Naluri aja, Jas 🫢
“Aku tidak bersemangat! Kau tidak melihat para pengawal itu? Mereka begitu dekat dengan kita,” kilah Elena. “Minggir!” Jason berhasil menghindar dari tangan Elena yang hendak mendorongnya. Alhasil, Elena jatuh tersungkur ke depan. “Pft ....” Jason menahan tawa sambil menutup mulut dengan kepalan tangan. “Kau benar-benar sangat menyebalkan!”Elena bangkit, lalu berlari kecil ke kamar mandi setelah menyambar salah satu pakaian sembarangan. Setelah selesai mandi, dia baru melihat gaun yang dipakainya seperti setengah jadi. ‘Ini lebih baik daripada pakai jaring nelayan.’ Beruntung, ada satu jubah mandi di kamar mandi. Elena keluar tanpa melepaskannya. Jason sepertinya kecewa melihat Elena tak memakai salah satu baju yang disiapkan William. “Kau akan tidur dengan handuk basah?” Dia berdecak-decak. “Kenapa? Kau menungguku memakai salah satu baju itu?” Elena tersenyum miring. “Tidak. Tapi, kau akan mengecewakan Papa William yang sudah susah payah menyiapkan itu semua.” Jason melewati
“Aku salah bicara. Maksudku, aku tidak mau melihatmu kurus setelah liburan. Papa William akan berpikir aku tidak mengurusmu.” Jason mendengus. “Apa kau tidak lihat, aku jadi panik gara-gara kau sakit?” “Kau tidak perlu mengurusiku. Lakukan apa pun yang ingin kau lakukan sekarang.” Elena hampir saja berpikir jika Jason juga datang dari masa depan. Dia tersenyum tanggung. ‘Itu tidak mungkin, bukan?’ “Jangan berisik! Buka mulutmu!” Jason kembali menyodorkan makanan untuk Elena. Elena menepis tangan Jason pelan agar makanan di sendok yang dipegangnya tak tumpah. “Aku tidak mau! Perutku tidak nyaman.” “Sekali lagi, kau hanya makan sesuap!” Jason tak menyerah. Dia membujuk Elena seperti anak kecil yang tak mau makan. Elena yang tak tahan melihat tingkah Jason, terpaksa menelan makanan itu. Rasa mual di perutnya berangsur menghilang setelah beberapa jam menelan obat. Jason juga tak pergi ke mana-mana. Dia sesekali menyeka keringat di dahi Elena dan selalu menemaninya. “Cepat sembuh.
‘Mama?’ Kenapa wanita yang mengenakan baju serba putih itu bisa mirip sekali dengan mendiang Brenda? Elena mengedipkan mata, berjalan cepat ke arah Jason dan wanita itu. Dia menabrak beberapa pengunjung rumah sakit karena terlalu tergesa dan terpincang-pincang. Dia perlu segera memastikan jika penglihatannya tidak salah. Juga sebelum mereka pergi dari sana karena melihat keberadaan dirinya. “Hati-hati jalannya, Nona!” sergah orang yang ditabrak Elena. “Maaf, saya buru-buru.” Ketika Elena teralihkan oleh orang itu, wanita yang bicara dengan Jason sudah tak ada di sana. Jason kini sedang berjalan ke arahnya. “Kenapa kau ada di sini? Bagaimana dengan kakimu?” Jason bertanya seolah tak pernah bertemu siapa pun. “Kau ... dengan siapa kau bicara barusan?” Jason mengalihkan pandangan ke arah wanita berbaju putih, dan dengan gaya rambut yang sama dengan wanita yang dilihat Elena tadi. “Dia? Perawat itu memanggilku untuk menjemputmu.” Elena menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Waj
“Tentu saja aku tahu … aku masih hidup sekarang. Pertanyaanmu aneh-aneh saja.” Jason tersenyum kecil. Tidak. Bukan itu maksud Elena. Dia ingin menjelaskan maksud dari pertanyaannya. Akan tetapi, jika Jason ternyata tak tahu apa-apa, dia bisa menganggap Elena gila. Jason pasti akan mengadukan kepada William. Keadaan akan menjadi kacau setelahnya. ‘Mereka bisa-bisa memasukkanku ke rumah sakit jiwa.’ Lebih parahnya, Anna bisa saja mendengar berita Elena datang dari masa depan. Anna mungkin akan percaya dengan cerita itu dan menggunakan cara lain untuk membunuhnya. Itu akan menyulitkan Elena kelak. “Lupakan saja. Cepat nyalakan lampunya!” perintah Elena. Dia sudah tak tahan dengan kegelapan yang menyelimuti dirinya. Senter pada ponsel Jason terbalik karena buru-buru menggendong Elena. Punggung Elena terdesak di tembok kala Jason menggerakkan badan. Dia dapat merasakan dada kekar Jason mengimpit tubuhnya. Tangan kanannya meraba-raba dingin, mencari lagi sakelar lampu. “Pegang pundak
Sampai di kota mereka, Elena dan Jason langsung menuju kediaman Forbes. Mereka akan menginap di rumah itu sampai pernikahan Jenna dan Johan terlaksana keesokan paginya. Keduanya disambut oleh Jenna yang bermuka masam. Bibir Jenna mengerucut dengan mata memerah tanda habis menangis. “Selamat datang, Kak. Kalian pasti puas bersenang-senang,” sapa Jenna lesu, “Ada apa dengan wajahmu?” tanya Elena dengan wajah khawatir. Elena tak peduli dengan kemalangan apa pun yang menimpa sang adik tiri. Dia hanya penasaran, kesialan apa yang terjadi pada Jenna sehingga wajahnya kusut seperti itu. Dia akan bersorak setelah tahu apa pun kemalangan yang menimpa Jenna. “Pesta pernikahanku, Kak …. Semua yang Kakak siapkan seminggu lalu dibatalkan oleh Papa,” adu Jenna sambil merengek. “Sungguh? Bagaimana bisa? Kenapa Papa melakukan itu? Ya ampun … aku tidak menyangka jika Papa tega sekali denganmu. Apa Papa tidak pernah menganggapmu sebagai anak kandungnya?” Elena seolah berada di pihak Jenna. Namun,
“Papa akan memanggilkan dokter sekarang!” seru William dengan mata berbinar-binar. “Apa!?” pekik Elena. “Siapa yang sakit?” William memeluk Elena penuh haru. Matanya berkedip-kedip, menahan air mata bahagia. “Kau pasti sedang mengandung, Sayang. Mamamu dulu juga bersikap sepertimu saat sedang mengandung.” Mulut Elena terbuka lebar. Dia menatap Jason sarat makna. Seakan sedang minta tolong untuk menjelaskan pada William jika dia tidak sedang hamil. Jason justru berpaling darinya. Dia pun terkejut dengan dugaan William yang jauh dari kenyataan. Bagaimana mungkin Elena bisa mengandung, sementara mereka bahkan belum pernah melakukan hubungan badan!? “T-tidak, Papa, aku hanya mual karena perjalanan jauh. Keringat Jason agak bau dan membuatku semakin ingin muntah,” sanggah Elena. Jason menatap tajam Elena. Tak terima dengan tuduhan menyedihkan itu. Dia belum mandi, tetapi yakin sekali keringatnya tidak bau! William mendorong pundak Elena sambil menatapnya penuh pengertian. “Kau jang
Jenna akhirnya memakai gaun pengantin miliknya sendiri. Terlihat jelas jika dia sangat menyesal telah merobek gaun yang dibelikan Elena. Terlebih lagi, dia telah kehilangan seluruh perhiasannya hanya demi mendapatkan gaun pengantin yang tak sesuai harapan. Dengan sikap buruknya, para pelayan dan perias pun jadi setengah hati melayani. Alhasil, gadis itu masuk ke aula di kediaman Forbes dengan penampilan sederhana dan kurang bersinar. Ya. Pernikahan itu tak jadi diselenggarakan di gedung besar, melainkan di kediaman Forbes atas perintah William. Jumlah tamu undangan pun tak sampai dua ratus orang, yang dihadiri oleh sanak saudara dan teman-teman dekat. “Kau sudah puas dengan keadaan ini?” bisik Jason. Elena menjawab dengan senyuman manis. Tidak. Elena belum puas, sebelum melihat Jenna dan Anna keluar dari kehidupannya. Ini semua belum seberapa ketimbang penderitaan dirinya saat di kehidupan pertama. Mengingat kehidupan di masa itu, Elena sekilas membayangkan dirinya yang berada d
“Adik Ipar, kami bukan pasangan remaja yang harus saling menempel di setiap tempat,’ balas Elena tenang. Johan tertegun melihat Elena yang sekarang telah banyak berubah. Tak lagi bersikap kekanak-kanakan seperti saat masih jadi kekasihnya. Elena dulu selalu manja padanya. Namun, setiap kali Johan merayu agar bisa bermesraan di kamar, Elena akan tegas menolak. Tak seperti Jenna yang bersikap baik dan seperti wanita matang di usianya yang lebih muda dari Elena. Jenna juga menganggap, hubungan perlu didasari oleh sentuhan fisik yang menyenangkan. Karenanya, Johan sempat tergila-gila akan tubuhnya. Sekarang, Johan justru merasa bahwa Elena lebih baik dari Jenna. Elena terlihat elegan, anggun, mandiri, dan kuat. Di saat yang sama, mantan kekasih yang dia sia-siakan itu masih terlihat menggemaskan ketika tertawa. Kenapa dia terlambat menyadari kelebihan Elena? Seandainya dia mau dan bisa bersabar menahan godaan Jenna, bukan Jason yang menjadi pria beruntung yang dapat menikmati keindaha