah karena selalu memandang seseorang yang bukan mahramnya itu. Dan sejak hari itulah dia tidak pernah lagi datang ke sekolah begitu awal. Dia hanya akan datang saat bel sudah mau berbunyi. Dia tidak lagi menunggu Fikri dari balik jendela itu. Dan hari yang paling berat itu pun tiba bagi gadis itu, saat Fikri mengungkapkan perasaannya padanya di hari terakhir sekolah, ketika mereka sudah melihat pengumuman hasil kelulusan UN mereka di sekolah, di dekat Masjid di dekat sekolahnya. Masjid An-Nur, menjadi saksi bisu tentan

DMCA.com Protection Status