Bab34
"Sulit aku percaya, Gaby bisa melakukan semua ini." Ganesa membatin, dengan posisi duduk yang mulai tidak tenang.
"Hei. Ada apa?" Mendapati pertanyaan lelakj, yang ternyata datang lagi mendekatinya, Ganesa benar-benar tidak senang.
Namun, dia pun tidak bisa menunjukkannya. Sebagai wanita penghibur, tersenyum adalah kewajiban Ganesa.
Dan merayu, merupakan jurus andalan mereka pada pelanggan.
"Aku hanya merasa lelah," sahut Ganesa asal-asallan.
"Ngamar yuk!" Ajak lelaki itu.
"Maaf, aku belum bisa. Karena Mami hanya membolehkan aku untuk menemani tamu bersantai, tidak untuk ngamar."
"Cih. Kamu yakin?" Lelaki itu nampak tidak suka, dengan penolakkan Ganesa.
"Kamu bisa hubungi Mami. Karena masalah bookingan, khusus aku, langsung ke Mami Ara."
"Alah, ribet banget. Yuk ah," ucap lelaki itu, sembari bangkit dari duduknya dan menarik pelan lengan Ganesa.
"Maaf, aku nggak bisa," tolak Ganesa lagi. Lelaki yang m
Bab35"Sayang, kamu tidak apa-apa?" tanya Tante Ara pada Ganesa."Aku nggak apa-apa, Tan," sahut Ganesa."Yaudah, ayok ke kamar. Kamu bersiap-siap, nanti Boby akan jemput sebentar lagi," kata Tante Ara dengan sumringah."I--iiyaa," sahut Ganesa dengan perasaan gugup.Dia tidak menyangka, bahwa secepat ini, akan meninggalkan Retro. Ganesa memang tidak mengenali Bryan dengan baik. Namun dia berusaha menggantungkan harapan, demi bisa meninggalkan Retro.Bagi Ganesa, Retro adalah mimpi buruknya. Meskipun karena Retro, Ganesa kini menjadi sangat cantik.Namun tetap saja, Ganesa tidak ingin, menjadi wanita pengunyah rasa malu selamanya. Baginya, bisa keluar dari limbah dosa ini, adalah impiannya kini.Usai berkemas seadanya. Tante Ara pun mengantar Ganesa ke halaman depan, tempat Boby menunggu wanita itu sedari tadi."Lama banget sih, Bos gue sudah ngamuk dari tadi," keluh Boby, dengan wajah nampak kesal."Sabar napa si
Bab36Ganesa mendekat dengan perlahan. Namun Bryan yang sudah merasa tidak tahan, pun menarik lengan Ganesa dengan paksa."Sakit," rintih Ganesa.Namun Bryan mengabaikannya dan membiarkan wanita itu terjungkal ke atas kasurnya."Lemah," gumam Bryan, sembari tersenyum remeh."Tuan, bisakah Anda memperlakukan saya dengan baik?" ucap Ganesa, sembari membalikkan badan, dengan satu tangan memegangi handuk yang melilit ditubuhnya."Saya memperlakukan kamu dengan baik atau tidak, itu adalah hak saya.""Memang lelaki semua sama," gumam Ganesa, sembari berusaha duduk."Apa katamu?" tanya Bryan, yang tidak suka dengan ucapan Ganesa tadi."Semua lelaki itu sama! Seenaknya dan kejam."Ganesa berkata, dengan tatapan menantang. Dia sudah muak bersikap lemah lembut.Bryan mendengkus. "Sana pergi, gunakan
Bab37"Bryan, siapakan dia?" Wanita itu bertanya dengan pelan ke Bryan."Bunda, dia Ganesa, calon istri Bryan."Ayah Bryan sangat terkejut, begitu pula dengan ketiga tamu nya malam ini.Wanita yang di panggil Bunda itu pun tersenyum."Cantik, ayo duduk," katanya lagi dengan ramah."Bryan, kamu sudah tahu, bahwa Nuna akan datang malam ini?" tanya Ayah Bryan, yang tidak suka dengan sikap anaknya kini."Tentu saja. Maka dari itulah, saya membawa wanita saya, untuk di kenalkan pada Nuna.""Bryan, maksud kamu apa?" Kini wanita yang bernama Nuna itu yang bertanya."Maksud aku, aku ingin kamu mengenal wanita baruku. Seperti dulu, ketika kamu mengenalkan aku pada Kelvin Bagaskara, lelaki yang menjadi pilihanmu," sahut Bryan, sembari tersenyum penuh arti.Nuna terdiam, dia tidak bisa banyak bicara.Bryan tersenyum, dan mengajak Ganesa duduk. Tatapan kedua orang tua Nuna, nampak sudah sangat tidak nyaman. Dan hal itu,
Bab38"Ayah, jangan paksa aku! Aku tidak akan menikahi Nuna," tegas Bryan.Rakjasa menghela napas berat, kemudian beralih menatap tajam wajah Ganesa, yang sedari tadi diam menunduk."Ganesa, apa pekerjaan kamu? Orang tuamu punya usaha apa? Title apa? Dan kamu lulusan apa?" Sederet pertanyaan Rakjasa layangkan pada Ganesa.Ganesa kebingungan, harus menjawab bagaimana."Pertanyaan macam apa itu, Ayah?" tanya Bryan, dengan tatapan tidak suka."Jawab Ganesa," bentak Rakjasa, dengan suara bassnya. Membuat Ganesa sangat terkejut, begitu pula dengan Jelita, Ibunda Bryan yang sangat cantik, secantik namanya."Ayah," tegur Jelita lembut."Wanita ini nampak seperti orang bodoh. Ayah nanya dari tadi, tapi tidak ada satu pun jawaban darinya.""Ayah, jangan keterlaluan," kata Bryan."Ini bukan tentang keterlaluan. Ini faktanya. Kenapa harus wanita ini? Bahkan Nuna jauh lebih cantik, berpendidikan tinggi dan yang jelas, dari ke
Bab39"Apakah kamu memang begini? Cuma bisa diam dan diam?" tanya Bryan, dengan nada tidak suka."Memangnya aku harus ngomong apa? Aku saja bingung. Bukan cuma ribet, semua yang terjadi di luar nalarku.""Setidaknya kamu ngomong, apa kek gitu. Kamu nggak bisu kan? Dihina Ayahku tadi saja, kamu tidak memiliki pembelaan sama sekali, dasar lemah.""Apakah aku harus melawannya? Untuk apa? Kamu pikir aku jagoan? Jagoan sekalipun mikir dua kali, untuk ngelawan orang tuamu.""Memangnya orang tuaku kenapa?""Menurutku, Ayahmu hanya lagi pusing. Setidaknya, dengan melampiaskan amarahnya kepadaku, akan mengurangi sesak di hatinya. Meskipun beban pikirannya tetap banyak.""Sok dewasa," cibir Bryan. Namun Ganesa kembali diam, tanpa ekspresi apapun.Sesampainya mereka di apartemen, Bryan dan Ganesa memasuki kamarnya masing-masing.Bryan merebahkan dirinya di atas kasur, sembari menatap langit-langit kamarnya.Bayangan wajah Nu
Bab40Bryan pun mencicipi masakan Ganesa."Enak banget, pinter juga nih orang masak. Lumayanlah, dapat babu+ pemuas napsu sekaligus," batin Bryan."Gimana, enak?" tanya Ganesa demgan polos."Biasa saja," sahut Bryan dengan acuh tak acuh. Namun lelaki itu, sangat lahap makannya.Ganesa hanya tersenyum tipis, tanpa banyak suara lagi. Mereka makan dengan diam, tanpa saling mengganggu.Usai makan, Ganesa begitu cekatan membersihkan piring kotornya."Besok saja, nggak usah malam ini kamu membersihkan nya.""Aku sudah biasa," sahut Ganesa, dengan tangan yang tetap sibuk membersihkan peralatan dapur dan piring kotor lainnya.Bryan hanya menghela napas, dan berjalan menaiki anak tangga."Dasar wanita, nggak ngerti banget apa? Libido gue naik ini," pekik Bryan dalam hati.Lelaki itu kembali merebah
Bab41 Dengan perasaan yang teramat gugup, Ganesa turun dari ranjangnya, dan berjalan pelan menuju daun pintu. "Apapun yang terjadi, kuatkan aku," batin Ganesa, sembari memegang gagang pintu, dan memutarnya. Ganesa perlahan membuka daun pintu, hingga terlihat jelas, sosok Bryan yang sangat marah di depan pintu. "Kamu yang mempersilahkan wanita itu masuk ke apartemenku?" bentak Bryan dengan sengit. "Maaf Tuan," sahut Ganesa. Bryan masuk ke dalam kamar Ganesa, dan lekas menutup pintu itu. Dia mendorong Ganesa, hingga belakang Ganesa menempel di dinding. "Kau, panggil aku Tuan juga terdesak seperti ini. Maksud kamu apa? Kamu mau Nuna mendengar ucapan kamu tadi? Dan akhirnya dia curiga dan mencari tahu kebenaran hubungan kita. Itu mau kamu?" bentak Bryan, masih dengan suara pelan. "Maaf." Hanya kata-kata itu, yang berulang kali Ganesa ucapkan. Bryan yang sangat kesal pun, meninju dinding, tepat di samping wajah Ganes
Bab42"Kejam! Kamu kejam," kata Nuna, dengan berurai air mata."Siapakah yang lebih kejam dari awal? Aku atau kamu?" Tatapan Bryan begitu tajam, menembus relung hati Nuna."Andai saja kamu tidak menghina dan memakiku saat itu? Mungkin aku tidak akan seperti ini. Bukan hanya hinaan, tapi kamu begitu puas membuat aku menderita, dengan lebih memilih Kelvin. 1 bulan aku patah hati dan nyaris tidak bisa bangun dari kasur. Dan sekarang, ketika aku bisa ikhlas dan merelakan kamu. Mengapa kamu datang padaku?""Bryan, apakah sedalam itu, luka yang aku ciptakan dulu?" Mata Nuna menatap nanar kepada Bryan."Tentu saja. Bahkan hingga detik ini, aku tidak bisa lupa dengan hal itu."Nuna menundukkan wajahnya. "Maaf," lirihnya."Sudahlah, sebaiknya kamu pulang. Aku yakin, orang tuamu pasti sangat khawatir."Nuna kembali menatap Bryan. "Beri aku kesempatan, untuk memperbaikinya," ucap Nuna dengan wajah mengiba.Bryan memandangi lekat wa
Bab145"Mamah Helena mohon! Helena janji akan jadi anak yang baik untuk Mamah dan Papah. Helena juga akan menuruti, apapun kemauan kalian," kata Helena memohon pada Ganesa.Ganesa terdiam, terpaku mendengarkan tangisan pertama anak gadisnya."Ganesa, bukannya maksud Mamah ingin ikut campur. Tapi tolong kamu pikirkan lagi, demi anak kalian. Beri Najib kesempatan sekali lagi, jika dia berulah kembali, maka apapun yang terjadi, Mamah akan dukung kamu 100 persen, Nak.""Iya Ganesa, bukannya kakak tidak mengerti perasaan kamu. Kakak ngerti banget. Tapi tidak ada salahnya, jika kamu pikirkan lagi."Terdengar langkah kaki pelan seseorang, berjalan ke arah mereka. Najib, memandang sayu ke arah mereka bertiga."Ganesa," panggil Najib. Ganesa pun tidak menoleh ke arah lelaki itu, dia hanya terdiam, dengan pikirannya yang terus berperang dengan hati.
Bab144 "Jadi ini, laki-laki yang menjadi selingkuhan kamu? Dan berarti benar yang dikatakan Jesika, kamu gadaikan rumah, demi lelaki ini," tunjuk Najib. Julian mengernyit. "Najib, kamu nggak malu di lihat orang? Kamu lagi berdongeng?" tanya Ganesa dengan tenang menanggapi Najib. "Ayo pulang!" ajak Najib. Ganesa berdiri, dan menatap Najib sengit. "Kamu pikir kamu siapa? Seenaknya mengusir aku dari rumahku sendiri, demi wanita lain. Dan kini datang kesini, hanya untuk mempermalukan aku?" "Ganesa, kamu itu masih istriku yang sah." "Oh ya? Sekarang baru kamu merasa aku istrimu! Sebelumnya bukan? Sehingga kamu seenaknya menyakitiku, dan selalu membela wanitamu. Ah, sudahlah, aku malas untuk berdebat. Sekarang pergi dari sini, atau kami
Bab143"Berapa lama?" Najib masih bertanya."Seminggu. Berangkatnya tadi pagi.""Seminggu? Lama sekali."Najib merasa kesal dan ingin marah. Tapi dia tidak tahu, harus marah pada siapa.Najib pulang ke rumah, dengan perasaan frustasi."Kenapa kamu?" tanya Ratna."Nggak apa-apa," sahut Najib seadanya. Ia pun menaiki anak tangga dengan gontai, menuju ke kamarnya.Di dalam kamar, dia membayangkan wajah Ganesa, wanita yang kini sangat dia rindukan. Bahkan Najib tidak bisa marah sama sekali, ketika tahu Ganesa menggadaikan rumah ini.Najib tahu, Ganesa tidak berniat jahat. Jika dia jahat, maka rumah ini tidak lagi dia gadaikan, tetapi dia jual."Ganesa, mas rindu sekali, sayang," lirih Najib memeluk guling.Sedangkan di Butik Ganesa, wanita i
Bab142●Pov Najib●"Mah, Najib menyesal," lirihku."Sudah Mamah ingatkan berkali-kali sebelumnya. Tapi kamu, tetap kekeh berkelakuan di belakang. Kalau sudah begini bagaimana.""Mah, biarkan saja sudah kalau begini. Besok kita balik ke Bandung lagi. Lagian, ini itu salahnya Najib sendiri," kata kak Aya dengan raut wajah kecewa.Aku tahu, aku yang salah dan terlalu angkuh dengan pencapaianku sendiri. Terlebih, Jesika selalu memujiku tampan, baik dan rupawan, juga hartawan. Aku melayang, dengan kesombongan diri yang berakhir kacaunya rumah tanggaku.Aku selalu memandang tak suka pada Ganesa. Entah mengapa, aku menganggap Ganesa layaknya wanita yang serba gagal.Gagal menjadi Ibu yang baik bagi anakku, dan gagal menjadi istri, yang bisa membuat suaminya setia.Bagaimana dia bisa membuatku setia? Jika setiap
Bab141"Astagfirullah, kak Najib," seru Jesika, dengan mata membulat karena terkejut, melihat Najib yang begitu marah."Apa yang kamu katakan tadi? Berani sekali kamu berkata seburuk itu pada Putriku," bentak Najib berang."Mas, kami hanya bercanda." Jesika membujuk."Bohong, Pah. Tante dari tadi menghina dan memakiku."Mendengar penuturan Putrinya, Najib semakin marah pada Jesika."Helena, kok kamu ngomong begitu, sih. Tega kamu sama Tante," lirih Jesika sembari menunjuk. Tangannya memilin-milin baju dengan gemetar."Sebaiknya, kamu angkat kaki dari rumah ini," pinta Najib dengan dingin.Jesika mendongak. "Sayang, kok ngomong begitu. Janganlah pake emosi gitu, kita kan bisa bicara baik-baik.""Aku mendengar semuanya. Demi menjaga mental anakku, pergilah dari rumah ini. Kamu dan aku,
Bab140Entah keyakinan dari mana, Jesika memberanikan diri menelpon mertuanya, juga kakak iparnya.Tangis palsu Jesika pecah, ketika menceritakan deritanya bersama Najib di rumah ini."Jesika, nggak mungkin Ganesa melakukan itu! Kamu jangan mengada ngada ya," kata Aya, Kakak tertua Najib."Sumpah kak. Ganesa pergi dari rumah ini, dan hidup bersama lelaki lain. Bahkan dia gadaikan rumah Kak Najib ini, demi membahagiakan lelakinya.""Astagfirullah, kakak akan hubungi Ganesa dulu." Sambungan telepon seketika di matikan begitu saja.Jesika meradang. "Sialan, dasar bedebah," pekik Jesika.Ia pun menghubungi Ratna, mertuanya itu, untuk mengompori wanita tua itu juga."Ada apa, Jesika," tanya Ratna. Ketika menjawab panggilan telepon Jesika."Mah, rumah kak Najib digadaikan Ganesa ke Bank. Bahkan, kak Ganesa tidak mau membayarnya lagi dan pergi dari rumah, bersama laki-laki lain.""Jesika, kamu jangan coba mengada-n
Bab139Mendengar ucapan Najib, dada Jena bergetar, sembari memandangi sesaat wajah Andre, suami yang baru sah pagi tadi menjadi miliknya."Mas, kenapa ada orang kedua yang berucap tentang hal ini. Jika saat itu, Lena kamu katakan berhalusinasi, lalu itu tadi apa?" tanya Jena, ketika mereka duduk di pelaminan."Aku akan jelaskan nanti, usai resepsi ini selesai, bisa kan?" tanya Andre kembali, merasa tidak nyaman.Jena hanya menghela napas berat, menatap Andre dengan tatapan kekecewaan."Salah diri ini, memilih menyimpan bangkai, di bandingkan bercerita kepadanya. Kalau sudah begini, aku hanya menimbulkan getar keraguan di mata Jena," batin Andre.Kini perasaan keduanya menjadi gamang. Sedangkan Ganesa, hanya menatap biasa kepada pasangan itu.Meskipun awal kedatangan Ganesa, sempat membuat Andre gelisah. Namun ketika Ganesa ti
Bab138"Ya, ada apa? Ibu kenal?" tanya Jena.Aku menatap Jena sesaat."Cuma tahu, kalau mengenal banget sih, nggak."Jena mengangguk. "Datang ya, Bu.""Insya Allah," jawabku.Jena pun keluar dari ruanganku, karena memang hanya memberikanku undangan pernikahannya.Aku menyandarkan tubuh di kursi, sambil menscroll status teman-teman kontak whatappku.Terlihat Jesika mengunggah sebuah foto, yang memperlihatkan kemesraannya dengan suamiku. Padahal berkas permohonan perceraian kami, baru masuk beberapa hari yang lalu.Tapi wanita ini, sudah sangat percaya diri, untuk memperlihatkan kemesraan mereka.Aku tersenyum kecut, melihat foto itu. Disusul ketikan status, status yang nyaris 100% memburukkanku."Wanita yang tega meninggalkan suaminya, hanya demi ambisinya. Ka
Bab137●Pov Ganesa●"Helena, yang sopan sama Tante Jesika!" bentak mas Najib, lelaki itu bangkit dan menatap tajam anak perempuan kami itu."Cepat minta maaf," titah mas Najib lagi pada Helena.Jesika menangis keras. "Ya Allah, mengapa aku hidup begini? Lebih baik aku mati saja, dari pada hidup menjadi beban dan hinaan mereka saja.""Jesika, kamu apa-apaan sih?" Mas Najib memindai Jesika dengan aneh."Mas, anak kamu sekarang tega menyakiti hatiku. Tega sekali, membuat hatiku bergejolak sakit.""Uuwu sekali," seruku, ketika melihat sikap Jesika, yang terang-terangan, berani memegangi lengan suamiku."Cepatlah pergi, sebelum rumah ini semakin hancur."Aku berjalan menaiki tangga, melewati Helena yang sudah aku diam kan beberapa hari ini. Tidak lagi kutegur, mau pun aku pedulikan.