Setelah melewati lembah tersebut, tak lama kemudian Bintang dan Yuki tiba didepan sebuah bangunan besar yang dikelilingi oleh pagar tinggi disekelilingnya, suasana terlihat sepi seakan tak berpenghuni. Hembusan angin dengan lembut menyapu dedaunan yang bertebaran dimuka pintu gerbang bangunan tersebut.
“Kenapa sepi sekali kak?”. ucap Yuki heran melihat keadaan itu. Bintang tak menjawabnya tapi memandang kearah papan nama yang ada di pintu gerbang.
~~ AS-SIDDIQ ~~
“Sepertinya kita memang tidak salah tempat adik, tempat ini memang yang kita tuju”. Ucap Bintang
“Biar Yuki yang ketuk kak”. Ucap Yuki seraya maju melangkah mendekati pintu.
“Tok...tok...tok”. tak ada jawaban.
Bintang ikut mendekat, dan ; “Assalamu’alaikum”. ucapan salam terdengar Bintang ucapkan.
“Wa’alaikumsalam warohmatullah hiwabarakatuh...” terdengar jawaban dari balik pintu gerbang terse
“Mari silahkan duduk tuan Bintang dan nona Yuki” ucap Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi dengan penuh keramahan. Sementara itu putranya Maghribi terlihat menyiapkan minuman hangat untuk Bintang dan Yuki yang kini sudah mengambil tempat berhadapan langsung dengan Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi.Kharisma yang terpancar dari wajah dan sosok Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi membuat Bintang tak kuasa menatap lama-lama ke sosok Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi. Hal ini semakin membuat Bintang terkagum-kagum pada sosok Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi.“Maghribi mengatakan kalau maksud dan tujuan tuan Bintang datang ketempat ini adalah untuk belajar dan memperdalam tentang islam”. Ucap Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi lagi.“Itu benar tuan syekh... hamba diutus guru hamba untuk belajar pada tuan syekh”“Siapakah guru tuan Bintang adanya ?”“Guru hamba bernama Miyamoto Ryo” belum lagi selesa
Dua bulan berlalu sejak kedatangan Bintang dan Yuki ke pondok As-Siddiq. Siang itu aktifitas di pondok As-Siddiq berjalan seperti biasanya, beberapa santri wanita tampak tengah membaca kitab suci al-qur’an, beberapa yang lain tampak tengah sibuk memperdalam pelajaran keagamaan mereka dari beberapa senior, sedangkan beberapa yang lain tampak tengah sibuk berlatih jurus pedang, Yuki tampak mengawasi langsung pergerakan mereka yang tengah berlatih. Salah seorang diantaranya juga Maghribi, putra dari Syekh Muhammad Karim Al Qusyairi.Tiba-tiba saja dua orang penjaga pintu gerbang terlihat setengah berlari kearah Maghribi.“Kakak, di depan pintu gerbang ada tamu?”. ucap santri itu lagi kepada Maghribi.“Siapa mereka, apakah orang-orang dari Sekte Pemuja Iblis ?”“Bukan kak, katanya mereka berasal dari Sekte Bulan Purnama”“Sekte Bulan Purnama.!”. Maghribi cukup terkejut mendengar hal itu. Bahkan Yuki
Beberapa waktu berlalu, sejak Lian Nishang berada di pondok As-Siddiq, pakaian yang dikenakannyapun sudah berganti menjadi pakaian seorang muslimah, tapi cadar putih tetap selalu dikenakannya. Setelah beberapa hari, Lian Nishang baru terbiasa dengan kehidupan di pondok As-Siddiq yang sederhana dan mandiri. Bahkan Lian Nishang hanya tampak memperhatikan santri-santri pondok As-Siddiq yang tengah berlatih ilmu kanuragan bersama Yuki.Diam – diam Lian Nishang mengagumi sifat Yuki yang selalu bisa membuat suasana ceria diantara para santri-santri As-Siddiq. Sifatnya dan Yuki memang sangat jauh berbeda, Lian Nishang bersifat sopan tapi dingin, karena Lian Nishang memang tumbuh dilingkungan Sekte Bulan Purnama yang hampir semua pengikutnya adalah wanita. Walaupun pendiam, Lian Nishang termasuk cerdas, setiap tindakannya selalu berdasarkan pertimbangan yang matang dan penuh perhitungan, karena itulah tak ada ucapan yang keluar dari bibir Lian Nishang yang sia-sia.Selai
Sejak malam itu, Lian Nishang terus melakukan hal yang sama. Entah kenapa ada daya tarikan yang kuat di hati Lian Nishang untuk lebih mengenal sosok Bintang. Menatap Bintang dari kejauhan lantunan zikir taubat dan linangan air mata Bintang, membuat hati Lian Nishang ikut bersedih seakan merasakan apa yang saat ini dirasakan Bintang. Entah kenapa Lian Nishang ikut terbayang dosa-dosa dimasa lalu yang telah dilakukannya. Entah sudah berapa banyak pinangan laki-laki yang ditolaknya, begitu banyak yang kecewa dengan penolakan itu, Lian Nishang merasakan itu merupakan dosa yang ada dimasa lalunya.Sementara itu bagi Bintang, malam ini adalah malam ke-100 baginya, dan malam ini merupakan malam terakhir bagi Bintang untuk mengakhiri masa puasa dan pengajarannya.“Tong..tong...tong..!!!”. tiba-tiba saja sebuah suara pentungan terdengar bertalu-talu. Ini menandakan ada bahaya yang mengancam. Bukan saja Lian Nishang yang terkejut, bahkan Bintang yang tenggelam dalam
“Sebenarnya tidak ada permusuhan diantara Sekte Pemuja Iblis dan Sekte Bulan Purnama.. tapi aku Jenderal Tanah terpaksa harus melawan nona Lian jika terpaksa”. Ucap lelaki bertopeng tengkorak yang menyebut dirinya sebagai Jenderal Tanah.“Pondok As-Siddiq sudah merupakan rumah kedua bagiku... berurusan dengan pondok As-Siddiq juga berurusan denganku”. Ucap Lian Nishang lagi.“Kalau begitu terpaksa kita harus bertarung nona Lian”. Ucap Jenderal Tanah lagi.“Mari... silahkan!”. ucap Lian Nishang lagi dengan tenangnya“Rasakan jurus pertamaku, ‘Tanah Meteor’..!!”. ucap Jenderal Tanah lagi seraya merapatkan kedua tangannya didepan dada, dan ; “Deb..wuttt”. tiba-tiba saja Jenderal Tanah menghentakkan salah satu kakinya ke tanah, tiba-tiba saja tanah yang ada dibawahnya yang berbentuk kotak persegi empat mencelat keatas, bersamaan dengan itu, Jenderal Tanah dengan cepat
“Dia kabur”. Batin Lian Nishang lagi. Setelah memperhatikan keadaan disekitarnya dan meyakini kalau Jenderal Tanah telah kabur, Lian Nishang kembali bersalto tinggi dan hingga diatas gerbang pagar pondok As-Siddiq. Kini terlihat pertempuran besar yang terjadi di halaman pondok As-Siddiq. Pertempuran besar antara santri-santri As-Siddiq menghadapi puluhan orang pengikut Sekte Pemuja Iblis.Lian Nishang tampak tertarik melihat salah satu pertarungan disudut halaman, dimana terlihat sosok Hisui Yuki yang tengah bertarung sengit dengan salah seorang dari tiga penunggang kuda yang memimpin rombongan pengikut Sekte Pemuja Iblis.Pertarungan tampak berjalan imbang, baik Yuki dengan pedang kembar ditangannya, menghadapi lawannya yang merupakan salah satu jenderal besar di Sekte Pemuja Iblis, yaitu Jenderal Angin. Dengan mengandalkan serangan pedang angin jarak jauhnya, Jenderal Angin terlihat mampu mengimbangi serangan-serangan gencar yang dilancarkan oleh Hi
“Coba kita lihat apakah kau mampu menghadapi serangan ‘Pedang Peri Terbang’ku”. Ucap Hisui Yuki lagi.“‘Pedang Peri Terbang’!”. batin Jenderal Tanah dengan wajah berubah.“Yap… ‘Pedang Peri Terbang’… coba sambut serangan pertamaku, ‘Berduyun-duyun memutus awan dan angin’, heaaa….” Hisui Yuki mempermainkan kedua tangannya didepan, seketika dua pedang yang sejak tadi mengambang diudara, langsung melesat dengan cepat kearah Jenderal Angin.“Huppp….”. untung saja Jenderal Angin sudah bersiap sejak tadi dan langsung bergerak menghindari serangan pedang terbang yang disebut dengan nama ‘Berduyun-duyun memutus awan dan angin’.Dalam beberapa gebrakan berikutnya, Hisui Yuki benar-benar membuktikan ucapannya, serangannya pedang tebangnya yang beruntun silih berganti mampu mendesak Jende
Fajar baru saja menyingsing diufuk timur, sinar kuning keemasan terlihat memancar menghangatkan tubuh, walau sang mentari belum muncur ke permukaan, tapi semburat cahayanya sudah terlebih dahulu mendahuluinya. Walaupun begitu, kesibukan tampak diantara para santri di pondok As-Siddiq.“Kita harus selamatkan abi dari mereka... walau harus berkorban nyawa”. Ucap Maghribi pada santri-santri yang juga telah bersiap dengan golok ditangan.“Benar kak, mari kita berjihad bersama”. Ucap santri-santri yang lain ikut menimpali.“Tapi kak, apa kita tahu dimana markas Sekte Pemuja Iblis itu?”. ucap salah seorang santri lagi hingga membuat semua orang yang ada ditempat itu terdiam, sunyi. Memang selama ini tak pernah ada yang tahu dimana markas Sekte Pemuja Iblis, mereka datang dan pergi bagaikan angin.Di salah satu sisi, terlihat juga sosok Lian Nishang dan Yuki yang hanya diam tanpa memberikan pernyataan. “Kak
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu