Rosemary mengangguk setuju. Dia sendiri banyak belajar dari pemuda yang menjadi satu-satunya sahabatnya di bisnis asuransi itu. Entah mengapa meski gadis itu berhubungan baik juga dengan agen-agen lainnya, namun ada perasaan tak nyaman untuk bergaul lebih dekat dengan mereka. Sikap percaya diri yang berlebihan dan hedonisme yang diagung-agungkan di bisnis itu dirasa Rosemary tak sesuai dengan kepribadiannya yang lebih suka tampil apa adanya.
Dia memang mencintai profesinya. Selain bisa menghasilkan pendapatan yang tak terbatas, gadis itu merasa memperoleh banyak pengalaman dan pengetahuan yang berharga dengan bertemu berbagai macam orang.
Rosemary tak peduli kalangan apa yang diprospeknya. Pokoknya bisa tembus dan menambah banyak relasi. Bahkan saking senangnya berjualan asuransi dia sampai lengah belum merekrut seorang agen pun selama ini.
Edward beberapa kali menegurnya. “Kalau kamu terus-terusan bekerja single f
Hati Rosemary merasa miris mendengar komentar kawan barunya itu. Sampai kapan hubunganku dengan Bang Edward disembunyikan begini? batinnya tak terima. Sudah setahun lebih hubungan kami berjalan, tapi proses perceraiannya dengan Mbak Dina belum selesai juga. Kalau kutanya, jawabannya macam-macam. Belum mencapai kesepakatan tentang hak asuh anak-anaklah, harta gono-ginilah, sibuk kejar omzet tahunanlah, haiz…. Sebel, deh! Alasannya banyak sekali. Aku sempat ingin datang bertemu langsung dengan Mbak Dina untuk menanyakan kebenarannya, tapi kok gengsi rasanya melakukan hal itu. Seakan-akan aku yang ngebet minta segera dinikahi Bang Edward. Padahal orangnya sendiri tenang-tenang aja!“Rose, kamu kok melamun? Mikirin apa, haiyo….”Rosemary tersentak kaget. Dengan terbata-bata gadis itu menjawab, “Eh, nggak…. Nggak, kok. Aku nggak ngelamun, Ren. Mendengar kata-katamu tadi aku jadi teringat sama Mbak Dina, istr
“Damian itu masih single ya, Rose?” tanya gadis itu lagi. Matanya menatap kawan sekamarnya penuh rasa ingin tahu.Mana aku tahu, Ren? respon Rosemary dalam hati. Namun di hadapan gadis itu dia terpaksa mengangguk. Sorot mata lawan bicaranya langsung berbinar-binar.“Kenalin, dong. Aku ngebet nih, sama dia. Hehehe….”Aduh, sebaiknya cari orang lain aja, Ren, komentar Rosemary lagi-lagi dalam hati. Dia tak tega mengecewakan perasaan teman barunya itu, namun juga tak sanggup membuka rahasia jati diri Damian yang sebenarnya.Namun demi menjaga hubungan pertemanannya dengan Renata, gadis itu terpaksa mengangguk lagi.“Besok waktu breakfast kamu kukenalin sama dia, deh. Tenang aja,” katanya sambil tersenyum.“Really? Wah, thank you so much, Rose!”“Your welcome.”
“Udah pada selesai semua, kan? Keluar, yuk. Keburu ditinggal bis acara nanti. Hehehe….”“Iya, ayo kita keluar sekarang.”Rosemary menarik napas lega. Akhirnya grup kasak-kusuk itu keluar juga, batinnya bersyukur. Lagian masa sih, Bang Edward pacaran sama Inge? Jangan-jangan itu cuma gosip. Semakin tinggi karir seseorang, biasanya kan semakin banyak orang yang nggak suka sama dia!Gadis itu berusaha mengenyahkan jauh-jauh pemikiran bahwa kekasihnya mengkhianati dirinya. Bang Edward nggak mungkin tega berselingkuh dariku, batinnya membela pria yang dicintainya itu. Dia sangat mencintaiku. Dan setelah resmi bercerai dari istrinya, Bang Edward akan segera menikahiku. Ya, menikahi Rosemary Laurens. Bukan Inge!Rosemary menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan-pelan. Dilakukannya selama tiga kali untuk menenangkan dirinya. Itulah teknik yang dulu diajarkan Dokter
“Tapi jadinya kamu dimusuhi sama papanya, Dam. Dikiranya kamu yang mempengaruhi anaknya sampai jadi penyuka sesama jenis.”“Biar saja orang itu berpikir seperti itu. Tak menjadi masalah buatku. Biarpun namaku sudah dijelek-jelekkan di lingkungan sosialitanya, aku masih bisa mencari nafkah dengan memprospek orang-orang di luar lingkup pergaulannya. No problem.”Rosemary menatap kagum pemuda itu. Ingin rasanya dia bersikap cuek seperti sahabatnya tersebut. Tapi entah apa dia mampu. Bagaimana jika rahasianya sebagai kekasih gelap Edward terbongkar di hadapan orang lain? Dia tak yakin sanggup bersikap tegar seperti Damian.“Sudahlah, Rose. Kita datang kemari kan untuk bersenang-senang. Menikmati hasil pencapaian kerja susah payah kita sepanjang tahun lalu. Jangan bersedih terus, ya. Foto bareng di depan gereja, yuk.”Gadis itu mengangguk setuju. Baiklah, putusnya dalam
Gadis itu lalu mengatur bantal-bantal di atas tempat tidur. Lalu dia duduk bersandar dan menyalakan televisi. Dipilihnya serial komedi situasi untuk menyegarkan pikirannya. Walaupun dirinya tidak terlalu fasih berbicara dalam bahasa Inggris, namun kemampuan pendengarannya dalam memahami percakapan bahasa internasional tersebut bisa dibilang cukup baik.Kebetulan serial komedi yang disaksikannya itu dimainkan oleh aktor dan aktris Inggris yang cukup punya nama di Indonesia. Rosemary menikmati akting apik mereka. Ia beberapa kali tertawa lepas akibat kelucuan adegan dan dialog yang ditampilkan. Meskipun aksen British para artis tersebut kental sekali, namun gadis itu masih dapat memahami makna yang terkandung dalam serial itu.Untuk sementara waktu pikiran Rosemary teralihkan dari kekecewaannya terhadap Edward. Hingga akhirnya ada adegan seorang pemain muntah-muntah di pagi hari akibat hamil muda. Gadis itu tersentak. Tiba-tiba ia menyadari se
Teman sekamarnya mengangguk. “Bu Teresa mestinya ikut. Tapi tiba-tiba dibatalkan karena mamanya sakit,” jawabnya menjelaskan. “Beliau cuma tinggal berdua bersama mamanya, Ren. Ditemani beberapa orang pembantu rumah tangga. Jadi kalau ada apa-apa dengan mamanya, Bu Teresalah yang bertanggung jawab sepenuhnya.”“Oh, gitu. Big boss-mu itu belum menikah ya, Rose?”“Dengar-dengar sih, udah pernah nikah. Tapi terus bercerai. Dan nggak ada anak. Sejak itu dia fokus membesarkan bisnisnya. Sampai akhirnya bisa membangun kantor sendiri….”“Dan sekarang menjadi yang terbesar di area Indonesia Timur!”Rosemary mengangguk mengiyakan. “Bu Teresa memang hebat sekali orangnya. Bermental baja. Pantang menyerah menghadapi apapun juga,” pujinya berapi-api. Gadis itu mudah merasa kagum dengan wanita-wanita yang berprestasi tinggi di bidangnya
Rosemary sedang mengurus klaim nasabah di rumah sakit ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dilihatnya nama Edward tertera pada layar alat telekomunikasinya itu.Sudah tiga hari kamu kembali ke Surabaya, Bang, batinnya kecewa. Tapi baru sekarang kamu menghubungiku. Berarti total sudah tiga minggu kita tak saling kontak semenjak pergi ke London. Hubungan macam apa ini? Aku capek, Bang. Capek sekali!Dengan enggan diterimanya telepon dari kekasihnya itu. “Halo,” jawabnya acuh tak acuh.“Halo, Say,” jawab suara di seberang sana ceria sekali. “Kamu sekarang berada di mana? Kangen sekali aku.”Gombal! gerutu si gadis dalam hati. Kangen kok, baru nelepon sekarang. Pas udah asyik indehoi sama Inge. Terus pulang ke rumah beberapa hari nemuin istri. Jangan-jangan pas keliling Inggris dan Perancis dua minggu itu kamu juga ada main sama cewek lain!“
“Kamu kenapa marah-marah begini? Nggak enak badankah?” tanya laki-laki itu dengan suara selembut mungkin.“Aku hamil!” tukas Rosemary ketus.“Hah?!”Mendengar reaksi spontan kekasihnya, gadis itu langsung bangkit berdiri dari pangkuan Edward. Dia pindah duduk di sebelah pria itu dan mulai mengoceh, “Aku hamil sejak kita berada di London, Bang. Waktu itu tubuhku tiba-tiba meriang, mual, dan muntah-muntah. Sampai beberapa acara di sana tidak bisa kuikuti. Kamu tentu saja nggak memperhatikan karena terlalu asyik dengan pacar barumu!”Kalimat terakhir Rosemary yang begitu menyudutkan dirinya membuat Edward terperangah.“Apa katamu tadi, Rose? Kenapa kamu tega menuduhku seperti itu? Kamu kan tahu aku ini orangnya seperti apa. Nggak mungkin aku tega mengkhianatimu,” kata pria itu berdalih. Namun dalam hati dia penasaran bagaim