Dengan kasus separah itu, tidak mungkin Moonlite akan bertahan. Memang selama ini, apalagi di Amerika, tempat pelacuran seperti Moonlite sudah legal di mata hukum sana. Surat izin, pajak dan juga surat kepemilikan gedung memang sudah ada dan di bayar secara rutin. Tapi soal penculikan anak dan penjualan gadis di bawah umur, sudah lain ceritanya. Saat itu, memang Mike tidak bisa membawa anak kecil itu pergi. Walaupun Gisel merengek dan menangis, Mike tidak mungkin mengeluarkannya. Pun dia memberi pengertian padanya, berjanji akan kembali jika Gisel tidak membuka mulutnya pada siapapun. Tentang dirinya yang mengaku sebagai seorang polisi, juga tentang dia yang banyak menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan kedatangannya. Gisel mengangguk saja dan berjanji akan menutup mulutnya. Setelah Mike pergi dari Moonlite, Dia mendatangi Regan yang saat itu berada di kantor dan menyerahkan rekamannya. Seperti yang dikatakan Regan pada Jane, Dia membawa bukti rekaman itu pada seorang jaksa
"Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin bertemu Madam untuk terakhir kalinya. Tolong ijinkan sebentar saja." Mendengar permintaan itu, Regan tidak langsung menjawabnya. Dia bingung dan juga ragu. Dia tidak ingin Jane bertemu dengan Madam. Namun di sisi lain, Regan juga tidak bisa menolak permintaan Jane. Pun dia sendiri juga masih merasa khawatir kalau tiba-tiba saja Madam membuka mulutnya dan membongkar semuanya di depan publik. Dia masih punya urusan dengan Madam. Urusan yang belum terselesaikan. "Baiklah. Aku mengijinkanmu. Tapi tidak lebih dari sepuluh menit," jawab Regan dengan penuh pertimbangan. "Tidak akan butuh waktu selama itu. Cukup lima menit saja. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sana." Regan tersenyum lantas mengangguk."Bisakah kita istirahat sekarang?" Jane berdiri dari duduknya lantas duduk di pangkuan Regan dan melingkarkan kedua lengannya di leher Regan."Kau yakin tidak ingin melakukan apa-apa? Percayalah kalau aku sudah sangat sehat." Regan me
Lusanya... Pakaian yang sebelumnya hanya ada di dalam mimpi, kini melekat di tubuhnya. Hari sakral yang tidak berani dia harapkan, akhirnya terjadi di hari ini. Jane menatap dirinya tak percaya di depan cermin besar. Tidak sanggup mengatakan sepatah kata yang ada hanya kebungkaman tak berdaya. Tidak bisa dia ungkapkan bagaimana perasaannya saat ini. Kebahagiaan, haru juga sedih menjadi satu. Melihat dirinya berbalut pakaian pengantin seketika itu dia teringat ibunya. "Ibu, putrimu menikah hari ini. Aku harap kau melihatku dari atas sana dan merasakan kebahagiaan bersamaku," gumamnya. Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka, Juan dan Yohan masuk lantas kembali menutupnya. Mereka terpana akan keanggunan wanita yang pernah menempati relung hati masing-masing. Mata Juan mengabut, sedangkan Yohan tersenyum. Mereka berjalan mendekati Jane yang saat itu juga tersenyum. "Cinderella kita sudah siap rupanya," ucap Yohan. "Jane, Kau sangat luar biasa. Apa aku merebutmu dari Re
Sehari setelah pernikahan, Regan dan Jane tidak langsung pulang. Dia menginap di hotel terlebih dulu sebelum akhirnya berangkat untuk berbulan madu ke Hawai. Saat masih belum menikah, Jane pernah berkata kalau dia belum pernah menginjakkan kakinya ke Hawai. Padahal dia ingin sekali pergi berlibur setelah keluar dari Moonlite. Tapi apa daya, tidak ada kesempatan untuk melakukan semua keinginannya. Dia di kekang oleh pekerjaan dan tidak di beri kesempatan sedikit pun untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tapi kini berbeda, dengan menggunakan pesawat pribadi Regan membawa Jane untuk pergi ke Hawai. Bukan main senangnya Jane saat kedua kakinya menapak Honolulu, tepatnya di pantai Waikiki. "Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Waikiki? Tuhan, apa ini mimpi?" Histerisnya. Regan hanya tersenyum lebar saat mendapati Jane berlarian kecil di tepian pantai dengan bertelanjang kaki lalu kemudian kembali lagi untuk memeluknya. "Kau bahagia?" Tanya Regan memastikan
Setelah sekian tahun, Alan Wilson kembali dan mencari keberadaan Jane. Entah apa alasannya namun sejak dia menyerahkan Jane pada Madam saat itu, Dia pergi dan menghilang entah kemana. Bisa di lihat kalau Madam tidak memberitahu apapun tentang Jane karena dia masih mempunyai perjanjian yang tidak bisa di langgar. walaupun Madam tidak pernah menyetujui pernikahan Jane dan Regan, tapi dia masih punya pikiran. Benar apa kata Jane kapan hari. Kalau dia sampai membocorkan perihal identitas Jane, orang kaya seperti Regan bisa saja membayar orang untuk menghabisinya di dalam penjara. Tanpa jejak dan tanpa ada yang tahu. Uang adalah segalanya, bukan? Jadi Madam tidak ingin mengambil resiko. "Sial! Kenapa Alan tiba-tiba muncul? Ingin sekali aku memberitahu Jane, Tapi aku tidak tahu nomor telfonnya. Sipir tidak akan mengijinkanku menggunakan ponselku. Ah brengsek!" Gumam Madam yang saat itu sudah kembali ke dalam sel. . . Di tempat lain yaitu di Moonlite, Alan belum menyerah untuk menca
1 minggu kemudian...Satu minggu sudah berlalu, Regan dan Jane akhirnya kembali ke rumah setelah menghabiskan waktu berbulan madu di Hawai.Saat kembali, tentu saja Juan menyambut keduanya dengan senang. Satu minggu tanpa mereka, rumah itu terasa sepi. Bahkan Juan sering tidur di rumah temannya karena Jane tidak berada di rumah. Walau Jane sudah resmi menikah dengan Regan, Juan tetap menyukai Jane dan berharap kalau Jane masih tetap di rumah itu dan tidak pergi kemana-mana.Meski tahu kalau perasaannya salah, Juan tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya akan berjalan apa adanya sekarang. "Bagaimana liburanmu? Apakah menyenangkan? Wah, Regan sungguh tidak kenal kata lelah. Dia langsung pergi bekerja saat baru sampai di rumah."Jane yang saat itu masih berada di ruang tamu, mengecek satu persatu barangnya dan hanya tersenyum saja."Mau bagaimana lagi. Dia mendapat panggilan mendadak dari kantor."Juan berdecih. Memperhatikan setiap gerak-gerik Jane yang nampak sibuk."Aku juga ingin ke Ha
"Ayah..."Iya. Hanya kata itu yang terlontar dari ke dua belah bibir milik Jane. Tubuhnya membeku, kedua matanya tiba-tiba mengembun, Dia gemetar hebat dan dadanya mendadak terasa sesak seakan oksigen yang di hirupnya menipis.Pria itu. Pria yang tengah berdiri di seberang jalan dekat lampu merah itu benar ayahnya. Walau rambutnya yang hitam kini bercampur dengan uban, walau wajahnya sudah mulai keriput, Jane tidak akan salah mengenali orang. Wajah itu sudah terpatri dalam ingatannya sampai kapan pun.Dia Alan Wilson, orang tua satu-satunya yang ia miliki yang sudah dia anggap mati. Dia adalah iblis di dalam cerita hidup Jane yang sampai kapan pun tidak akan mendapatkan pintu maaf darinya. Yohan mendapati ekspresi Jane yang seperti itu, melihat ke arah jalanan dan termangu. Yohan mengibaskan tangannya tepat di depan Jane. "Jane? Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat. Kau sakit?" Jane tidak menjawab. Dengan tubuh yang masih gemetar hebar Jane berdiri. Yohan ikut berdiri dengan wajah keh
Dahi Yohan berkerut."Siapa maksudmu?" "Ayahku. Aku melihat ayahku, Yohan." Yohan terkesiap. Tahu benar dengan siapa orang yang Jane maksud. Walau dia tidak begitu tahu cerita aslinya, tapi Yohan paham kalau pria itulah yang membawa luka terdalam pada hati dan jiwa Jane. "Kau melihatnya dimana? Apakah saat kita makan di cafe tadi?" Jane mengangguk,"Em. Aku langsung mengenalnya walau rambutnya hampir memutih. Wajah itu meskipun sudah menua, tidak akan pernah bisa aku lupakan." "Aku kira dia sudah mati," ucap Yohan. "Orang yang sudah menyematkan luka dan penderitaan ku, memang ku anggap mati. Dia tidak berhak lagi ku panggil ayah. Dia sudah tidak mempunyai tempat di dalam kehidupanku. Apa aku salah jika berkata begitu?" Yohan diam saja. Mau merespon apa jika sudah seperti ini? Ini masalah keluarga yang seharusnya ia tidak boleh ikut campur. Tapi Jane berbeda. Dia bukanlah orang asing. Dia akan melindunginya meskipun itu bukanlah kewajibannya. Jane adalah keluarga. "Setelah sek
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane