Naven yang di dalam mobil melihat ada seseorang yang menghampiri Nerissa. Hal itu membuatnya memutuskan untuk segera keluar dari mobil.“Sa ….”“Ada apa lagi kamu ke sini?” Nerissa heran kenapa Arumi kembali menemuinya.“Sa, tolong bebaskan Harry. Aku akan memastikan jika dia tidak akan mengganggu lagi.” Arumi kembali meyakinkan Nerissa.Nerissa hanya terdiam. Dia bingung harus mengatakan apa lagi. Padahal dia sudah mengatakan pada Arumi jika dia tidak bisa melakukan hal itu.“Dengar, keputusanku sudah bulat, jadi aku tidak bisa membebaskan Harry. Seharusnya, sebelum melakukan dia sudah pikirkan baik-baik. Tidak sembarangan menyakiti orang.”“Sa, aku tahu. Tapi, mengertilah jika aku butuh dia. Aku sedang hamil, Sa. Aku butuh dia untuk menjagaku.” Arumi menangis. Tangannya dikatupkan untuk memohon pada Nerissa.Nerissa benar-benar tidak tega ketika Arumi meminta seperti itu.“Sudah, jangan memohon seperti itu. Suruh dia memohon keringanan saat di pengadilan. Jika dia menyesali perbuata
Naven segera masuk ke ruangannya setelah baru saja selesai makan. Kiki yang melihat atasannya itu masuk, segera ikut masuk.“Kamu sudah menghubungi manajer Evelyn?” Naven duduk seraya bertanya pada Kiki.“Sudah, Pak. Saya sudah menghubungi, dan Nona Evelyn meminta Anda untuk menghubungi dia segera.”“Baiklah, aku akan hubungi dia.”“Ini berkas yang Anda minta.” Kiki sekalian memberikan berkas yang tadi dikerjakannya.“Terima kasih.”Kiki segera keluar untuk melanjutkan pekerjaanya, sedangkan Naven mulai mengambil ponselnya untuk menghubungi Evelyn.Entah kenapa hari ini terasa beda, perasaannya begitu berdebar ketika hendak menghubungi Evelyn. Namun, dia sadar jika dia harus segera menghubungi Evelyn karena harus menyelesaikan masalahnya.Dengan segera, Naven mengambil ponselnya. Mencari nomor telepon Evelyn. Saat mendapatkannya, dia segera menghubunginya.“Akhirnya kamu menghubungi aku juga.”Baru saja sambungan terhubung, Naven sudah disambut dengan sebuah sindiran. Naven tahu pasti
Naven menimbang-nimbang apa yang dikatakan pada Nerissa. Menimbang mengatakan jujur apa tidak. “Aku mau menemui kekasihku. Mengatakan jika aku ingin mengakhiri hubungan.” Akhirnya Naven mengatakan pada Nerissa apa yang ingin dilakukannya. Melihat kesungguhan Naven, membuat Nerissa percaya akan cinta Naven, membuat Nerissa senang. ‘Dia benar-benar akan memutuskan kekasihnya.’ “Baiklah, aku akan berangkat dengan Kiki ke bandara dan menunggumu di sana.” Nerissa berusaha menyembunyikan senyuman di wajahnya, tapi itu terlalu sulit, karena senyum tipis menghiasi wajahnya. Senyuman itu dilihat jelas oleh Naven. Tentu saja itu membuatnya senang. Dia berjanji akan membuktikan pada Nerissa jika dia benar-benar mencintai Nerissa. Mereka berbelanja berdua. Nerissa masih menjaga jarak. Belum sebebas itu dengan Naven. Apalagi, pria itu masih kekasih orang. Sampai di apartemen, Nerissa langsung memasak. Ditemani Naven, dia membuat spageti. Nerissa membuat saus spageti, sedangkan Naven memasak
Nerissa melihat jika panggilan telepon tidak ada fotonya. Hanya nama saja. Tapi, entah kenapa Nerissa yakin jika yang menghubungi Naven adalah kekasihnya. “Siapa yang menghubungi?” Suara Naven yang tiba-tiba membuat Nerissa terkejut. Tangannya langsung memegangi dadanya yang berdegup kencang. “Lyn.” Nerissa segera memberikan ponsel pada Naven. Naven langsung membulatkan matanya ketika melihat siapa yang menghubungi. Tak menyangka jika Evelyn akan menghubunginya. “Ini.” Nerissa langsung memberikan ponsel itu pada Naven. Dengan segera Naven menerima ponselnya. Bersamaan dengan Naven yang sudah menerima ponselnya, Nerissa mengayunkan langkahnya ke dapur. Meninggalkan Naven yang sedang akan menerima panggilan telpon. Sayangnya, Naven menarik tangan Nerissa. Hingga membuat langkah Nerissa terhenti. “Di sini saja.” Naven meminta Nerissa tetap tinggal. Apa yang diminta Naven itu membuat Nerissa tampak bingung. Namun, sesaat kemudian Naven menarik Nerissa untuk duduk bersamanya. Ner
“Aku akan segera pulang. Jika nanti saat Kiki datang aku belum pulang, kamu bisa berangkat dengan Kiki lebih dulu, aku pasti akan langsung menyusul ke sana.”Pagi ini Naven akan menemui Evelyn. Dia belum bisa pastikan akan bisa bicara dengan cepat pada Evelyn atau tidak. Karena itu untuk mengantisipasi, dia meminta Nerissa untuk pergi ke bandara bersama Kiki lebih dulu.“Baiklah.”Nerissa hanya bisa pasrah ketika Naven hendak menemui kekasihnya. Walaupun ada perasaan tidak nyaman di hatinya ketika melepaskan Naven bertemu dengan kekasihnya itu.“Baiklah, aku pergi dulu.” Naven segera mengayunkan langkahnya ke luar.Melihat sang suami pergi, Nerissa memilih ke kamar. Mengecek kembali barang-barang yang akan dibawanya ke Singapura.Entah kenapa jantung Nerissa berdebar sekali. Perasaannya campur aduk. “Aku dulu begitu terluka ketika Harry mengkhianati aku, kini aku justru membiarkan Naven mengkhianati kekasihnya. Apa aku tidak egois? Bukankah harusnya sesama wanita aku bisa merasakan ya
Untuk sesaat Evelyn terdiam ketika Naven berbicara seperti itu. Dia berusaha untuk menyadarkan dirinya jika apa yang dikatakan Naven bukanlah sebuah mimpi.“Apa kamu sedang bercanda?” Evelyn berusaha untuk berpikir apa yang dikatakan Naven hanya sebuah lelucon.“Aku serius, Lyn. Aku mau mengakhiri hubungan ini.”Evelyn langsung tertawa.Naven tidak mengerti apa maksud dari tawa Evelyn itu. Dia berusaha untuk mencerna hal itu, tapi belum bisa menemukannya. “Apa semua karena istrimu? Apa kamu sudah jatuh cinta pada istrimu?”Naven tidak bisa mengelak apa yang dikatakan Evelyn, karena itu yang dia rasakan. Memang dia jatuh cinta pada sang istri.“Aku sudah menebak sejak kamu tidak menghubungi aku. Setiap aku menghubungimu pun kamu beralasan sibuk.”Sejak sebulan yang lalu Evelyn merasa jika perubahan itu disebabkan perasaan Naven. Namun, dia berusaha untuk mengelak. Tak mau berpikir buruk dan percaya pada Naven.“Maafkan aku, Lyn. Perasaan itu hadir begitu saja. Aku tidak bisa menampik
Kiki yang mendapati pertanyaan itu langsung terdiam. Dia bingung harus menjawab apa. Tapi, dari bagaimana Naven tampak bersungguh-sungguh, sepertinya memang Naven akan datang.“Pak Naven akan datang, Bu. Percaya saja.” Kiki berusaha untuk meyakinkan Nerissa.Nerissa berusaha untuk percaya, walaupun sejujurnya sulit baginya. Ada perasaan takut jika Naven tidak datang ke bandara atau lebih mengerikan lagi tidak bisa mengakhiri hubungan.Nerissa dan Kiki melakukan perjalanan yang cukup melelahkan. Jalanan siang ini macet sekali. Mungkin karena ini penerbangan akhir tahun, jadi banyak orang yang pergi ke luar negeri atau luar kota. Alhasil jalanan macet.Sampai di bandara, Kiki segera menurunkan koper Naven dan Nerissa. Karena Naven belum datang, mereka memilih untuk menunggu lebih dulu.Nerissa terus melihat ponselnya. Tidak ada kabar sama sekali dari Naven. Hal itu membuatnya cemas. Apalagi sebentar lagi pesawat akan berangkat.“Ki, apa dia tidak mengabarimu?” Nerissa menatap Kiki yan
Nerissa membulatkan matanya ketika melihat siapa yang membuka pintu. “Kamu sudah di sini?” tanya Nerissa dengan wajahnya yang kebingungan. “Iya, aku sudah sampai sini. Kamu ke mana saja? Kenapa baru sampai?” Naven menatap Nerissa dengan senyum di wajahnya. “Aku mengajak Nerissa ke toko kue tadi.” Dya yang menjawab pertanyaan yang diberikan pada Nerissa itu. “Baiklah, ayo masuk dulu kalau begitu.” Naven melebarkan pintu untuk membiarkan istri dan suaminya untuk masuk ke dalam apartemen. Nerissa masih bingung. Kenapa bisa suaminya itu sampai di rumah lebih dulu. Padahal tadi pesawat, dia hanya sendiri dan suaminya itu tidak ada. “Sayang kamu masih mau di depan pintu terus?” Naven menegur sang istri yang tidak beranjak dari depan pintu. Nerissa masih diam saat suaminya menegurnya. Pikirannya masih melayang memikirkan bagaimana caranya suaminya sampai di Singapura lebih dulu. Naven yang melihat Nerissa tak bergerak sama sekali pun langsung bergerak untuk menarik sang istri. Mengaj
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak