Sementara itu Bintang terlihat menatap keadaan disekitarnya yang sudah porak poranda, beberapa rumah penduduk masih terlihat terbakar dimakan api, tapi bukan itu yang membuat kemarahan Bintang, melainkan saat melihat belasan mayat yang tampak bergelimpangan disana sini, menyesal sekali Bintang kenapa dia harus datang terlambat hingga korban sudah banyak yang berjatuhan. Dan ini sudah cukup bagi Bintang untuk menatap dengan penuh kegeraman dan kemarahan terhadap gerombolan begal yang ada dihadapannya.
“Kekejaman yang kalian lakukan sudah melampaui batas”. ucap Bintang lagi.
“Benar, dan sebentar lagi desa ini akan kami ratakan dengan tanah karena berani membangkang perintahku”. ucap pemimpin Begal Clurit Hitam lagi.
“Selagi aku ada disini, hal itu takkan terjadi”. ucap Bintang lagi datar.
“Sombong! ayo bunuh pengacau ini.!”. ucap pemimpin begal ini lagi memerintahkan para anak buahnya untuk menyerang kearah Bintang. Maka dengan serentak saja belasan ora
Sementara sore sudah datang menjelang, pertarungan Bintang dengan si Clurit Pencabut Nyawa terus terjadi, tapi sejauh ini belum ada tanda-tanda akan berakhirnya pertarungan yang sudah memasuki jurus ke-24. “Hyyattt......wuusshh”. sosok si Clurit Pencabut Nyawa terlihat mengubah serangannya yang sejak tadi hanya mengincar tubuh Bintang bagian atas, dan rupanya hal ini baru disadari oleh si Clurit Pencabut Nyawa, dengan cepat dia kini langsung menyerang kearah kaki Bintang hingga mau tak mau Bintang kini terpaksa bergerak dari tempatnya. Dan si Clurit Pencabut Nyawa tersenyum melihat keberhasilan serangannya, dia terus melancarkan serangannya dengan gencar. “plakkk....plakkk.”. terlihat beberapa kali Bintang harus memapaki serangan yang dilancarkan oleh si Clurit Pencabut Nyawa yang terus menyerang Bintang dengan gencar. “Sett...wuutt...bummm”. betapa terkejutnya Bintang tiba-tiba saja si Clurit Pencabut Nyawa melemparkan sesuatu ketanah yang langsung menimbulk
Senja memancar diufuk barat, mega-mega kemerahan terlihat dikejauhan, segerombolan burung terlihat terbang kembali kesarangnya setelah seharian mencari makan, senja yang teduh dan hening itu tampak mengiringi langkah tiga sosok yang tampak tengah memasuki gerbang pintu sebuah desa. Tapi ketiganya terlihat dibuat keheranan saat semakin melangkah jauh kedalam jalan desa, karena desa itu terbilang sepi sekali, seperti desa yang tidak berpenghuni. “Aneh sekali keadaan didesa ini”. ucap seorang pemuda yang mengenakan pakaian serba merah, dia memang tak lain adalah Aji murid dari Datuk Api, sedangkan dua teman yang bersamanya tak lain adalah Pandega murid Datuk Angin dan gadis jelita yang berjalan bersama mereka tak lain adalah Intan Purnama murid tunggal dari Datuk Langit. Semakin jauh ketiganya memasuki desa tersebut semakin terkejut ketiganya, saat melihat bagaimana beberapa rumah yang telah hangus terbakar, bahkan dibeberapa tempat terlihat jelas desa itu seperti porak poranda
“Benar nini, pendekar agung itu bukan saja sangat baik, tapi juga sangat dermawan.....dia memberikan sekantong uang kepeng emas untuk digunakan membangun desa ini kembali dan sisanya diberikan kepada keluarga-keluarga yang kehilangan orang-orang yang dicintainya pada pertempuran siang tadi”. ucap aki pemilik warung lagi hingga semakin mengejutkan ketiga murid tiga datuk ini, tapi hanya Intan saja yang terlihat termangu, dihatinya dia sangat mengagumi akan sosok Ksatria Pengembara yang selama perjalanan mereka telah sering didengarnya tentang sepak terjang Ksatria Pengembara dalam memberantas keangkara murkaan, hal ini yang semakin membuat Intan semakin penasaran untuk segera bertemu dengan pendekar yang hebat itu. *** Siang itu matahari terlihat bersinar dengan teriknya, panasnya terasa begitu menyengat kulit, dan hal inipun terlihat begitu dirasakan oleh tiga sosok tubuh yang tengah berjalan menapaki jalan setapak ditepian sebuah hutan. Melihat sosok ketiganya, mere
“Maaf kalau aku mengagetkan nisanak”. ucap Bintang lagi dengan lembut, tapi anehnya Intan tidak merespon hal itul, bahkan dia masih berdiri terpaku ditempatnya. Bahkan saat Bintang sudah berada didekatnya, Intanpun masih tak bergerak ditempatnya. “Nisanak...nisanak”. ucap Bintang lebih keras hingga menyadarkan sosok Intan dari keadaannya. “Oh maaf, maaf....”. ucap Intan lagi cepat memperbaiki sikapnya. “Kalau tidak salah beberapa hari yang lalu kita pernah bertemu dikedai makan, apakah itu benar nisanak.?” “Benar” “Kalau tidak pula, saat itu nisanak bersama dua orang pemuda....”. “Benar, mereka adalah saudara-saudara seperguruanku”. ucap Intan lagi tersenyum menyambut senyuman pemuda yang ada dihadapannya. “Lalu dimana mereka saat ini nisanak.?” “Mereka beristirahat tak jauh dari sini”. “Apakah nisanak tidak keberatan jika kita bicara sambil duduk”. ucap Bintang lagi. “Oh tentu saja tidak”. ucap Intan ce
Bintang melangkahkan kakinya memasuki pintu gerbang sebuah Kadipaten yang terlihat begitu ramai penduduknya dengan berbagai macam aktifitasnya. Ini pertama kalinya Bintang menjejakkan kakinya disebuah Kadipaten setelah mengembara selama ini. Dan Bintang cukup termangu melihat betapa ramainya kehidupan disebuah Kadipaten. Selain ramainya penduduk yang tinggal di Kadipaten tersebut, Bintang juga dapat melihat orang-orang yang berasal dari kalangan pendekar dunia persilatan yang cukup ramai ditempat itu. Sesekali Bintang terlihat berpapasan dengan serombongan prajurit Kadipaten yang tengah melakukan ronda keliling. Dan hati Bintang tertarik untuk melangkah menuju kesebuah warung makan yang ada di Kadipaten itu yang terlihat cukup ramai pengunjungnya, sudah beberapa hari ini Bintang tidak merasakan masakan enak, selama pengembaraannya Bintang lebih banyak berada di alam bebas dan hanya ayam hutan panggang saja yang selalu setia menemani keroncongan perutnya. Kedatangan Bintang l
“Tong...! tongg...!! tonnggg!!!”. tiba-tiba saja sebuah pentungan gong terdengar dari arah luar, dan bagaikan diperintah, banyak dari penduduk awam maupun dari kalangan pendekar yang ikut mengerumuni beberapa orang prajurit yang tadi memukul gong tersebut, diatas seekor kuda terlihat seorang laki-laki separoh baya yang mengenakan pakaian kebesarannya sebagai seorang pejabat tinggi di Kadipaten Pandan Arum itu, setelah melihat orang yang berkumpul mengelilinginya, terlihat lelaki separoh baya itu membuka sebuah gulungan kertas yang ada ditangannya. “Tong! Tongg!!! tenang-tenang”. seorang prajurit kembali memukul gong untuk menenangkan suasana riuh yang terjadi ditempat itu. Seketika saja suasana riuh itu menjadi terhenti, sepi senyap, semua perhatikan kini tertuju kepada laki-laki yang berada diatas kuda yang kini tengah membuka gulungan kertas yang ada ditangannya. Sebelum membacakan isi gulungan surat itu, lelaki itu terlihat menatapi keadaan disekitarnya. Lalu kemudian dia
“Mudah-mudahan saja semua itu hanya perasaan gusti saja, kita berdoa saja kepada shang yang widhi gusti, semoga Gusti Ayu Pandansuri dalam keadaan selamat”. ucap Nyi Payan lagi. “Yah, mudah-mudahan sa....” “hiieekkk!!!”. Belum lagi wanita itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba saja mereka dikejutkan suara ringkikan kuda mereka yang berada didepan, apa yang terjadi sebenarnya hingga membuat sisais kuda kereta kuda itu menghentikan langkahnya ? Di depan sana, tepatnya kini berada dihadapan 10 orang prajurit yang terlihat langsung bersiap siaga dengan tombak ditangan mereka, tampak 8 sosok yang mengenakan pakaian serba hitam yang menutupi sekujur tubuhnya, bahkan wajah ke-8 sosok hitam itupun terlihat tertutup oleh sebuah topeng menyeramkan yang biasa disebut dengan topeng setan. Kehadiran ke-8 manusia bertopeng setan ini terlihat tidak membuat gentar ke-10 orang prajurit pengawal kereta kuda itu. “Siapa kalian ? kenapa kalian menghal
Senja datang menjelang, diufuk barat terlihat sang mentari yang beberapa waktu lagi akan segera tenggelam, mega-mega merah terlihat menghiasi ufuk barat, dari arah timur terlihat serombongan burung-burung yang terbang bergerombol pulang kesarangnya setelah seharian pergi mencari makan. Hampir semua kehidupan diatas muka bumi ini terlihat mulai berhenti dan melangkah pulang kerumah mereka masing-masing. Tapi suasana yang seharusnya tenang dan hening itu tidak terjadi disebuah hutan yang cukup lebat, sebuah pertarungan sengit tengah terjadi, dimana terlihat sosok seorang wanita tua yang menggunakan sebuah selendang yang berwarna kuning keemasan sebagai senjatanya tengah bertarung dengan tiga sosok bayangan hitam yang bergerak cepat melancarkan serangan kearahnya. Ketiga sosok bayangan hitam itu bergerak begitu cepat hingga sulit untuk melihat sosok ketiganya, yang terlihat hanyalah bayangan ketiganya yang terus menggepur sosok wanita tua yang bernama Nyi Payan atau yan
Bintang yang melihat kekuatan puncak yang telah dikerahkan oleh Datuk Malenggang Dilangit, segera ikut menghimpun tenaganya. Uap tipis putih terlhat keluar dari tubuh Bintang, uap putih yang mengeluarkan hawa dingin yang sangat menyengat.Dari uap tipis itu, terlihat membentuk sebuah bayangan diatas kepala Bintang, bayangan seekor naga berwarna putih tercipta.“Ledakan besar, khhaaaa!”Tiba-tiba saja sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah diselimuti magma lahar panas langsung berlari kearah Bintang.Buumm! Buumm! Buumm! Buumm!Di setiap langkah Datuk Malenggang Dilangit terdengar suara ledakan-ledakan akibat tapak magma panas Datuk Malenggang Dilangit yang menjejak tanah, bagaikan seekor banteng ganas, sosok Datuk Malenggang Dilangit yang sudah berubah menjadi monster magma lahar terus berlari kearah Bintang. Beberapa tombak dihadapan Bintang, monster magma Datuk Malenggang Dilangit melompat dan ;Wuussshhh!M
Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Ledakan-ledakan dahsyat dan beruntun terjadi diudara hingga terasa menggetarkan alam. Tinju-tinju magma bertemu dengan taburan Bintang-bintang putih kecil yang terang milik Bintang.Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr! Dhuarr!Baik Bintang maupun Datuk Malenggang Dilangit terus melepaskan serangan dahsyatnya, hingga ledakan demi ledakan terus terjadi membahana ditempat itu, dalam sekejap saja, pohon-pohon yang ada dipulau itu langsung berterbangan dan bertumbangan entah kemana, tempat itu langsung luluh lantah dibuat oleh ledakan dahsyat oleh serangan Bintang dan Datuk Malenggang Dilangit.Saat Bintang berhasil turun kebawah, pulau itu sudah terbakar setengahnya akibat ledakan yang tadi terjadi, wajah Bintang kembali berubah saat melihat Datuk Malenggang Dilangit terlihat menghimpun tenaganya, magma lahar panas terlihat berkumpul ditelapak tangan Datuk Malenggang Dilangit.Bintang yang melihat hal itu segera ikut mengumpulkan haw
SEBUAH pulau kosong tak berpenghuni dipilih oleh Bintang untuk menjadi tempat pertarungannya dengan Datuk Malenggang Dilangit. Kini kedua-duanya sudah saling berdiri berhadapan, Bintang kini sudah kembali ke sosoknya semula, demikian pula Datuk Malenggang Dilangit yang kini sudah berdiri diatas tanah tempatnya berpijak. Kedua-duanya saling berhadapan dengan tatapan tajam.Wweerrrr..!Tanpa banyak bicara, sosok Datuk Malenggang Dilangit tiba-tiba saja mengeluarkan magma lahar panas dari sekujur tubuhnya, terutama dibagian kedua tangan, kedua kaki dan kepala. Sedangkan sebagian besar tubuhnya belum berubah menjadi magma lahar panas.Bintang yang melihat hal itupun tak tinggal diam, dan ;Blesshhhh...!Tiba-tiba saja tubuh Bintang telah diliputi energi putih keperakan, rambut Bintangpun telah berubah menjadi berwarna putih keperakan dengan balur-balur keemasan yang mengeluarkan hawa dingin. Rupanya Bintang langsung menggunakan wujud Pangeran Bulan
Wuusshhh!Tombak melesat dengan sangat cepat dan kuat kearah Datuk Malenggang Dilangit.Blepp!Kembali tombak yang dilemparkan oleh Sutan Rajo Alam hangus terbakar begitu menyentuh sosok Datuk Malenggang Dilangit.“Cepat ungsikan paduka rajo” teriak Datuk Rajo Dilangit memperingatkan para pejabat istana yang berdiri bersama Paduka Ananggawarman.“Tidak, aku takkan lari!” ucap Paduka Ananggawarman dengan keras hati hingga membuat Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam hanya menarik nafas panjang melihat kekerasan hati Paduka Ananggawarman.Sementara itu magma lahar panas terus semakin banyak menjalar menutupi halaman istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dan Sutan Rajo Alam terlihat tengah memikirkan rencana untuk mengatasi hal itu, waktu yang sempat dan mendesak membuat keduanya sedikit khawatir dengan keadaan yang terjadi, hingga ;“Datuak Malenggang Di
Istana Nagari Batuah terlihat begitu sibuk dengan segala macam aktivitasnya, karena hari ini adalah janji yang ditetapkan oleh Datuak Malenggang Dilangit terhadap wilayah Nagari Batuah, dengan dipimpin oleh Datuk Rajo Dilangit, Paduka Ananggawarman berniat untuk melawan Datuk Malenggang Dilangit dengan segenap kekuatan istana Nagari Batuah, para hulubalang, panglima dan pejabat istana Nagari Batuahpun memberikan tanda kesiapan mereka berjuang hidup atau mati demi mempertahankan kedaulatan istana Nagari Batuah.Datuk Rajo Dilangit dipercaya oleh Paduka Ananggawarman untuk memimpin seluruh pasukan yang ada di istana Nagari Batuah dan Datuk Rajo Dilangit menerimanya untuk menjalankan taktik yang akan digunakan untuk melawan amukan Datuk Malenggang Dilangit. Seluruh masyarakat kotaraja Nagari Batuah sudah diungsikan demi keselamatan mereka. Paduka Ananggawarman menolak untuk ikut me
Pagi itu di Istana Bunian, panglima Kitty yang tiba-tiba saja datang menghadap, disaat Bintang dan Ratu Bunian tengah bercengkrama mesra berdua. “Sembah hormat hamba paduka, ratu” ucap panglima Kitty berlutut dihadapan keduanya. Ratu Bunian terlihat mengangkat tangannya sebagai tanda menerima hormat panglima Kitty. “Ada apa Kitty?” “Ampun ratu, Datuak Malenggang Dilangit sudah muncul kembali” ucap Kitty lagi hingga membuat wajah Ratu Bunian berubah pucat. Bintang yang ada didekatnya mulai tertarik mendengarnya. “Untung saja kita cepat memindahkan Negeri Bunian jauh dari gunung marapi. Kalau tidak, Datuak Malenggang Dilangit pasti sudah datang kemari” ucap Ratu Bunian lagi. Panglima Kitty terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. “Dimana Datuak Malenggang Dilangit muncul Kitty?” tanya Bintang cepat hingga membuat Ratu Bunian dan panglima Kitty memandang kearah Bintang. “Ampun paduka, Datuak Malenggang Dilangit mengacau di istana Nagari Batuah” “Istana Nagari Batuah?!” ulang Bintan
“Maafkan kelancangan ambo datuak” ucap Datuk Rajo Dilangit lagi. Entah apa maksud Datuk Rajo Dilangit yang tiba-tiba saja berjongkok. Perlahan sosok Datuk Rajo Dilangit mulai berubah menjadi seekor harimau loreng yang sangat besar, 2x ukuran harimau dewasa, sama besarnya dengan harimau putih jelmaan Datuk Malenggang Dilangit.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Dua harimau besar ini saling mengaum dengan dahsyat, begitu dahsyatnya banyak para prajurit yang ada ditempat itu jatuh terduduk karena lemas lututnya.Grraaauuummm!Grraaauuummm!Kembali kedua harimau besar ini saling mengaum, tapi kali ini disertai dengan sama-sama saling menerkam kedepan.Kembali terjadi dua pertarungan raja rimba yang sama-sama berwujud besar. Saling terkam, saling cakar dan saling gigit, dilakukan oleh kedua harimau berbeda warna ini. Kali ini harimau belang jelmaan Datuk Rajo Dilangit mampu memberikan perlawanan sen
Sekarang Datuk Malenggang Dilangit telah dikeroyok oleh dua pengguna harimau dan macan kumbang, tapi bukannya terdesak, Datuk Malenggang Dilangit justru tertawa-tawa senang melayani serangan keduanya.“Hahaha.. sudah lama aku tidak bertarung sesenang ini” ucap Datuk Malenggang Dilangit lagi.Sebenarnya jurus-jurus harimau putih milik Datuk Malenggang Dilangit tidaklah jauh berada diatas jurus harimau singgalang milik Wijaya dan jurus macan kumbang milik Panglima Kumbang, hanya saja perbedaan kekuatan dan pengalaman yang membuat Datuk Malenggang Dilangit lebih unggul.Memasuki jurus ke 88, Wijaya dan Panglima Kumbang terlihat sama-sama melompat mundur kebelakang.Graaauumm!Ggrraaamm!Tiba-tiba saja Wijaya dan Panglima Kumbang terdengar mengaum. Sosok Wijaya sendiri yang sudah berjongkok merangkak tiba-tiba saja berubah wujud menjadi seekor harimau belang kuning dewasa, sedangkan sosok Panglima Kumbang y
Wusshhh!Seperti melempar karung saja, Datuk Malenggang Dilangit dengan ringannya melemparkan sosok Rajo mudo Basa kehadapan Paduka Ananggawarman.Tapp!Sesosok tubuh tampak langsung bergerak didepan Paduka Ananggawarman dan langsung menangkap tubuh Rajo mudo Basa yang dilemparkan oleh Datuk Malenggang Dilangit. Rupanya dia adalah Panglima Kumbang.“Rajo mudo, anakku” ucap Panglima Kumbang dengan wajah berubah yang melihat keadaan Rajo mudo Basa yang babak belur. Panglima Kumbang dengan cepat memeriksa keadaan putranya tersebut. Walaupun babak belur, Panglima Kumbang masih dapat merasakan tanda-tanda kehidupan ditubuh Rajo mudo Basa walaupun sangat lemah sekali. Panglima Kumbang segera memerintahkan beberapa prajurit untuk membawa sosok Rajo mudo Basa.“Apa yang datuak lakukan pada putra hamba?” tanya Panglima Kumbang lagi. Nada suara Panglima Kumbang sedikit meninggi.“Putramu, siapa kau?&rdqu