Sesampainya di rumah sakit orang tua Fikri pun segera mencari ruangan anaknya, dan segera menuju ke sana. Dibukanya pintu ruang ICU itu dengan tidak sabaran. Dan terlihatlah Fikri yang sedang terbaring lemah dengan selang infus di tangannya, perban pembalut di kepala depan dekat dahinya, dan beberapa perban lagi di kaki dan tangannya. Pak Kusuma dan Ibu Rani sangat sedih melihat keadaan anak mereka sekarang. Ibu Rani duduk di samping tempat tidur Fikri yang masih belum sadar, memegang tangan cowok yang sudah dianggap seperti anak kandungnya itu, dan terlihat air mata kini menghiasi pipinya. Bagi orang tua, rasa sakit yang sangat besar adalah ketika melihat anaknya sakit. Dan seperti itulah yang kini dirasakan oleh Pak Kusuma dan Ibu Rani. Keesokan harinya, kabar tentang Fikri sampai di sekolah. Ibu Asnia sendiri yang memberitahukan kepada anak-anak kelas XII IPA 1. mereka semua sangat terkejut mendengar bahwa Fikri kecelakaan, begitu pun dengan Zahra. Ketika i
Semalaman ibu Rani terus menjaga Fikri, ia belum tidur sama sekali, menunggu anak yang membencinya itu sadar. Pak Kusuma sudah berulang kali menyuruhnya tidur, tapi ibu Rani tetap bersikeras menjaga Fikri. Saat tengah malam tepatnya pukul 01.45 Ibu Rani yang sedang membaca ayat suci Al-Qur'an di bawah sebelah tempat tidur Fikri terkejut saat sayup-sayup mendengar suara anaknya itu. "Airrr... aairrr... " Ibu Rani segera menoleh dan berdiri dari tempatnya duduk. "Fikri, kamu sudah sadar nak." Ibu Rani begitu senang Fikri telah membuka matanya walaupun masih terlihat sangat lemah. "A...aair.." Terdengar suara Fikri terbata-bata. Ibu Rani dengan cepat segera mengambil air di atas meja yang berada di samping tempat tidur Fikri. Perlahan dia mengangkat kepala Fikri dan meminumkannya air. Setelah meminum air yang diberikan oleh Ibu Rani dia menjadi lebih tenang sekarang. Ibu Rani segera membangunkan Pak Kusuma yang tidur di lantai bawah dengan karpet. "Pa...pa bangun, Fikri sudah sada
"Iya Fikri papa menikah dengan ibu Rani itu karena permintaan Mama kamu sendiri, Mama kamu bilang sama papa kalau Ibu Rani itu adalah perempuan yang baik. Ia akan menyayangi kamu seperti anaknya sendiri. Mama kamu mempercayakan Ibu Rani untuk keluarganya nak, Ibu Rani awalnya juga tidak setuju dengan ini semua begitupun dengan papa Fikri, tapi papa tidak bisa menolak permintaan dari mama kamu begitupun dengan ibu Rani. Itulah alasan papa menikah dengan ibu Rani. " Terlihat bulir-bulir bening jatuh membasahi pipi cowok tampan itu. Kini dia tahu alasan papanya menikah dengan ibu Rani, bukan karena bapaknya sudah tidak sayang lagi dengan almarhumah mamanya tetapi ini semua adalah permintaan dari almarhum mamanya sendiri. Fikri sangat menyesal selama ini telah memperlakukan Ibu Rani seolah-olah dia adalah orang asing yang datang ingin mengambil posisi mamanya. Setelah kejadian ini dia berjanji tidak akan melakukan hal yang sama lagi. ia berjanji akan menerima semuanya. *** "Assalamualai
Malam ini Bu Rani begitu antusias membuatkan makanan kesukaan Fikri. Ketika semuanya sudah siap dia pun berjalan menuju kamar Fikri untuk memanggilnya makan. Tetapi baru beberapa langkah kakinya berjalan, terlihat Fikri sudah berjalan menuju meja makan. "Mama baru aja mau panggil kamu makan nak." Kata Ibu Rani. "Iya mah, ini Fikri mau makan." Spontan Ibu Rani dan Pak Kusuma terkejut saat mendengar kalimat 'ma' dari Fikri. "Kita duduk ya, Mama sudah masakin makanan kesukaan kamu." Kata Ibu Rani sembari mengambilkan makanan untuk Fikri, menuangkannya di atas piring berwarna kecoklatan itu lalu memberikannya kepada Fikri. "Hhmm... sebelum kita makan, aku mau bilang sesuatu ke papah dan mamah. " Kata Fikri serius. "Kamu mau bilang apa nak?" Tanya Ibu Rani. "Aku mau minta maaf sama mama dan papa atas sikapku selama ini. Aku minta maaf Pah. " Sambil melihat kearah Pak Kusuma. "Aku sudah buat papa kecewa, aku sudah buat papa selalu dipanggil ke sekolah karena aku bertingkah nakal disa
"Zah, aku suka sama Fikri."Saat itu mereka sedang berada di rumah Zahra belajar bareng, tapi sekarang Zahra malah dibuat terkejut dengan pengakuan Dewi kalau dia suka kepada Fikri. Rasanya seperti ada yang menghantam dirinya sehingga ia tidak bisa berkata apa-apa. Bibirnya seketika membisu mendengar kata itu terucap dari mulut sahabatnya. Dipaksakan nya untuk mengukir sebuah senyum di bibirnya seolah ingin mengatakan aku baik-baik saja."Apa dia juga suka ya sama aku? Zah, kamu kok cuma diam sih?" Dewi menyikut tangan Zahra. Zahra yang saat itu sedang berusaha menenangkan hatinya dibuat terkejut oleh dewi."Zah, kok bengong sih?""Eh, kenapa Dewi? " Zahra terlihat salah tingkah."Aku bilang, Fikri suka tidak ya sama aku? Dari awal dia masuk ke kelas kita sebagai siswa baru, aku langsung suka padanya. Dia itu sangat tampan. ""Jadi kamu suka sama Fikri karena
"Alhamdulillah Fik." Zahra tersenyum. "Hhmm... aku juga mau bilang sesuatu yang lain lagi ke kamu." "Apa?" "Aku... aku...... Zahra dari awal aku mengenal kamu entah kenapa aku merasakan perasaan yang lain. Perasaan yang melebihi teman. Aku sangat senang saat bisa bersamamu, kamu adalah wanita yang berbeda dengan wanita lain yang pernah aku kenal. Kamu baik, aku sangat bahagia, bahkan ketika aku hanya melihatmu dari jauh ku melihat senyummu. Hari ini aku akan berangkat ke luar negeri. Aku akan melanjutkan studi ku disana, aku menginginkan kepastian darimu." "Kepastian? Maksud kamu apa Fikri?" Tanya Zahra bingung. "Zahra, aku menyukaimu apa kamu mau jadi pacarku?" Terlihat Zahrah sangat terkejut mendengar pernyataan perasaan Fikri. Namun tak lama kemudian wajah teduh dan tenangnya kembali terlihat. Setelah itu dia menatap Fikri sebentar lalu ia mengalihkan pandangannya melihat jauh kedepan. "Cinta... cinta adalah fitrah setiap manusia. Kita tidak berhak marah pada seseorang yang j
Malam harinya Fikri tidak bisa memejamkan matanya, saat matanya terpejam bayangan Zahra selalu hadir dengan kata-kata yang dia ucapkan, terutama saat dia mengatakan 'Apakah kamu mencintaiku karena Allah?' Fikri sama sekali tidak mengerti apa maksud dari pertanyaannya itu. dia menyesali dirinya sendiri yang hanya bisa terdiam dan tidak punya alasan untuk menghentikan langkah Zahra. kata-kata itu terus terngiang di kepalanya, hingga semalaman Fikri tetap terjaga dengan perasaan yang begitu menyesakkan. ... *** Namun seperti yang penulis katakan, kisah ini adalah kisah 4 tahun yang lalu, sebelum cinta itu memiliki jawaban ketika rindu itu tidak memiliki makna. Kisah Fikri telah berbeda selain ia melanjutkan studinya di luar negeri ke rumah dia juga memperdalam agama nya di sana. Dia sadar Allah mempertemukan dia dengan Zahra bukan tanpa alasan tidak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini melainkan semuanya tertulis di lauhul Mahfudz. Dia tahu Allah sangat sayang padanya hingga Allah m
Pagi yang indah ditemani oleh sang mentari yang kembali meninggalkan peraduannya. Alam pun menyambutnya dengan gembira. Segera gadis cantik itu bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah bersiap-siap rumah dengan segera gadis itu meraih kunci motor yang ada di atas meja di kamarnya, berjalan cepat ke arah cermin, memperbaiki jilbab putih yang cukup panjang menutupi sebagian dari tinggi badannya. Lalu berjalan keluar rumah, meraih tangan ayah dan ibunya yang sedang duduk di teras menikmati sejuknya udara pagi ini kemudian menciumnya dan berpamitan. Setiap pagi gadis itu selalu berangkat lebih awal agar tidak kehilangan momen berharga dalam hidupnya. Setidaknya... itu menurutnya. Gadis cantik itu selalu berangkat ke sekolah dengan cepat agar ia bisa melihatnya, seorang pria yang beberapa minggu terakhir ini telah membuatnya jatuh hati, dan setiap hari ia pandangi dari balik jendela. Mungkin sebagian orang akan mengatakan bahwa yang ia lakukan adalah hal yang bodoh dan konyol, bag
Tok tok tok“Zah, kamu udah selesai nak? Tanya Bu ….Zahra yang mendengar Bundanya mengetuk pintu segera membukanya. “Zahra lagi siap-siap Bun.” Terlihat Zahra sedang mengeringkan rambutnya dengan hair dryer yang ada di atas meja rias. Bu… tidak masuk dan hanya berdiri di ambang pintu.“Ya sudah siap-siapnya jangan kelamaan, teman keja kamu sudah menunggu di bawah, dia mau jempt kamu katanya.”Zahra mengerutkan keningnya.“Hah teman kerja? Si Deni?”“Bukan, bukan Deni, yang ini juga ibu gak kenal.”“Perasaan Zahra tidak menyuruh siapa pun untuk menjemput. Atau….” Zahra tampak berpikir.Ia membulatkan bola matanya saat nama seseorang terlintas di benaknya.“Bun, apa dia orangnya tinggi, tampan, dan memakai kacamata?” “Iya. Tuh kamu tahu, ya sudah ibu tunggu di bawa yah, cepetan siap-siap tidak enak kalau dia menunggu kamu terlalu lama.” Bu … menepuk pundak Zahra dan tersenyum, lalu meninggalkna kamar anaknya itu. Zahra kembali menutup pintunya, entah kenapa ia merasa aga kesal kar
Sejak kejadian itu, Kenzo tinggal bersama dengan keluarga Fikri. Kedua riang tua Fikri memperlakukannya seperti anak mereka sendiri. Menyekolahkannya, dan memberinya kasih sayang dan perhatian. Yah, ia memiliki keluarga baru yang begitu menyayanginya. Memiliki Kakak angkat membuat Fikri sangat bahagia, ia tidak merasa kesepian lagi di rumah, seseorang akan ada untuknya berbagi keluh kesahnya saat kedua orangtuanya sedang bekerja. Ia akan jadi memiliki teman untuk mengobrol hal-hal yang menyenangkan, dan merasa terlindungi karena memiliki seorang kakak. Kenzo merasa sangatlah berhutang Budi pada keluarga Fikri, dan ia berjanji akan selalu mengabdi pada keluarga tersebut, memberikan yang terbaik dan melakukan yang terbaik untuk Fikri dan kedua orang tuanya. ***Kenzo menyeka air matanya yang menetes karena mengenang masa lalunya. Bukan air mata kesedihan, melainkan air mata dari perasaan haru dan bahagia. Baginya Fikri adalah adik yang sangat ia sayangi, walau kadang bertengkar, namu
Fikri duduk di tepi kolam renang, membiarkan separuh kakinya terendam di dasar kolam. Merilekskan pikirannya yang sempat kacau karena berusaha mengingat sesuatu yang ia sendiri tidak tahu apa. Aneh?? Yah, memang tampak aneh, tapi itulah yang ia rasakan. "Sebenarnya siapa dia?" Gumam Fikri lirih.Sementara Kenzo yang baru sampai di rumah Tuan mudanya itu segera menuju ke arah kolam renang di rumah tersebut, ia tahu kalau Fikri ada di sana dari salah satu pengawal yang berjaga di rumah itu. Langkah besarnya telah membawanya sampai ke sana, melihat punggung Tuan Mudanya yang memunggunginya. Ia menarik nafas leganya. "Permisi Tuan Muda." Sapa Kenzo. Fikri berbalik sejenak saat mendengar suara asisten pribadinya itu. "Ah, iya. Apa meeting-nya sudah selesai?" Tanyanya."Iya Tuan Muda, meeting-nya sudah selesai dan berjalan dengan lancar. Perusahaan GCF resmi bekerja sama dengan perusahaan kita." "Alhamdulillah kalau semuanya berjalan dengan lancar. Kamu memang bisa diandalkan Kenzo."
Zahra berjalan dengan terburu-buru menuju gerbang kampus, dengan beberapa buku yang ada di tangannya. Hari ini jadwalnya di kampus hanya sampai pukul 12 siang. Begitu kelasnya selesai, dengan cepat ia segera memesan driver online. "Aku harus cepat, sebelum..." "Bu Zahra!" Teriak seseorang dari belakang . Terdengar suara langkah kaki yang berlari kecil menuju ke arahnya. Yah, lagi-lagi lelaki tampan itu, Zaki. "Aduh, tuh kan." Ucap Zahra kecil. Ia masih berusaha untuk menghindari pria itu dengan lebih mempercepat langkah kakinya. Namun, tentu saja ia kalah cepat."Bu Zahra!" Tanyanya dengan nafas yang terengah."E... eh, pak Zaki." Sapa Zahra kikuk. "Ibu kok jalannya cepat banget sih, saya juga dari tadi panggilin ibu loh.""Maaf Pak saya tidak dengar. Ini lagi buru-buru mau pulang, hhmmmm.... kalau gitu saya permisi yah Pak." Ucapnya ingin melangkah pergi. "Biar saya saja yang antar Bu, motornya kan masih ada di bengkel." Zahra merinding mendengar kata-kata itu. Ia melihat ke se
Seorang supir dengan langkah terburu-buru Segeran membungkukkan badannya sembari membukakan pintu mobil untuk tuannya. "Selamat siang Tuan Muda." Sapa Pak Edo, supir pribadi Fikri. "Iya." Jawab Fikri singkat, lalu langsung masuk ke mobil. "Kita akan ke mana Tuan Muda?" Tanya Pak Edo yang telah duduk di kursi kemudi. "Jalan saja Pak, nanti akan ku tunjukkan jalannya." Jawabnya sambil memainkan tablet ditangannya. "Baik Tuan Muda." 20 menit kemudian, mereka telah sampai di halaman sebuah Masjid yang cukup luas. "Tuan akan sholat Dzuhur di sini?" Pak Edi kembali bertanya. "Iya." "Kenapa tidak di mushola perusahaan saja Pak? Atau mungkin di Masjid yang cukup dekat dari kantor." Tak ada jawaban, hal itu membuat Pak Edi merasa tak enak hati. Ia mungkin sudah terlalu lancang karena terus bertanya pada tuannya."Maaf kalau saya lancang bertanya Tuan Muda. Lupakan saja pertanyaan saya, sekali lagi saya minta maaf Tuan." Takut-takut Pak Edo menghadapi lelaki muda yang sudah enam bulan
Zahra dan Zaki berjalan beriringan menuju Fakultas. Sesekali Zahra menjaga jaraknya pada pria tampan disampingnya itu. Ia tak ingin menyulut api amarah pada kaum hawa yang masih dengan setia menatap iri benci padanya. Zahra tak bersuara dan hanya mengangguk atau menggelengkan kepala saja saat Zaki bertanya padanya. Zaki sadar bahwa dia telah menciptakan kehebohan di kampus hari ini, namun ia juga hanya ingin menunjukkan kepada semua wanita Yanga selalu mengejar-ngejarnya kalau ia sudah memiliki wanita istimewa disisinya. walau dia tahu bila situasi ini mungkin tidak cukup baik untuk Zahra nantinya, namun ia berjanji pada dirinya sendiri, akan selalu berada di samping gadis ini saat seseorang ingin melakukan hal yang berbahaya karena telah dianggap merebut lelaki yang banyak disukai wanita. Hal lainnya adalah ia juga bisa menjauhkan para lelaki yang juga menyukai gadisnya. Tak bisa dipungkiri bahwa Zahra Salsabila adalah wanita yang sangat cantik dan manis. Kulit putih, hidung mancun
"Bunda, ayah, Zahra berangkat yah." Ucap Zahra seraya mencium kedua telapak tangan kedua orang tuanya yang sekarang duduk di meja makan. "Kenapa tidak sarapan dulu Zah?" Tanya ayah Zahra, Pak Herman."Zahra lagi buru-buru banget ayah, ada yang harus Zahra kerjakan secepatnya di sekolah." "Hhmm... ya sudah, hati-hati yah nak." Kata Bu Manda. "Iya Bun, Zahra berangkat yah. Assalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." Jawab Bu Manda dan Pak Herman bersamaan. Sebenarnya hari ini Zahra memang sengaja untuk datang lebih awal ke sekolah. Hanya satu tujuannya, ia ingin tahu siapa si penggemar rahasia yang selalu meletakkan bunga dan cokelat di meja kerjanya. Dia yakin orang itu yang ia sebut si BuCok (alias manusia bunga dan cokelat) selalu datang sangat pagi untuk meletakkan hadiah itu di mejanya. Indah melakukan sepeda motornya menuju ke sekolah dengan kecepatan sedang. Jalan belum tampak terlalu ramai pagi ini. Zahra menikmati perjalanannya dengan merasakan hembusan angin yang masih sangat
Saat telah sampai di meja kerjanya, Zahra kembali terkejut mendapati bunga dan cokelat yang sudah ada di sana, dengan sebuah kartu ucapan kecil di sela-sela tangkai bunga itu.*Untuk perempuan tercantik yang pernah ku temui, semoga kamu suka bunga dan cokelat ini.*bunyi tulisan itu. "Huufftt..." Zahra menghembuskan nafas kasar. Ia memilih duduk dan tak ingin mempedulikan hadiah tersebut. Yah, sudah beberapa kali Zahra mendapatkan kiriman bunga beserta sebatang cokelat setiap pagi di atas meja kerjanya, tanpa ada nama pengirim di sana.Deni yang melihat Zahra dengan wajah cemberut lantas menghampirinya. Yah, sebenarnya dia sudah tahu apa yang sudah merusak mood Zahra pagi ini."Ciee... yang dapat bunga dan cokelat lagi. wah wah wah, penggemar rahasiamu itu menarik juga yah." Ledek Deni."Kamu ini apaan sih, selalu saja ngeledekin aku." Zahra semakin cemberut, memajukan bibirnya beberapa senti."Habis yah, aku tuh penasaran tahu gak, siapa sih yang bela-belain datang pagi-pagi banget
Suatu hari, gadis cantik itu terkejut dengan pengakuan sahabatnya Dewi, bahwa dia menyukai Fikri. Dia sangat sedih mendengar apa yang baru saja diungkapkan oleh sahabatnya itu. Namun dia berusaha menyembunyikannya. Sejak hari itu dia selalu memikirkan tentang sahabatnya yang menyukai laki-laki yang ia juga suka. Hari demi hari hatinya mulai terbuka, ia mulai memikirkan apa yang selama ini ia lakukan, ia baru sadar bahwa apa yang selama ini dia lakukan itu salah. dia salah karena selalu memandang seseorang yang bukan mahramnya itu. Dan sejak hari itulah dia tidak pernah lagi datang ke sekolah begitu awal. Dia hanya akan datang saat bel sudah mau berbunyi. Dia tidak lagi menunggu Fikri dari balik jendela itu. Dan hari yang paling berat itu pun tiba bagi gadis itu, saat Fikri mengungkapkan perasaannya padanya di hari terakhir sekolah, ketika mereka sudah melihat pengumuman hasil kelulusan UN mereka di sekolah, di dekat Masjid di dekat sekolahnya. Masjid An-Nur, menjadi saksi bisu tentan