Saat kami di perjalanan pulang, Arga memoerhatikanku terus, mungkin karena tingkahku yang berbeda. Sialan laki-laki tadi membuat aku merasa tak nyaman, jika saja dia tidak muncul mungkin aku dan Arga masih di sana."Sebenarnya kamu kenapa?" Tanyanya penasaran."Aku_aku tidak apa-apa, cuman aku merasa pusing aja," jawabku mengelak."Yaudah kita mampir di tempat makan dulu, yah." Ajaknya."Yaudah, terserah kamu."Kami pun berhenti di salah satu tempat makan. Dan ketika aku dan Arga sedang makan tiba aku dikejutkan Bu Anita yang kebetulan dia berada di sana juga sedang membeli makanan."Kamu mau makan sama apa?" Tanya Arga. "Aku mau makan baso aja, kepalaku pusing mungkin kalau makan baso kayaknya enak." Jawabku, kebetulan di tempat makan itu tersedia berbagai jenis makanan dan jajanan. Bukan hanya nasi dan lauk pauk. "Mau aku beliin obat dulu, agar sakit kepala kamu sembuh." Sahutnya."Nggak usah, nantindi rumah aja kebetulan aku punya obat sakit kepala." Ucapku seraya mengaduk-aduk b
"Ga," aku mencoba berbicara pelan." "Iya." Jawabnya seraya memainkan benda ipihnya tersebut."Kamu nggak pulang dulu ke rumah Naya?" Tanyaku seraya duduk di dekatnya."Kenapa memangnya? Kamu nggak suka aku di sini terus?" Sahutnya."Bukan gitu, aku cuman nggak enak pada Naya, takutnya Naya berpikir aku yang larang kamu pulang ke rumahnya.Arga hanya menatapku dan entahlah apa yang dia pikirkan ku kira mungkin dia hanya memikirkan tentang apa yang aku tanyakan. "Iya, nanti aku akan pulang." Ucapnya cepat."Kok gitu jawabnya, kayak yang terpksa!" "Nggak aku biasa aja." Ketusnya."Bukan aku ngusir kamu, loh! Aku cuma nggak ingin Naya berpikir yang negatif tentang aku, kamu tahu sendiri, kan. Sekarang aja Naya sudah merasa kesal sama aku, mungkin dia juga benci sekarang sama aku." Lirihku. "Iya, aku tahu. Tapi aku ke sini juga izin sama Naya, dan dia izinkan aku, cuman mungkin dia merasa kesepian tanpa adanya aku. Setelah aku pulang pasti aku lama lagi ke sini, aku sebenarnya masih ka
Di lain tempat, Naya yang masih menunggu Arga pulang, dengan perasaan bercampur dalam hatinya. Dia sangat resah dengan pikiran yang tak tentu bahkan seakan dia sangat ingin menghampiri Arga ke tempat Alara. Namun dia pikirkan lagi tudak akan ada untung dan hasil meskipun ia datang ke sana, pada kenyataannya Arga akan tidak akan merubah pemikirannya."Bu," panggil Nila ketika Naya sedang melamun di depan rumahnya."Iya!" Lamunannya tersadar ketika Nila memanggilnya. "Alea sudah terlelap tidur di kamarnya, saya mau pergi ke pasar dulu, mau membeli sayuran." Izin Nila."Oh, iya. Nanti aku temani Alea, sekarang kamu pergi saja." Ucap Naya dengan suara pelan."Eh, tapi. Tumben kamu beli bahan makanan ke pasar? Bukankah di kulkas masih ada sisa bahan makanan!" Lanjutnya. "Memangnya Pak Arga nggak bilang kalau dia mau pulang hari ini?" Tanya Nila Naya hanya melongo melihat Nila ketika bilanh bahwa Arga mau pulang. Kenapa dia bilang sama Nila pada Naya nggak bilang kalau mau pulang hari in
Pandanganku tertuju sama Arga. Dia pun menatapku serupa, kata-kata Naya sangat menyinggungku, tapi aku mencoba untuk tak menimpalinya. Biarkan saja semaunya kata-kata apapun ia luapkan aku paham dan mengerti perasaannya."Nay! Nay!" Arga memanggilnya, namun, Naya tak menghiraukannya ia tetap berjalan cepat menuju kamarnya. "Sudah, Ga. Menurutku wajar saja Naya bersikap begitu, aku tak masalah dengan prilakunya, karena mungkin jika aku juga seperti Naya akan lebih dari itu." Ucapku mencoba menenangkan suasana. "Kemauannya apa, sih! Aku begini karena awalnya dia yang minta, terus salahku hanya mempertahankan kamu, tapi dia egois semua harus keinginannya saja yang di turuti tapi kemauanku ia tak setuju." Arga sedikit emosi hingga sebelah tangannya mengepal. "Wajar Naya bersikap demikian!" Suara seorang wanita menimpali kata-kata Arga."Ibu!" Aku menatap ke arah suara tersebut, ternyata Bu Riska yang memotong kalimat Arga tersebut. Bakal dapat cacian besar dari mulut Wanita separuh ba
Di perjalanan pulang, aku mampi dulu di sebuah tempat. Kebetulan jalan arah kosanku ada sebuah danau kecil, aku pernah ke sana dan tempatnya sejuk sekali. Bakal enak buat meneduhkan hati yang sedang galau, pemandangan di sana pun sangat indah. Pinggir danau banyak bunga-bunga cantik berwarna-warni, pengunjung pun banyak ke sana, apalagi muda-mudi yang datang dengan pasangannya masing-masing. "Aku merasa tenang bila berada si sini!" Ucapku seraya menghirup sejuknya angin berhembuskan. Kemudian aku duduk ditepi danau diatas rumput hijau yang sangat rapi terurus. "Boleh aku duduk?" Tanya seorang Pria bertubuh tinggi di belakangku dengan memebawa sebotol air mineral."Oh, iy-iya. Boleh silahkan." Aku menengoknya ke arah belakang dengan mengulas senyuman."Sendirian?" Tanyanya seraya duduk di pinggir tempat dudukku. "Iya." Jawabku datar."Kenalkan, aku Rey." Ujarnya mengulurkan tangan."Aku, Alara." Aku menjabat tangannya seraya mengulas senyum.Lelaki yang ku perkirakan Empat puluh
Rey dengan serius mendengarkan ceritaku, walaupun aku tahu dia bukanlah siapa-siapa dan kenal, pun. Baru sekarang, tapi seakan-akan dia sudah sejak lama akrab. "Oh, iya. Kamu sekarang kesibukannya apa?" Lanjutku."Sekarang aku masih bekerja di kantor, aku tidak meninggalkan pekerjaanku walaupun keadaanku memang sangat rumit. Karena hanya pekerjaan itulah satu-satunya harapan untuk kehidupanku," katanya. "Tak terasa ternyata waktu cepat juga berjalan, kayaknya aku pulang, deh." sahutku seraya melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. "Oh, iya. Sama aku juga mau pulang, makasih udah mau mendengarkan curhatanku. Lain kali kita bertemu lagi di sini, jika tuhan mempertemukan kita lagi." Ucapnya seraya tersenyum."Oke, mudah-mudahan kita jumpa lagi. Terimakasih juga karena udah mau dengarin kisahku juga, kalau begitu aku duluan yah." Kataku seraya berdiri kemudian melangkah meninggalkan Rey yang masih duduk di tempatnya.Aku pun, pergi dari tempat tersebut. Kemudian aku
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam akhirnya aku datang di rumah Ibuku. Rumah yang sangat megah dengan taman yang luas saat Ibuku membuka gerbangnya aku mulai melangkahkan kakiku masuk di perantaran rumah tersebut, kulihat bunga-bunga indah tertata rapi di atas pot. Menampakan suasana yang sangat sejuk, kemudian Ibuku membuka pintu rumah dan mengajakku untuk masuk, di dalam rumah terlihat sangatbrapi sekali walaupun jarang di tempati oleh Ibuku, namun, rumahnya tidak terasa sunyi seperti banyak orang yang selalu menempatinya."Ayo, kita masuk, Nak." Ajak Ibuku seraya menjingjing koper. "Ini rumah Ibu?" Aku bertanya heran."Iya, ini rumah Inu pemberian dari Almarhum Kakekmu. Kamu suka kan?" Tanyanya seraya berjalan pelan."Sepertinya suasananya sejuk, Bu. Aku suka dengan suasana yang amat sejuk. " Sahutku dengan melihat sekeliling halaman rumah tersebut."Ini rumahmu sekarang, Ibu tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu, apapun yang Ibu miliki saat ini itu juga milikmu." Li
Penjelasan Arga membuat Naya terdiam, setelah di pikirkannya memang benar Alara hadir dalam hidupnya tidaklah sama sekali mengganggu kebersamaannya dengan Arga, hanya saja Naya terlalu takut kehilangan Arga. Oleh sebab itulah dia merasa resah gelisah karena takut Arga di miliki Alara seutuhnya. "Nay! Semua ini terjadi karen keinginan kamu, terus kenapa sekarang kamu risaukan semuanya! Saat ini aku hanya ingin kamu mengerti, beri aku waktu untuk memutuskan semuanya, aku akan berikan jawaban tapi setelah semuanya tenang." Arga mencoba berbicara pelan. "Aku begini karena aku sangat mencintaimu, Mas. Dan aku tidak ingin orang yang aku cintai lepas hanya karena wanita lain merampasnya." Ujarnya penuh takut. "Jika saja Alara setega itu maka dia sudah melakukannya, dia selalu mengingatkan aku untuk berlaku adil padamu dan untuk tidak melepaskanmu, tapi kamu selalu berprasangka buruk tentang Alara." Ucapnya agak tenang. "Sekarang kamu fokus pada Alea, anak yang selama ini kamu harapkan.