Mendengar pertanyaan itu membuat dahi Naven berkerut dalam. Pikirannya melayang memikirkan siapa yang menghubungi. “Ini siapa?” Walaupun sudah bisa menebak, tapi Naven mau mendengar secara langsung. Saat Naven melemparkan pertanyaan itu, Nerissa menghentikan langkahnya. Entah kenapa dia merasa ikut penasaran ketika Naven bertanya siapa yang menghubungi. “Saya Evan Martin-teman Nerissa.” Benar dugaan Naven jika yang menghubungi adalah pria yang kala itu bertemu di restoran cepat saji. Pria itu ternyata benar-benar menghubungi Nerissa.“Ada perlu apa?” tanya Naven dengan ketus. “Apa bisa saya bicara dengan Nerissa?”Mendengar permintaan itu, Naven langsung menatap dengan tajam Nerissa. Dia sedikit kesal ketika pria di seberang sana ingin bicara dengan Nerissa. Tatapan Naven itu membuat Nerissa yakin jika sambungan telepon itu ada hubungannya dengan dirinya. Namun, tentang apa Nerissa tidak tahu.“Jika ada yang penting kamu bisa sampaikan padaku. Nerissa sedang sibuk.” Nerissa su
Naven yang sedang asyik menyesap bibir Nerissa tanpa sengaja menggigit bibir istrinya itu ketika didorong. Dengan segera dia bangkit dan menegakkan tubuhnya. Pria itu tampak santai. Padahal baru saja dia mencium Nerissa.“Kenapa Pak Naven mencium saya?” Nerissa langsung melemparkan protesnya ketika Naven dengan enaknya menciumnya tanpa permisi. “Itu hukuman untukmu.” Dengan tenang Naven menjawab.“Hukuman?” Dahi Nerissa berkerut dalam ketika mendengar jawaban itu. “Hukuman atas apa?” tanya Nerissa ingin tahu. “Hukuman karena kamu sudah mengambil ponselku dengan tanpa permisi. Jadi impas. Kamu mengambil ponselku tanpa permisi dan aku menciummu tanpa permisi.” Bukan Naven kalau tidak bisa mengelak dan membuat dirinya selalu benar. Dia punya beribu ide di kepalanya untuk hal-hal seperti ini. Nerissa hanya bisa terperangah ketika mendengar jawaban Naven itu. Benar-benar jawaban itu sangat konyol sekali. Tidak masuk akal. Mana ada pembalasan seperti itu.“Jika Pak Naven tidak suka sa
Nerissa sampai di kantor. Saat sampai di kantor, dia sudah disambut oleh Harry. Sudah beberapa hari dia tidak bertemu pria itu. Terakhir kali dia bertemu saat Harry menawarkan untuk mengantarkan Nerissa pulang saat Naven sedang pergi. “Pagi, Sa. Apa kamu sakit?” Harry tampak begitu penasaran. “Iya, aku sedikit flu.” Nerissa memilih berbohong karena tidak mau ketahuan apa yang terjadi. Tak mau banyak ditanya Harry, Nerissa langsung berlalu ke ruang kerjanya. Ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Nerissa sibuk mengerjakan pekerjaannya. Hari senin, biasanya pekerjaan menggunung. “Sa, ini untukmu. Teh hangat untuk meredakan flumu.” Tiba-tiba sekali Harry memberikan secangkir teh pada Nerissa. Apa yang dilakukan Harry itu tentu saja membuat Nerissa terperangah. Ada angin apa pria itu begitu baik padanya? “Terima kasih.” Nerissa menganggukkan kepalanya. Sayangnya, sesaat setelah menerima minuman dari Harry, pria itu tidak langsung pergi. Justru diam di samping Nerissa. “Kenapa
“Jangan-jangan apa, Sa?” tanya Ana penasaran.“Ada makan malam dengan Presdir nanti bersama para manajer.” Nerissa menjelaskan apa yang membuatnya kesal.“Akan makan malam dengan suamimu sendiri, kenapa kesal?” Ana terheran-heran dengan sikap Nerissa.“Masalahnya aku ada janji dengan temanku. Aku akan diajak jadi panitia reuni.” Nerissa mencoba menjelaskan.Ana mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun, sesaat kemudian dia mengerti akan sesuatu. “Apa jangan-jangan Pak Naven sengaja mengajak makan malam para manajer karena tidak mengizinkan kamu pergi?”“Sepertinya begitu.” Nerissa juga menduga hal yang sama.“Wah … sepertinya dia protektif sekali padamu. Sampai-sampai kamu tidak boleh pergi dengan teman-temanmu.” Ana malah kegirangan melihat sikap Naven itu.Nerissa menatap malas pada temannya itu. Dia merasa kesal sekali. Padahal dia ingin ikut bergabung jadi panitia reuni.“Sudah, tidak perlu jadi panitia. Cukup jadi peserta. Tidak perlu repot.” Ana memberitahu temannya itu.Mendengar u
Naven melihat siapa yang menghubungi. Namun, alih-alih mengangkatnya, dia justru memberikan ponsel itu pada Nerissa. Tentu saja Nerissa tampak terkejut ketika sang suami melakukan hal itu.“Cepat angkat atau aku akan matikan sambungan teleponnya!” Naven memberikan ancaman pada Nerissa.Mendapati ancaman itu, Nerissa langsung meraih ponsel Naven. Dia melihat layar ponsel untuk tahu siapa gerangan yang menghubungi Naven.Saat melihat layar ponsel, akhirnya Nerissa tahu siapa yang menghubungi Naven. Dengan segera Nerissa mengangkat sambungan telepon itu.“Halo, Van.” Nerissa menyapa Evan di seberang sana.“Halo, Sa. Kamu di mana?” Even di seberang sana langsung bertanya.Nerissa menduga jika Evan pasti sedang menunggu dirinya. Itu kenapa pria itu langsung bertanya seperti itu.“Van, maaf sepertinya aku tidak bisa bergabung untuk jadi panitia.”Naven yang tadinya memilih mengabaikan Nerissa dan Evan yang sedang berbicara pun, seketika langsung mengalihkan pandangan. Dia tidak menyangka ji
“Ini, ponselmu tadi ketinggalan.”Nerissa langsung melihat ponselnya di dalam tas. Melihat apakah ponselnya ada di dalam tas. Benar saja, ponselnya tidak ada di dalam tas. Tentu saja itu membuatnya mengalikan pandangan ke arah ponselnya.Sejenak dia ingat jika tadi saat Naven ke ruanganya, dia memang hanya mematikan laptop, kemudian mengambil tas. Tanpa memasukkan ponselnya ke dalam tas.Sungguh Nerissa merasa bodoh sekali karena meninggalkan ponselnya begitu saja. Padahal itu adalah barang penting.“Terima kasih, Harry. Aku tidak menyangka jika kamu mengantarkan ponsel sampai ke sini.” Nerissa menerima ponselnya itu dari Harry.“Sama-sama.” Harry tersenyum.“Bagaimana kamu tahu aku di sini?” Nerissa masih tidak habis pikir, kenapa Harry bisa tahu keberadaannya. Padahal dia tidak mengatakan apa-apa pada orang lain.“Aku dengar tadi ada salah satu staf bilang jika ada makan malam semua manajer. Lalu aku menyusulmu ke sini.”Nerissa mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun masih terasa
Harry mengikuti Naven yang masuk ke toilet. Dia pura-pura ke toilet juga. Dia menunggu Naven yang berada di dalam bilik toilet.Naven yang selesai dari toilet segera keluar dan mencuci tangan di depan wastafel. Selang beberapa saat dia melihat Harry yang keluar dari toilet. Entah kenapa dia yakin sekali jika pria itu sengaja ke toilet.“Pak.” Harry menyapa Naven.“Sepertinya kita pernah bertemu sebelum hari ini kan?” Naven sengaja memancing Naven.Naven sadar jika dia hanya karyawan kelas bawah. Jadi pasti Naven tidak ingat jika pun bertemu di kantor. Namun, ada satu momen yang pastinya akan mengingatkan Naven.“Iya, kita bertemu di apartemen Nerissa.” Harry mencoba mengingatkan.Naven berpura-pura mengingat-ingat. “Oh … ya, aku ingat. Kita pernah bertemu. Kalau tidak salah waktu itu kamu mengantarkan tas.”“Iya, Pak.” Waktu itu saya mengantarkan tas Nerissa yang tertinggal.“Kamu sering sekali mengantarkan barang-barang Nerissa,” sindir Naven.“Nerissa adalah orang yang sangat pelupa
“Kamu mau ke mana?” Naven melihat jika Nerissa berbelok ketika dia berbelok ke mobilnya.“Saya mau ke mobil saya.” Nerissa menjawab dengan entengnya.Dahi Naven berkerut dalam. Merasa bingung dengan aksi Nerissa itu. “Kenapa harus naik mobil sendiri?” tanya Naven penasaran.“Iya, karena agar Harry mengira jika kita ada masalah setelah apa yang dia lakukan kemarin.”Naven masih tidak mengerti dengan apa yang dikatakan istrinya itu. “Untuk apa semua itu?” tanyamya.“Dengan dia melihat kita tampak bertengkar, dia akan senang. Setelah itu saya akan buat dia kecewa karena kita tidak bertengkar.”Naven hanya bisa menggeleng heran dan mengembusankan napas kasar. Ada-ada saja ide istrinya itu. “Terserah padamu saja.” Naven malas sekali berdebat dengan istrinya pagi-pagi seperti ini.“Baiklah.” Nerissa segera mengayunkan lagi langkahnya ke mobilnya.Di saat sang istri ke mobilnya, Naven memilih ke mobilnya. Tampak Kiki sudah menunggu di sana.“Bu Nerissa mau ke mana, Pak?” tanya Kiki penasaran
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak