Mentari perlahan sudah menampakkan sinarnya walau masih malu-malu. Memberi isyarat pada insan di bumi ini untuk memulai semua aktivitas duniawi.Jam weker di atas nakas tampak sudah menjerit-jerit berseru pada sang penulis janji. Namun sesosok tubuh di atas tempat tidur yang sepertinya masih belum puas dengan lelapnya hanya membuka dan mengangkat kelopak matanya sedikit saja. Tubuhnya rasanya masih sangat sulit ia kendalikan di bawah akal sehatnya, masih mengikuti naluri penatnya yang masih ingin terus berbaring lagi.Hingga telinganya mulai tak tahan dan menggerutu lantaran suara jam weker yang terus mengomel padanya, akhirnya mau tak mau dengan nyawa yang masih belum sepenuhnya terkumpul, Wirya perlahan membuka matanya. Tangannya yang kekar itu lalu meraba-raba di atas nakas untuk mematikan suara jam weker yang sejak tadi terus menuntutnya untuk bangun sesuai janjinya.Meskipun ingin sekali rasanya ia bisa tidur lebih lama lagi. Wirya sadar jika banyak sekali jadwal rutinitas yang h
"May, aku mau bicara hal penting sama kamu." Hilman tampak sudah berdiri di samping Mayla. Entah sejak kapan pria itu beranjak dari meja kerjanya, Mayla tidak begitu memperhatikan, lantaran dirinya masih fokus mengerjakan statistik keuangan Sky Value."Iya Mas, bicara saja, aku pasti mendengarkan kok. Tapi maaf kalau aku ngobrolnya sambil ngerjain ini ya Mas, soalnya aku diminta Pak Waluyo untuk menyerahkan diagram statistik ini nanti sore," ujar Mayla tersenyum dengan sedikit melirik ke arah Hilman lalu kembali tertuju pada laptopnya."Ya sudahlah nanti saja, pulangnya aku antar kamu ya May. Kamu hari ini nggak bawa mobil kan?" tanya Hilman. Ia melihat dengan jelas kalau Mayla pagi ini diantar oleh Wirya. Dan Hilman tak mau kecolongan lagi. Kali ini ia tak boleh didahului orang lagi untuk mendapatkan Mayla. Sudah terlalu lama ia mencintai Mayla."Iya Mas Hilman, aku emang nggak bawa mobil. Tapi sayangnya aku sudah janji mau dijemput oleh temanku pulang nanti, maaf ya Mas," jawab Mayl
Wirya benar-benar merasa tak tenang, meskipun saat ini ia tengah meeting dengan klien, namun pikirannya selalu tertuju pada sosok Mayla."Baiklah Bu Aisyah, untuk penandatanganan berkasnya nanti sekretaris saya akan menghubungi Ibu terkait kapan jadwal untuk datang ke kantor saya," ujar Wirya."Baiklah Pak Wirya, sungguh saya sangat senang sekali bisa mendapat bantuan hukum dari Pak Wirya. Masih muda tapi sangat mumpuni. Kalau saya punya anak gadis, sudah saya jodohkan Pak Wirya dengan dia, sayangnya anak saya laki-laki semua Pak He...he," Bu Aisyah menjabat tangan Wirya sambil tersenyum."Terima kasih Bu, kalau begitu saya permisi dulu ya Bu," pamit Wirya."Iya silahkan Pak Wirya.""Mir, jangan lupa nanti berkas ini dikirim salinannya pada saya via email ya," pesan Wirya pada Mirna."Baik Pak.""Ya sudah, saya pulang duluan ya Mir," ujar Wirya pada sekretarisnya itu. Mirna mengangguk, padahal sebenarnya ia menunggu tawaran dari Wirya agar diantar pulang. Tapi nyatanya Bosnya yang tam
Arumi berlari masuk ke dalam kamar lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, perasaaan kesal dan kecewa membuatnya memilih untuk mengunci pintu kamar. Meski Adam berulang kali mengetuk pintu dan memanggil-manggil namanya, Arumi tetap tak bergeming.Ia tampak mengenakan kebaya berwarna putih dan wajahnya juga full make up. Di tangannya juga terpasang ukiran henna.Tok...Tok....Tok"Arumi! Buka Sayang, jangan ngambek begini dong. Kita kan sekrang sudah sah sebagai suami istri. Kamu jangan seperti anak kecil. Aku akan jelasin semuanya sama kamu!" seru Adam dari luar kamar seraya tak henti mengetuk pintu."Aku kesal sama kamu Mas! Bukan pernikahan seperti ini yang aku inginkan, kamu jahat!" jawab Arumi sambil terus menangis terisak."Kamu harus mengerti kondisiku Arumi, ayo kita bicara. Aku akan jelaskan semua sama kamu Sayang," seru Adam lagi.Arumi bangkit dari tempat tidur, lalu sambil menyeka air matanya, ia membuka kunci pintu kamar. Adam lalu masuk dan langsung memeluk istri yang b
Mayla dengan halus mendorong pelan kotak perhiasa berisi cincin yang Hilman sodorkan untuknya. Mau bagaimana lagi, meskipun rasanya tak tega dan kasihan, namun Mayla harus jujur dengan kata hatinya tentang perasaannya pada Hilman.Pernikahan itu bukan tercipta dari rasa kasihan, namun dari rasa cinta kedua belah pihak. Jika yang saling mencintai seperti dirinya dan Adam dulu saja bisa bercerai, apalagi yang hanya dari rasa kasihan."Maaf ya Mas, Mayla sangat menghargai sekali perasaan Mas Hilman yang sudah tulus mencintai aku. Sejak dulu Mas Hilman selalu baik dan peduli padaku. Tapi mohon maaf sekali lagi Mas, aku benar-benar nggak bisa menerima lamaran Mas ini, karena sejak dulu dan sampai saat ini, aku hanya menganggap Mas Hilman sebagai teman biasa saja. Lagipula saat ini aku hanya ingin fokus pada karier dan juga membesarkan Alex, aku belum memikirkan soal menikah lagi Mas. Maafin aku ya, karena aku nggak bisa terima cincin pemberian Mas ini," ujar Mayla pelan.Raut wajah Hilman
Kelopak mata Mayla yang entah sudah berapa lama tertutup itu, kini mulai menggeliat dan bergerak seiring dengan kesadaran yang mulai memasuki raganya. Mata Mayla terbuka perlahan, menyipit lalu mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan penglihatannya yang masih terasa berkunang-kunang dan kabur.Mayla sontak melenguh dan meringis saat merasakan rasa pusing di kepalanya. Rasa pusingnya itu semakin menjadi saat ia ingin memegang kepalanya namun ternyata kedua tangannya diikat dengan kencang. Jihan melirik ke arah kakinya, juga dililit dengan kencang.Mayla ingat betul, tadi saat diculik, salah satu penculik itu menempelkan tisu yang Mayla yakini sudah diberi obat bius untuk membuat Mayla tak sadarkan duri, karena sebelumnya Mayla memberontak sekuat tenaga.Sedih dan takut, itulah yang saat ini Mayla rasakan. Ia jadi menyesal sudah menolak Wirya yang ingin menjemputnya. Padahal pengacara muda itu sangat mengkhawatirkannya. Ah ponsel! Dimana ponselku sekarang? Batin Mayla. Dia baru ingat, kala
Wirya memasuki rumah mewah bernuansa taman bunga yang didesain ala Eropa dengan hati yang masih bertanya-tanya. Kediaman kedua orang tuanya ini memang memiliki interior dan eksterior yang klasik. Sang Ayah yang menyukai seni, sengaja Wirya hadiahkan desain rumah yang sesuai seleranya. Bundanya sangat suka tanaman dan bunga, makanya ada nuansa taman bunganya juga.Sebenarnya Wirya hanya membangun rumahnya saja, karena dulu rumah orang tua Wirya sangat sederhana. Bahkan mereka mati-matian bekerja agar Wirya bisa lulus kuliah.Namun setelah Wirya sukses dalam kariernya, ia mempersembahkan rumah ini untuk orang tuanya. Saat ini keluarga besar Wirya memang kebanyakan menjadi konglomerat dan terpandang, hasil kerja keras mereka. Salah satunya pemilik yayasan tempat Alex bersekolah yang merupakan Paman dari Wirya.Wirya yang merasa ingin tahu, apa maksud kejutan yang ibunya bilang di telpon. Melirik ke halaman, tampak terparkir 2 buah mobil mewah. Sepertinya sedang ada tamu yang berkunjung.
Jangan ditanya bagaimana khawatirnya perasaan Wirya saat mengetahui bahwa Mayla belum juga pulang ke rumah. Padahal hari sudah hampir larut malam. Sejak tadi memang firasatnya sudah tidak enak. Namun karena sudah terlanjur janji dengan bundanya, Wirya terpaksa pulang juga ke rumah orang tuanya."Ayo Mayla angkat Sayang! Jangan bikin aku khawatir Baby ," dengus Wirya karena berkali-kali ia telpon namun ponsel Mayla tidak aktif. Semua itu semakin menambah kecemasan Wirya saja.Sesampainya di rumah Mayla, Wirya langsung menghampiri Alex dan memeluknya. Bocah itu terlihat begitu sedih dan ketakutan."Om Ganteng, Mommy kok belum pulang, Alex jadi takut," ujar bocah kecil itu."Jangan takut ya Sayang, bentar lagi juga Mommy pulang kok. Alex bobok aja duluan sama Bik Atun. Om akan jemput Mommy ya. Nanti kalau Mommy sudah pulang, Alex pasti Om bangunin." Wirya memeluk dan mencoba menenangkan Alex."Iya Om Ganteng. Nanti kalau Mommy pulang tolong bangunin aku ya. Aku kangen sama Mommy."Wirya
"Ayo turun Sayang! Kita sudah sampai di rumah sakit," ajak Adam melihat Arumi yang nampak masih terpaku, dan seakan tidak berniat untuk turun dari mobil."Kamu beneran yakin kalau Bapak sama Ibu kamu sudah bisa menerima kehadiran aku jadi istri kamu Mas?" tanya Arumi ragu. Matanya melirik malas pada para pengunjung yang tampak lalu lalang di pelataran parkir rumah sakit.Adam menghela napas panjang, "Yakin Rum, soalnya mau gimana pun kerasnya mereka menolak, kenyataannya kamu itu memang sudah jadi istriku sekarang. Ibu dari calon anakku yang sedang kamu kandung. Dan kamu jangan takut Rum, aku akan selalu ngebelain kamu kok. Jadi kamu jangan cemas ya. Yuk kita turun," ujar Adam mencoba meyakinkan istrinya."Iya deh, tapi ee..Kenapa kita nggak langsung ke rumah orang tua kamu aja sih Mas, ngapain kita ke rumah sakit. Aku capek, mau istirahat.""Ya ampun Sayang. Apa kamu lupa? Sekarang kan Ibu lagi sakit dan dirawat di rumah sakit ini. Jadi kita besukin Ibu dulu. Kan memang kita kemari t
Wirya senyum-senyum sendiri melihat Mayla yang masih tampak cemberut sejak tadi. Sejak Diana berlalu dari hadapan mereka, kekasihnya itu hanya diam saja dan hanya mengaduk-aduk makanan di hadapannya. Ia tahu kalau Mayla pasti masih bertanya-tanya di dalam hati tentang sosok Diana."Sayang... Makanannya kok cuma diaduk-aduk aja dari tadi?""Lagi nggak laper Mas, udah kenyang.""Ya nggak mungkinlah, belum juga dimakan udah kenyang, malam ini kan kamu belum makan apa-apa May. Aku nggak mau kamu sakit. Alex juga pasti sedih kalau Mommy-nya jatuh sakit.""Udah makan kok, baru aja," jawab Mayla pelan tanpa melihat ke arah Wirya."Makan apa? Makanan yang kita pesan aja cuma kamu aduk-aduk doang dari tadi.""Makan hati " cebik Mayla.Wirya tersenyum seraya meraih jemari Mayla lalu menggenggamnya erat. "Pasti ini karena kehadiran Diana kan?" tanya Wirya lembut."Kamu nggak pernah cerita sama aku.""Kan kamu nggak pernah nanya. Lagian dia cuma masa lalu Sayang. Kamu masa sekarang, dan masa dep
Mayla tertegun menatap sosok perempuan di hadapannya. Tingginya hampir sama dengan dirinya, namun perempuan ini memiliki wajah khas blasteran. Rambutnya pirang namun bola matanya berwarna hitam. Tubuhnya sintal dan karena mengenakan gaun yang menurut Mayla cenderung seksi dengan belahan gaun hingga menampakkan paha putih mulusnya serta kerah rendah yang membuat belahan dadanya bahkan sebagian kulit payudaranya yang putih menyembul keluar. Mayla harus mengakui, perempuan di hadapannya ini bisa dibilang cantik dan seksi.Namun bukan hal itu yang menjadi perhatian Mayla sekarang. Tapi cara perempuan itu memandang Wirya yang membuatnya menjadi tanda tanya besar dalam diri Mayla. Sebagai seorang perempuan, Mayla sangat mengerti bagaimana cara perempuan saat memandang orang yang sangat dia cintai. Dan itu terlihat jelas dari perempuan ini saat memandang Wirya!Mayla melirik ke arah Wirya. Sayup-sayup ia mendengar bibir kekasihnya itu menggumam dan menyebut sebuah nama, dan ia masih bisa san
Mayla bergegas mematikan laptop di hadapannya lalu membereskan berkas yang ada di mejanya. Tak sabar ingin segera pulang. Hari ini memang cukup melelahkan, banyak laporan keuangan yang harus Mayla cek. Lantaran Arga sedang membuka cabang baru Sky Value di kota lain.Trrrrt.. Trrrrt.. Trrrrt..Mayla tersenyum menatap layar ponselnya, pesan dari Wirya.[Sayang, aku udah nunggu di parkiran ya..][Iya Mas, bentar lagi aku turun kok, sabar ya][Iya Sayang. I love U]Mayla langsung meraih tasnya dan bangkit dari duduknya."Pulang bareng yuk May," ajak Hilman yang entah sejak kapan sudah berdiri di samping Mayla."Aku udah dijemput Mas Wirya kok Mas, makasih ya," tolak Mayla halus."Oh, jadi kamu beneran sudah punya hubungan sama pengacara sombong itu May?""Iya Mas. Kamu nggak boleh menilai Mas Wirya seperti itu. Mas Wirya orang yang sangat baik.""Berarti kamu bohong dong sama aku, kamu bilang belum mau mikirin soal asmara dulu. Kamu waktu itu nolak aku, tapi rupanya kamu malah nerima cint
Wajah Arumi mendadak pucat pasi saat melihat Adam sudah berdiri di dekatnya dengan pandangan mata yang terlihat serius."Eh Mas Adam, ngagetin aja.""Kamu belum jawab pertanyaan aku Sayang, ritual apa yang kamu maksud? Terus kamu itu sekarang sedang bicara sama siapa?" Adam menatap tajam Arumi.Arumi menghembuskan napas perlahan. Mendengar ucapan Adam tadi, ia jadi sedikit lega. Sepertinya Adam tidak terlalu banyak mendengar apa yang tadi Arumi sedang obrolin sama Mita di telepon."Oh itu. Aku sama Mita lagi ngebahas tentang ritual eee...Ritual tujuh bulanan aku nanti diadakan dimana, gitu loh Mas," bohong Arumi.Adam mengerenyitkan dahinya, merasa tak yakin dengan jawaban Arumi. "Beneran kamu cuma lagi ngomongin itu Sayang?"Arumi mencoba untuk bersikap sewajar mungkin supaya Adam tidak curiga. "Bener dong Sayang, masa kamu nggak percaya sama aku sih. Aku ini kan istri kamu," ujar Arumi dengan muka cemberut.Adam masih terlihat ragu, "Tapi kamu kan belum pernah bicarain ritual tujuh
"Sayang, aku ada tugas ke luar kota selama dua hari. Kamu nggak apa-apa kan kalau aku tinggal sendirian di rumah?" Adam menghampiri Arumi yang sedang minum susu khusus untuk wanita hamil."Ke kota mana Mas?" tanya Arumi."Surabaya, sekalian aku mau nengok kondisi Bapak sama Ibu. Atau kamu mau ikut Sayang?"Arumi berpikir sebentar, "Ya udah deh aku ikut aja Mas. Tapi apa Ibu sama Bapak kamu sudah mau nerima aku Mas?""Tenanglah Sayang, aku lebih paham betul sifat kedua orang tuaku. Aku yakin lambat laun mereka pasti bisa menerima kamu sebagai menantu mereka. Tapi kamu juga harus belajar jadi menantu dan istri yang baik. Jangan terlalu manja Sayang," ujar Adam.Arumi memanyunkan bibirnya, "Oh jadi Mas nggak suka nih kalau aku manja-manja sama Mas?"Adam tersenyum lalu merengkuh tubuh Arumi dan diletakkannya di pangkuannya. "Sayang, tentu saja aku senang dan gak apa-apa kalau kamu itu manja sama aku, karena aku suami kamu. Tapi kan gak semua orang bisa menerima sifat manja kamu itu. Jadi
Arga duduk dengan gelisah di ruangan kerjanya, sesekali ia berdiri lalu mengintip dari jendela. Lalu duduk lagi dan mendengus kasar. Diseruputnya segelas coklat hangat yang ada di atas meja, lumayan bisa meredakan sedikit hatinya yang gelisah.Bukan tanpa sebab ia begini. Ia sedang gelisah menunggu kehadiran Mayla. Tadi ia berpesan pada Rahayu, jika Mayla sudah masuk ke kantor, langsung suruh datang ke ruangan Arga. Namun hingga kini belum juga tampak batang hidungnya.Arga merasa tak sabar lalu melangkah keluar, menemui Rahayu yang tampak masih membenahi berkas di meja kerjanya."Yu, kamu sudah sampaikan pesan saya untuk Mayla kan?""Sudah Pak. Tadi saya titip pesan ke Bu Dewi yang satu ruangan sama Bu Mayla," jawab Rahayu. Dalam hati ia merasa kesal karena mengapa semua cowok yang ia taksir malah selalu tertarik pada Mayla. Dulu Wirya, dan sekarang Arga. Jelas sekali terlihat kalau atasannya ini menaruh hati pada Mayla, Rahayu bisa melihat dari sorot matanya dan sekarang, Arga begit
Sesosok perempuan paruh baya tampak terbaring lemas di atas ranjang pasien rumah sakit. Ditangannya terpasang selang infus. Begitu pula di hidungnya, terpasang alat bantu pernapasan. Wajahnya terlihat pucat dengan mata yang masih terpejam."Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya seorang lelaki paruh baya yang tak lain adalah Purnomo, ayahnya Adam dengan raut wajah yang tampak sangat khawatir."Istri Anda sekarang ini sangat memerlukan istirahat yang cukup, kondisinya sekarang memang sudah cukup stabil, jangan terlalu khawatir. Tapi keadaannya masih harus terus dipantau," jawab dokter dengan lembut."Sebenarnya Ibu saya ini sakit apa Dok? Kenapa ibu saya bisa sampai drop seperti ini Dok? Saya sangat khawatir," ucap seorang perempuan cantik sambil menangis."Pertama-tama, kami akan melakukan tes dan diagnosis tambahan untuk memastikan kondisi ibu Anda. Mohon jangan menyerah dan tetap memohon pada Tuhan agar ibu Anda bisa pulih. Hingga kami mendapatkan hasil tes, sebaiknya Ibu Hild
Wirya kini merasa sudah kembali bersemangat untuk bekerja lantaran permasalahannya dengan Mayla sudah selesai. Mayla sudah memutuskan untuk tetap menjalani hubungan asmara bersama Wirya, dan itu benar-benar membuat Wirya sangat bahagia."Wirya!"Satu suara yang sangat ia kenal membuat Wirya harus menghentikan sejenak rasa bahagianya atas kembalinya Mayla ke pelukannya."Bunda.." ujar Wirya terkejut."Ya kenapa? Kamu kaget Bunda datang kemari? Kamu mau musuhi Bunda cuma gara-gara janda tak tahu diri itu?" semprot Heni.Wirya mendengus kesal, mengusap wajah perlahan demi menghilangkan rasa emosi yang muncul di dadanya sekarang. Dia juga kesal pada Mirna yang tidak memberi tahu kalau ibundanya datang. Tapi karena cukup tahu bagaimana sifat ibundanya. Wirya cukup maklum. Pasti Heni yang sudah menyuruh Mirna menuruti kemauannya."Please Bunda, aku lagi banyak kerjaan sekarang. Banyak kasus yang harus kutangani. Jadi tolong Bunda jangan nambah-nambahin pikiran aku dong Bun," jawab Wirya."B