“Dimana Kak Larasati? Aku mau melihatnya terlebih dahulu, bisa saja kamu curangi aku, setelah kau mendapatkan keris ini” balas Askara dengan mata yang menatap lekat kepada Aryo.
Aryo mendengus kesal, “Bawa perempuan itu kemari cepat!” perintah laki - laki itu kepada anak buahnya.
“Baik, Mas Aryo” ucap salah dari mereka, kemudian dia segera bergegas pergi untuk membawa Larasati kehadapan mereka.
Tak berapa lama kemudian, terdengarlah teriakan perempuan yang memecah keheningan, penuh dengan rintihan kesakitan. Suaranya meresap ke dalam jiwa, memberi kesan betapa perempuan itu dipaksa untuk mengikuti laki - laki yang kejam. Rambutnya ditarik dengan kasar, seolah - olah perempuan itu hanyalah hewan ternak yang tak berdaya.
“Aww, sakitt! Tolongg, jangan tarik rambutku dengan kasar!” teriak perempuan itu mengaduh kesakitan, disertai dengan tangisan yang tersedu - sedu.
“Jangan bawa Kak Larasati seperti itu, bedebah!” teriak Askara dengan nada yang penuh dengan amarah, matanya memerah, ketika dia melihat Kak Larasati dibawa dengan biadabnya, seolah - olah perempuan itu bukanlah manusia melainkan seekor hewan.
“Ha ha ha! Sudahlah tidak usah mempermasalahkan hal kecil seperti itu, jadi kita fokus ke transaksi kita saja, aku mau keris itu dan kamu boleh membawa lacur ini” ucap Aryo.
“Kalian benar - benar bajingan! Biadab kalian semua. Demi untuk mendapatkan keris ini, kalian dapat memperlakukan orang seenaknya saja” ucap Askara, lalu mengancungkan kerisnya keatas.
“Sudahlah anak muda jangan kebanyakan drama jadi ayo mulai transaksinya, lempar keris itu kemari lalu kami akan mendorong perempuan ini ke kamu” balas Aryo dengan nada kesal.
“Baiklah, kita mulai secara serentak. Satu” ucap Askara.
“Dua”
“Tiga”
Askara melemparkan keris itu menuju Aryo, namun mereka tidak mendorong Larasati ke arahnya. Ternyata, kata - kata yang dilontarkan kepada pemuda itu tidak ditepati oleh mereka.
“Kenapa kalian tidak memberikan Larasati kepadaku?” tanya pemuda itu dengan penuh rasa curiga.
“Tentu saja tidak akan pernah aku memberikan Larasati kepadamu, sebab tubuh perempuan itu terlalu menggiurkan untuk aku lepas” jawab Aryo lalu mereka semua tertawa terbahak - bahak.
“Kurang ajar!” teriak pemuda itu.
Askara melesat cepat kearah Aryo. Pemuda itu meninju wajah laki - laki itu dengan kuat, kemudian dia menginjak lengan Aryo dengan kuat, sehingga terdengar bunyi retakan tulang yang sangat jelas.
“Tulangmu sudah aku patahkan, bedebah!” ucapnya dengan nada lantang.
Dia ingin mengambil keris legendaris itu, tetapi dihalangi oleh Soka. Laki - laki itu mengarahkan pistol ke kepalanya, membuat Askara berhenti bergerak seketika.
“Ya, seharusnya kau diam sedari tadi, karena….” perkataan Soka terhenti seketika, karena keris legendaris itu tiba - tiba bergerak dengan sendirinya tanpa diketahui olehnya, kemudian melesat cepat kearah leher laki - laki itu.
Seketika itu juga dia mati, karena tertusuk keris di lehernya.
“Soka!” teriak Aryo, lalu menatap tajam kearah Askara.
“Bedebah kau!” umpat Aryo kepada Askara, dengan nada amarah dan penuh akan kebencian.
“Kau tahu sebenarnya kau yang lebih bedebah daripada diriku ini, dan kau sepertinya tidak mengetahui bahwa jika keris itu sudah menyatu denganku. Walaupun kau rebut keris itu dariku, keris itu akan tetap kembali kepadaku” balasnya, kemudian keris itu bergerak kembali lalu terbang kearah Askara.
Pemuda itu menggenggam keris yang mengarah kepada dirinya dengan kuat, “Lalu, keris ini juga memiliki kemampuan bisa bergerak dengan sendirinya atau mengikuti perintah pemiliknya dari ucapan atau pikiran” ucapnya kembali.
“Jadi..” ucapan Askara kembali terhenti, karena dia mendengar bunyi tembakan, lalu melesatlah peluru kearahnya.
Pemuda itu terbaring ke lantai seketika.
“Ha ha ha! Rasakan itu anak muda yang sombong, Soka dendammu sudah aku balas. Jadi beristirahatlah dengan tenang di alam sana” ucap Aryo.
“Terimakasih Aji, kau telah menyelamatkanku” ucap Aryo kepada laki - laki yang baru saja menembak Askara.
“Askara! Bangun lah Askara” teriak perempuan itu, ketika melihat pemuda yang baru saja berumur enam belas tahun terbaring bersimbah darah di lantai.
“Biadab kalian semua!” umpat Larasati kepada mereka yang berbuat kejam kepada remaja yang masih belia itu. Lalu perempuan itu menangis histeris.
Tetapi sepertinya mereka tidak memperdulikan teriakan, umpatan, dan tangisan dari perempuan yang baru saja diculik oleh mereka.
“Ya, sama - sama Mas Aryo. Aku juga mempunyai dendam yang sa…” sebelum Aji menyelesaikan perkataannya, kepala laki - laki seketika terpenggal dari lehernya, karena gelombang tak kasat mata yang melesat cepat kearah mereka berdua.
Kemudian, Aryo terhempas beberapa meter akibat dari gelombang tak kasat mata tersebut.
“Sepertinya, kalian sangat senang, karena mengira aku sudah mati” ucap Askara yang kembali hidup dari kematiannya, karena pemuda itu memiliki ajian Pancasona
Peluru yang terbenam di dalam tubuhnya, seketika keluar dari tubuhnya lalu terjatuh ke lantai, sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring di dalam gedung tua tersebut.
“Askara, kau kembali hidup?” tanya Larasati diiringi dengan tangisan.
“Ya, Kak Larasati aku kembali hidup dan lepaskan tanganmu dari Kakakku bedebah” ucap pemuda itu, membuat laki - laki yang menggenggam rambut dan tangan Larasati, seketika itu juga dia melepaskannya.
Larasati berlari tertatih - tatih, lalu memeluk erat tubuh Askara, kemudian perempuan itu menangis sejadi - jadinya di pelukan pemuda itu.
“Sudah Kak, jangan menangis lagi. Kakak sudah bebas, jadi ayo kita pulang Kak” ucap Askara dengan lembutnya untuk menenangkan Larasati dari tangisnya.
"Kalian pikir, bahwa kalian dapat dengan mudah bebas keluar dari gedung tua ini?" ucap Aryo. Di kepalanya terdapat luka akibat serangan gelombang yang tidak terlihat. Dari lukanya mengalir darah dengan cukup deras.
“Kau rupanya masih hidup Mas Aryo?” tanya Askara dengan satire.
“Dan kau juga rupanya masih hidup anak muda, kau juga berhasil membunuh satu anak buahku lagi” ucap Aryo dengan mata yang melirik kearah mayat Aji.
"Juga, kau ternyata memiliki ajian Pancasona" ucap Aryo dengan nada yang bergetar, dia sama sekali tidak menyangka bahwa pemuda itu memiliki ajian tingkat tinggi di kancah ilmu kanuragan, apalagi dia menguasai ajian itu di usia yang masih terbilang belia.
Askara sama sekali tidak menanggapi perkataan laki - laki itu, seolah dia tidak peduli bahwa musuhnya mengetahui ajian tingkat tinggi yang dikeluarkannya.
“Kakak Larasati pergilah dulu ke tempat yang aman. Aku akan menghadapi manusia ini sekali lagi” ucap Askara memberikan perintah kepada perempuan tersebut.
“Baik, hati - hatilah Askara dan tetaplah hidup” ucap Larasati, kemudian melepaskan pelukannya lalu berlari kecil keluar dari gedung tua tersebut.
“Kejar dia Joko!” teriak Aryo kepada anak buahnya yang masih tersisa satu yang masih hidup.
Mata tajam Askara melirik dengan tajam ke arah laki - laki tersebut, tanpa ragu ia melesat dengan kecepatan kilat untuk mengejar Larasati yang berlari sekuat tenaga. Dalam genggaman tangan Askara, keris itu berputar dengan kecepatan yang menakjubkan, lalu melesat cepat kearah Joko.
Tubuh Joko terlempar tak berdaya saat keris itu dengan cepat memenggal kepalanya. Darah segar memercik di udara, menciptakan pemandangan yang menakutkan di gedung tua itu. Untuk kedua kalinya, keris itu menjadi penjagal yang menuntaskan takdir kematian.
Keris itu kembali dengan lembut ke tangan Askara, seolah menjalin ikatan yang tak terpisahkan.
“Jadi, tinggal tersisa satu manusia bajingan di gedung tua ini” ucap Askara dengan nada yang dingin dan itu membuat Aryo sedikit merasa takut di dalam batinnya.
Glup
“Kurang ajar!” umpatnya kemudian menyerang Askara secara membabi buta.
Askara dengan lihainya dapat menghindari semua serangan yang diarahkan kepadanya oleh Aryo. Dia lalu membalas serangan Aryo dengan brutal, dia menendang tubuh laki - laki itu kemudian dia meninju wajahnya berkali - kali.
“Uhuk, kau kejam sekali kepadaku. Dasar bajingan!” umpatnya kemudian dia menyerang Askara dengan cara meninju wajah pemuda itu, tetapi sebelum dia dapat melayangkan tinju itu kepadanya.
Pemuda itu sudah terlebih dahulu mengayunkan kerisnya kearah kepala laki - laki itu, kemudian kepalanya sudah terlebih dahulu terlepas dari tubuhnya.
“Menjijikan, sebenarnya kaulah yang lebih kejam dariku ini Mas Aryo. Benar - benar manusia yang memuakkan” ucapnya, kemudian dia pergi dari gedung tua itu dengan santainya.
“Askara!” teriak Larasati, kemudian dia kembali memeluk pemuda itu dengan erat.
“Ayo kita pulang Kak, semua sudah selesai. Kau sekarang sudah aman” ucap pemuda itu.
“Terimakasih banyak Askara, karena kau sudah membantu berkali - kali, tapi aku masih belum bisa membalas kebaikanmu itu” ucap Larasati.
“Jangan di pikirkan Kak, karena aku membantu kamu dengan ikhlas” balasnya.
“Jadi, ayo cepat kita pulang dari tempat yang menjijikan ini” ucap Askara, lalu Larasati hanya mengangguk.
Bersambung
Beberapa minggu telah berlalu sejak terjadinya penculikan Larasati, namun rasa trauma masih menghantui dirinya. Untungnya, adik angkatnya, yaitu Askara, selalu memberikan semangat kepadanya agar tidak terjebak dalam ketakutan dan kekalutan. Sehingga, perempuan tersebut kembali mendapatkan semangat dan bersedia untuk melanjutkan kegiatan kuliahnya dan menjalani aktivitas sehari - hari seperti biasa. Kemudian, guna mencegah terulangnya kejadian serupa, Askara mulai meningkatkan pengawasannya terhadap Larasati dengan memberikan perintah kepada hewan mistisnya, yaitu Pragalba yang merupakan harimau putih, untuk menjaga Larasati setiap saat. …… ….. ….. "Bagaimana keseharian Kakak hari ini? Apakah merasa seru, bahagia, biasa saja, atau mengalami hari yang buruk?" tanya Askara kepada Kakaknya. Mereka baru saja pulang dari pusat perbelanjaan untuk membeli barang - barang dan kebutuhan makanan sehari - hari mereka. “Seru kok Askara, tadi aku belajar dance sama teman - teman untuk pentas di
Pria tua itu berjalan dengan angkuh menyusuri gua yang gelap gulita. Keheningan malam mulai menyeruap, menambah kelembapan dan kesan menyeramkan di dalam gua tersebut. Mata tua itu mendelik, ketika seorang laki - laki menghampirinya dari kejauhan. “Apakah mereka semua sudah berkumpul di altar?” tanya pria tua itu. “Mereka semua sudah berkumpul Kakek Guru dan mereka sudah menunggu Kakek Guru sedari tadi” jawab laki - laki itu dengan nada sopan. “Begitu rupanya, kalau begitu aku harus bergegas cepat menuju kesana” balasnya, kemudian dia berjalan dengan cepat ke tempat yang ingin dia tuju. Tap Pria tua itu menatap tajam ke arah sekumpulan orang yang mengenakan pakaian serba hitam. Pandangannya meluncur ke arah altar, yang terukir dengan indah dan terdapat berbagai macam ukiran yang menawan. Di atasnya terdapat persembahan berupa buah - buahan, sayur - sayuran, daging mentah, dan juga dupa. Terlihat sebuah patung naga besar yang kokoh berdiri di belakang altar tersebut. Patung terseb
Syuut Mata iblis itu menatap tajam kearah salah satu gedung apartemen di Jakarta Selatan, seringai terpatri apik ketika dia melihat dengan jelas bahwa dia telah melihat target yang harus dia bunuh. “Jadi, itu adalah tempat tinggal Askara” ucapnya, kemudian sepasang sayap apinya terbuka lebar lalu mengeluarkan puluhan bola api berskala besar kearah gedung apartemen tersebut. Syuuut Dhuaarr Ledakan beruntun terjadi, membuat orang - orang yang berada di dalam gedung terbangun dari tidurnya, kemudian mereka semua berlarian untuk menyelamat diri mereka dari kobaran api yang membakar sebagian gedung apartemen tersebut. “Ajian : Bagaspati” ucap iblis api itu, kemudian mengeluarkan kanuragan tingkat tinggi, lalu membuat api dari ketiadaan. Api tersebut semakin membesar, kemudian Analashura memadatkannya dengan kekuatannya, sehingga api tersebut berubah menjadi bulatan yang sempurna, menyerupai matahari. “Apa itu?” gumam Analashura bertanya entah kepada siapa, tetapi yang membuat dia m
Askara menatap lekat ajian yang dikeluarkan oleh Analashura, “Itu ajian yang kuat, Anggada Bora” ucap pemuda itu. “Tenang saja Tuanku Askara, hambamu ini adalah makhluk yang kuat, jadi ajian ini menurut hamba hanyalah permainan kembang api biasa” ucap pemuda itu dengan nada meremehkan. Langit kembali bersinar terang seiring dengan proses pembacaan mantra yang hampir selesai oleh iblis api. Partikel - partikel api yang tersebar berkumpul dan menyatu membentuk bola api kecil, namun intensitas panasnya melampaui ajian Bagaspati yang pernah dikeluarkan oleh Analashura sebelumnya. “Kau memang layak menyandang Iblis Tua dari Timur” ucap Anggada Bora, ketika merasakan intesitas panas api dari bola api kecil yang melayang di atas ujung jari telunjuk Analashura. “Ya, kekuatan ajian itu cukup mengerikan. Aku merasakan panas api dari ajian itu, padahal jarak kita cukup jauh dari iblis api itu” balas Askara, kemudian menatap lekat kearah Analashura. "Namun, sebelum dia mengarahkan ajian itu k
“Ya, Anggada. Aku akan mengeluarkan ajian membelah lautan dan langit, karena aku ingin membinasakan iblis itu dan orang yang menyuruh dia untuk membunuhku hanya untuk mendapatkan keris Krastala ini” jawabnya dengan lantang, kemudian dia merapal mantra. Guntur menggelegar dan badai melanda tiba - tiba saat Askara melantunkan mantra ajian pamungkasnya. Langit malam yang gelap semakin menjadi gelap gulita, dan suasana sunyi yang menyelimuti malam itu semakin menambah aura menakutkan dalam pertempuran di lokasi tersebut. “Intesitas kanuragan yang keluar dari tubuh pemuda itu sangat kuat dan besar, sebenarnya dia ingin mengeluarkan ajian apa?” tanya iblis itu di dalam batinnya, lalu menatap lekat kepada Askara. Deg “Perasaan ini dan…Ini! Bukankah ajian yang sangat mengerikan itu, dia menggunakan ajian terkutuk itu!” ucap iblis itu dengan nada yang sangat ketakutan, kemudian dia melesat cepat ingin menyerang pemuda itu, tetapi sebelum tujuannya itu tercapai dia sudah terlebih dahulu bin
Beberapa hari setelah pertempuran yang mematikan itu, situasi kembali pulih seperti semula. Tentu saja, ada beberapa perbaikan yang dilakukan di area gedung apartemen Askara dan sekitarnya. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi dengan segera. Saat ini, Askara dan Larasati sedang menikmati malam yang indah. Mereka bersantai sambil menikmati pemandangan city light yang memukau dari beberapa gedung pencakar langit di Jakarta Selatan. Sebelumnya, mereka telah makan malam di restoran bintang lima yang terletak di sekitar wilayah tersebut. Setelah itu, mereka memutuskan untuk menjelajahi kawasan Jakarta Selatan dan menikmati keindahan pemandangan city light yang memukau. “Bagaimana Kak?” tanya Askara, sembari dia menyetir mobil Mercynya. “Bagaimana apanya Askara?” balas Larasati, bingung dengan pertanyaan tersebut. Dia tidak yakin apakah Askara bertanya mengenai pemandangan city light atau tentang kesehariannya hari ini. “Kakak suka tidak aku ajak jalan - jalan di
Setelah itu, Samsul segera merencanakan strategi dengan dibantu oleh anak buahnya untuk memastikan kelancaran misi balas dendam terhadap remaja bernama Askara. Mereka mengawasi pemuda tersebut selama dua minggu penuh dan menemukan kelemahan kecil pemuda itu, yaitu terkait kedekatannya dengan dua perempuan. “Jadi, kita akan menculik anak sekolah itu?” tanya salah seorang laki - laki. “Benar, tetapi bukankah gadis itu di sukai oleh teman anaknya Pak Beno? Apa tidak akan terjadi masalah, jika kita menculik anak itu?” tanya salah seorang laki - laki yang lain secara beruntun. “Tentu saja tidak, Adi. Sebab, jika kita melakukannya secara rahasia dan menutupinya, maka tidak akan ada masalah antara hubungan Kelompok Preman Tanduk Iblis dengan Pak Beno dan juga anaknya beserta temannya itu” jawab Samsul, kemudian dia memantikkan korek gasnya dan menyalakan puntung rokok yang di pegangnya sedari tadi. "Hari ini kita akan menculik gadis tersebut dan menggunakan dia sebagai alat untuk menganc
Pemuda yang mendobrak pintu tersebut adalah Askara Diwapati Vajra. Dia mengetahui bahwa Lisa telah diculik karena orangtua Lisa menghubunginya melalui telepon. Orangtua Lisa menghubungi Askara untuk menanyakan kabar anak mereka yang tidak pulang ke rumah. Meskipun sudah malam dan telepon tidak dijawab, mereka telah mencoba menanyakan keberadaan anak mereka kepada teman - teman dekatnya, namun tidak ada yang mengetahui keberadaannya. Akhirnya, kedua orangtua Lisa meminta bantuan kepada Askara untuk mencari keberadaan anak mereka.Askara akhirnya memanfaatkan kemampuan matanya dan juga ilmu penerawangannya untuk menemukan keberadaan Lisa. Kini, kemarahannya begitu besar terhadap laki - laki yang berdiri di hadapannya.“Kau adalah manusia paling tercela yang pernah aku temui” ucap Askara dengan nada dingin. Pemuda itu kemudian menutupi tubuh Lisa dengan menggunakan baju yang ia kenakan."Kamu telah melampaui batas," lanjutnya, dia menutup mata Lisa, lalu berbisik, "Istirahatlah, Lisa." S
Sorot mata Askara terpaku dengan sinisme dan ketajaman yang menusuk, memancarkan aura kepuasan yang sulit disembunyikan. Senyuman mencolok terukir dengan apik di bibir pemuda itu, memberikan kesan bahwa dia menikmati melihat musuhnya terbakar amarah karena tingkah lakunya. Dalam pandangan sinisnya yang tajam, mata Askara menembus ke dalam jiwa musuhnya, mencerminkan kepuasan tak terduga yang tersirat di dalamnya. Serentak, senyumnya yang menggoda memperkuat kesan bahwa ia benar - benar menikmati momen ketegangan dan kesal yang melanda musuhnya akibat ulahnya sendiri. Mata yang tajam dan sinis itu seperti memancarkan pesona tersendiri, mengejek dan menantang musuhnya dengan sikap yang begitu jelas. Setiap gerak wajahnya, dari sorot mata tajam hingga senyuman yang menantang, memberi kesan bahwa dia menikmati setiap detik dari situasi yang telah dia ciptakan. “Menghancurkan empat senjata pusaka yang berada di langit malam” ucap Askara, lalu ia mulai melafalkan mantra dengan cepat. Tib
Awan hitam melingkupi langit dengan kuasa yang mencekam, menciptakan suasana yang gelap dan misterius. Gemuruh guntur menggelegar di langit, saling bersahutan dengan kekuatan yang menggetarkan bumi. Di tengah keheningan menakutkan, tiga senjata pusaka yang dimiliki oleh perguruan Ratri bergetar dengan intensitas yang meningkat, seakan - akan merasakan beban berat yang mereka tanggung. Mereka bergetar karena menahan serangan penghancur yang tak terkira kuatnya dari keris Krastala, senjata yang telah menjadi legenda dan paling terkenal di antara semua senjata pusaka yang pernah ada. Ketika serangan penghancur itu mendekat, aura kekuatan yang menakutkan memancar dari keris Krastala. Gelombang energi yang menggetarkan ruang dan waktu terlepas dari bilahnya yang perkasa. Cahaya kebiruan yang melingkupi senjata itu memancarkan kekuatan yang tak tergoyahkan, seakan-akan menjadi penanda akan kehancuran yang akan datang. Namun, di hadapan serangan dahsyat ini, tiga senjata pusaka milik pergu
Dalam keheningan yang tegang, Jaya Danu melantunkan mantra dengan suara yang penuh kekuatan, menggugah energi magis yang tersembunyi di dalam dirinya. Dari pergelangan tangannya, sebuah cahaya berkilauan mulai memancar, tumbuh semakin besar hingga menyinari seluruh ruang lingkupnya. Cahaya itu kemudian meredup dengan perlahan, mengekspos sebuah senjata pusaka yang luar biasa sebuah tombak yang memancarkan cahaya kuning kemerahan yang begitu menggoda mata. Tombak itu menyimpan kekuatan yang tak tergoyahkan, bergetar dalam aura keperkasaannya yang menghebohkan. Kilauan cemerlang yang memancar dari senjata pusaka itu menembus kegelapan, mencerminkan keberanian dan kekuatan yang melebihi batas. Mata Jaya Danu menajam, melintasi sekelilingnya yang dipenuhi oleh puluhan pendekar berilmu tinggi, yang secara berhati - hati mengelilingi mereka. Dalam tatapan tajamnya, terpancar keberanian yang tersembunyi dan tekad yang tak tergoyahkan. Cahaya tombaknya melintas di sekitar tempatnya berpijak
Askara menghentikan mobil mewah buatan Eropa tepat di depan pintu rumah Lisa. Gadis jelita itu dengan anggun turun dari kendaraan, memancarkan pesona yang memukau. Mata lentiknya memandang wajah tampan Askara dengan tatapan hangat, seakan menyirami hati pemuda itu dengan kasih sayang yang tulus. Sorotan mata Lisa, yang mengalir dengan kelembutan dan keceriaan, mencerminkan kehangatan yang mengalir dalam setiap sudut hatinya. Tatapannya seperti sinar matahari yang menerangi ruangan, menghadirkan kilauan kebahagiaan di wajah Askara. Dalam pandangan mereka, terpancar keakraban dan kedekatan yang dalam, seolah mengikat dua jiwa yang telah saling memahami. Saat mereka bertatap muka, suasana terisi dengan sentuhan kehangatan. Lisa memancarkan aura yang mempesona, dengan setiap gerakan anggunnya yang menarik perhatian. Mata mereka terhubung dalam satu ikatan yang tak terucapkan, mengalirkan energi positif yang memancar dari hati mereka. “Jadi, apa kalian tidak mau mampir Askara dan Ayu, l
Dengan tatapan tajam yang menusuk kegelapan malam, laki - laki itu mengangkat tangan dan secara magis menggepakkan sepasang sayap anginnya. Seperti kilatan cahaya yang meluncur di antara bintang-bintang, ia melintasi langit malam yang terhampar dengan keindahan tak terkira. Setiap gerakan sayapnya menghasilkan suara angin yang berirama, seakan menyapa ribuan bintang yang bersinar dengan gemerlap di langit. Ia meluncur dengan kecepatan yang tak terbayangkan, menyusuri lapisan atmosfer yang melayang di antara cahaya bintang-bintang yang memancar. Tanah pun seolah berguncang dengan kekuatan energi yang dikeluarkan oleh sayap anginnya. Dalam sekejap, laki - laki itu mendarat dengan kelembutan yang sempurna di sebuah tempat yang menakjubkan. Di hadapannya, terdapat sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi di tengah malam yang sunyi. Bangunan tersebut menawarkan kombinasi sempurna antara kemegahan dan keaslian tradisional. Dinding-dindingnya yang kokoh menggambarkan kejayaan masa lalu
Pemuda itu menatap dengan tajam ke arah bilah keris pusakanya, lalu dengan sangat lembut ia mengelusnya sambil membaca mantra dengan cepat. Bilah keris itu berpendar dengan intensitas merah menyala, dan dari sana mengalir keluar asap tipis yang mengambang di sekelilingnya. "Askara, kau akan mati di tempat ini!" ucap Arya dengan tegas, lalu dengan penuh ketegasan ia mengarahkan Naga tersebut untuk menyerang Askara. Dengan kecepatan yang luar biasa, Naga angin meluncur menuju pemuda itu. Moncongnya terbuka lebar, memperlihatkan putaran angin yang berputar dengan cepat di dalamnya. Jika ada makhluk hidup yang terjebak di dalamnya, tubuhnya akan terbelah menjadi beberapa bagian dengan kejam. “Kangsanaga Waskita: Genggahan Pambelah Wadra (Senjata pusaka: Tebasan yang membelah udara)” ucap Askara dengan penuh kekuatan, saat ia mengayunkan dengan lincah keris Krastala ke arah Naga angin tersebut, menciptakan tebasan yang membelah udara. Dalam langit senja yang mempesona, dua ajian yang
Dengan lincah, Arya melantunkan mantra dengan kecepatan tinggi, memperhatikan Askara yang dengan santainya mendekat ke arahnya, memegang teguh keris kramat bernama Krasrala. “Ajian : Paritang Kshatriya Bayu Salamet (Sayatan pedang sang panglima angin)” ucapnya, dan seketika ratusan pedang muncul terbentuk dari hembusan angin yang kuat. Berkelebatan ratusan pedang meluncur dengan kecepatan memukau menghampiri Askara, sementara tangan laki - laki itu menunjuk tegas ke arah pemuda yang berjalan dengan sikap angkuh di hadapannya. Syuttt “Sepertinya laki - laki itu kuat juga, Tuanku Askara” ucap Naga emas di dalam batin pemuda itu. "Benar, dia memang memiliki kekuatan yang luar biasa," jawab Askara sambil dengan gesit menebas dan menghindari serangan - serangan pedang angin yang berhamburan dari segala penjuru mata angin. Dengan keahlian dan sikap angkuh yang menghiasi dirinya, Askara menyerang dengan lincah, menghindari setiap serangan dari ratusan pedang angin yang meluncur dengan
"Dia memiliki kekuatan untuk menghancurkan seluruh pasukan hewan kegelapanku!" seru Arya Widipangga, dia terkejut luar biasa. Betapa menakjubkannya, dengan hanya satu kali Askara melontarkan ajiannya, semua pasukan hewan itu lenyap dalam sekejap. "Benar - benar sebuah monster yang menakutkan, sangatlah mengerikan jika aku harus menghadapinya tanpa merencanakan dengan matang," lanjutnya, seraya ia mengetukkan tombaknya beberapa kali ke tanah. Suara yang dihasilkan oleh tombak itu menciptakan keheningan yang terpecah di tengah sore yang sunyi itu. "Jadi, dia memiliki kemampuan mata yang luar biasa, mampu meramalkan masa depan saat lawannya melancarkan serangan dengan gerakan yang sangat cepat. Selain itu, dia mampu menembus batas penghalang yang dibuat oleh manusia dan bahkan alam sendiri. Tidak hanya itu, dia juga memiliki pengetahuan ajian kuno. Saya curiga bahwa ajian kuno tersebut dia pelajari dari Kitab Danuraja, dan yang terakhir, dia juga memiliki senjata legendaris, Keris Kras
“Ajian : Awabaya Madhuseng Satru (Kabut hitam yang merupakan musuh)” ucapnya dengan penuh kesungguhan. Tanpa ragu, muncullah kabut hitam pekat yang menjalar dan menyelimuti seluruh tembok dengan anggunnya. "Jadi, berikanlah jawaban yang kuinginkan, Askara," gumam Arya dengan tekad bulat. Tanpa ampun, muncul puluhan lingkaran cahaya yang meluncur cepat memasuki labirin tersebut. ….. ….. …… Dengan penuh konsentrasi, pemuda itu menembus pandangannya melalui kabut hitam yang mengelilingi labirin tersebut. Seperti seorang perenang yang berani menyelam ke dalam samudra malam yang gelap, dia menghadapi tantangan yang ada di hadapannya dengan tekad yang tidak tergoyahkan. Di dalam labirin yang dipenuhi dengan kesunyian yang menakutkan, langkah - langkahnya terdengar seperti desiran rahasia yang hanya diikuti oleh dinding - dinding tinggi yang penuh misteri. Kabut hitam itu menyelimuti segala sudut dan celah, seakan ingin menyelimuti keberanian dan tekadnya. Namun, pemuda itu tak membiarka