Beberapa waktu sebelumnya ….Naven dan Evelyn duduk di sofa bersama. Kali ini Naven berusaha untuk menjelaskan dengan pelan-pelan pada Evelyn. Berharap wanita itu mau mengerti. Naven tidak mau ada masalah setelah ini. “Setiap keputusan selalu ada konsekuensi yang didapat. Saat kamu menolak untuk menikah, berpisah denganku adalah konsekuensi yang harus kamu terima. Jujur aku begitu terluka sekali saat kamu menolak menikah denganku. Aku tidak melihat keseriusanmu dalam menjalin hubungan ini. Aku bisa saja mengakhiri semua sejak itu, tapi aku mengurungkan niatku karena aku tidak mau mengganggu konsetrasimu saat syuting.”Kesalahan itu jelas membuat Evelyn tidak bisa mengelak. Tapi, bukan perpisahan yang diinginkannya.“Lalu kenapa kamu mengakhiri sekarang? Jika kamu mengakhiri dari kemarin karena kesalahanku, mungkin aku bisa terima. Tapi, sekarang kamu mengakhiri karena kamu mencintai istrimu itu.”“Cinta yang aku rasakan adalah satu alasan dari alasan yang lain.”“Maksudmu ada alasan
“Kalian mau pergi ke mana malam tahun baru?” Mama Ruby menatap Nerissa dan Dya.“Aku mau di sini saja, Tante.” Dya menjawab pertanyaan itu, kemudian beralih pada Nerissa. “Mungkin Nerissa dan Naven akan pergi.”Mendapati ucapan Dya itu Nerissa bingung. “Mungkin aku akan di sini juga.” Nerissa merasa jika tidak ada acara.“Jika mau pergi, pergi saja. Jangan merasa tidak enak. Lagi pula kapan lagi kalian menikmati tahun baru di sini.” Mama Ruby menatap Nerissa dan Dya. Dia pernah muda juga, menikmati waktu seperti ini pastinya adalah hal yang tidak boleh dilewatkan.“Iya, Tante. Kami akan jalan-jalan nanti.” Dya mengangguk, kemudian menyenggol Nerissa. “Iya, Ma. Nanti kita akan pergi untuk menikmati tahun baru.” Nerissa langsung menjawab.Mereka menikmati memasak untuk makan malam. Naven yang disuruh membeli bumbu akhirnya kembali juga. Wajah Naven sudah tidak bersahabat sekali. Muram karena disuruh beli bumbu.“Kamu kenapa?” tanya Nerissa ketika melihat Naven sedang minum di depan lem
Naven menuju ke resepsionis. Hati Nerissa semakin berdebar-debar sekali. Dia tidak tahu harus berbuat apa-apa. Di depan resepsionis Naven meminta access card untuk masuk ke kamar. Dia memang sudah memesan kamar sejak lama. Jadi dia bisa langsung meminta access card. Naven segera mengajak Nerissa untuk ke kamar mereka. Ramainya orang di lift membuat mereka harus menunggu lift sedikit kosong. Saat banyak orang, Nerissa tidak dapat bertanya pada Naven. Harus menunggu momen di mana tidak banyak orang. Ekor mata Naven menangkap wajah cemas Nerissa. Hal itu membuatnya merasa gemas. Akhirnya pintu lift terbuka, Naven dan Nerissa segera keluar dari dalam lift. Sayangnya, tidak hanya mereka saja yang keluar dari dalam lift. Hal itu membuat Nerissa tidak bisa bicara dengan Naven. Langkah mereka terus diayunkan sampai ke pintu kamar yang dipesan oleh Naven. Tepat di depan pintu, Naven menempelkan access card yang dibawanya. “Tunggu.” Saat Naven hendak membuka pintu, N
“Maaf aku tidak tahu jika kamu memesan itu.” Nerissa yang merasa bersalah pun langsung mengakui kesalahannya. Mendapati permintaan maaf dari Nerissa, Naven langsung tersenyum. Dia tidak marah. Justru merasa lucu dengan apa yang dilakukan oleh istrinya. Dengan langkah tenang, dia menghampiri sang istri. Tepat di depan Nerissa, dia tersenyum. Ketika ditatap Naven dengan senyuman penuh arti, Nerissa benar-benar tidak nyaman sama sekali. “Kenapa menatapku seperti itu?” Nerissa pun segera bertanya saat Naven tak kunjung berhenti menatapnya. “Kenapa bisa berpikir sampai ke sana?” tanya Nerissa. “Iya. Karena aku pikir kita ke hotel dan kamu ....” Nerissa menggantung ucapannya saat bingung harus menjawab apa. Naven meraih tangan Nerissa. “Apa kamu belum siap?” tanyanya. Nerissa langsung menganggukkan kepalanya. “Kamu mengatakan cinta secara mendadak. Kamu juga baru membuktikan jika kamu benar-benar mencintai aku. Jadi aku belum bisa. Lagi pula, aku belum memiliki perasaan padamu.” N
Saat tautan bibir dilepas, wajah Nerissa langsung merona. Dia malu sekali membalas ciuman Naven. Karena tak kuasa menahan malu, dia memilih menyembunyikan wajahnya di dada Naven.Naven langsung mendekat tubuh Nerissa. Senyumnya menghiasi wajah tampannya. Dia benar-benar gemas sekali melihat istrinya yang malu-malu seperti itu. Rasanya senang sekali bisa melihat sang istri yang seperti itu.“Apa kamu berniat bersembunyi terus dan tidak melihat kembang api?” Naven membelai rambut panjang Nerissa.Perlahan Nerissa menjauhkan tubuhnya dari tubuh Naven. Dia berusaha untuk menenangkan diri agar tidak salah tingkah di depan Naven.Dengan segera Nerissa memutar tubuhnya. Melihat ke arah langit di mana masih dihiasi kembang api. Padahal sudah lama, tapi kembang api masih saja terus dinyalakan.Tepat jam satu malam, akhirnya kembang api berhenti. Langit mulai gelap lagi. Suara pun kembali sunyi.“Ayo, masuk. Udara malam sepertinya semakin dingin.” Naven tak mau sampai sang istri sakit, jadi men
Tubuh Nerissa yang ditarik, membuat menempel sempurna di tubuh Naven. Naven segera memeluk sang istri agar tidak pergi ke mana-mana.“Setelah kita pulang ke Indonesia, kamu harus tidur di kamarku.”Mendapati permintaan itu Nerissa tersenyum malu. Artinya mereka akan tidur bersama selamanya. Rasanya, dia tidak sabar untuk menjadi pasangan suami-istri sesungguhnya.“Baiklah.” Nerissa mengangguk.Mendapati jawaban itu Naven langsung mendaratkan ciuman di pipi Nerissa. Satu di pipi kanan dan satu di pipi kiri.Tentu saja apa yang dilakukan Naven itu membuat Nerissa terus merona.Naven segera membawa Nerissa ke dalam pelukannya. Perasaannya sedang berbunga-bunga. Sampai-sampai dia tidak bisa mengungkapkan dengan kata-kata.Saat dipelukan sang suami Nerissa pun membalas dengan memeluk sang suami. Tentu saja itu membuatnya membalas dengan memeluk lagi.Bersama Naven membuat Nerissa sangat bahagia. Dia yakin, jika perasaan ini akan perlahan menjadi perasaan cinta.“Bukankah kita harus segera
Nerissa hanya tersenyum saja ketika melihat Naven yang manja. Memang terlihat begitu lucu ketika Naven bermanja-manja seperti itu. Di kantor, Naven terlihat garang, tapi di rumah dia terlihat manja. Memang sedikit aneh bagi Nerissa. “Bagaimana jika kamu tidur di sini saja?” Naven melihat ke arah sofa. Dahi Nerissa langsung berkerut dalam ketika mendengar apa yang dikatakan Naven. Pandangannya segera beralih ke sofa. Sofa cukup kecil jika ditempati berdua. Tentu saja dia bingung. “Ini sempit. Bagaimana bisa kita tidur di sini berdua?”“Bukannya semakin sempit semakin enak.” Naven menyerigai. Pipi Nerissa langsung menghangat. Malu ketika Naven membahas itu. Entah kenapa otakanya Nerissa berpikir ke sana ketika Naven membahas hal sempit. “Kita bisa saling menempel jika tidur di sini.” Naven membayangkan sofa yang sempit membuat mereka tidur begitu menempel. Pastinya akan sangat enak. Rasanya Nerissa ragu untuk melakukan hal itu. Takut jika mereka tidak akan nyaman tidur. “Sudah a
Nerissa langsung melihat layar ponsel untuk tahu siapa yang menghubungi. Untuk sesaat dia diam saat melihat layar ponselnya. Naven melihat reaksi sang istri yang berbeda. Tentu saja itu membuatnya merasa aneh. Dia curiga jika Evelyn yang menghubunginya. “Mama.” Naven juga ikut terkejut ketika mendengar jika mamanya menghubungi. “Berikan padaku.” Naven meminta Nerissa untuk memberikan ponselnya. Nerissa langsung memberikan ponsel pada Naven. Segera setelah ponsel di tangan, Naven langsung menerima panggilan telepon mamanya. “Kenapa Mama telepon hanya di sebelah?” Naven heran sekali dengan sang mama. “Mama malas melihat pengantin baru mesra-mesra. Nanti mama ke situ kamu lagi peluk-pelukan.” Naven merasa mamanya tahu saja kalau dia peluk-pelukan dengan Nerissa. Pantas mamanya memilih menghubungi lewat telepon. “Ada apa mama menghubungi?” “Cepat bangun dan bersiap. Operasi nanti jam sebelas.” “Iya, aku akan bangun, Ma.” Setelah selesai bicara, Naven segera mematikan sambungan
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak