Share

Part 127

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-20 07:00:06

“Bun, temen di rumah sakit butuh catering buat acara sunatan anaknya. Karena kata Bunda ingin melanjutkan cita-cita Bunda buat buka usaha catering, Salman rekomendasikan Bunda ke teman Salman. Dan Alhamdulillah teman Salman setuju. Besok, dia minta tester masakan Bunda, sekaligus Salman mau promosi ke temen-temen yang lain, Bun,” ucap putraku saat kami selesai santap malam.

“Oh ya, Buat tanggal berapa, Kak? Alhamdulillah ....” Rasanya bahagia sekali mendengar kabar tersebut.

Akhirnya, jalan usahaku mulai terbuka. Walaupun Salim tidak menyetujuinya, akan tetapi Salman begitu mendukung dan bahkan membantuku membeli perabot serta alat-alat di pasar.

“Aku mau Bunda ada kegiatan, supaya tidak terus-menerus melamunkan Ayah. Badan Bunda sudah terlihat sangat kurus karena terus saja memikirkan Ayah. Jika Bunda ada kegiatan di rumah, mungkin Bunda bisa sedikit melupakan duka yang melanda!” kata Salman ketika aku meminta izin membuka usaha catering.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 128

    “Assalamualaikum!” Mas Akmal mengucap salam seraya menangkup tangan di depan dada.Kami semua menjawab salam Mas Akmal serempak, tidak terkecuali Dewi yang sudah terlihat moveon dari cintanya kepada mantan suamiku itu.“Kamu sekarang bercadar, Fit?” tanya Mas Akmal seraya menatap wajahku sekilas lalu kembali menundukkan pandangan.“Iya, Mas.” Aku mengangguk.Salim dan Salman duduk di sebelah kami, menemani kami berdua ngobrol untuk menghindari fitnah.“Fit, Sebelumnya Mas minta maaf sama kamu. Kedatangan Mas kali ini ke sini, Mas berniat ingin kembali menjalin hubungan dengan kamu, Efita. Mas ingin jadi ayah dari putra-putri kamu!” Mataku membeliak kaget mendengarnya. Apa Mas Akmal tidak salah bicara? Bagaimana dengan Hafizah jika dia menikah denganku. Apa dia sama sekali tidak memikirkan perasaan istrinya.Andai saja hanya ada satu laki-laki di dunia ini. Aku tetap akan menolak jika harus bersanding kemba

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-21
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 129

    “Jangan kecewakan Safina ya, Lim. Dia itu wanita. Sama seperti Bunda. Hati wanita itu rapuh. Doa seorang wanita yang tersakiti juga mudah didengar dan dikabulkan oleh Allah. Jika dia meminta kamu untuk segera menikahinya. Menikahlah. Witing tresno jalaran soko kulino!” nasihatku panjang lebar.Salim mengangguk pelan, mencoba mengulas senyum meski wajahnya terlihat muram. Pria berperawakan persis seperti suamiku itu bangkit dari duduknya, berjalan menuju kasir membayar semua makanan yang sudah kami santap.“Habis berapa, Lim?” tanyaku seraya mengekor di belakang lelaki itu.“Dua ratus ribu, Bun,” sahutnya tanpa menoleh.“Ini uangnya. Hari ini kan Bunda yang traktir. Jadi Bunda yang bayar. Bukan kamu!” Menyodorkan dua lembar pecahan seratus ribu.Salim mengambil uang tersebut tanpa ekspresi, membuat diri ini semakin tidak enak hati.Sepanjang perjalanan menuju pulang, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut pemuda itu. Dia lebih banyak murung, bahkan mobil yang kami tumpangi h

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-24
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 130

    Aku menarik napas dalam-dalam. Menundukkan pandangan, menghindari tatapan Paklik Tejo yang seolah-olah mengintimidasi, memaksa diri ini harus mengatakan iya kepadanya.“Bagaimana, Nak Salim?” Lagi. Dia mengusap punggung tanganku.“Saya harus membawa keluarga besar saya ke sini, jika kalian ingin menikahkan saya dengan Safina.” Teguh dalam pendirian.“Kalau nunggu keluarga Nak Salim, takutnya Allah segera mengambil Mas Wahyu. Sebab ini permintaan terakhir Mas Wahyu. Dia ingin melihat anak semata wayangnya menikah sebelum mengembuskan napas terakhir,” desaknya, membuat diri ini semakin bingung.Kali ini aku tidak bisa menjawab. Seketika ruangan pun menjadi hening. Hanya suara monitor detak jantung yang terdengar.“Izinkan saya berpikir sejenak. Saya tidak bisa memutuskan. Saya harus menghubungi keluarga saya dulu. Saya permisi keluar!” Aku berujar pelan, beranjak dari kursi hendak keluar ruangan, akan tetapi Paklik mencekal lengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-25
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 131

    Dengan langkah ragu berjalan menghampiri mereka. Duduk pasrah di kursi sebelah Abah Safina berbaring, tidak tega melihat pemandangan tersebut.“Saya mau menikah dengan Safina,” jawabku pelan. Kontan, membuat semua orang yang ada langsung menatap ke arahku.“Ya sudah. Kita siap-siap. Teman Paklik yang seorang ustadz juga sedang menuju ke rumah sakit,” jawab Paklik Tejo bersemangat.Lalaki bertubuh tambun itu mengambil buku, mencatat semua perlengkapan yang dibutuhkan, juga menanyakan nama panjangku, dan juga kedua orang tuaku.“Muhammad Salim Hafidz.” Menyebutkan nama lengkap.“Bin Bapak Dandi Prawira, ya?” Tanya Paklik lagi.“Bin Kenza.” “Loh, kok bin Kenza. Bukannya Dandi Prawira?” Dia menatap wajahku dengan mimik kaget. “Abah dan Fina sudah tahu masa lalu saya. Mereka tahu asal-usul saya, dan mereka berdua tidak mempermasalahkan!” “Kalau begitu. Saya tidak jadi menikahkan keponaka

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-26
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 132

    Bismillah ....Akan kuarungi bahtera rumah tangga dengan Safina, semoga saja dia adalah jodoh terbaikku. Panggilan telepon diakhiri. Dengan diapit Ummi dan Abi, berjalan menyusuri koridor hotel, turun ke lantai satu dan segera pergi menuju rumah sakit. Gus Fauzan akan menikahkan aku dan Safina di sana.“Saya terima nikah dan kawinnya, Nur Safina binti Bapak Wahyu, dengan mas kawin tersebut tunai!” Dengan sekali tarikan napas kuucapkan perjanjian dengan Allah, memikul segala tanggungjawab serta dosa Safina, yang akan dipintai pertanggung jawaban kelak di akhirat.Semua hadirin yang ada ramai gemuruh mengucap kata ‘sah’.Ada Keluarga besar Safina, juga beberapa dokter yang merawat Abah, juga Ummi serta Abi yang menyaksikan. Salman sibuk bekerja, Saquina masih sekolah. Sedang Bunda, dia tidak bisa hadir karena sudah ada janji dengan customer. Aku bisa memaklumi itu.Satu jam setelah ijab qobul dilaksanakan, keadaan Abah

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-27
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 133

    Pantas saja Safina sampai menangis. Ternyata sampai mengeluarkan darah begitu banyak. Apa dia tidak akan trauma jika melakukannya lagi?“Loh, Mas. Lagi ngapain?” tanya Safina mengagetkanku.Aku menoleh ke arah sumber suara, menatap Safina yang terlihat sudah berganti pakaian serta dengan rambut basahnya yang tergerai indah.“Merapikan tempat tidur, Fin,” jawabku, kembali melanjutkan pekerjaan.“Ya Allah, Mas. Biar Fina saja yang melakukan. Mas Salim nggak perlu repot-repot. Untuk urusan beberes sudah menjadi kewajiban Fina.” Dia mengulas senyum mendekat ke arahku.“Mendingan Mas mandi saja. Biar kita shalat berjamaah.” Dia menyodorkan handuk kepadaku.“Terima kasih!” Mencium pipi Safina membuat wajahnya langsung bersemu merah seperti tomat.“Ih, Mas Salim...Aku udah wudhu...” Dia memonyongkan bibir manja.Aku terkekeh melihat ekspresinya, lalu segera pergi ke kamar mandi yang letaknya ada di luar

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-28
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 134

    Safina tersenyum lalu meraih tanganku.“Aku maunya dipanggil ummi, Mas,” ucapnya malu-malu.“Maksud aku kamu mirip bunda pakai baju seperti ini,” ujarku lagi.“Oh, kirain Mas mau manggil aku bunda. Soalnya nanti kalau sudah punya anak aku maunya dipanggil Ummi. Itu pun kalau boleh sama Mas Salim.” Senyum indah kembali merekah di bibir manisnya.Ah, kenapa sekejap wajah wanita itu berubah menjadi bunda, lalu kembali lagi menjadi Safina.Ampuni aku ya Allah. Ampuni hambamu yang belum mampu melupakan rasa yang tersemat begitu dalam di dasar sanubari. Teguhkan hati serta imanku, jangan sampai bayang-bayang bunda terus menghantui dan membuat rumah tangga yang baru saja dibina hancur berantakan.Safina melepas hijab lalu berbaring di pangkuanku. Aku bingung harus bagaimana setelah ini. Di satu sisi ada hasrat yang ingin kembali dituntaskan. Sedang di sisi lain rasa takut kembali menghantui. Khawatir jika sedang melakukannya justru membayangkan wajah bunda Efita. Sebab, itu sama saja berzina

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-31
  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 135

    “Mau salat tahajud, Bun,” jawabku malu-malu. Mungkin pipi ini juga sudah bersemu merah seperti tomat karena menahan malu. Tapi biarlah. Bunda juga kan sudah berpengalaman. Pura-pura bersikap biasa-biasa saja supaya dia tidak tahu kalau sebenarnya aku malu ditatap seperti itu.“Musalanya nggak di sini, loh Salim. Sudah buruan sana, nanti kesiangan.” “I–iya, Bun.” Beranjak dari kursi meninggalkan Bunda sendirian.Selesai melaksanakan shalat sunah di sepertiga malam, gegas membangunkan Safina, menyuruhnya segera mandi karena sebentar lagi waktu subuh tiba.“Kenapa Mas tadi nggak bangunin aku shalat tahajud juga? Kan aku juga kepengen shalat malam bareng sama Mas?” protesnya dengan suara manja.“Aku nggak tega bangunin kamu, Fin. Soalnya kamu tidurnya nyenyak banget.” Mengulas senyum, membelai rambutnya yang tergerai indah.Aku akui Safina itu memang cantik. Kulit putih, mata bulat dengan bola mata bening ser

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-01

Bab terbaru

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 229 (Ending)

    Pukul tujuh malam, selepas melaksanakan shalat isya, Ridwan kembali datang dan meminta Dewi untuk menjadi pendamping hidupnya. Kali ini dia meminta wanita tersebut kepada sang kakak, dan Efita tetap saja menyerahkan semuanya kepada Dewi. "Sudah aku bilang kan, Mas. Aku ini bukan wanita sempurna. Kamu akan menyesal jika menikah denganku nanti. Apa kamu tidak berpikir sampai kesitu, Mas?" Dewi membuang muka menghindari tatapan Ridwan yang begitu menghanyutkan."Saya akan menerima segala kekurangan serta kelebihan kamu, Wi. Lillahi taala. Menikah itu ibadah. Kebahagiaan sepasang suami istri itu bukan hanya karena adanya anak. Tapi dengan saling percaya serta melengkapi, kita akan merasa hidup bahagia selamanya. Apalagi sudah ada Arjuna. Dia juga butuh figur seorang ayah, Wi. Kamu jangan egois!" desak Ridwan memberi keyakinan kepada wanita yang dia kagumi."Justru karena aku tidak mau dianggap egois, makanya menolak kamu, Mas." "Wi, tolong pertimban

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 228

    Keluarga besar Efita sudah bersiap-siap pergi ke kota Tegal untuk melangsungkan pernikahan Salman dengan putri sulung Gus Fauzan. Pernikahan yang rencananya akan diselenggarakan awal tahun, akan tetapi harus ditunda beberapa bulan karena Salman belum bisa mengambil cuti dan Nabila mendapat tugas dari kampusnya untuk melakukan kuliah kerja nyata di luar kota. Hal itulah yang membuat acara harus ditunda sementara, dan hari ini, dua insan manusia yang saling mencintai itu akan mengucap janji suci di depan Allah, menjadikan hubungan mereka menjadi halal serta diridhai Tuhan."Santai saja, nggak usah gemetar!" bisik Salim kepada sang adik ketika mereka sudah berada di masjid pesantren menunggu ijab qobul dimulai.Salman menerbitkan senyuman. Rasa grogi terlihat jelas di wajah pria berusia sudah genap dua puluh empat tahun itu, apalagi ketika pembawa acara memulai susunan acara.Keringat dingin terus saja membanjiri tubuhnya walaupun ruangan tempat dia akan meng

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 227

    "Maaf, Wi. Kamu yang tenang. Kalau kamu tidak mau menyerahkan Arjuna tidak apa-apa. Mas tidak memaksa. Tapi kalau suatu saat Mas ingin mengajaknya bermalam di rumah, tolong kamu izinkan ya? Biar dia juga deket dengan Papa Surya."Mendengar nama Surya, entah mengapa ada rasa seperti termas-remas di dada Dewi. Dia ingat betul ketika pria paruh baya itu merenggut dengan paksa kehormatannya, melakukannya berkali-kali hingga akhirnya dia mengandung dan kehilangan masa depan. Selain itu, dia juga harus menjadi duri dalam daging di kehidupan rumah tangga Efita, merobohkan benteng yang telah dibangun dengan kokoh hingga hancur lebur serta rata dengan tanah.Tanpa terasa dua bulir air bening lolos begitu saja dari sudut netra perempuan berusia dua puluh tiga tahun itu. Walaupun rasa benci terhadap Surya mendominasi di hati, akan tetapi dia begitu mencintai Arjuna. Apalagi Efita selalu memberinya wejangan, kalau anak adalah masa depan yang akan menjamin masa tua kita, j

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 226

    #POV AuthorEfita sedang duduk di teras sambil mengawasi Arjuna, Syabil dan Faza bermain pasir di taman depan rumah. Dia segera menoleh ke arah pintu ketika mendengar seseorang mengucap salam. Seulas senyum tergambar di bibir Akmal, sambil menatap wajah Efita yang tertutup cadar. Ada rasa rindu yang kian menggebu di dalam kalbu, karena sampai saat ini dia belum benar-benar bisa melupakan sang mantan. Cinta yang ditancapkan Efita di dinding hatinya terlalu dalam dan tidak mudah terhapuskan.Semakin dia mencoba, maka rasa itu kian terasa serta menyiksa."Kamu apa kabar, Fit?" tanya Akmal setelah dia dipersilahkan masuk oleh mantan istrinya."Alhamdulillah aku sehat. Mas Akmal sendiri bagaimana kabarnya, tumben mampir ke rumah, setelah beberapa tahun tidak pernah keliatan batang hidungnya?" "Aku pengen ketemu Juna, Fit."Efita menanggapi dengan ber oh ria. Dia kemudian memanggil keponakan kesayangannya itu dan menyuruh pr

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 225

    Setelah selesai memberikan keterangan kepada penyidik. Perawat serta polisi wanita yang mendampingi segera membawa Safina keluar dari ruangan tersebut karena harus segera kembali ke rumah sakit."Apa saya bisa bicara dengan Safina sebentar, Bu?" Ragu aku mengatakan hal itu, karena takut Safina kembali mengamuk jika aku mengajaknya berbicara."Silahkan, Pak." Kami pun berjalan menuju kursi panjang yang ada di teras kantor polisi, duduk di tempat tersebut dengan perasaan bersalah menyelimuti hati."Fin," panggilku pelan."Aku tahu apa yang ingin Mas Salim katakan sama aku," sahut Safina dengan suara parau. "Mas nggak usah khawatir. Aku tidak akan lagi mengganggu atau merepotkan Mas. Aku juga sudah ikhlas dengan pernikahan Mas dan Ning Azalia. Aku doakan, semoga kalian berdua hidup bahagia hingga maut yang memisahkan." Seulas senyum tercetak di bibir merah muda Safina walaupun aku lihat ada kabut di kedua sudut netranya.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 224

    "Kenapa liatin saya seperti itu?" tanya Fahri seraya menatap menghunus ke arahku.Aku mengangkat satu ujung bibir. Sepertinya Tejo dan Fahri begitu membenci diriku, padahal antara aku dan mereka berdua tidak pernah ada urusan apa-apa. Kenal saja baru-baru ini setelah aku menikah dengan Safina dan Azalia. Tapi, entah mengapa tatapan mereka terlihat penuh dengan kebencian kepadaku.Petugas menyuruh Fahri untuk duduk, menginterogasi dia menanyakan hubungan laki-laki tersebut dengan mantan istri, walaupun Fahri terus saja berbelit-belit memberikan keterangan, malah cenderung mengelak kalau dia tidak pernah melakukan pelecehan seksual terhadap SafinaHingga akhirnya seorang wanita berhijab ungu ditemani oleh seorang perawat juga dua orang polisi wanita datang, membuat Fahri serta Tejo tercengang. Gurat ketakutan tergambar jelas di wajah keduanya."Sa--Safina?" Bahkan Tejo sampai tergagap melihat kehadiran wanita yang sudah dia nodai tersebut.

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 223

    "Insya Allah saya bersedia, Mas," jawab si wanita dengan intonasi sangat lembut serta gemetar, dan semua orang yang ada ramai gemuruh mengucap hamdalah."Alhamdulillah, berarti Bunda mau nambah mantu lagi!" seloroh Bunda Efita terdengar bahagia."Ini kenapa ujung-ujungnya jadi kaya lamaran begini?" Azalia ikut menimpali. "Cie...Bila, akhirnya bisa menikah dengan sang pujaan hati!" ledek istriku seraya memeluk adik sepupunya."Jangan ledekin aku terus dong, Mbak Lia. Aku 'kan jadi malu!" Nabila memonyongkan bibir manja. Dia persis seperti istriku ketika sedang merajuk. Semoga saja sifatnya juga sama seperti Azalia. Penyayang, bijaksana dan menghormati serta menyangi Bunda Efita tentunya."Kapan akan diadakan lamaran secara resmi, Gus. Biar saya siapkan segala keperluannya?" Bunda Efita terlihat begitu bersemangat."Tidak usah ada acara lamaran lagi, Mbak Fita. Sebaiknya langsung dinikahkan saja. Toh, mereka sudah sama-sama d

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 222

    #Part menuju ending"Astaghfirullahaladzim!" teriak kami ketika tubuh Bu Veronika ambruk ke lantai.Kepanikan mulai terlihat di wajah Dokter Fatih ketika melihat sang ibu tidak sadarkan diri. Kedua mata laki-laki itu sudah dipenuhi kabut dan tidak lama kemudian buliran-buliran air bening mulai meluncur dari balik kelopaknya meninggalkan jejak lurus di pipi."Ibu, bangun, Bu. Ya Allah. Kenapa Ibu malah pingsan seperti ini, Bu?" Dia menepuk-nepuk pelan pipi ibunya."Angkat ibu kamu, Mas. Bawa dia ke kamar tamu atau direbahkan di sofa!" perintah bunda Efita dan segera dikerjakan oleh dokter berkacamata tebal tersebut.Azalia yang sejak tadi berdiri di ambang pintu berinisiatif mengambil minyak kayu putih lalu menggosokkannya ke pelipis serta dekat hidungnya.Tidak lama kemudian mata Bu Veronika terbuka. Dia memalingkan wajah ketika melihat sang anak yang sedang duduk di sebelahnya sambil menggenggam erat jari keriputnya. "

  • Kontrasepsi di Kamar Adikku    Part 221

    "Assalamualaikum!" Kami yang sedang duduk santai di teras menoleh secara serempak ketika mendengar suara Bu Veronika mengucap salam."Waalaikumussalam!" Ummi segera beranjak dari duduknya, berjalan menuju pintu garasi dan mempersilahkan ibunya Dokter Fatih untuk masuk.Kali ini Bu Veronika datang tidak hanya sendiri, tapi bersama anaknya yang meresahkan itu. Sepertinya dia menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Berpura-pura ingin mengenal lebih jauh keluarga besarku, padahal sebenarnya ingin melihat istriku yang memang begitu cantik memesona dan siapa pun yang melihatnya pasti akan jatuh cinta.Dari balik kacamata tebalnya, terlihat sekali kedua bola mata Dokter Fatih membulat tanpa berkedip menatap ke dalam rumah. Aku menoleh berniat menyuruh Azalia masuk, tapi mataku dibuat memicing olehnya sebab yang sedang dia pandangi malah bukan istri, melainkan Bunda Efita. Sepertinya dokter genit tersebut terpesona dengan kecantikan wajah bunda yang tertutup niqo

DMCA.com Protection Status