Yang pertama seorang kakek berambut putih awut-awutan. Sebagian kepalanya tampak sulah dan ada bekas luka yang belum kering. Dia mengenakan sehelai jubah kuning gelap. Mukanya dan bagian tubuhnya yang tersembul dari balik jubah dipenuhi cacat mengerikan. Dagingnya seolah terbakar melepuh mengerikan! Ini semua adalah akibat pukulan Menebar Budi Hari Pertama yang dilancarkan Si Jin Budiman ketika terjadi pertempuran beberapa waktu lalu. Tidak mengherankan kalau orang ini yang dikenal dengan nama Pajahilio memendam dendam hebat terhadap Si Jin Budiman.
Orang kedua bukan lain si nenek pasangan Pajahilio yakni Ruhjahilio. Cacat akibat pukulan Kasih Mendorong Bumi yang pernah dihantamkan Ruhcinta pada nenek jahat ini membuat tubuhnya mengerikan luar biasa. Hidungnya gerumpung, dagingnya di bagian muka, dada dan perut bertanggatan. Lalu ketika dia berhadapan dengan Jin Terjungkir Langit, dia dipaksa menerima hantaman keras yang membuat mata kanannya mencelat lepas. Kini mata itu ha
"Pemuda jahanam! Kau yang dulu mengencingi mulut temanku, Pawungu! Hari ini kau terima pembalasan dariku!" Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab mengangkat si kakek tinggi-tinggi. Ketika dia hendak menghantam muka Arya dengan jotosan tangan kanannya, Bayu berteriak. "Jin pengecut! Dia itu dalam keadaan lumpuh tak berdaya! Kau mau apakan dia?!" Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab menyeringai. Dia melirik ke arah Bayu lalu melangkah mendekati Bayu. Tiba-tiba kaki kanannya bergerak. "Bukkk!" Bayu menjerit keras. Tubuhnya mencelat sampai dua tombak ketika tendangan Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab mendarat di sisinya. Dari mulutnya keluar suara mengerang. Rusuknya sakit bukan main. Mungkin ada tulang iganya yang patah atau remuk. "Seerrr...!" Air liur Arya mancur deras. karena berbarengan yang itu Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab menjambak dan mengangkat tubuh si kakek tinggi-tinggi, akibatnya air liur mengguyur jatuh membasahi jubah putihnya. Amarah Jin Seju
Jin Muka Seribu merasakan dadanya bergetar hebat dan lututnya bergoyang keras sedang dua tangannya seperti kesemutan begitu pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi" dan pukulan "Jin Hijau Penjungkir Roh" yang dilepaskannya untuk menyelamatkan Sepasang Jin Bercinta bentrokan dengan pukulan "Menebar Budi Hart Ke Empat" Dengan mata berkilat-kilat dan wajah serta merta berubah menjadi wajah-wajah raksasa, Jin Muka Seribu memandang ke depan. Tapi saat itu Si Jin Budiman telah melesat beberapa tombak sambil mendukung sosok Ruhcinta di bahu kirinya. "Sepasang Jin Bercinta! Kalian tolol semual Lekas kejar orang itu! Kau harus dapatkan Ruhcinta! Kalau gagal jangan harap jabatan tinggi di Istana Surga Dunia! Dan ilmu Bubuk Penjungkir Syaraf akan kuambil kembali!" Saat itu dalam keadaan masih terbaring menelungkup di tanah, Pajahilio berbisik pada kekasihnya. "Makhluk yang melarikan gadis itu luar biasa ilmunya. Kita bisa celaka di tangannya."
Habis berkata begitu Jin Muka Seribu keluarkan bentakan keras. Empat wajahnya berubah menjadi muka-muka raksasa. Tubuhnya melesat ke depan. Tangannya sebelah kanan melepas pukulan Menghancur Karang Membentuk Debu. Kehebatan pukulan sakti ini sanggup membuat batu besar hancur berubah menjadi debu. Dapat dibayangkan bagaimana jadinya kalau yang kena hantam adalah sosok tubuh manusia! Jin Selaksa Angin tertawa panjang lalu berkelebat dan siapa menghadapi serangan lawan. Tapi tiba-tiba tangan Jin Muka Seribu membuat gerakan aneh. Lalu "desss... desss!" Terdengar dua kali letusan kecil. Tempat itu serta merta diselubungi asap hijau. Ketika asap lenyap, sosok Jin Muka Seribu ikut menghilang! "Pengecut kurang ajar! Kabur dia rupanya!" teriak Jin Selaksa Angin lalu pancarkan kentutnya "butt prett!" Sementara itu antara Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab dengan Ksatria Pengembara telah terjadi perkelahian seru. Si kakek yang dipenuhi dendam kesumat ini jadi terkejut
Semua yang ada di situ tertawa gelak-gelak. Tawa mereka semakin riuh setelah Bayu ikut menimpali. "Pasti perabotan kakek itu sudah kuncul seperti terong kecil direbus!" "Sudah! jangan tertawa saja! kita masih dalam keadaan kaku tak bisa bergerak!" Arya berseru. "Bintang, lekas kau tolong kami bertiga!" "Arya!" kata Betina Bercula. "Aku tahu mengapa kau tidak mau membicarakan perabotannya Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab. Agaknya perabotanmu tidak banyak beda dengan punya kakek itu! Hik... hik... hik!" "Bisa-bisa lebih jelek!" kata Bayu pula. "Jangan kau berani menghina!" Arya marah. "Tinggal dicocol dengan sambal!" Bintang ikut menggoda Arya hingga Arya memaki panjang pendek. * * * SATU pemandangan luar biasa terlihat di dalam rimba belantara Alas Diam Salawasan. Dua sosok aneh berlari cepat mengusung sebuah tandu kayu. Sosok di sebelah depan tinggi kurus hanya mengenakan sehelai cawat. Sekujur tubuhnya mulai dari k
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Ingat Kek, sebelumnya kita telah berjanji untuk menolongnya!" kata Patilandak pula seraya menatap pada pisau bergagang dua kepala singa yang menancap di dada perempuan tua di atas tandu. "Aku ingat. Janji adalah satu kebajikan yang harus dipenuhi! Tapi kesia-siaan adalah satu hal yang harus dihindarkan! Kita harus bisa memaksanya bicara saat ini juga! Kalau nasibnya buruk, dia meninggal sebelum sempat menemui salah satu dari tiga orang itu, sebelum sempat mengungkap rahasia besar yang katanya telah dipendamnya selama puluhan tahun, celakalah kita berdua yang telah berusaha menolongnya!" "Aku mengerti maksudmu Kek," menyahuti Jin Patilandak. "Tapi apa kau lupa? Sebelum kita mulai mengusungnya empat hari lewat, bukankah kita sudah meminta agar dia mengungkapkan saja pada kita rahasia besar yang diketahuinya. Lalu kita yang akan menyampaikan pada orang-orang itu. Tapi dia tegas- tegas menolak. Dia tetap meminta kita mengu
"Kau orang pandai! Kau pasti bisa menolongnya! Paling tidak mencabut pisau di dadanya lalu mengobati lukanya!" kata Tringgiling Liang Batu pula. Jin Obat Seribu perhatikan pisau bergagang batu berbentuk singa berkepala dua yang menancap di dada kiri Ruhmundinglaya. Lalu gelengkan kepalanya. "Aku tak bisa menolongnya. Pisau itu bukan pisau biasa. Begitu menembus sasaran, ujungnya akan terbelah menjadi tiga membentuk cakar terbalik. Jika dicabut bagian tubuh yang tertancap akan terbongkar. Malah bisa-bisa jantungnya ikut tertarik keluar!" "Ganas sekali! Jin Obat Seribu, apa kau tahu siapa yang mencelakai nenek ini dengan pisau itu?!" "Tak bisa kuduga. Tak pernah kulihat senjata bergagang dua kepala singa seperti itu sebelumnya. Tapi, sejak Istana Surga Dunia dibangun oleh Jin Muka Seribu, berbagai keanehan dan angkara murka muncul di Negeri Jin ini. Bukan mustahil ini pekerjaan Jin Muka Seribu atau orang-orangnya. Jika orang-orang Istana Surga Dunia ber
Hatinya berkata. "Memang tidak mungkin gadis bernama Ruhcinta itu mengasihi cucuku. Dibanding dengan pemuda asing dari negeri manusia, cucuku ketinggalan segala-galanya. Bukan cuma ketinggalan ilmu kesaktian dan kepandaian silat, tapi dalam ujud nyata saja tak mungkin menandingi Bintang. Kasihan cucuku. Semoga para Dewa menabahkan hatinya. Semoga rahmat dan berkah akan jatuh atas dirinya dalam cara yang lain." * * * NENEK berjubah coklat yang di atas kepalanya ada gulungan asap merah berbentuk kerucut hentikan larinya, berpaling ke belakang, pada nenek yang sekujur tubuhnya tertutup ratusan katak hijau. "Ruhmasigi! Kita sudah menghabiskan banyak hari secara percuma! Hanya gara-gara mengikuti kemauanmu. Menyelidik arti mimpi gilamu itu! Padahal bukankah lebih penting mencari Ruhmundinglaya, orang yang konon hendak menyampaikan sesuatu berita besar pada kita?" Nenek bernama Ruhmasigi yang di Negeri Jin dikenal dengan sebutan Jin Le
"Anak-anak, aku perlu bantuan kalian!" Ruhmasigi berucap pada katak-kataknya. "Beset tubuh katak hijau besar itu. Aku ingin melihat apa yang ada dalam perutnya!" Ruhmasigi kerenyitkan kening. Setelah ditunggu tak seekorpun dari katak-katak hijau itu melakukan apa yang tadi dikatakan si nenek. Padahal jangankan seekor katak besar, seekor kudapun jika diserbu dan dibeset oleh ratusan katak itu pasti akan berubah menjadi tulang belulang dalam waktu singkat! "Anak-anak! Apa kalian telah jadi tuli semua hingga tidak melakakan apa yang aku perintahkan?!" Ruhmasigi alias Jin Paekatakhijau berucap dengan suara keras. Tetap saja tak ada seekor katakpun yang bergerak. "Hai!" Ruhmasigi berseru dan delikkan matanya. "Jangan membuat aku marah! Puluhan tahun aku bersama kalian! Tak pernah ada satu perintahkupun tidak kalian laksanakan! Mengapa hari ini kalian semua diam membisu, tak bersuara tak bergerak! Tidak menjalankan apa yang aku perintahkan?!" "Ruhmasigi, ku