"Seperti biasanya, Mas! jawab Dhaniel menaikkan alisnya.Naya mengernyit dan bingung dengan kode yang terjadi di antara mereka.Seperti biasanya? Apa maksud mereka? tanya batin naya penasaran.Sesaat, kedua bola Naya mengerling ketika kecupan manis suaminya mendarat tepat di pipi chubby yang ia miliki.Mas Alen! kata batin Naya menoleh ke arah alen."Sudah lihat, kan! Sekarang, pergilah! Sebentar lagi aku akan bersiap bekerja," usir Alen secara halus."Siap, Mas! Kalo begitu saya pulang dulu. Permisi, Mas, Mbak!" kata Dhaniel pergi meninggalkan mereka."Hati-hati!" teriak Naya mengejutkan Alen.Dahi Alen mengeryit. Ia menoleh ke arah istrinya yang begitu perhatian terhadap Dhaniel."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alen dengan ketus.Naya menoleh. Wajah tampan yang dimiliki suaminya terlihat sembab dan terlihat menahan amarah yang tertahan."Apa kamu selalu berbuat seperti itu pada semua lelaki yang kamu kenal?" tanya Alen melepas pelukannya.Naya merapatkan bibirnya. Ia tak menyangka j
Sempurna. Kata itulah yang memang sudah tertera di diri Naya.Perlahan, Alen ikut berbaring dan menopang tangan di kepala memandang wanita yang kini menguasai hatinya.Aku tak akan membiarkan orang lain menyentuh apa yang sudah menjadi milikku ini! kata batin Alen bersiap mengecup kening istrinya itu. Tapi, niatnya terhenti saat bunyi telpon miliknya berdering mengganggunya.Alen mendesah sebal. Perlahan, ia mulai bangkit dan mengambil ponsel miliknya yang tergeletak tepat di samping ponsel milik kanaya.Kedua mata Alen mengerling saat opa menghubungi dirinya. Dengan cepat dan tanpa protes sedikitpun, Alen menjawab vidio call dari sang opa."Iya, Opa?" jawab Alen memasang senyum indahnya."Apa kamu ke kantor?" tanya Opa yang terlihat sedang menyeruput kopi."Iya!" jawab Alen."Bagus! Datanglah bersama Kanaya. Ada seseorang yang ingin bertemu dengan kalian!" ucap Opa mematikan vidio call yang tersambung itu secara tiba-tiba."Seseorang? Siapa?" tanya Alen berpikir.Sesaat,Alen menghel
Pak Hotman dan istrinya saling menatap satu sama lain. Mereka seakan tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut Arga.Yes! Akhirnya mereka termakan dengan kata-kata mutiaraku. Hah, tak sabar melihat mereka merendahkan martabat dan harga diri dari Alen Towsar yang sombong itu! gerutu batin Arga tersenyum.Di depan restoran, Alen membenarkan rambut Naya yang sedikit berantakan. Rambutnya yang panjang ikal menggantung membuat istrinya begitu mempesona. Apalagi memakai dress berwarna hitam selutut, kulit putih mulusnya kian terpancar begitu saja."Sebenarnya siapa yang ingin bertemu dengan kita, Mas. Kenapa opa tak memberitahu kita?" tanya Naya penasaran. Jari jemari tangannya tak berhenti membenarkan jas milik suaminya yang sedikit berantakan."Mana ku tahu! Bersikaplah seperti pasangan pada umumnya. Dan ingat! Jangan pernah mempermalukanku di depan semua orang. Mengerti!" ucap Alen mengingatkan.Naya tersenyum. Perlahan, ia mulai meraih tangan alen dan menggenggamnya dengan erat.
"Tapi, Mas. Jika aku pulang, bagaimana dengan mas Alen? Bukankah tangan mas sedang sakit?" tanya Naya."Jangan khawatir! Kalo aku membutuhkan sesuatu, aku akan minta tolong sekretaris kantor," jawab Alen yang membuat Naya terkejut mendengarnya.Sekertaris? Sekertaris cantik kemarin? batin Naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Pulanglah!" perintah Alen membuka pintu mobil untuk istrinya.Alen mengernyit menatap Naya yang sama sekali tak merespon apa yang ia perintahkan.Jentikan tangan Alen membuyarkan lamunan naya seketika."Masuk!" Naya tak bisa menolak. Tanpa banyak buang waktu Naya masuk ke mobil tanpa Alen di sampingnya."Langsung pulang!" pinta Alen terkejut saat Naya meraih tangan dan mencium punggung tangannya."Iya!" jawab Naya mencoba untuk tersenyum.Alen menutup pintu mobil itu secara perlahan. Tatapan matanya tak berhenti menatap ke arah naya yang mulai pergi meninggalkan dirinya.Hari ini, kamu sudah banyak membantuku. Dan aku tak mau kamu lelah mengurusi seg
"Makan rujak dan berkeinginan aneh merupakan ciri-ciri!" tulisnya dalam layar laptopnya.Sesaat, kedua matanya mengerling menatap ciri-ciri keanehan kanaya yang tertera dalam layar laptop miliknya."Orang ngidam? Hamil?" Alis Alen bertaut seketika. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat melihat kata-kata yang membuat dirinya seakan tak percaya."Apa iya dia sedang hamil?" tanya Alen merapatkan bibirnya seraya berpikir.Di mall, Naya turut prihatin mendengar cerita tentang perampokan yang terjadi pada Mama Dina."Mama sangat terluka waktu itu. Lihat! Tangan mama sampai seperti ini," ucap mama Dina memperlihatkan lengan miliknya yang tertutup dengan plester."Bahkan kartu kredit milik suami kamu pun raib di bawa perampok itu!""Sabar ya, Ma. Siapa tau dengan kejadian yang menimpa, Tuhan memberikan kita rejeki melimpah tak terduga!" ucap Naya seraya mengusap bahu milik mama tirinya itu. Argh! Malah ceramah lagi!! gumam batin mama Dina mencoba untuk tersenyum.Laura mulai beraksi.
"Apa seserius itu?" tanya Alen mengernyit saat anggukan Diego kepadanya.Jangan-jangan, keinginan aneh yang dilakukan naya karena pengaruh rasa sakitnya ini. Dan bukan karena hamil. Ya Tuhan, padahal aku sangat bermimpi menjadi seorang ayah! gumam Alen menghela nafas panjang."Mas!" Jentikan tangan Diego membuyarkan lamunannya.Alen mengecap bibirnya yang sexy seraya menopangkan kedua tangan di pinggang.Kedua matanya melirik ke arah sopir sekaligus bodyguard yang berdiri tepat di hadapannya."Apa jangan-jangan mbak naya keracunan, ya, Mas?" tanya Diego yang membuat Alen mengernyitkan dahi."Maksud kamu?" "Waktu di mall, saya melihat cewek tadi memasukkan sesuatu ke dalam minuman mbak Naya, Mas. Dan untungnya ada saya, jadi mbak Naya tak sampai meminumnya. Tapi, takutnya, sebelum kedatangan saya, mbak naya memakan sesuatu dari cewek itu," tutur Diego menjelaskan."Cewek itu? Siapa yang kamu maksud?" tanya Alen penasaran."Saya kurang tau, Mas. Yang jelas, mbak Naya memanggil wanita s
"Suaminya sangat pintar dan cerdas. Jika anda memiliki kesalahan padanya, dia akan pastikan akan membawa anda ke dalam jeruji besi!" Perkataan Roy yang mulai terlintas dalam benak mama Dina.Apa mereka seorang polisi? Apa mereka datang karena suruhan dari suami kanaya? Kan, hanya kanaya yang memanggilku dengan sebutan mama Dina? tanya batin Mama Dina mengira. Ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat salah satu orang tersebut menyodorkan berkas untuknya."Bacalah dengan teliti. Jika anda mau menanda tangani surat perjanjian ini, anda bisa menerima uang yang ada di koper ini!" tunjuk orang tersebut membuka koper yang berisikan tumpukan uang.Seketika, dua bola mata indah mama Dina mengerling menatap uang yang berwarna merah berada di hadapannya. Uang yang sudah lama tak ia dapatkan selama ini.Uang? Ya Tuhan, apa aku sedang bermimpi? batin Mama Dina bertanya."Mama Dina?" tanya orang itu mengagetkan mama Dina."Ya," jawab Mama Dina mendongak menatap mereka yang terlihat menun
"Heem," lirih Naya terkejut saat Alen tiba-tiba membopong tubuh ala bridal milik istrinya tersebut."Mas, kenapa menggendongku?" tanya Naya bingung."Aku yang akan mengantarmu!" ucap Alen mengejutkan istrinya itu."Tapi, Mas!" ucap Naya terhenti saat tatapan mata tajam mengarah padanya."Bukankah aku ini suami kamu? Apa kamu malu pada suami kamu sendiri?" Pertanyaan Alen benar-benar membuat Naya tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya merapat dan mulai menenggelamkan wajahnya tepat di dada milik suaminya."Tak mungkin aku malu, Mas. Tubuhku ini sepenuhnya sudah menjadi milikmu. Justru, aku berpikir mas Alenlah yang ...," kata Naya terhenti."Diamlah! Semakin kamu bicara, tubuhmu terasa sangat berat," ucap Alen seraya menggeret infus milik istrinya itu."Iya," jawab Naya yang tersenyum senang.****Di rumah, bunda Elena tak sabar menunggu kabar dari adik iparnya. Kabar yang mampu menjawab rasa penasaran yang selalu menaungi pikirannya."Kenapa Ana tak kunjung memberi kabar? Bukan
Aroma parfum Diego juga tercium jelas olehnya. Ia mendongak dan terkejut saat dirinya juga tak sadar akan tingkahnya yang dengan mudahnya bersandar di bahu bodyguard sang kakak.Oh my God! Apa yang aku lakukan? Bisa-bisanya aku bersandar di bahu Diego? batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dengan perlahan, ia mengangkat kepala dan mencoba menjauh dari pelukan Diego."Hush hush, Sayang. Kamu ingin cepat pulang, ya? Yuk! Kita ke mobil duluan. Tunggu papa dan mama di sana saja, ya!" ucap Rania mencoba menenangkan bayi yang ia gendong. Sebuah trik untuk menjauh dari Diego tanpa mengeluarkan kata-kata. Diego mengernyit. Jemari tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap wanita yang telah membuat perasaannya tak karuan."Rania, tunggu!" gegas Diego mengikuti langkah Rania.Alen melepas pelukannya. Ia menyeringai seraya membelai rambut indah istrinya yang terikat."Siapa yang mengikat rambutmu?" tanya Alen menyapu
"Aku sangat merindukan kakak. Aku akan memeluk tubuh kakak yang hangat itu sebagai pengobat rinduku selama dua tahun ini!" Naya terperangah dan tak percaya mengingat kembali sebuah pesan yang membuat dirinya cemburu buta dan mengharuskan pergi dari rumah.Ya Tuhan, apa iya dia Rania yang mengirim pesan pada suamiku itu? batin Naya bertanya. Bibirnya merapat, ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat pikiran itu terus menaungi dirinya."Kamu mengenal suami saya?" tanya Naya penasaran.Rania tersenyum senang. Mungkin waktu ini sangat tepat untuk meminta maaf pada Naya dengan apa yang ia perbuat. Sebuah pesan yang seharusnya tak ia lakukan di saat Alen sudah mempunyai istri.***Ana Towsar seakan tak percaya dengan keputusan putranya itu. Meninggalkan rumah mewah yang sudah ia tempati beberapa puluh tahun lamanya."Sebenarnya apa sih yang ada di otak kamu, Ga? Bagaimana mungkin kita tinggal di rumah seperti ini? Kamu kan tau, penyakit mama akan kambuh jika hidup kekurangan seper
Alen menoleh. Alisnya bertaut saat mendengar nama Rania terlontar dari percakapan pengendara lain.Rania, apa yang mereka maksud adalah Rania adikku? batin Alen bertanya.Tanpa pikir panjang. Alen mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam saku celana. Dua bola matanya mengerling saat membuka pesan dari Rania."Kak, sampai mana? Kak Naya membutuhkan donor darah secepatnya." Pesan singkat yang membuat Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Ya Tuhan, apa naya dalam bahaya? Alen buru-buru memasukkan ponselnya dan segera meluncurkan motor balapnya dengan cepat saat lampu merah berganti hijau.Di tengah perjalanan, Alen menghentikan laju kendaraannya lagi. Ia mendesah sebal saat beberapa orang membuat keributan di jalan menuju arah vila.Alen membuka helm. Sudut matanya mengerut melihat para petani yang terlihat begitu melas dan lelah.Apa yang mereka lakukan pada para petani itu? batin Alen mulai melangkah. Tanpa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia melangkah men
Apa iya Naya yang di maksud Rania? Mana mungkin dia akan melahirkan. Usia kandungannya kan baru tujuh bulan dan .... kata batin Alen terhenti saat melihat naya terbaring kesakitan seraya memegang perut besarnya.Naya! kata Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kak, cepetan ke sini!" kata Rania membuyarkan lamunan Alen."Aku akan segera ke sana!" gegas Alen mematikan ponselnya seketika.Naya menoleh saat mendengar suara yang tak asing baginya. Suara khas yang selalu membekas dalam benaknya."Hah, syukurlah! Akhirnya Kak A ...," kata Rania terhenti."Maaf, apa boleh saya pinjam ponselnya?" Naya beralih posisi untuk berbaring ke kanan. Ia mencoba untuk tersenyum meski dirinya merasakan sakit akan kontraksi yang terus melanda."Oh, tentu saja. Silahkan!" Rania melangkah menghampiri dan menyodorkan ponsel miliknya. "Terimakasih!" jawab Naya dengan cepat mengetik nomor milik Alen. Namun, jemari tangannya terhenti saat ia lupa akan nomor milik suaminya.Senyum manisnya mengemban
Saking penasarannya, ia menyentuh air tersebut. Naya terperangah dan terkejut saat meyakini air itu adalah air ketuban."Ya Tuhan, apa aku akan melahirkan sekarang?" Naya duduk seraya memegang perutnya. Ia menoleh ke arah jalan yang sama sekali sepi dari kendaraan. Dahinya mengernyit, bibirnya merapat menahan rasa sakit yang semakin menjadi.Mas Alen, bagaimana ini? Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" ucap batin naya mengatur nafasnya secara perlahan.Naya menoleh saat mendengar suara hentakan kaki mengarah padanya. Senyumnya mengembang dan dengan sekuat tenaga mencoba bangkit untuk meminta pertolongan. Sosok wanita berambut pendek berlari ke arahnya."Kakak, Kakak baik-baik saja?" tanya Rania memegang tangan Naya yang penuh dengan keringat."Tolong saya! Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang!" pinta Naya menahan sakit sembari memegang perutnya.Alis Rania bertaut melihat kaki Rania mengalir sebuah air ketuban.Apa kakak ipar mau melahirkan? Bukankah Kak Alen bilang kalo
Mau kemana dia? Kenapa dia pergi begitu saja?" tanya Naya memanyunkan bibirnya.Tubuhnya lemas dan kecewa akan sikap Alen yang mengacuhkan dirinya. Kedua matanya menatap makanan yang sudah ia tata dengan rapi. "Setidaknya ia memakannya sedikit saja sebelum pergi. Tak tau apa, betapa kerasnya aku menyiapkan semua ini! Pasti dia pergi untuk menemui Rania itu," gerutu Naya mendesah sebal.Beberapa menit kemudianCeklekNaya menoleh menatap ke arah pintu tersebut. Senyum manisnya tertoreh dan berharap Alen kembali untuk makan dengannya.Dia kembali! gegas Naya beranjak dari duduknya. Namun, harapannya sirna. Naya terkejut. Ia tersenyum tipis saat melihat orang yang menjadi tempat curhat saat ia ada masalah datang menghampiri dirinya."Naya, maaf! Ibu lancang masuk ke sini. Habisnya pintunya tak teekunci," kata Bu Angel berjalan menghampiri."Tak apa, Bu. Memang pintu itu terbuka lebar untuk menyambut kedatangan Bu Angel," tutur Naya tersenyum.Bu Angel menoleh menatap beraneka mgakanan
Ya Tuhan, siapa orang itu? Kenapa dia masuk dalam villa ini? Apa yang harus aku lakukan? Mas Alen, aku takut!"Mbak Naya, jika mbak tidak mau pulang. Jangan lupa kunci semua pintu ya, Mbak. Dan jangan keluar di waktu malam hari!" Perkataan Diego yang kembali melintas dalam benaknya. Bibir Naya merapat. Jemari tangannya menggenggam erat selimut yang menutupi tubuhnya. Keringat dingin mulai keluar mengimbangi rasa takut yang menguasai dirinya.Perlahan, tangannya turun memegang perut yang terasa menggetarkan tubuhnya.Sayang, maafkan mama, ya? Tak seharusnya mama membiarkanmu ikut cemas seperti ini! gumam batin Naya menghela nafas panjang.Apa orang ini adalah orang yang akan mencelakaiku? batin Naya bertanya. Jantungnya kian berdegup kencang saat hentakan kaki terdengar mengarah padanya. Mas Alen, bagaimana ini? Apa aku benar-benar berpisah sebelum aku bertemu denganmu? Mas Alen, aku ....DegSudut mata Naya mengernyit. Ada sedikit cahaya yang menembus di antara kegelapan yang berad
"Sekarang kamu tau kan, siapa orang yang membuat istri kakak ngambek?" tanya Alen."Jadi, ini semua karena aku?" tanya Rania seakan tak percaya jika dirinya adalah penyebab kaburnya kanaya."Ya Tuhan, Kak Alen! Aku minta maaf, ya?" "Sudahlah! Kamu tak perlu merasa bersalah. Kakak akan mengatasi kesalah pahaman yang terjadi ini," tutur Alen mematikan rokoknya."Tapi, Kak. Aku merasa bersalah banget membuat kakak ipar salah paham gegara pesanku itu." Bibir Rania memanyun. Raut wajahnya yang biasanya selalu ceria mendadak suram akan masalah yang terjadi.Alen menghela nafas panjang. Tangannya dengan lembut mengusap rambut pirang yang dimiliki Rania. "Percayalah! Kakak akan menyelesaikan ini semua dengan cepat. Kakak juga tak sabar memperkenalkan kamu dengan dia. Memperkenalkan adikku yang belum dia ketahui," ujar Alen mencoba menenangkan hati Rania.Drt ... Drt. ...Diego calling ...Tanpa banyak buang waktu, Alen mengangkat telepon dari bodyguard tersebut. Berharap apa yang ia rencanak
Alen mengeryit dan terbelalak kaget saat melihat chat dari Diego."Mas, Mbak Naya keluar dari rumah!"Pesan dari Diego yang membuat Alen terkejut setengah mati. Spontan, Alen menghubungi Diego. Jari jemari tangannya meraih jas yang ia letakkan di bahu kursi putarnya."Diego, kamu di mana?" tanya Alen begitu panik. Suaranya yang lantang membuat Rania terbangun dari tidurnya. Mata yang masih sayu menoleh menatap Alen yang terlihat begitu panik. "Apa yang terjadi, Kak?" tanya Rania menghampiri Alen."Rania, Kakak harus pulang sekarang. Istri kakak keluar dari rumah," gegas Alen pergi meninggalkan Rania seorang diri."Keluar dari rumah?" tanya Rania mengernyitkan keningnya. Jari jemari tangannya mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Apa emang begitu ya, kalo hidup berumah tangga?"Di mobil, Naya terdiam seribu bahasa. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah jendela mobil yang memperlihatkan pemandangan indah di sepanjang perjalanan.Bisa-bisanya mas Alen bermain di bel