Mayla bernapas lega saat tahu dirinya sudah diizinkan pulang ke rumah oleh Dokter. Wajahnya tampak sumringah."Duh yang mau pulang ke rumah, wajahnya kayak bocil dikasih es krim," ledek Wirya."Eh, aku seneng tau Mas, aku kangen banget soalnya sama suasana rumah, apalagi sama Alex.""Sama aku kangen nggak? Seharian ini kan kita nggak ketemu," bisik Wirya."Ngapain kangen sama orang jutek," jawab Mayla mencebik dengan pipi merona.Wirya hanya tertawa kecil, lalu mengenggam tangan Mayla mengajaknya masuk ke dalam mobil."Alex pasti senang banget lihat aku pulang Mas," ucap Mayla. Ia sudah membayangkan, putranya yang tampan itu akan berlari kecil menyongsong kedatangannya dengan pipi gembulnya."Pasti dong, tadi pulang kerja aku sempat mampir ke toko kue dan juga toko mainan. Tuh beli black forest kesukaan Alex, sama mainan lego," ujar Wirya seraya melirik ke bangku belakang mobil, tempat dimana ia meletakkan barang-barang yang ia beli khusus untuk Alex."Makasih ya Mas, kamu udah perhat
Malam ini Mayla benar-benar merasa gelisah luar biasa, bagaimana tidak? Hari ini dirinya akan dibawa Wirya berkunjung ke rumah orang tuanya untuk berkenalan dengan mereka. Mayla sungguh gugup, ia sangat takut jika statusnya yang seorang janda anak satu bakal dipermasalahkan oleh orang tua Wirya. Jika benar itu terjadi, Mayla lebih baik memilih mundur saja.Bukannya merasa insecure dengan diri sendiri, tapi Mayla hanya mencoba berpikir realistis saja. Orang tua mana sih yang rela anak lelaki kebanggaannya, yang tampan, muda, dan kariernya cemerlang, memilih menjalin hubungan asmara dengan seorang janda? Sudah punya anak pula.Seorang Wirya yang tampan dan muda, meskipun lebih tua 2 tahun dari Mayla, namun masih bujangan. Kariernya sebagai pengacara juga sedang bersinar terang, rasanya sangat bisa kalau ia ingin mendapatkan perempuan manapun yang segalanya lebih dari Mayla.Mayla memilih mengenakan dress v-neck berwarna biru pastel selutut. Di bagian pinggang ada aksen kerut yang menunj
Heni tampak masih belum mengerti dengan maksud gelengan kepala Mayla. Ia bertanya apakah Mayla masih gadis perawan dan kekasih putranya ini malah menggelengkan kepalanya, apakah itu berarti Mayla sudah tidak gadis lagi? "Apa maksud kamu Mayla? Apa kamu sudah tidak gadis lagi?" tanya Heni penasaran.Wirya yang melihat Mayla terlihat tak nyaman ditanyakan hal seperti itu oleh Bundanya dengan cepat mencoba menyampaikan keberatannya. "Bunda apaan sih, nanyanya kok gitu amat. Biar Wirya aja yang jawab. Pertanyaan Bunda itu sudah bikin Mayla jadi nggak nyaman.""Loh kan Bunda nanyanya sama Mayla, kok malah kamu yang mau jawab? Kamu diam saja Wirya, Bunda mau lihat langsung kejujuran Mayla. Kalau dia ingin menjadi istri kamu, dia harus jujur. Karena Bunda nggak suka sama perempuan tukang bohong," ujar Heni."Bun, kendalikan emosimu, lagian untuk apa kamu bertanya seperti itu?" tegur Sasongko~ Ayah Wirya."Kalian berdua ini kenapa sih? Kok malah jadi menyalahkan Bunda. Ayo Mayla kamu jawab p
Mayla menatap layar ponselnya, entah sudah berapa kali nama 'Mas Wirya' tertera di sana. Mayla masih merasa enggan untuk mengangkat panggilan dan membalas semua chat dari Wirya. Kejadian kemarin malam masih begitu membekas di hatinya.Tadi pagi saja, ia bergegas pergi ke kantor duluan, sebelum Wirya datang untuk menjemputnya. Untuk saat ini Mayla merasa belum nyaman untuk bertemu dengan Wirya.Mayla tahu ini semua mungkin terasa tidak adil bagi Wirya. Karena semua yang terjadi bukanlah kesalahan pengacara muda yang sebenarnya sudah mendapatkan tempat istimewa di hati Mayla itu. Tapi mau bagaimana lagi, Mayla tidak mau hubungannya dengan Wirya menjadi lebih menyakitkan karena tidak adanya restu dari Ibunda Wirya.Sampai jam berdentang dua belas kali menandakan masuk waktu istirahat makan siang, Mayla masih tetap duduk termenung di kursi kerjanya, menimbang-nimbang apakah ia harus membuka hati dan berbicara kepada Wirya atau justru memilih untuk menjaga jarak demi melindungi hati mereka
Arumi tampak sedang berdiri di depan pagar sebuah rumah mewah bercat putih. Tidak terlalu besar namun terkesan elegan. Berkali-kali ia menggoyangkan kunci gembok pagar rumah itu. Sinar mentari yang cukup terik siang itu membuat Arumi menggunakan tas yang ia pegang untuk melindungi wajahnya."Mit...Mita...Miit," panggil Arumi dari balik pagar.Tak lama kemudian, tampak seorang perempuan berkulit putih seusia Arumi berjalan cepat untuk membuka pintu pagar.Gadis berpakaian seksi itu tampak tersenyum sumringah melihat sosok Arumi yang ada di hadapannya. "Ya ampun Arumiiiii, bentar ya aku bukain dulu kunci gemboknya," ujar Mita."Iya cepetan Mit, panas nih diluar," gerutu Arumi lalu kembali masuk ke dalam mobilnya dan membawanya masuk ke pekarangan rumah Mita, setelah pintu pagar dibuka oleh Mita."Yuk masuk, duh sejak jadi istri orang kaya kamu makin glowing aja ya Rum, kangen banget aku sama kamu Rum," ujar Mita tersenyum."Iya Mit aku juga. Kangen banget curhat sama kamu. Banyak yang
Arumi bergidik ngeri saat sudah berada di depan rumah besar yang meskipun mewah namun arsitekturnya agak aneh, begitu banyak patung dan auranya sungguh mencekam."Mit, seriusan ini rumahnya Mbah Jarwo? Mewah sih rumahnya, tapi kok seram ya, merinding aku," ujar Arumi seraya menggamit erat lengan Mita."Iya Rum, ini rumahnya Mbah Jarwo. Kan aku sudah beberapa kali kemari. Jadi nggak mungkin salah. Memang sih kelihatannya agak seram, tapi Mbah Jarwo orangnya baik kok, nggak nyeremin sama sekali. Ayo Rum, jangan ragu, kita masuk aja," ujar Mita sambil merangkul Arumi dan membawanya melangkah masuk.Mereka berdua masuk ke dalam rumah Mbah Jarwo dan disambut oleh seorang pelayan wanita tua berpakaian serba hitam yang mengantar mereka ke ruang tamu. Secara tak sengaja mereka berpapasan dengan artis sinetron yang kini tengah naik daun, meskipun wajahnya memakai masker, namun Arumi dan Mita yang memang pecinta sinetron, mengenali artis berpakaian seksi itu."Tuh kan, liat nggak, Rum? Ada art
Suasana di kantor tempat Mayla bekerja tampak agak berbeda hari ini. Terlihat para karyawan berpakaian lebih rapi dari biasanya. Didepan kantor juga tampak dihias sedemikian rupa seakan-akan tengah menyambut kedatangan seorang tamu penting.Mayla yang baru saja datang pagi ini tampak merasa heran dengan semuanya."Yu, ini mau ada acara apaan sih? Kok tumben semua karyawan pakaiannya pada rapi, dan kantor juga kayak dihias gitu. Ada klien penting yang mau datang ya?" tanya Mayla pada Rahayu yang tampak sedang berdandan."Duh, Mbak Mayla ini gimana sih? Memangnya Mbak nggak baca pengumuman di WA grup kantor," jawab Rahayu."Nggak Yu, tadi malam ponselku memang aku matikan. Sampai pagi ini aja aku belum lihat ponsel. Memangnya ada pengumuman apa sih?""Gini loh Mbak, putra sulungnya Pak Waluyo, hari ini mau datang ke kantor. Dia kan baru selesai pendidikan di Amerika. Jadinya dia sudah siap buat menggantikan posisi Pak Waluyo sebagai CEO di kantor ini," jelas Rahayu."Maksud kamu Mas Arga
Bukan apa-apa, Mayla merasa heran saja karena tidak biasanya Pak Waluyo memanggil ke ruangannya sepagi ini. Biasanya Mayla mengantar laporan keuangan ke ruangan Pak Waluyo sekitar pukul sepuluh pagi. "Kenapa ya, Yu? Ada apa sih, kok tumben aku dipanggil Pak Waluyo sepagi ini?""Entahlah, Mbak, mungkin ada pekerjaan atau bisa jadi Bos minta laporan keuangan dari Mbak Mayla lebih cepat. Ayo cepat ke ruangannya sebelum beliau marah Mbak," jawab Rahayu seraya menggedikkan bahunya.Mayla mengangguk dan segera beranjak dari tempat duduknya. Dengan langkah sedikit cepat, dia menuju ke ruangan Pak Waluyo. Setibanya di sana, Mayla mengetuk pintu dan membukanya perlahan.Tok...tok...tok"Permisi Pak."Terlihat Pak Waluyo sedang duduk di belakang meja kerjanya. Tak sendiria, ternyata Arga juga ada di sana, berdiri tepat di sebelah kanan Pak Waluyo"Silakan masuk, Mayla," ucap Pak Waluyo tersenyum ramah.Mayla masuk dan menutup pintu di belakangnya. "Ada yang bisa saya bantu, Pak? Kata Rahayu, Pa
"Ayo turun Sayang! Kita sudah sampai di rumah sakit," ajak Adam melihat Arumi yang nampak masih terpaku, dan seakan tidak berniat untuk turun dari mobil."Kamu beneran yakin kalau Bapak sama Ibu kamu sudah bisa menerima kehadiran aku jadi istri kamu Mas?" tanya Arumi ragu. Matanya melirik malas pada para pengunjung yang tampak lalu lalang di pelataran parkir rumah sakit.Adam menghela napas panjang, "Yakin Rum, soalnya mau gimana pun kerasnya mereka menolak, kenyataannya kamu itu memang sudah jadi istriku sekarang. Ibu dari calon anakku yang sedang kamu kandung. Dan kamu jangan takut Rum, aku akan selalu ngebelain kamu kok. Jadi kamu jangan cemas ya. Yuk kita turun," ujar Adam mencoba meyakinkan istrinya."Iya deh, tapi ee..Kenapa kita nggak langsung ke rumah orang tua kamu aja sih Mas, ngapain kita ke rumah sakit. Aku capek, mau istirahat.""Ya ampun Sayang. Apa kamu lupa? Sekarang kan Ibu lagi sakit dan dirawat di rumah sakit ini. Jadi kita besukin Ibu dulu. Kan memang kita kemari t
Wirya senyum-senyum sendiri melihat Mayla yang masih tampak cemberut sejak tadi. Sejak Diana berlalu dari hadapan mereka, kekasihnya itu hanya diam saja dan hanya mengaduk-aduk makanan di hadapannya. Ia tahu kalau Mayla pasti masih bertanya-tanya di dalam hati tentang sosok Diana."Sayang... Makanannya kok cuma diaduk-aduk aja dari tadi?""Lagi nggak laper Mas, udah kenyang.""Ya nggak mungkinlah, belum juga dimakan udah kenyang, malam ini kan kamu belum makan apa-apa May. Aku nggak mau kamu sakit. Alex juga pasti sedih kalau Mommy-nya jatuh sakit.""Udah makan kok, baru aja," jawab Mayla pelan tanpa melihat ke arah Wirya."Makan apa? Makanan yang kita pesan aja cuma kamu aduk-aduk doang dari tadi.""Makan hati " cebik Mayla.Wirya tersenyum seraya meraih jemari Mayla lalu menggenggamnya erat. "Pasti ini karena kehadiran Diana kan?" tanya Wirya lembut."Kamu nggak pernah cerita sama aku.""Kan kamu nggak pernah nanya. Lagian dia cuma masa lalu Sayang. Kamu masa sekarang, dan masa dep
Mayla tertegun menatap sosok perempuan di hadapannya. Tingginya hampir sama dengan dirinya, namun perempuan ini memiliki wajah khas blasteran. Rambutnya pirang namun bola matanya berwarna hitam. Tubuhnya sintal dan karena mengenakan gaun yang menurut Mayla cenderung seksi dengan belahan gaun hingga menampakkan paha putih mulusnya serta kerah rendah yang membuat belahan dadanya bahkan sebagian kulit payudaranya yang putih menyembul keluar. Mayla harus mengakui, perempuan di hadapannya ini bisa dibilang cantik dan seksi.Namun bukan hal itu yang menjadi perhatian Mayla sekarang. Tapi cara perempuan itu memandang Wirya yang membuatnya menjadi tanda tanya besar dalam diri Mayla. Sebagai seorang perempuan, Mayla sangat mengerti bagaimana cara perempuan saat memandang orang yang sangat dia cintai. Dan itu terlihat jelas dari perempuan ini saat memandang Wirya!Mayla melirik ke arah Wirya. Sayup-sayup ia mendengar bibir kekasihnya itu menggumam dan menyebut sebuah nama, dan ia masih bisa san
Mayla bergegas mematikan laptop di hadapannya lalu membereskan berkas yang ada di mejanya. Tak sabar ingin segera pulang. Hari ini memang cukup melelahkan, banyak laporan keuangan yang harus Mayla cek. Lantaran Arga sedang membuka cabang baru Sky Value di kota lain.Trrrrt.. Trrrrt.. Trrrrt..Mayla tersenyum menatap layar ponselnya, pesan dari Wirya.[Sayang, aku udah nunggu di parkiran ya..][Iya Mas, bentar lagi aku turun kok, sabar ya][Iya Sayang. I love U]Mayla langsung meraih tasnya dan bangkit dari duduknya."Pulang bareng yuk May," ajak Hilman yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Mayla."Aku udah dijemput Mas Wirya kok Mas, makasih ya," tolak Mayla halus."Oh, jadi kamu beneran sudah punya hubungan sama pengacara sombong itu May?""Iya Mas. Kamu nggak boleh menilai Mas Wirya seperti itu. Mas Wirya orang yang sangat baik.""Berarti kamu bohong dong sama aku, kamu bilang belum mau mikirin soal asmara dulu. Kamu waktu itu nolak aku, tapi rupanya kamu malah nerima cint
Wajah Arumi mendadak pucat pasi saat melihat Adam sudah berdiri di dekatnya dengan pandangan mata yang terlihat serius."Eh Mas Adam, ngagetin aja.""Kamu belum jawab pertanyaan aku Sayang, ritual apa yang kamu maksud? Terus kamu itu sekarang sedang bicara sama siapa?" Adam menatap tajam Arumi.Arumi menghembuskan napas perlahan. Mendengar ucapan Adam tadi, ia jadi sedikit lega. Sepertinya Adam tidak terlalu banyak mendengar apa yang tadi Arumi sedang obrolin sama Mita di telepon."Oh itu. Aku sama Mita lagi ngebahas tentang ritual eee...Ritual tujuh bulanan aku nanti diadakan dimana, gitu loh Mas," bohong Arumi.Adam mengerenyitkan dahinya, merasa tak yakin dengan jawaban Arumi. "Beneran kamu cuma lagi ngomongin itu Sayang?"Arumi mencoba untuk bersikap sewajar mungkin supaya Adam tidak curiga. "Bener dong Sayang, masa kamu nggak percaya sama aku sih. Aku ini kan istri kamu," ujar Arumi dengan muka cemberut.Adam masih terlihat ragu, "Tapi kamu kan belum pernah bicarain ritual tujuh
"Sayang, aku ada tugas ke luar kota selama dua hari. Kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal sendirian di rumah?" Adam menghampiri Arumi yang sedang minum susu khusus untuk wanita hamil."Ke kota mana Mas?" tanya Arumi."Surabaya, sekalian aku mau nengok kondisi Bapak sama Ibu. Atau kamu mau ikut Sayang?"Arumi berpikir sebentar, "Ya udah deh aku ikut aja Mas. Tapi apa Ibu sama Bapak kamu sudah mau nerima aku Mas?""Tenanglah Sayang, aku lebih paham betul sifat kedua orang tuaku. Aku yakin lambat laun mereka pasti bisa menerima kamu sebagai menantu mereka. Tapi kamu juga harus belajar jadi menantu dan istri yang baik. Jangan terlalu manja Sayang," ujar Adam.Arumi memanyunkan bibirnya, "Oh jadi Mas nggak suka nih kalau aku manja-manja sama Mas?"Adam tersenyum lalu merengkuh tubuh Arumi dan diletakkannya di pangkuannya. "Sayang, tentu saja aku senang dan gak apa-apa kalau kamu itu manja sama aku, karena aku suami kamu. Tapi kan gak semua orang bisa menerima sifat manja kamu itu. Jadi
Arga duduk dengan gelisah di ruangan kerjanya, sesekali ia berdiri lalu mengintip dari jendela. Lalu duduk lagi dan mendengus kasar. Diseruputnya segelas coklat hangat yang ada di atas meja, lumayan bisa meredakan sedikit hatinya yang gelisah.Bukan tanpa sebab ia begini. Ia sedang gelisah menunggu kehadiran Mayla. Tadi ia berpesan pada Rahayu, jika Mayla sudah masuk ke kantor, langsung suruh datang ke ruangan Arga. Namun hingga kini belum juga tampak batang hidungnya.Arga merasa tak sabar lalu melangkah keluar, menemui Rahayu yang tampak masih membenahi berkas di meja kerjanya."Yu, kamu sudah sampaikan pesan saya untuk Mayla kan?""Sudah Pak. Tadi saya titip pesan ke Bu Dewi yang satu ruangan sama Bu Mayla," jawab Rahayu. Dalam hati ia merasa kesal karena mengapa semua cowok yang ia taksir malah selalu tertarik pada Mayla. Dulu Wirya, dan sekarang Arga. Jelas sekali terlihat kalau atasannya ini menaruh hati pada Mayla, Rahayu bisa melihat dari sorot matanya dan sekarang, Arga begit
Sesosok perempuan paruh baya tampak terbaring lemas di atas ranjang pasien rumah sakit. Ditangannya terpasang selang infus. Begitu pula di hidungnya, terpasang alat bantu pernapasan. Wajahnya terlihat pucat dengan mata yang masih terpejam."Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya seorang lelaki paruh baya yang tak lain adalah Purnomo, ayahnya Adam dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir."Istri Anda sekarang ini sangat memerlukan istirahat yang cukup, kondisinya sekarang memang sudah cukup stabil, jangan terlalu khawatir. Tapi keadaannya masih harus terus dipantau," jawab dokter dengan lembut."Sebenarnya Ibu saya ini sakit apa Dok? Kenapa ibu saya bisa sampai drop seperti ini Dok? Saya sangat khawatir," ucap seorang perempuan cantik sambil menangis."Pertama-tama, kami akan melakukan tes dan diagnosis tambahan untuk memastikan kondisi ibu Anda. Mohon jangan menyerah dan tetap memohon pada Tuhan agar ibu Anda bisa pulih. Hingga kami mendapatkan hasil tes, sebaiknya Ibu Hild
Wirya kini merasa sudah kembali bersemangat untuk bekerja lantaran permasalahannya dengan Mayla sudah selesai. Mayla sudah memutuskan untuk tetap menjalani hubungan asmara bersama Wirya, dan itu benar-benar membuat Wirya sangat bahagia."Wirya!"Satu suara yang sangat ia kenal membuat Wirya harus menghentikan sejenak rasa bahagianya atas kembalinya Mayla ke pelukannya."Bunda.." ujar Wirya terkejut."Ya kenapa? Kamu kaget Bunda datang kemari? Kamu mau musuhi Bunda cuma gara-gara janda tak tahu diri itu?" semprot Heni.Wirya mendengus kesal, mengusap wajah perlahan demi menghilangkan rasa emosi yang muncul di dadanya sekarang. Dia juga kesal pada Mirna yang tidak memberi tahu kalau ibundanya datang. Tapi karena cukup tahu bagaimana sifat ibundanya. Wirya cukup maklum. Pasti Heni yang sudah menyuruh Mirna menuruti kemauannya."Please Bunda, aku lagi banyak kerjaan sekarang. Banyak kasus yang harus kutangani. Jadi tolong Bunda jangan nambah-nambahin pikiran aku dong Bun," jawab Wirya."B