Keesokan paginya, pukul sepuluh kurang lima belas menit Rosemary telah berada di rumah Sarita, klien yang diperolehnya dari pameran. Ibu muda berusia awal tiga puluhan itu menyambut kedatangannya dengan hangat. Kedua anak Sarita yang duduk di bangku SD sudah berangkat ke sekolah.
“Sebenarnya kalau untuk proteksi kesehatan, kami sekeluarga sudah ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan tempat suami saya bekerja, Mbak Rosemary,” kata perempuan cantik berjilbab itu terus terang. "Jadi kami saat ini lebih membutuhkan tabungan pendidikan.”
Dalam hati Rosemary merasa lega. Dia kemarin sudah membuatkan ilustrasi tabungan pendidikan untuk kedua anak kliennya ini di kantor. Dengan bantuan Edward tentunya. Dikeluarkannya dua set ilustrasi tersebut lalu dijelaskannya dengan bahasa yang mudah dipahami orang awam.
Sarita menanyakan beberapa hal kepada tamunya. Si agen asuransi menjawabnya dengan lancar, tanpa kendala y
Setelah proses penandatanganan selesai, Danu menyerahkan kunci apartemen dan kartu aksesnya kepada Edward. Wajahnya berseri-seri, menunjukkan kepuasan laki-laki itu atas kelancaran transaksi yang baru selesai.“Terima kasih, Danu. Nanti kalau aku bermaksud memperpanjang masa sewa apartemen, kuhubungi kamu lagi, ya,” kata Edward kemudian. Diterimanya seperangkat kunci serta kartu akses apartemen dari broker properti tersebut.Danu mengangguk. Lalu sambil tersenyum dia menyindir halus, “Memangnya ada rencana mau diperpanjang masa sewanya, Pak Edward?”Pria yang ditanya menyeringai. “Lihat saja ke depannya gimana nanti,” jawabnya penuh teka-teki. “Yang penting kamu tolong keep secret, Dan. Jangan sampai ada yang tahu aku menyewa apartemen. Bahaya. Hahaha….”Manajer asuransi top itu tertawa terbahak-bahak.Danu tersenyum sambil g
“Sama Mbak Rini,” jawab Boy lugas. “Tapi terus Mbak Rini hilang. Mama juga.”“Oh, gitu. Tadi terakhir kali Boy melihat Mama di mana?”Sebelum si bocah menjawab pertanyaan yang ditujukan padanya, tiba-tiba terdengar suara keras seseorang memanggil namanya.“Boy!” seru orang itu yang ternyata adalah seorang wanita muda. “Aduh, Nak. Kamu pergi ke mana saja? Mama bingung sekali mencarimu. Mbak Rini dihubungi juga nggak bisa.”“Mama!”Kedua ibu dan anak itu saling berpelukan. Rosemary tersenyum lega. Syukurlah mamanya Boy aktif mencari anaknya kemana-mana. Jadi cepat ketemu, cetusnya dalam hati.“Mbak Rini mana, Boy? Kok nggak sama kamu?” tanya si mama celingukan mencari-cari pengasuh anaknya. Sayang sekali orang yang hendak ditegurnya itu tak dilihatnya. Pandangannya lalu terpaut
Edward tertawa geli. “Tentu saja yang paling kamu sukai, Say. Aku kan ingin menyenangkan dirimu.”Perasaan Rosemary melambung tinggi bagaikan di awang-awang.“Gombal, ah,” cetus gadis itu manja. “Kan kamu yang nempatin apartemen itu. Bukan aku.”Edward cengengesan. Sejenak dielus-elusnya tangan kekasihnya. Diremas-remasnya telapak tangan itu penuh kasih sayang. Si gadis merasa sangat nyaman diperlakukan demikian.Tak lama kemudian mereka tiba di parkiran apartemen. Begitu turun dari mobil, Edward langsung menggandeng tangan Rosemay. Gadis itu sontak menolaknya.“Nanti kelihatan orang!” cetusnya beralasan.Laki-laki itu berseloroh, “Ya biar aja. Memangnya kenapa? Kamu kan cewekku.”“Tapi kamu kan belum….”“Tenang saja. Apartemen ini se
Ketika Rosemary keluar dari dalam kamar mandi, Edward menatap gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu keren sekali pakai baju begini, Say,” puji pria itu terus terang. Bibirnya menyungging senyuman lebar.“Ini bukan baju, Bang,” protes si gadis sewot. “Nggak berani aku memakainya di depan umum.”“Ya memang tujuannya supaya kamu memakainya di depanku saja,” komentar Edward sembari tergelak. “Mana aku rela orang lain melihat inimu!”Dicubitnya ujung bukit gadis itu yang menyembul dengan indahnya dari kaos putih tipis yang dikenakannya. Rosemary menjerit kesakitan. Dia langsung menutupi bagian yang menggoda mata kaum adam itu dengan kedua tangannya.Edward langsung komplain. “Nggak usah ditutup begitu, ah. Jelek. Toh, aku sudah melihatmu dalam keadaan lebih polos dari ini,” cetusnya sambil melepaskan kedua tangan Rosema
“Kamu pacarku, Rosemary Laurens. Orang yang paling kucintai. Wajar kan, aku ingin menyenangkan dirimu. Sudah, jangan nangis. Tuan Putri yang sedang berulang tahun kok malah bersedih,” ucapnya menghibur gadis itu.Hati Rosemary benar-benar tersentuh. Dia merasa bersyukur mempunyai kekasih yang sangat perhatian seperti Edward. Mereka saat ini sedang makan malam romantis di apartemen. Seperti biasa laki-laki itu yang menyiapkan hidangannya sebagai kejutan. Kali ini menu yang dipilihnya adalah Italian food yang terkenal lezat olahan spaghetti-nya.“I love you, Bang,” ucap si gadis lirih. “Jangan pernah tinggalin aku, ya.”Edward tak menjawab. Dia hanya berkilah, “Udahlah, Sayang. Jangan ngomong yang nggak-nggak. Makan yuk, Birthday Girl.”Rosemary menurut. Dia tak menangis lagi. Dinikmatinya makan malam romantis itu dengan penuh sukacita. Sesekali pasangan
Rosemary mengangguk setuju. Dia sendiri banyak belajar dari pemuda yang menjadi satu-satunya sahabatnya di bisnis asuransi itu. Entah mengapa meski gadis itu berhubungan baik juga dengan agen-agen lainnya, namun ada perasaan tak nyaman untuk bergaul lebih dekat dengan mereka. Sikap percaya diri yang berlebihan dan hedonisme yang diagung-agungkan di bisnis itu dirasa Rosemary tak sesuai dengan kepribadiannya yang lebih suka tampil apa adanya.Dia memang mencintai profesinya. Selain bisa menghasilkan pendapatan yang tak terbatas, gadis itu merasa memperoleh banyak pengalaman dan pengetahuan yang berharga dengan bertemu berbagai macam orang.Rosemary tak peduli kalangan apa yang diprospeknya. Pokoknya bisa tembus dan menambah banyak relasi. Bahkan saking senangnya berjualan asuransi dia sampai lengah belum merekrut seorang agen pun selama ini.Edward beberapa kali menegurnya. “Kalau kamu terus-terusan bekerja single f
Hati Rosemary merasa miris mendengar komentar kawan barunya itu. Sampai kapan hubunganku dengan Bang Edward disembunyikan begini? batinnya tak terima. Sudah setahun lebih hubungan kami berjalan, tapi proses perceraiannya dengan Mbak Dina belum selesai juga. Kalau kutanya, jawabannya macam-macam. Belum mencapai kesepakatan tentang hak asuh anak-anaklah, harta gono-ginilah, sibuk kejar omzet tahunanlah, haiz…. Sebel, deh! Alasannya banyak sekali. Aku sempat ingin datang bertemu langsung dengan Mbak Dina untuk menanyakan kebenarannya, tapi kok gengsi rasanya melakukan hal itu. Seakan-akan aku yang ngebet minta segera dinikahi Bang Edward. Padahal orangnya sendiri tenang-tenang aja!“Rose, kamu kok melamun? Mikirin apa, haiyo….”Rosemary tersentak kaget. Dengan terbata-bata gadis itu menjawab, “Eh, nggak…. Nggak, kok. Aku nggak ngelamun, Ren. Mendengar kata-katamu tadi aku jadi teringat sama Mbak Dina, istr
“Damian itu masih single ya, Rose?” tanya gadis itu lagi. Matanya menatap kawan sekamarnya penuh rasa ingin tahu.Mana aku tahu, Ren? respon Rosemary dalam hati. Namun di hadapan gadis itu dia terpaksa mengangguk. Sorot mata lawan bicaranya langsung berbinar-binar.“Kenalin, dong. Aku ngebet nih, sama dia. Hehehe….”Aduh, sebaiknya cari orang lain aja, Ren, komentar Rosemary lagi-lagi dalam hati. Dia tak tega mengecewakan perasaan teman barunya itu, namun juga tak sanggup membuka rahasia jati diri Damian yang sebenarnya.Namun demi menjaga hubungan pertemanannya dengan Renata, gadis itu terpaksa mengangguk lagi.“Besok waktu breakfast kamu kukenalin sama dia, deh. Tenang aja,” katanya sambil tersenyum.“Really? Wah, thank you so much, Rose!”“Your welcome.”
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras