Share

Hari Pertama Kerja

Author: Yati Suryatu
last update Last Updated: 2021-09-05 02:37:52

Ziyan begitu frustasi dengan kondisinya saat ini. Enam bulan setelah peristiwa kecelakaan mobil tersebut, ia belum juga bisa berjalan seperti sediakala. Segala pengobatan telah ia jalani, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Namun, kursi roda masih setia menemaninya.

Satu persatu temannya menjauh, tidak ada lagi dering telepon yang mengajaknya bergabung di club malam, tidak ada lagi traveling bersama pasangan masing-masing. Waktu enam bulan telah membuka sifat mereka.

Pukul tujuh pagi, Aisyah masuk ke kamar Ziyan. Kain gorden masih tertutup rapat tanpa celah, pendingin ruangan masih menyala dengan suhu cukup dingin. Ziyan masih mendengkur halus sambil memeluk guling. Saat tidur begini, wajahnya begitu polos seperti bayi sedang memeluk tubhh ibunya.

Aisyah mengutip kertas-kertas yang berserakkan di lantai. Entah apa yang dikerjakan Ziyan tadi malam. Saat Aisyah membuka gorden, cahaya matahari pagi berhasil menerobos jendela berkaca bening nyaris tanpa noda.

Ziyan terbangun karena sinar itu menyilaukan matanya.

"Apa-apaan kamu?" bentak Ziyan melihat ulah Aisyah yang membuka seluruh gorden jendela di kamarnya.

"Maaf, Tuan. Saya mengganggu tidur , Tuan," ucap Aisyah penuh sopan santun. "Sinar matahari pagi sangat baik untuk kesehatan. Ayuk kita berjemur di taman!" Lanjut Aisyah beegumam Aisyah.

"Apa hak kamu mengatur-ngatur saya? Cepat keluar!" Suara Ziyan meninggi. Ia melemparkan bantal ke arah Aisyah tetapi tidak berhasil mengenai Aisyah karena tenaga Ziyan tidak ada walau sekesar melempar bantal.

"Ayuklah, Tuan!" Aisyah menarik tangan Ziyan, mencoba untuk membangkitkannya.

Dengan kasar Ziyan menepis tangan Aisyah. "Jangan pegang! Jijik," maki Ziyan.

"Baik lah. Mungkin lain kali," gumam Aisyah sambil berlalu keluar kamar.

"Tidak akan pernah!?" Terdengar teriakkan Ziyan dari dalam kamar.

Suara teriakkan itu tidak begitu dipedulikan oleh Aisyah.

Tugas Aisyah hanya mengurus Ziyan Alfero sehingga dia tidak boleh jauh dari kamarnya, takut sewaktu-waktu Ziyan memerlukan bantuan.

"Aisyah ...," teriak Ziyan dari dalam kamar.

Aisyah tergopoh lari menghampiri pria pemilik tinggi 175cm.

"A-a-ada apa, Tuan?" tanya Aisyah dengan suara terbatah.

"A-a-a, bicara yang benar!" hardik Ziyan.

"Maaf, Tuan. Ada apa, Tuan?" Aisyah mengulang pertanyaannya.

"Aku lapar. Ambilkan sarapan!" perintah Ziyan dengan sikap angkuh.

Aisyah segera menuju dapur untuk  mengambilakan sarapan. Semangkuk sereal jagung dan segelas jus buah telah tersedia di dapur, siap untuk diantar ke kamar Ziyan.

Aisyah membawanya menggunakan meja kecil yang bisa digunakan menjadi meja makan saat ingin makan di atas tempat tidur.

"Lama banget. Lelet," upat Ziyan.

Aisyah hanya diam sambil mengucapkan istigfar di dalam hati. Baru hari pertama bekerja, sudah beberapa kali makian yang ia terima.

Tiba-tiba, meja kecil itu dibalikkan oleh Ziyan. Makanan dan minuman berserakkan di atas tempat tidur.

Aisyah menarik nafas. Air matanya menetes saat membersihkan makanan yang berserakkan.

"Kanapa kamu menangis? Aku tidak menyakiti mu." ketus Ziyan.

"Saya hanya sedih melihat makanan dibuang-buang begini, di luar sana banyak orang yang harus puasa karena tidak ada yang mau dimakan," jawab Aisyah.

"Lebay," sergah Ziyan saat itu juga. "apa urusan saya."

Sebelum Aisyah keluar kamar membawa makanan kotor tersebut, ia bertanya kepada Ziyan apa ada yang diinginkannyq lagi. Ziyan hanya menggeleng.

Setelah sendirian di kamar, Ziyan mencoba menghubungi Amanda--kekasihnya yang telah ia pacari selama lima tahun.

Namun, semenjak kecelakaan itu, Amanda hanya sekali mengunjunginya. Ini juga yang membuat emosi Ziyan tidak stabil sehingga ia menjadi pemarah.

Kali ini, Ziyan juga gagal menghubungi Amanda. Nomor ponsel dan segala akun selebgram itu tidak bisa lagi di akses oleh  Ziyan. Mungkin Ziyan telah di-blockirnya.

Ziyan kembali berteriak memanggil Aisyah. Ucapan Aisyah tadi mungkin ada benarnya. Apa salahnya ia mencoba keluar dari kamar dan menikmati udara di taman belakang.

"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Aisyah yang berdiri di ambang pintu kamar.

"Saya ingin ke taman belakang," ujar Ziyan ketus.

Aisyah mengambil kursi roda dan mendekatkannya di tepi ranjang. Dengan telaten Aisyah menurunkan kaki Ziyan dari tempat tidur hingga menginjak lantai. Lalu ia mencoba merangkul Ziyan, membantunya berpindah tempat dari tempat tidur ke kursi roda.

Cukup sulit. Postur tubuh Aisyah yang tidak seimbang dengan postur tubuh Ziyan.

"Kamu bisa kerja, nggak, sih?" Kembali suara keras Ziyan terdengar karena Aisyah kesulitan membantunya berpindah.

"Maaf, Tuan," jawab Aisyah pelan nyaris berbisik.

Aisyah mendorong Ziyan ke halaman belakang, aroma bunga yang sedang mekar menyeruak menembus indera penciuman.

Aisyah berlari kecil mengitari taman bunga, sesekali ia membungkukkan badannya melihat ke arah rimbunan bunga.

"Apa yang kamu lakukan?" teriak Ziyan.

"Mencari kupu-kupu. Kalau di kampung saya, nih, ya, Tuan, pasti banyak kupu-kupu di atas bunga-bunga mekar gini," gumam Aisyah.

"Namanya juga kampung," sahut Ziyan ketus.

"Iya, Tuan. Kalau mau berenang, tinggal pergi ke sungai saja, Tuan. Airnya dingin, segar pokoknya."

"Pasti kotor."

"Tidak, Tuan. Airnya jernih--air gunung," sahut Aisyah sambil tersenyum. "Tapi kalau sudah hujan deras, air sungai meluap. Jangan coba-coba berenang, entar hanyut."

"Hanya orang bodoh yang mau berenang di kondisi seperti itu," sahut Ziyan.

Mendengar ucapan Tuan muda itu, Aisyah hanya menyengir kuda.

"Tuan," panggil Aisyah.

"Hmmm." Ziyan hanya menggumam panggilan Aisyah.

"Kata pelayan di sini, dua minggu lagi Tuan akan menikah. Lalu saya nggak ngurus Tuan lagi?"

"Tentu tidak. Ada istriku yang akan mengurus." Senyum Ziyan terkembang membayangkan semua itu.

"Lalu nasib saya bagaimana, Tuan?"

"Bukan urusanku. Paling kamu diantar ke kampung lagi."

Mendengar ucapan Ziyan, Aisyah merengut.

"Kenapa? Kamu tidak suka?"

"Kalau saya pulang kampung, pasti saya dipaksa nikah dengan Tuan Ramdan," ucap Aisyah lirih.

"Siapa dia?" Sepertinya Ziyan cukup tertarik atas jawaban Aisyah.

Aisyah menarik nafas sebelum menjawabnya. "Rentenir tempat bapak berhutang."

Mendengar jawaban Aisyah, Ziyan tertawa sangat besar.

"Dasar orang miskin, sudah tidak ada harta juga tidak ada harga diri," lontar Ziyan menyakitkan. "kalau begitu kamu bekerja saja di rumahku, menjadi pembantu kami." Sambung Ziyan seolah memberi angin surga kepada Aisyah.

Matahari bersinar terik, Aisyah mendorong Ziyan kembali ke dalam rumah.

Buk Siska sedang duduk di kursi ke besarannya. "Kita ke kantor, Zi!" ajak Nyonya Siska.

"Tidak akan. Aku malu dengan kondisi seperti ini." Ziyan membantah.

"Perusahaan kita menunggu kamu. Yang sakit itu hanya kaki kamu. Bikan otak kamu." Nyonya Siska terlihat sedikit kesal.

"Urus saja pernikahan saya! Tinggal dua minggu lagi," Elak Ziyan

Sepertinya Ziyan lebih tertarik jika membahas tentang pernikan itu daripada kerjaan kantor. Lelaki tiga puluh satu tahun ini, sudah melamar kekasihnya itu dengan cara yang cukup romantis. Untuk acara pernikahan ini ia telah menyiapkan sebuah pesta bertema internasional.

"Baiklah." Nyonya Siska mengalah.

"Semuanya sudah beres, kamu tenang saja Zi!" gumam Nyonya Siska.

"Tapi ...."

"Tapi kenapa, Zi?" Nyonya Siska menutup majalah bisnis yang ada di tangannya.

"Aku tidak bisa menghubungi Amanda beberapa hari ini."

"Mungkin dia sedang sibuk, endorse destinasi wisata yang tidak ada signal, mungkin."

Nyonya Siska berusaha membuat alasan agar Ziyan tenang.

Mendengar percakapan ibu dan anak tersebut. Aisyah merasa sangat aneh. Di kampungnya, satu bulan sebelum menikah, anak perempuan tidak boleh lagi keluar rumah. Lah, ini malah tinghal dua minggu lagi masih saja pergi-pergi.

"Kenapa kamu bengong?" Suara Ziyan mengejutkan Aisyah.

Ziyan minta diantar kembali ke kamarnya. Aisyah menuruti saja perintah Tuan Muda itu dari pada ipit ia mengamuk dan  kata-kata kasar.

***

Aisyah menerima jadwal kerja seminggu dari Nyonya Siska dan jadwal kegiatan Ziyan yang lainnya. Hari ini Ziyan akan mengadakan meeting, meeting itu akan diadakan dengan cara telekomfren.

Seperti biasa, pukul tujuh pagi Aisyah masuk ke kamar Ziyan dan membuka seluruh gorden. Seperti biasa juga, Ziyan akan mengupat, memarahi Aisyah karena telah mengganggu tidurnya.

"Hari ini jam delapan pagi Tuan ada meeting," ujar Aisyah setelah Ziyan berhenti mengupat.

"Kalau begitu siapkan baju kerjaku!" perintah Ziyan.

Aisyah membantu Ziyan ke kamar mandi. Mendudukan ia di sebuah bangku yang diletakkan di bawah Shower. Setelah Aisyah mendekatkan perlengkapan mandi pria bertubuh atletis  ini, ia menunggu di luar kamar mandi sambil merapi-merapikan kamar yang selalu saja berantakkan serta menyiapkan pakaian yang diperintahkan oleh Ziyan.

Setelah selesai mandi, Ziyan berteriak melihat pakaian yang disiapkan oleh Aisyah.

"Dasar orang kampung, pakaian apa yang kamu pilihkan?" Ziyan melemparkan pakaian itu ke wajah Aisyah.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
sabar....sabar ..aisyah demi 5 jt...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Terapi

    "Temani aku di sini!" ucap Ziyan kepada Aisyah ketika Aisyah membantunya masuk ke kamar."Ha?" ucap Aisyah terkejut. "Mana boleh." Aisyah terlihat panik.Ziyan tidak kalah terkejut mendengar suara Aisyah yang naik satu oktaf."Helo, jangan mikir macam-macam! Kamu pikir nemani apa?" bentak Ziyan.Aisyah senyum-senyum menahan malu.Ziyan mendorong kepala Aisyah. "Jangan ke PD-an! Siapa juga yang mau tidur sama kamu, nggak level."Aisyah membalikkan badannya, ia sangat malu. Merasa terlalu bodoh. Otaknya kenapa menjadi mesum gini."Udah buruan bantu aku ke tempat tidur!" pekik Ziyan, ia telah mengangkat sedikit pantatnya.Setelah Ziyan berada di tempat tidur, Aisyah merapikan selimut Ziyan. Lalu ia memilih duduk di sofa yang letaknya di tengah ruangan menghadap ke TV LED yang tertempel di dinding kamar.

    Last Updated : 2021-09-05
  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Hutang Bapak

    Aisyah berjalan tergesah-gesah setelah ia dijemput oleh Nia--adiknya dari tempat ia bekerja, rumah juragan Yanto. Aisyah setiap hari bekerja memasak dan membersihkan rumah di rumah juragan tersebut."Ayuk, Kak! Buruan!" Nia menarik tangan Aisyah agar Aisyah mempercepat langkahnya."Emang Bapak bikin ulah apa lagi?" tanya Aisya kesal."Bikin hutang lagi, lah, Kak," ucap Nia tidak kalah kesal.Aisyah hanya bisa menghembus nafas berat. Baru saja dua bulan lalu, ia melunasi hutang yang dibikin ayah tirinya kepada Juragan Yanto. Sekarang sudah berhutang lagi kepada Tuan Ramdan."Kenapa Ibu tidak pisah saja dari laki-laki parasit itu," upat Nia sepanjang perjalanan."Husttt! kamu nggak boleh bicara begitu, Ni! Entar ada yang dengar dan mengadu lagi ke Ibu. Kita juga yang bakalan disalahkan lagi.""Aku heran, Kak. Kenapa Ibu sebucin itu. Cakep j

    Last Updated : 2021-09-05
  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Hari Keberangkatan

    Nia masih menangis di kamar, wajahnya ia benamkan di bantal. Ini pertama kali dia akan berjauhan dari Aisyah."Ternyata Nia bisa nangis juga," ledek Aisyah saat ia memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam tas ransel semasa ia sekolah dulu."Kak ...." Nia kembali merengek."Ini demi kamu, demi ibu, demi Andra juga. Kamu mau lihat kakak dipaksa nikah sama Tuan Ramdan atau izinkan kakak pergi?" ujar Aisyah lembut sambil mengelus rambut lurus Nia.Nia bangun dan langsung memeluk Aisyah erat. Aisyah meneteskan air mata tetapi segera dihapusnya, jangan sampai Nia melihatnya menangis. Walau berat, ini semua harus ia jalani.Aisyah melepaskan pelukkan Nia, lalu merogoh saku celananya. Ia memberikan beberapa lembar uang kepada Nia."Simpan, jangan sampai tau bapak!" bisik Aisyah.Tadi pagi-pagi Aisyah berangkat ke rumah juragan Yanto untuk mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Se

    Last Updated : 2021-09-05

Latest chapter

  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Terapi

    "Temani aku di sini!" ucap Ziyan kepada Aisyah ketika Aisyah membantunya masuk ke kamar."Ha?" ucap Aisyah terkejut. "Mana boleh." Aisyah terlihat panik.Ziyan tidak kalah terkejut mendengar suara Aisyah yang naik satu oktaf."Helo, jangan mikir macam-macam! Kamu pikir nemani apa?" bentak Ziyan.Aisyah senyum-senyum menahan malu.Ziyan mendorong kepala Aisyah. "Jangan ke PD-an! Siapa juga yang mau tidur sama kamu, nggak level."Aisyah membalikkan badannya, ia sangat malu. Merasa terlalu bodoh. Otaknya kenapa menjadi mesum gini."Udah buruan bantu aku ke tempat tidur!" pekik Ziyan, ia telah mengangkat sedikit pantatnya.Setelah Ziyan berada di tempat tidur, Aisyah merapikan selimut Ziyan. Lalu ia memilih duduk di sofa yang letaknya di tengah ruangan menghadap ke TV LED yang tertempel di dinding kamar.

  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Hari Pertama Kerja

    Ziyan begitu frustasi dengan kondisinya saat ini. Enam bulan setelah peristiwa kecelakaan mobil tersebut, ia belum juga bisa berjalan seperti sediakala. Segala pengobatan telah ia jalani, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Namun, kursi roda masih setia menemaninya.Satu persatu temannya menjauh, tidak ada lagi dering telepon yang mengajaknya bergabung di club malam, tidak ada lagi traveling bersama pasangan masing-masing. Waktu enam bulan telah membuka sifat mereka.Pukul tujuh pagi, Aisyah masuk ke kamar Ziyan. Kain gorden masih tertutup rapat tanpa celah, pendingin ruangan masih menyala dengan suhu cukup dingin. Ziyan masih mendengkur halus sambil memeluk guling. Saat tidur begini, wajahnya begitu polos seperti bayi sedang memeluk tubhh ibunya.Aisyah mengutip kertas-kertas yang berserakkan di lantai. Entah apa yang dikerjakan Ziyan tadi malam. Saat Aisyah membuka gorden, cahaya matahari pagi berhasil menerobos j

  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Hari Keberangkatan

    Nia masih menangis di kamar, wajahnya ia benamkan di bantal. Ini pertama kali dia akan berjauhan dari Aisyah."Ternyata Nia bisa nangis juga," ledek Aisyah saat ia memasukkan beberapa potong pakaiannya ke dalam tas ransel semasa ia sekolah dulu."Kak ...." Nia kembali merengek."Ini demi kamu, demi ibu, demi Andra juga. Kamu mau lihat kakak dipaksa nikah sama Tuan Ramdan atau izinkan kakak pergi?" ujar Aisyah lembut sambil mengelus rambut lurus Nia.Nia bangun dan langsung memeluk Aisyah erat. Aisyah meneteskan air mata tetapi segera dihapusnya, jangan sampai Nia melihatnya menangis. Walau berat, ini semua harus ia jalani.Aisyah melepaskan pelukkan Nia, lalu merogoh saku celananya. Ia memberikan beberapa lembar uang kepada Nia."Simpan, jangan sampai tau bapak!" bisik Aisyah.Tadi pagi-pagi Aisyah berangkat ke rumah juragan Yanto untuk mengerjakan pekerjaan seperti biasa. Se

  • Kontrak Nikah Seratus Hari   Hutang Bapak

    Aisyah berjalan tergesah-gesah setelah ia dijemput oleh Nia--adiknya dari tempat ia bekerja, rumah juragan Yanto. Aisyah setiap hari bekerja memasak dan membersihkan rumah di rumah juragan tersebut."Ayuk, Kak! Buruan!" Nia menarik tangan Aisyah agar Aisyah mempercepat langkahnya."Emang Bapak bikin ulah apa lagi?" tanya Aisya kesal."Bikin hutang lagi, lah, Kak," ucap Nia tidak kalah kesal.Aisyah hanya bisa menghembus nafas berat. Baru saja dua bulan lalu, ia melunasi hutang yang dibikin ayah tirinya kepada Juragan Yanto. Sekarang sudah berhutang lagi kepada Tuan Ramdan."Kenapa Ibu tidak pisah saja dari laki-laki parasit itu," upat Nia sepanjang perjalanan."Husttt! kamu nggak boleh bicara begitu, Ni! Entar ada yang dengar dan mengadu lagi ke Ibu. Kita juga yang bakalan disalahkan lagi.""Aku heran, Kak. Kenapa Ibu sebucin itu. Cakep j

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status