Pagi Nerissa bersiap untuk ke kantor. Tubuhnya jauh lebih enak dibanding kemarin. Jadi dia ingin segera bekerja. Saat keluar dari kamar, Nerissa berpapasan dengan Naven. “Kamu sudah mau pergi kerja?” Naven melihat sang istri yang memakai baju kerja dan tampak rapi. “Iya, saya mau kerja.” “Kenapa harus memaksakan diri? Jika masih sakit, istirahat dulu.” Naven melemparkan protesnya. “Saya sudah sehat. Jadi tidak apa-apa jika pergi bekerja.” “Aku bilang istirahatlah dulu. Aku tidak mau kamu sakit.” Naven masih bersikeras. Dia merasa jika memang Nerissa butuh istirahat. Jika sampai kurang tidur, nanti dia akan sakit lagi. “Saya sudah enakan, Pak. Jadi lebih baik saya masuk kerja.” Nerisa merasa jika pasti dia akan bosan jika di rumah. “Terserah padamu saja. Jika sampai kamu pingsan lagi. Aku tidak akan mau mengangkatmu.” Naven menatap tajam pada Nerissa. Istrinya itu tampak keras kepala sekali. Nerissa hanya mencibirkan bibirnya. Lagi pula siapa yang mau pingsan. Badannya sudah j
“Pak Naven meminta Anda ke ruangannya untuk makan siang, Bu.” Nerissa tampak terkejut. Tadi dia hanya beralasan saja pada Harry, tapi ternyata benar jika suaminya meminta untuk makan bersama. “Apa kamu mengatakan aku ingin makan bersama?” Nerissa curiga dengan Kiki. “Tidak, Bu. Saya tidak mengatakan apa-apa. Ini benar-benar perintah Pak Naven.” Nerissa merasa ini adalah kebetulan yang luar biasa. Sampai di kantor, Nerissa langsung ke ruangan Naven. Sebelum masuk, dia mengetuk pintu lebih dulu. Saat membuka pintu, Nerissa melihat Naven yang sedang duduk di sofa. Di atas meja berjajar makanan yang tampak menggiurkan. “Kamu sudah kembali?” Baru saja sampai, Nerissa sudah disambut dengan pertanyaan dari sang suami. “Sudah, Pak.” Nerissa segera masuk dan menutup pintu. Langkahnya segera diayunkan ke sofa di mana Naven berada. Dia duduk tepat di depan Naven. “Cepat makan!” Naven memberikan perintah pada Nerissa. Perintah Naven itu terdengar tak terbantah. Tentu saja itu membua
“Apa kamu tidak bisa berjalan dengan benar?”Nerissa yang mengenali suara itu langsung menatap ke arah pemilik suara.“Pak Naven di sini?”“Aku menunggumu lama sekali. Karena itu aku ke sini.”Nerissa memang tadi belum memberitahu Naven jika akan lembur. Jadi wajar jika pria itu menghampirinya.“Maaf, saya lupa mengabari.” Nerissa mengulas senyumnya. “Sudah ayo, kita pulang.” Dia segera menarik tangan Naven untuk segera masuk ke lift yang terbuka.Naven merasa aneh dengan sikap Nerissa. Seperti baru melihat sesuatu sampai buru-buru menariknya.Saat pintu lift tertutup, Nerissa mulai merasa nyaman. Dia memegangi dadanya yang merasa jauh lebih tenang.“Kamu sebenarnya kenapa?” Naven penasaran dengan apa yang terjadi pada Nerissa. “Kamu baru saja melihat hantu?” tanyanya menyindir.“Ini lebih menakutkan dari pada hantu.” Nerissa tampak serius.Naven yang melihat wajah Nerissa hanya mengerutkan dahinya. Namun, sedetik kemudian dia merasa wajah istrinya itu tampak lucu ketik sedang serius.
Nerissa dan Ana saling pandang ketika melihat ponsel siapa yang berdering. Ponsel itu adalah milik Harry. Pemilik ponsel sedang ke toilet, jadi panggilan telepon tidak segera diangkat.“Siapa yang menghubungi?” Nerissa yang penasaran mengintip ponsel Harry ada di meja makan. Saat melihat layar ponsel, dia mendapati jika Arumi yang menghubungi. “Arumi.” Nerissa memberitahu Ana.“Angkat saja.” Ana pun memberikan ide itu pada Nerissa.Nerissa sedikit ragu. Namun, dia berpikir inilah saatnya memanfaatkan situasi. Membuat dua orang itu bertengkar.Dengan segera Nerissa mengangkat sambungan telepon tersebut. “Halo.”Sejenak hening ketika Nerissa menyapa.“Siapa ini?” Arumi di seberang sana bertanya.“Ini aku Nerissa.” Nerissa tersenyum ketika menatap Ana.“Kenapa kamu yang mengangkat.” Arumi di seberang sana tampak begitu kesal.“Harry sedang ke toilet. Jadi aku mengangkat teleponmu.” Nerissa terdengar tak bersalah sama sekali.Karna yang mengangkat telepon adalah Nerissa, Arumi langsung me
Naven langsung meletakkan ponselnya di atas meja. Segera beralih ke ruang makan. Menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di kursi.“Kenapa harus makan siang dengannya?” Kembali Naven bertanya. “Dia tiba-tiba mengajak aku makan siang. Karena aku ingin tahu apa yang ingin dia lakukan, aku ikut saja makan siang.”Naven masih merasa jika Harry sangat berbahaya. Pria seperti Harry pasti punya rencana licik. Namun, Nerissa tampak tenang saja. Artinya tidak terjadi apa-apa.Makanan yang tersaji di atas meja membuat obrolan mereka terhenti. Mereka berdua fokus pada makanan mereka.“Pak, selama Pak Naven pergi apa boleh saya menginap di apartemen Ana?” Di tengah-tengah obrolan, Nerissa memberitahu.Naven yang mendengar permintaan itu langsung tersedak. Buru-buru dia mengambil air minum untuk meredakan tenggorokannya yang sakit.“Kenapa harus menginap di sana?” Naven langsung melemparkan protesnya.“Saya sendiri di rumah. Jadi tentu saja saya takut di sini sendiri.” Nerissa tidak bisa membayan
‘Tidak-tidak.’ Nerissa langsung menggeleng. Dia merasa jika dia tidak mau sampai menghubungi Naven. Apalagi dia sedang kesal dengan pria itu. Lift terbuka. Nerissa dan Ana keluar dari lift. Namun, Harry tidak keluar. “Aku akan ambil mobil ke tempat parkir. Kalian tunggu di lobi saja.” Harry memberitahu Nerissa dan Ana. Nerissa dan Ana pun mengangguk. Mengayunkan langkah ke lobi. Sejujurnya mereka berdua tidak nyaman ketika Harry harus ikut makan siang, tetapi tidak ada yang berani melarang Harry. Di tempat lain, Naven yang bersiap untuk istirahat segera keluar dari ruangannya. Di depan ruangannya sudah ada Kiki yang menyambutnya.“Pak Naven mau makan di mana?” Sambil mengikuti langkah Naven, Kiki bertanya. “Kita ke ruangan Nerissa dulu saja. Mungkin dia ada ide untuk ke restoran mana.” Rasanya Kiki ingin tertawa ketika mendengar ucapan Naven. Kiki merasa sepertinya sudah ada getar-getar asmara yang dirasakan oleh Naven. Namun, atasannya itu masih gengsi. Mereka ke ruangan Ness
Nerissa melihat jika Naven memegang tangannya yang sedang memegang gelas. Dia bingung kenapa suaminya melakukan hal itu.“Letakkan!” Naven memberikan perintah.Untuk sesaat Nerissa terdiam. Namun, kemudian beberapa menit kemudian Nerissa melepaskan tangannya yang berada di gelas.Naven meletakan kembali gelas itu ke tempat semula.Hal itu tentu saja membuat semua bingung. Padahal Nerissa butuh untuk melegakan tenggorokan, tapi justru Naven meletakan kembali gelas.Sesaat setelah Naven meletakkan gelas, dia mengambil kembali gelas tersebut. Kemudian memberikan pada Nerissa.“Minumlah, Sayang.” Naven tersenyum manis pada snag istri.Aksi Naven itu tentu saja membuat Nerissa hanya bisa terperangah. Kenapa juga Naven harus melakukan hal itu?Namun, akhirnya Nerissa sadar apa yang membuat Naven seperti itu. Tadi Harry yang ingin memberikan minuman. Mungkin Naven tidak suka dan mengambil alih. Mengulang kembali dari mengambil gelas sampai memberikan pada Nerissa.Nerissa meraih gelas yang d
Kiki hanya bisa tertawa dalam hatinya. Atasannya itu sudah mulai gelisah dengan sikap istrinya. Tentu saja itu menarik.“Mungkin karena Pak Naven melarang Bu Nerissa menginap di apartemen temannya itu, Pak. Jadi sikapnya seperti itu.” Kiki sengaja memprovokasi. Melihat Naven kesal adalah sebuah hal lucu baginya.Untuk sejenak Naven terdiam ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Kiki. Dia memikirkan jika ada kemungkinan Nerissa masih marah karena hal itu. Namun, Naven tidak bisa membiarkan Nerissa tinggal di apartemen temannya. Karena dia tidak bisa mengawasi.****Saat pulang kerja, Nerissa masih diam saja. Tak mau bicara sama sekali. Hal itu pun membuat Naven jadi memikirkan ucapan Kiki tadi siang.Nerissa memang menghindari perdebatan. Apalagi sejak dibentak Naven kemarin, dia sedikit takut. Jadi lebih baik memilih diam.“Ajak temanmu menginap di sini selama aku di Bali.” Di tengah-tengah makan, tiba-tiba Naven memberitahu hal itu.Nerissa seketika menghentikan makannya. Dia lang
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak