Bab36
Ganesa mendekat dengan perlahan. Namun Bryan yang sudah merasa tidak tahan, pun menarik lengan Ganesa dengan paksa.
"Sakit," rintih Ganesa.
Namun Bryan mengabaikannya dan membiarkan wanita itu terjungkal ke atas kasurnya.
"Lemah," gumam Bryan, sembari tersenyum remeh.
"Tuan, bisakah Anda memperlakukan saya dengan baik?" ucap Ganesa, sembari membalikkan badan, dengan satu tangan memegangi handuk yang melilit ditubuhnya.
"Saya memperlakukan kamu dengan baik atau tidak, itu adalah hak saya."
"Memang lelaki semua sama," gumam Ganesa, sembari berusaha duduk.
"Apa katamu?" tanya Bryan, yang tidak suka dengan ucapan Ganesa tadi.
"Semua lelaki itu sama! Seenaknya dan kejam."
Ganesa berkata, dengan tatapan menantang. Dia sudah muak bersikap lemah lembut.
Bryan mendengkus. "Sana pergi, gunakan
Bab37"Bryan, siapakan dia?" Wanita itu bertanya dengan pelan ke Bryan."Bunda, dia Ganesa, calon istri Bryan."Ayah Bryan sangat terkejut, begitu pula dengan ketiga tamu nya malam ini.Wanita yang di panggil Bunda itu pun tersenyum."Cantik, ayo duduk," katanya lagi dengan ramah."Bryan, kamu sudah tahu, bahwa Nuna akan datang malam ini?" tanya Ayah Bryan, yang tidak suka dengan sikap anaknya kini."Tentu saja. Maka dari itulah, saya membawa wanita saya, untuk di kenalkan pada Nuna.""Bryan, maksud kamu apa?" Kini wanita yang bernama Nuna itu yang bertanya."Maksud aku, aku ingin kamu mengenal wanita baruku. Seperti dulu, ketika kamu mengenalkan aku pada Kelvin Bagaskara, lelaki yang menjadi pilihanmu," sahut Bryan, sembari tersenyum penuh arti.Nuna terdiam, dia tidak bisa banyak bicara.Bryan tersenyum, dan mengajak Ganesa duduk. Tatapan kedua orang tua Nuna, nampak sudah sangat tidak nyaman. Dan hal itu,
Bab38"Ayah, jangan paksa aku! Aku tidak akan menikahi Nuna," tegas Bryan.Rakjasa menghela napas berat, kemudian beralih menatap tajam wajah Ganesa, yang sedari tadi diam menunduk."Ganesa, apa pekerjaan kamu? Orang tuamu punya usaha apa? Title apa? Dan kamu lulusan apa?" Sederet pertanyaan Rakjasa layangkan pada Ganesa.Ganesa kebingungan, harus menjawab bagaimana."Pertanyaan macam apa itu, Ayah?" tanya Bryan, dengan tatapan tidak suka."Jawab Ganesa," bentak Rakjasa, dengan suara bassnya. Membuat Ganesa sangat terkejut, begitu pula dengan Jelita, Ibunda Bryan yang sangat cantik, secantik namanya."Ayah," tegur Jelita lembut."Wanita ini nampak seperti orang bodoh. Ayah nanya dari tadi, tapi tidak ada satu pun jawaban darinya.""Ayah, jangan keterlaluan," kata Bryan."Ini bukan tentang keterlaluan. Ini faktanya. Kenapa harus wanita ini? Bahkan Nuna jauh lebih cantik, berpendidikan tinggi dan yang jelas, dari ke
Bab39"Apakah kamu memang begini? Cuma bisa diam dan diam?" tanya Bryan, dengan nada tidak suka."Memangnya aku harus ngomong apa? Aku saja bingung. Bukan cuma ribet, semua yang terjadi di luar nalarku.""Setidaknya kamu ngomong, apa kek gitu. Kamu nggak bisu kan? Dihina Ayahku tadi saja, kamu tidak memiliki pembelaan sama sekali, dasar lemah.""Apakah aku harus melawannya? Untuk apa? Kamu pikir aku jagoan? Jagoan sekalipun mikir dua kali, untuk ngelawan orang tuamu.""Memangnya orang tuaku kenapa?""Menurutku, Ayahmu hanya lagi pusing. Setidaknya, dengan melampiaskan amarahnya kepadaku, akan mengurangi sesak di hatinya. Meskipun beban pikirannya tetap banyak.""Sok dewasa," cibir Bryan. Namun Ganesa kembali diam, tanpa ekspresi apapun.Sesampainya mereka di apartemen, Bryan dan Ganesa memasuki kamarnya masing-masing.Bryan merebahkan dirinya di atas kasur, sembari menatap langit-langit kamarnya.Bayangan wajah Nu
Bab40Bryan pun mencicipi masakan Ganesa."Enak banget, pinter juga nih orang masak. Lumayanlah, dapat babu+ pemuas napsu sekaligus," batin Bryan."Gimana, enak?" tanya Ganesa demgan polos."Biasa saja," sahut Bryan dengan acuh tak acuh. Namun lelaki itu, sangat lahap makannya.Ganesa hanya tersenyum tipis, tanpa banyak suara lagi. Mereka makan dengan diam, tanpa saling mengganggu.Usai makan, Ganesa begitu cekatan membersihkan piring kotornya."Besok saja, nggak usah malam ini kamu membersihkan nya.""Aku sudah biasa," sahut Ganesa, dengan tangan yang tetap sibuk membersihkan peralatan dapur dan piring kotor lainnya.Bryan hanya menghela napas, dan berjalan menaiki anak tangga."Dasar wanita, nggak ngerti banget apa? Libido gue naik ini," pekik Bryan dalam hati.Lelaki itu kembali merebah
Bab41 Dengan perasaan yang teramat gugup, Ganesa turun dari ranjangnya, dan berjalan pelan menuju daun pintu. "Apapun yang terjadi, kuatkan aku," batin Ganesa, sembari memegang gagang pintu, dan memutarnya. Ganesa perlahan membuka daun pintu, hingga terlihat jelas, sosok Bryan yang sangat marah di depan pintu. "Kamu yang mempersilahkan wanita itu masuk ke apartemenku?" bentak Bryan dengan sengit. "Maaf Tuan," sahut Ganesa. Bryan masuk ke dalam kamar Ganesa, dan lekas menutup pintu itu. Dia mendorong Ganesa, hingga belakang Ganesa menempel di dinding. "Kau, panggil aku Tuan juga terdesak seperti ini. Maksud kamu apa? Kamu mau Nuna mendengar ucapan kamu tadi? Dan akhirnya dia curiga dan mencari tahu kebenaran hubungan kita. Itu mau kamu?" bentak Bryan, masih dengan suara pelan. "Maaf." Hanya kata-kata itu, yang berulang kali Ganesa ucapkan. Bryan yang sangat kesal pun, meninju dinding, tepat di samping wajah Ganes
Bab42"Kejam! Kamu kejam," kata Nuna, dengan berurai air mata."Siapakah yang lebih kejam dari awal? Aku atau kamu?" Tatapan Bryan begitu tajam, menembus relung hati Nuna."Andai saja kamu tidak menghina dan memakiku saat itu? Mungkin aku tidak akan seperti ini. Bukan hanya hinaan, tapi kamu begitu puas membuat aku menderita, dengan lebih memilih Kelvin. 1 bulan aku patah hati dan nyaris tidak bisa bangun dari kasur. Dan sekarang, ketika aku bisa ikhlas dan merelakan kamu. Mengapa kamu datang padaku?""Bryan, apakah sedalam itu, luka yang aku ciptakan dulu?" Mata Nuna menatap nanar kepada Bryan."Tentu saja. Bahkan hingga detik ini, aku tidak bisa lupa dengan hal itu."Nuna menundukkan wajahnya. "Maaf," lirihnya."Sudahlah, sebaiknya kamu pulang. Aku yakin, orang tuamu pasti sangat khawatir."Nuna kembali menatap Bryan. "Beri aku kesempatan, untuk memperbaikinya," ucap Nuna dengan wajah mengiba.Bryan memandangi lekat wa
Bab43Gaby menatap langit-langit kamar hotel. Pertempuran panasnya telah usai, dan kini lawan mainnya telah terbantai.Rasid mengarungi mimpi, dengan rasa lelah yang lumayan menguras energinya. Permainan panasnya dengan Gaby, seolah menjadi penghantar tidur yang teramat indah.*******"Mas, bagaimana dengan kelanjutan kisah kita? Aku butuh kepastian?" tanya Andin, menatap lekat wajah Rasid.Rasid mendengkus. "Aku bingung. Kenapa sih, kamu begitu kekeuh, ingin mempertahankan anak ini?" tanya Rasid dengan kesal.Lelaki itu, terus saja membuang pandangan pada Andin."Mas, tega kamu ya? Ini darah daging kamu!""Aku tahu. Tapi kamu kan juga tahu, aku seorang lelaki yang sudah beristri. Jika aku menikahi kamu, bagaimana dengan mereka?""Kamu janji bakal ceraikan istri kamu, Mas. Lalu kenapa sekarang jadi begini?" Andin mulai ter
Bab44Rasid pun melamar Andin, dengan sangat romantis. Bukan karena cinta kepada Andin, melainkan untuk membuktikan kepada Gaby, bahwa Rasid, mampu membuat Andin bahagia.Jelas saja, Andin yang semula merasa sangat terluka, seolah mendapat kejutan dari langit.Bahagia yang teramat dia rasakan. Kekaguman pada sosok Rasid, semakin besar dia rasakan.Pernikahan yang membuat Andin bahagia, namun menjadi luka buat Gaby.Tetapi Gaby yang begitu menyayangi Andin, berusaha tetap tegar, meskipun harus menjadi budak sex si Ayah tirinya.Hari hari yang Andin jalani, begitu sangat manis baginya. Sebab Rasid begitu perhatian, dengan dia dan calon bayi mereka.Bahkan lelaki itu, menghadiahkan rumah, type 70."Beneran ini Mas?" tanya Andin, ketika mereka merayakan ulang tahun Gaby.Melihat Rasid memberikan kejutan besar untuk Gaby.