Regan sama sekali tidak bisa tidur. Padahal ini sudah larut, dan besok dia sibuk dengan rapat perusahaan.Berulang kali dia memperbaiki posisi tidurnya namun tetap tidak bisa memejamkan matanya. Tubuhnya memang lelah, tapi pikirannya tidak bisa istirahat. Pun akhirnya dia kembali terduduk. Dia ingin menelfon Jane untuk memberitahu soal kemauan ayahnya tadi. Tapi dia ragu.Saat ayahnya pulang, Dia dan juga Juan tidak menemukan keberadaan Jane dan juga Yohan. Entah Yohan membawa Jane kemana, mereka tidak tahu. Yang penting untuk sementara, Jane aman. Sekarang pukul 23. 15.Regan akhirnya keluar dari kamarnya dan berniat bicara dengan Jane secara langsung. Hal penting seperti ini memang tidak bisa di bicarakan lewat telfon. Ketukan pertama di pintu kamar Jane terdengar pelan. Wanita itu tidak menjawab. Dua ketukan dan akhirnya tiga ketukan, terdengar suara kunci pintu di buka. Jane mengintip sedikit. Saat tahu kalau Regan yang berdiri di depan pintunya, Dia membukanya lebar. "Tuan? K
Hampir memakan waktu empat puluh lima menit menuju rumah utama keluarga Foster. Saat sudah sampai, di depan rumah banyak pria berbadan besar memakai setelan berdiri di setiap sisi rumah.Mata Jane melebar sesaat, lantas bertanya pada Juan yang ada di sampingnya. "Juan, kenapa di rumahmu banyak bodyguard? Seperti rumah mafia saja," bisiknya terdengar oleh Regan. Membuatnya tersenyum. "Oh...ayah suka berlebihan kalau sudah berhubungan dengan keamanan," jawab Juan.Yohan menyahut,"Pria tua itu merasa kalau di dalam rumah banyak hal penting yang harus di jaga."Regan menimpali,"Ayah adalah pemilik saham terbesar di beberapa perusahaan orang. Dia khawatir kalau ada saingan bisnisnya yang tidak suka dengannya, dan mengirim orang untuk mencuri berkas penting di brankasnya.""Kalau begitu, kenapa kalian hidup terpisah? Tuan Abraham kan sudah tua. Alangkah lebih baik kalau tinggal dengannya."Ketiganya terdiam. Yohan terkekeh,"Kau harus bicara secara langsung padanya, baru kau bisa bicara
"Kapan kalian menikah?"Pertanyaan itu mampu mendiamkan ketiga pria yang tengah duduk di sana. Sedangkan Jane, bukan hanya terkejut, tapi dia memastikan lagi pendengarannya. Dia tak percaya dengan apa yang di dengarnya."A-apa anda bilang?" "Aku tanya, kapan kalian menikah? Sudah berjalan selama satu tahun, kan? Tidak baik menunda terlalu lama hubungan yang sudah serius.""Saya belum memikirkan sampai sana_"Regan berdiri,"Ayah? Aku tidak mau menikah. Maksudku, kami belum ingin menikah. Aku masih sibuk dengan urusan perusahaan dan Katrina masih ingin menjalani kehidupannya.""Sampai kapan?" Tanya ayahnya lagi."Sampai kapan menjalani kehidupan sendiri-sendiri? Caty tidak mempunyai orang tua, alangkah lebih baik kalau kau segera menikahinya. Dia tidak akan lagi sendirian." "Saya baik-baik saja, Tuan. Menurut saya, kalau harus membahas soal pernikahan, memang terlalu cepat jika harus di lakukan. Kami sama-sama belum siap," imbuh Jane mulai berkeringat dingin. "Aku sudah membuktikan ka
"Jangan bersikap baik padaku. Aku akan salah paham jika kau melakukan itu," gumam Yohan masih dengan tatapan sayu dan wajah yang memerah.Jane terpaku. Menatap dua bola mata yang berwarna hazel."Jangan bercanda. Aku tidak menyukai leluconmu."Cengkeraman tangan Yohan semakin erat. Dia sedikit menarik tangan Jane dan jatuhlah Jane terduduk di pangkuannya. Jane mencoba berdiri, namun Yohan menahannya kuat. "Jangan begini. Kita tidak sedekat itu sampai melakukan ini.""Melakukan apa?" Gumam Yohan mengunci pergerakan Jane. Mereka bahkan bersitatap dalam. Gilanya, Jane merasakan debaran jantung yang luar biasa cepat sampai napasnya sendiri pun terdengar seperti terengah-engah. Baru ini. Sekali ini dia merasakan hal itu padahal selama ini dia sangat profesional. Perasaan apapun yang berhubungan dengan cinta dan kasih sayang, Dia tutup dalam-dalam.Tapi, kenapa dengan pria ini dia merasakan sesuatu yang lain? Dia ingat kemarin masih sangat membencinya. Tapi dengan cepatnya benci itu beru
Jane terdiam Regan tiba-tiba menanyakan itu. Apa ekspresi bahagianya kelihatan ya? Padahal Jane sudah menyembunyikannya dengan sangat baik.Pada dasarnya, Regan itu peka. Dia pandai membaca suasana hati dan gestur tubuh walau kelihatan tidak memperdulikan sekitarnya."Apa?" Jane syok. Tapi tidak menjawab apa-apa. "Jadi benar kau sedang menyukai seseorang. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini. Tapi aku harap orang yang kau sukai bukan salah satu dari kami." Jane terpaku. Sepeka itukah pria ini sampai bisa menebak kalau pria yang ia sukai adalah salah satu dari mereka?"Itu_""Jadi benar?" Sahut Regan. Dia meletakkan gawainya. Kakinya melangkah ke tempat Jane duduk. Sudah setengah jam lamanya wanita itu berada di kamar Regan karena ingin membahas isi dari konferensi pers yang akan di adakan lusa. "Maksud saya begini, Tuan_""Bukan aku, Kan?" Tebak Regan lagi. "Tentu saja bukan. Saya tidak akan berani untuk menyukai anda," jawabnya memelankan suaranya di ak
"Kenapa kau diam saja, Regan? Kau menyukai Jane, Kan?" Regan hanya diam saja. Tubuhnya terpaku. Daripada harus mengakui kejujuran yang ada dalam pikirannya sekarang, Dia memilih untuk berbohong. "Aku tidak menyukainya. Tapi Jane adalah tanggung jawabku. Segala yang terjadi padanya, masih dalam pengawasanku. Aku tidak mempermasalahkan dia ingin berhubungan dengan siapa, tapi tetap saja aku tidak akan terima jika kau menyakiti hati Jane." Setelah mengatakan itu, Regan berjalan pergi meninggalkan Yohan sendiri. Pria itu hanya diam saja, tidak tersenyum ataupun berdalih apapun lagi. Yohan memperhatikan setiap pergerakan Regan sampai pria itu tidak terlihat lagi. ..Selama dua hari, Regan sama sekali tidak menyapa Jane. Bukannya ingin menghindar, tapi Regan merasa tidak ingin membicarakan apapun dengan Jane. Bertemu dengan Jane, hanya akan menambah beban pikirannya. 'Apakah aku benar menyukai Jane? Kenapa aku mendadak mempunyai perasaan semacam ini?'Itu terus kalimat yang mengitar d
"...Apakah kalian akan menikah dalam waktu dekat?" Pertanyaan yang sama di ulang kembali. Regan tercekat. Lidahnya kelu. Dia membisu setengah melamun. Jane yang melihat itu, meremat kuat jemari Regan. Pun, pria itu tersentak. "Regan sedang banyak pikiran karena masalah di perusahaan akhir-akhir ini. Saya harap anda mengerti kalau dia terlihat lelah," sanggah Jane menenangkan situasi yang mendadak kaku. Jane menatap Regan, pria itu melepas genggaman tangannya dan berdehem melonggarkan dasinya yang terasa mencekik leher.Jane yang merasakan penolakan halus itu tersenyum kikuk sambil sesekali menatap ke arah kamera. Berharap salah satu dari mereka tidak menyadari hal barusan. "Maaf, Saya tiba-tiba memikirkan pekerjaan di saat seperti ini. Untuk rencana pernikahan, Saya masih belum bisa memberikan kepastian kapan akan terjadi. Kami masih nyaman dengan hubungan yang kami jalani. Saya akan memberitahu kalau ada kabar bahagia. Jadi saya harap, anda bisa menulis artikel baik tentang kami
Kedatangan Alice yang tiba-tiba, mendadak muncul tanpa pemberitahuan, pastilah membuat Yohan apalagi Jane terkejut luar biasa. Memang Yohan terlihat jahat, menyuruh Jane pergi tanpa memberi solusi dia harus pergi kemana. Di saat Yohan harus mendengarkan segala ocehan dari gadis cerewet di depannya ini, tak sekalipun semua omong kosongnya itu masuk ke dalam pikirannya. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Yohan nampak bosan, namun kemudian Alice bertanya padanya."Kau masih sendiri?"Yohan yang tadinya berdiri dari duduknya untuk mengambil sebotol anggur dari lemari di mini bar miliknya, pun dia membeku sesaat lantas menuangkan anggur itu ke dalam gelas Alice yang kosong. "Kenapa kau sangat ingin tahu?" Tanyanya lalu menuangkan anggur ke dalam gelasnya lantas meminumnya.Alice terkekeh,"Apa ini? Kenapa kau tiba-tiba kembali ke setelan awal? Kemana Yohan yang terlihat perhatian tadi?"Yohan menyeringai,"Aku sudah mempunyai kekasih. Tapi aku tidak ingin mengenalkannya padamu.""Me
Tiga tahun kemudian~ Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Waktu berlalu begitu cepat. Kehidupan berjalan seperti biasanya, kebiasaan juga tetap terjadi di setiap harinya. Setelah mengetahui Jane hamil saat itu, keluarga Foster seakan si beri sebuah berkah tak terduga. Di samping saham MH meroket naik, nama Regan pun ikutan naik kembali. Berbanding terbalik dengan MH, E & A jatuh sesuai apa yang Regan katakan. Sahamnya anjlok, nama E & A pun juga ikut jelek. Banyak dari staf keluar dan tidak pernah kembali. Memilih masuk ke MH yang saat itu tengah membuka lowongan kerja. Tuan Easter di jatuhi hukuman tiga tahun penjara, tapi entah kenapa dia juga mengaku kalau dia adalah pelaku yang meneror Jane saat itu sehingga hukumannya menjadi lima tahun. Sengaja dia melakukannya karena sadar jika Regan mempunyai bukti lagi atas teror yang saat itu terjadi, bisa di pastikan kalau Alice akan di penjara juga. Mendapati ayahnya masuk penjara untuknya, Alice memilih p
Setelah sekian lamanya, kaki Jane menapak kembali ke rumah besar bercat putih yang dia tinggalkan dengan sengaja. Bujukan Regan kemarin yang menceritakan soal kesehatan ayah mertuanya membuat hati Jane tergerak. Tujuan utama dia pergi, di karenakan dia ingin Tuan Abraham bisa memulihkan kesehatannya. Namun, setelah mendengar kalau dia tidak baik-baik saja, tidak mungkin Jane membiarkannya. Dia pulang, ingin memastikan keadaannya seperti apa yang Regan katakan. Saat kakinya sudah di ambang pintu, Dia berhenti melangkah. Regan yang berada di dekatnya sampai heran,"Ada apa?" Tanyanya. "Tidak. Hanya saja aku merasa takut jika ayah masih marah padaku." Regan tersenyum tipis, menggenggam jemari Jane yang menggantung lantas mengecupnya."Percayalah padaku. Dia sudah sangat mengharapkanmu kembali. Bukan hanya aku, Juan, Yohan, apalagi ayah, merindukan dirimu, Jane." Jane menoleh kebelakangnya. Di sana berdiri Juan dan juga Emely yang kini tersenyum lebar. Bahkan Emely terlihat ingin
"Dia sedang mengandung. Jane, hamil anakmu, Kak Regan." Regan membisu, tubuhnya membeku. Dia terduduk kembali dengan badan yang gemetar hebat."Dia hamil? Kau yakin mendengar itu?" "Aku sangat yakin." "Istriku sedang hamil," ucapnya menutup mukanya. Regan menangis, tapi tidak dengan tangisan kesedihan. Namun dia sangat bahagia karena mendengar kabar baik itu. Walau di sisi lain dia sangat menyesali perbuatannya karena tidak segera mencarinya, tapi setelah mengetahui tempatnya sekarang, Dia lega. Pun, saat itu juga Regan langsung memesan dua tiket ke Virginia, untuknya dan untuk Juan. Sengaja Yohan tidak dia ajak karena sejak masalah terakhir itu, kesehatan ayahnya sedikit terganggu. Tuan Abraham berada di rumah dan Yohan berada di sana untuk menjaganya. Butuh waktu tidak begitu lama untuk sampai ke Virginia, apalagi lewat jalur udara. Hanya butuh 1 jam dan hanya naik taksi sebentar yang akhirnya mereka sampai di alamat yang Emely berikan. Saat kedua pria itu turun tak
"Nona, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Tanya Emely tapi Jane hanya diam saja masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi setelah kepergiannya. "Apa maksudmu?" Lirik Jane mengubah suasana menjadi tidak enak. Emely terkesiap mendengar nada yang berbeda. Jane terdengar tidak suka. "Em...maksud saya, masalah anda sepertinya sudah selesai, Nona. Tuan Regan sangat hebat membalikkan situasi ini. Apakah anda tidak ingin kembali?"Jane menghela napas panjang, menatap ke arah luar jendela lagi."Aku yakin Regan pasti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa kami. Kabar soal Tuan Easterlah yang ternyata dalang di balik artikel itu, tentunya membuat ku sedih. Aku sangat menyayangkan sikapnya itu yang berusaha menghancurkan pernikahan kami. Tapi, daripada bertanya bagaimana sekarang, Aku lebih memikirkan keadaan ayah. Dia pasti syok karena di khianati teman baiknya sendiri."Emely menunduk, dia diam saja takut dan segan. "...Aku masih tidak bisa kembali, Emely. Walau masalahku selesai,
"Alice, hubungi pengacara kita dan ceritakan apa yang terjadi padanya." Lanjutnya lantas pergi dari sana di dampingi oleh dua polisi. "Ayah! Tidak! Jangan pergi!" Teriaknya berusaha untuk memberontak dengan mencekal tangan ayahnya namun dengan cepat, Yohan menyahut lengannya dan menariknya kebelakang. Membuat cekalan tangan Alice pada ayahnya terlepas. "Jangan berbuat apapun atau kau akan menyesalinya," tekan Yohan menatap tajam Alice. Sedangkan Tuan Easter sudah turun lebih dulu. Regan hanya terdiam di tempatnya. Sama sekali enggan untuk bicara. Hanya menatap ke arah Alice dan Yohan yang saat ini sedang berseteru. Lagi-lagi Alice menghentakkan tangannya hingga terlepas."Kau yang akan menyesalinya karena berurusan denganku!" Balas Alice dengan mata merah dan sedikit bengkak. "Alice..." panggil Regan dan tatapan Alice teralihkan ke Regan."Aku memaafkanmu, dan berjanji akan menutup mulutku atas apa yang sudah kau lakukan pada Jane karena aku masih menganggapmu sebagai teman. Aku mo
"Maafkan saya, Nona. Tapi ada polisi di depan. Mereka mencari Presdir."Tuan Easter dan Alice kaget. Mereka saling berpandangan."Polisi?" Gumam mereka hampir bersamaan."Kau bilang apa barusan? Polisi?" Ulang Tuan Easter. "Iya, Presdir. Mereka mencari anda."Tuan Easter bingung sekaligus khawatir. Kenapa polisi datang mencari dirinya? Padahal dia tidak melakukan apa-apa.Begitu sekretarisnya keluar, dua orang polisi masuk ke dalam ruangan. Mereka berbadan tinggi tegap dan berpakaian biasa. "Tuan Easter?" Panggil salah satunya. "Iya. Saya Easter. Ada perlu apa kalian mencariku?""Bisakah anda ikut kami ke kantor polisi?""Apa? Kenapa aku harus ikut kalian kesana? Apa yang sudah aku lakukan?""Anda di laporkan atas tindakan pencemaran nama baik tanpa bukti. Silahkan ikut kami ke kantor polisi untuk di mintai keterangan."Alice terkejut bukan main, sedangkan Tuan Easter melotot tak percaya."Apa?! Siapa yang dengan lancang melaporkanku ke polisi, hah?! Dasar kurang ajar!" Teriaknya ma
Lusanya...Regan mengadakan jumpa pers setelah mempertimbangkan banyak hal. Dia sudah meminta izin pada ayahnya, dan Tuan Abraham pun tidak banyak berkomentar. Dia hanya diam namun tidak mencoba untuk melarang. Mungkin di dalam hatinya yang terdalam, Tuan Abraham tidak setuju dengan tindakan Regan yang akan mengungkap kejadian sebenarnya, tapi di sisi lain, Dia sudah terlanjur sakit hati dengan kelakuan teman dekatnya itu yang diam-diam ingin menikamnya dari belakang. Seakan baru saja mendapatkan berita besar, kala itu banyak wartawan yang hadir di sana. Bahkan tidak hanya Regan, ada Yohan dan Juan yang menemani. Regan tidak ragu sama sekali dan sangat yakin dengan tindakan yang akan dia lakukan. Pukul 12.30, semua sudah berkumpul. Sudah setengah jam yang lalu wartawan dari segala media sudah menunggu. Regan masuk di dampingi oleh seorang pengacara, juga Yohan di belakangnya. Melihat sosok Yohan, banyak wartawan saling bertatapan. Dia tak pernah melihat sosok asing yang kini menge
Pagi itu Regan tidak pergi bekerja. Dia sengaja meliburkan diri hanya untuk menemui Tuan Easter di perusahaan miliknya, yaitu E & A Grup.Dari awal datang, tak sekalipun Regan mengatakan apapun pada Alice. Niat ini juga tanpa sepengetahuan ayahnya. Namun dengan ucapannya semalam menunjukkan kalau ayahnya tidak akan melarang apa pun yang akan di lakukan oleh Regan. Entah itu masalah Jane, atau masalahnya dengan Tuan Easter.Melihat bagaimana ekspresi ayahnya semalam, Regan sangat yakin kalau dia sudah sangat kecewa pada temannya itu. Pun ayahnya tidak akan melarang jika seandainya dia tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini."Apa Paman Easter ada di ruangannya?" Tanya Regan langsung saat dia berada di depan sekretaris. "Presdir ada di dalam, tapi sedang tidak bisa di ganggu. Kalau boleh tahu, anda siapa? Dan apa keperluan anda? Saya akan menjadwalkan pertemuan dengannya."Regan tidak menjawab, dia langsung saja melangkah ke arah ruangan Tuan Easter. "Anda mau kemana?! Tunggu, Tua
Di lain tempat, Tuan Easter menutup pintu mobilnya keras, lebih tepatnya membanting pintunya keras. Dia kesal setengah mati mendengar semua ucapan itu dari mulut Regan dan berpikir bagaimana caranya dia tahu kalau dialah orang yang memberi informasi pada reporter itu.Alice nampak sangat tenang. Padahal ayahnya sedang kalut luar biasa. Mereka masuk ke dalam rumah. Tuan Easter melepaskan kancing bagian atas kemejanya lantas duduk di sofa ruang tamu. "Ayah terlihat sangat khawatir," ucap Alice ikut duduk di seberang ayahnya. Kedua kakinya ia silangkan. Dia tersenyum saat melihat ayahnya seperti itu."Tentu saja aku khawatir. Berani-beraninya Regan mengatakan semua itu di depan Abraham. Dan lagi, Reporter sialan itu sudah mengkhianatiku. Sialan! Aku akan memberi pelajaran padanya.""Ayah, bukankah dia sudah tak lagi berada di apartemennya?""Apa? Bagaimana bisa kau tahu?""Aku hanya menebaknya. Kalau Regan sudah menemuinya, kemungkinan besar dia akan menghilang. Seperti halnya ayah Jane