Akhirnya hari ini Dya diizinkan untuk pulang. Kiki langsung membawanya pulang ke apartemen. “Kamu di mana?” Oma Clarisa yang menghubungi langsung bertanya. “Aku di tempat kerja, Oma.” “Jangan berbohong kamu! Oma tahu kamu sakit. Dan, sekarang kamu di mana?” Dya langsung membulatkan mata ketika omanya mengetahui jika dirinya sakit. “Iya, Oma. Aku memang sakit, tapi aku sudah pulang. Ini sudah dalam perjalanan.” “Baiklah, Oma akan ke apartemenmu.” Dya begitu terkejut ketika sang oma mau datang. Dalam keadaan seperti ini, Dya tidak bisa menghalangi, apalagi sang oma tahu jika dirinya sakit. “Baik, Oma.” Sambungan telepon pun berakhir. Dya hanya bisa memandangi ponselnya. Memikirkan bagaimana jika oma ke apartemen nanti. “Ada apa?” Kiki langsung melemparkan pertanyaan itu. “Oma akan ke apartemen?” Dya menjawab sambil memasukkan ponselnya ke tas. “Apartemen siapa?” Dengan bodohnya Kiki bertanya. “Apartemen siapa lagi jika bukan apartemenmu.” Dya merasa heran dengan suaminya
Kiki yang memarkirkan mobilnya, tidak kunjung keluar dari mobil. Sengaja mengulur waktu agar tidak berlama-lama untuk bertemu dengan Nyonya Clarisa. Kiki terlalu malas bertemu dengan wanita itu. Saat dirasa waktunya sudah pas, akhirnya Kiki langsung keluar dari mobil. Kemudian berjalan ke apartemennya. Sebelum masuk Kiki berusaha untuk tenang. Menyiapkan diri untuk bertemu dengan Nyonya Clarisa. “Sayang, kenapa kamu baru datang.” Dya langsung menyambut sang suami. “Maaf, tadi ada masalah tempat parkir. Tadi ada yang mengambil tempat parkirku.” Kiki menjelaskan pada Dya. “Apartemen kecil seperti ini, jelas pasti mencari parkir susah.” Oma Clarisa melemparkan sindiran pada Kiki. Kiki sudah menyiapkan hatinya. Jadi wajar jika tampak tenang menanggapi apa yang diucapkan oleh Nyonya Clarisa. Dengan segera Kiki menghampiri Nyonya Clarisa. Kemudian menjabat tangan wanita tua itu. “Kenapa tidak dibuatkan teh?” Kiki menatap Ana. “Aku mau membuatkannya, tapi oma tidak mau.” Dya menjela
“Bagus kalau kamu mau melakukan apa yang aku perintahkan.”Kiki hanya diam ketika Nyonya Clarisa mengatakan itu padanya.“Kalau begitu aku pulang dulu.” Nyonya Clarisa langsung bangun dari posisi duduknya.Kiki ikut bangkit dari posisi duduknya.“Di mana kamar kalian? Aku mau berpamitan dengan Dya.” Nyonya Clarisa memandang dua kamar yang ada di sana.Kiki tampak begitu panik. Jika Nyonya Clarisa tahu kamar Dya, pastinya akan membuat Nyonya Clarisa tahu jika dirinya dan Dya tidak tidur satu kamar.“Dya pasti sudah tidur. Nanti biar aku sampaikan saja jika Anda sudah pulang.” Kiki berusaha untuk membujuk Nyonya Clarisa.“Kamu benar, Dya pasti sudah tidur. Jadi sebaiknya aku tidak mengganggunya.” Nyonya Clarisa pun membenarkan apa yang dikatakan oleh Kiki. “Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Sampaikan saja salamku pada Dya.”“Baik, Nyonya.”Akhirnya Nyonya Clarisa pergi juga. Kini tinggal Kiki saja yang ada di ruang tamu.Kiki segera menghabiskan teh miliknya tadi sambil memikirkan
“Dia sudah bilang kamu?” Oma Clarisa justru balik bertanya. Dya hanya bisa mengembuskan napasnya. Berusaha sabar menghadapi sang oma. “Oma, bukankah Dya sudah bilang jika apartemen Kiki sudah cukup untuk kami?” Dya berusaha untuk mencoba menjelaskan. “Oma mau kamu tinggal lebih nyaman saja. Kalian akan punya anak dan harus punya tempat yang nyaman untuk anak kalian.” Dya benar-benar kesal dengan sang oma. Tidak mengerti penjelasannya. “Aku dan belum mau punya anak, Oma. Jadi aku belum mau tinggal di rumah yang besar. Apartemen kecil saja sudah cukup untuk kami.” Dya mencoba menjelaskan kembali. “Baiklah jika kamu maunya begitu. Oma tidak akan memaksa.” Akhirnya Oma Clarisa luluh juga. Tak mau memaksa Dya. “Aku harap Oma tidak memaksa Kiki. Jangan buat aku dalam keadaan sulit, Oma.” Tanpa sadar Dya meluapkan sedikit rasa kesalnya. “Sulit apa maksudmu?” Oma Clarisa tampak penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Dya. Seketika Dya langsung tersadar jika dirinya salah berbicara.
“Dya, kamu sudah masuk?” Ana yang melihat Dya sudah masuk kerja, langsung menyambutnya. Dya hanya terpaku melihat Ana. Padahal Ana adalah orang yang pernah disakitinya, tapi Ana masih saja bersikap baik. “Iya, aku sudah sehat.” “Syukurlah, semoga kamu bisa beraktivitas kembali.” Ana mengulas senyumnya dan berlalu ke meja kerjanya. Dya hanya mengangguk mendengar ucapan Ana itu. Menatap Ana yang pergi ke meja kerjanya. ‘Pantas Kiki begitu mencintainya. Memang Ana sebaik itu.’ Rasanya Dya malu ketika menyadari jika dirinya jauh berbeda dengan Ana. Dya hanya berharap jika dia akan bisa mengambil hati Kiki dan menjalani rumah tangga yang baik. Dya segera mengerjakan pekerjaannya. Beberapa hari tidak bekerja, tentu saja membuatnya punya banyak pekerjaan. Seharian Dya bekerja. Beruntung teman-temannya banyak membantunya hari ini, jadi dia tidak terlalu lelah. Saat jam pulang kerja tiba, Dya segera merapikan meja kerjanya. Bersiap untuk pulang. Suara telepon yang berdering, menghent
Kiki yang sampai di apartemen segera mencari keberadaan Dya. Di ruang tamu tidak ada, di dapur pun tidak ada. Jadi Kiki yakin jika Dya sedang berada di kamarnya. Tanpa permisi Kiki langsung membuka pintu kamar Dya. Terlihat Dya yang sedang duduk di meja riasnya. Apa yang dilakukan Kiki itu jelas membuat Dya terkejut. Tidak menyangka jika tiba-tiba sekali masuk tanpa permisi. Dan, ini adalah kali pertama Kiki masuk ke kamarnya dengan kasar. “Ada apa?” Dya jelas penasaran dengan apa yang dilakukan Kiki itu. Dengan langkah pasti, Kiki menghampiri Dya. Menarik lengan Dya untuk berdiri. Mau tak mau Dya langsung berdiri. “Apa saja yang kamu katakan padamu omamu kemarin?” tanya Kiki dengan tatapan tajam. “Aku tidak mengatakan apa-apa. Hanya mengatakan jika aku tidak mau pindah saja.” Dya menjelaskan apa saja yang dilakukan. Memang itulah yang dilakukan. “Kamu pikir aku akan percaya denganmu?” Kiki mencengkeram erat lengan Dya. “Ki, sakit.” Dya merasakan lengannya yang sakit pun me
Kiki langsung naik ke atas tempat tidur. Mengungkung tubuh Dya dengan kedua tangannya. Tak memberikan ruang gerak untuk istrinya itu kabur.“Ki, aku mohon jangan lakukan ini?” Dya menatap Kiki dengan tatapan iba.“Kenapa kamu menolak, bukankah ini yang kamu inginkan?” Kiki menyeringai, meledek apa yang dikatakan Dya.Dya memang mau hamil, tapi bukan dengan cara seperti ini. Bukan dengan kasar dan membuat dirinya seperti wanita murahan. Dya mau diperlakukan selayaknya sang istri.Kiki tanpa aba-aba langsung mendaratkan bibirnya di bahu Dya. Memberikan kecupan kasar di sana.“Ki, lepaskan aku!” Dya meronta, mendorong tubuh Kiki.Kiki sudah diliputi amarah. Tak peduli dengan apa yang katakan Dya. Merasakan tangan Dya yang terus mendorong membuat Kiki langsung memegangi tangan Dya. Mencengkeramnya erat dan tak membiarkannya bergerak.Dengan kasar Kiki terus mendaratkan ciumannya. Dya berusaha menghindar dari ciuman itu. Tak mau dicium Kiki dengan kasar seperti itu.“Bukankah yang kamu ing
“Apa dia ada di kamarnya?” Kiki melihat kamar Dya masih tertutup rapat, padahal harusnya Dya sudah bangun dan bersiap ke kantor, tapi tak ada pergerakan sama sekali dari kamar.Sejenak Kiki menyesali apa yang dilakukannya kemarin. Itu adalah kebodohan yang dilakukannya. Karena menyakiti seorang wanita.Melihat tak ada pergerakan dari kamar Dya, Kiki segera berangkat bekerja. Namun, baru saja membuka pintu, tampak seseorang berdiri di sana.“Anda siapa?” Kiki tampak penasaran dengan siapa yang datang itu.“Saya Roy, pengacara Nona Dya.”Mendengar hal itu, Kiki terperangah. Memikirkan kenapa ada pengacara yang datang pagi-pagi ke apartemennya.“Anda sudah datang?”Suara Dya seketika membuat Kiki yang sedang menatap pengacara tersebut, mengalihkan pandangan pada sumber suara. Tampak Dya berdiri di belakang Kiki. Dari raut wajahnya, tampak Dya sudah menunggu pengacara tersebut.“Iya, Nona.” Pengacara itu mengangguk.“Silakan masuk!” Dya memberikan perintah pada pengacara itu.Kiki yang me
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak