Rosemary sedang mengurus klaim nasabah di rumah sakit ketika tiba-tiba ponselnya berbunyi. Dilihatnya nama Edward tertera pada layar alat telekomunikasinya itu.
Sudah tiga hari kamu kembali ke Surabaya, Bang, batinnya kecewa. Tapi baru sekarang kamu menghubungiku. Berarti total sudah tiga minggu kita tak saling kontak semenjak pergi ke London. Hubungan macam apa ini? Aku capek, Bang. Capek sekali!
Dengan enggan diterimanya telepon dari kekasihnya itu. “Halo,” jawabnya acuh tak acuh.
“Halo, Say,” jawab suara di seberang sana ceria sekali. “Kamu sekarang berada di mana? Kangen sekali aku.”
Gombal! gerutu si gadis dalam hati. Kangen kok, baru nelepon sekarang. Pas udah asyik indehoi sama Inge. Terus pulang ke rumah beberapa hari nemuin istri. Jangan-jangan pas keliling Inggris dan Perancis dua minggu itu kamu juga ada main sama cewek lain!
“
“Kamu kenapa marah-marah begini? Nggak enak badankah?” tanya laki-laki itu dengan suara selembut mungkin.“Aku hamil!” tukas Rosemary ketus.“Hah?!”Mendengar reaksi spontan kekasihnya, gadis itu langsung bangkit berdiri dari pangkuan Edward. Dia pindah duduk di sebelah pria itu dan mulai mengoceh, “Aku hamil sejak kita berada di London, Bang. Waktu itu tubuhku tiba-tiba meriang, mual, dan muntah-muntah. Sampai beberapa acara di sana tidak bisa kuikuti. Kamu tentu saja nggak memperhatikan karena terlalu asyik dengan pacar barumu!”Kalimat terakhir Rosemary yang begitu menyudutkan dirinya membuat Edward terperangah.“Apa katamu tadi, Rose? Kenapa kamu tega menuduhku seperti itu? Kamu kan tahu aku ini orangnya seperti apa. Nggak mungkin aku tega mengkhianatimu,” kata pria itu berdalih. Namun dalam hati dia penasaran bagaim
“Dasar nggak tahu malu. Berani-beraninya kamu mengarahkan tangan padaku! Memangnya kamu ini siapa? Cuma gadis bodoh yang hidup dalam bayangan cinta buta. Sadarlah, Rosemary Laurens. Sadar! Kamu ini tinggal di kota besar dimana banyak sekali orang-orang jahat yang suka memanfaatkan orang lain! Aku memang bukan orang baik-baik. Tapi setidaknya kamu masih kupelihara dengan layak dan bahkan kuberi keahlian untuk mencari nafkah!”Setelah mengucapkan kata-kata kejam itu, Edward langsung pergi meninggalkan apartemen. Rosemary menangis tersedu-sedu. Dunianya hancur seketika. Selama ini dia ternyata hidup dalam kebohongan. Edward rupanya telah merencanakan segalanya dari awal. Memanfaatkan keluguannya, mengambil kesempatan saat kondisinya tengah terpuruk, berpura-pura menjadi orang yang baik hingga membuat Rosemary memujanya setengah mati….“Papa…, Owen…,” jerit gadis itu dengan hati terluka. “Aku su
“Kamu egois sekali, Bang! Lalu bagaimana denganku? Aku sudah kehilangan kehormatanku, kepercayaanku terhadap laki-laki. Bagaimana mungkin kamu tega memintaku menggugurkan darah dagingku sendiri? Kalau kamu memang nggak mau bertanggung jawab, ya sudah! Aku nggak akan memaksamu. Biar aku sendiri yang mengasuh anak ini.”“Jangan bodoh, Rosemary Laurens!” sergah Edward berang. “Kamu pikir menjadi seorang single parent itu mudah? Lalu bagaimana kamu menjelaskan pada orang-orang mengenai perutmu yang semakin membesar nanti. Terutama pada keluargamu di Balikpapan. Ingat, Rosemary. Kamu datang kembali ke kota ini untuk mencari nafkah demi kesejahteraan keluargamu. Coba bayangkan, bagaimana perasaan Tante Martha kalau tahu kamu di sini justru menjadi kekasih simpananku? Tegakah kamu mengecewakan hati mamamu yang malang itu? Sudah dikhianati mendiang suaminya yang berselingkuh dengan perempuan lain. Eh, ternyata putri kandungnya sendiri sekar
“Terima kasih, Ma. Jaga diri baik-baik juga, ya. Akhir tahun ini Rose akan pulang ke Balikpapan untuk merayakan Natal dan Tahun Baru.”“Mama senang mendengarnya, Nak. Sekarang kamu beristirahat, ya. Selamat malam.”“Selamat malam, Ma.”Setelah mengakhiri pembicaraan di telepon dengan ibunda tercinta, Rosemary berpaling pada Edward yang sejak tadi diam memperhatikannya.Dengan menguatkan hatinya, gadis malang itu berkata tegas, “Aku berubah pikiran. Carikan dokter yang kompeten dalam menjalankan aborsi. Ingat, jangan sampai suatu saat nanti terjadi efek samping dalam rahimku. Aku bisa menuntutmu bersama-sama dengan dokter itu ke pengadilan!”Edward tersenyum penuh kemenangan. Akhirnya aku lolos juga kali ini, batinnya penuh sukacita. Belajarlah dari pengalaman ini, Edward Fandi. Jangan sampai terjadi lagi seorang perempuan hamil akib
Edward diam seribu bahasa mendengar penuturan si dokter. Terselip perasaan bersalah yang teramat mendalam pada sanubarinya.Maafkan aku, Rosemary, sesalnya dalam hati. Tak pernah sedikitpun terpikir dalam benakku untuk membuatmu menderita seperti ini. Tapi aku hanyalah manusia biasa yang punya kelemahan. Dan keinginan untuk memiliki dirmu selama beberapa waktu adalah salah satu bentuk kelemahanku.Menyaksikan kawannya diam saja tak bereaksi, si dokter melanjutkan ucapannya, “Waktu itu aku cuma tersenyum dan berkata…Berdoalah Nona Rosemary. Mintalah hikmat pada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Maka hal itu akan diberikanNya pada Nona….”Sementara itu Rosemary yang masih tertidur di dalam ruang operasi bermimpi. Dia seolah-olah melihat seorang malaikat kecil bersayap dan berjubah putih terbang tinggi meninggalkan dirinya yang berlinang air mata….***S
Nada suara ketus Rosemary membuat Edward terperangah. Sama sekali tak diduganya gadis itu akan mengambil keputusan yang tidak rasional seperti itu. Agen lain tak mungkin menolak rezeki yang ditawarkan olehnya barusan. Bayangkan, manajer senior sekelas Edward Fandi akan melimpahkan seluruh database nasabah yang diperolehnya selama hampir dua belas tahun secara cuma-cuma! Komisi dan bonus yang menyertainya pastilah berlipat ganda dari penghasilan Rosemary Laurens saat ini. Namun rupanya hal itu sama sekali tak menarik hati gadis itu.Dasar Gadis Bau Kencur. Harga dirimu tinggi sekali! kecam Edward dalam hati. Sok-sokan menolak durian runtuh yang jatuh tepat di hadapanmu. Akan kulihat nanti sejauh mana kamu bisa berhasil di bisnis asuransi tanpa bantuanku lagi, Sayang….“Kalau nggak salah, apartemen ini tempo hari kamu perpanjang sewanya lagi, kan?” tanya gadis itu tenang namun tak menatap Edward sama sekali. Pandang
“Sori, Rose. Aku mengerti ini berat sekali buatmu…,” ujarnya bersimpati. Sorot matanya tampak prihatin.Lawan bicaranya menggelengkan kepalanya kuat-kuat. “Lebih baik begini,” tukasnya. “Segala sesuatu yang diawali dengan niat yang tidak baik, maka buahnya pasti tidak baik juga.”Damian mengernyitkan dahinya. Apa yang terjadi pada Rosemary? Kukira dia akan sedih dengan kepergian kekasihnya. Ternyata malah acuh tak acuh. Apakah mereka sudah putus hubungan sebagai kekasih? batin pemuda itu bertanya-tanya.“Bu Teresa sportif sekali orangnya, Dam,” puji gadis itu tulus. “Sama sekali tidak merasa sakit hati anak buahnya pindah berkarir ke kantor kompetitor. Bahkan beliau mendukung dan mendoakan kemajuan karir manajerku ke depannya. Jarang sekali ada pemimpin yang berjiwa besar seperti itu.”Sahabatnya mengangguk mengiyakan. “Big
Rosemary merasa kecewa. Jadi itu alasannya ibunya membiarkan Oliv menikah dengan laki-laki pilihannya. Karena harta….Tiba-tiba sebuah pertanyaan mengusik benak gadis itu. “Memangnya berapa umur pacar Oliv itu, Ma? Kok papa-mamanya ngebet banget dia segera menikah?”“Tiga puluh tahun, Rose,” jawab Martha jujur.Putri sulungnya terbelalak. “Hah?! Sembilan tahun lebih tua dari Oliv. Bahkan lebih tua dariku!” serunya spontan.Ibunya mengangguk membenarkan. “Dia dulu sempat nakal sekali di masa mudanya. Ya gonta-ganti cewek, dugem, pakai narkoba. Akhirnya dimasukkan ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat di Jakarta selama satu tahun. Pulangnya ya baru dua tahun ini. Dia sudah berubah menjadi anak yang baik dan rajin bekerja di perusahaan papanya. Ketika melihat Oliv di sebuah toko roti, dia langsung jatuh cinta dan mendekati adikmu itu. Hubungan keduanya adem
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”Tiba-tiba perempua
Pada suatu malam Nelly berkata pada Martha, “Ma, tiga hari lagi Kak Rosemary kan berulang tahun yang ke-35. Itu pas hari Sabtu. Aku, Mas Damian, sama Mas Chris berencana mengadakan perayaan kejutan di panti. Mama ikut, ya?”Ibunya itu mendelik. “Kamu meminta sesuatu yang sulit sekali Mama kabulkan, Nel,” cetusnya gusar. Tampak jelas dia sangat tidak menyukai ajakan anak bungsunya itu.Nelly berusaha menyabarkan dirinya. “Lalu sampai kapan Mama akan memusuhi Kak Rose? Kasihan dia, Ma. Gangguan psikosomatisnya nggak sembuh-sembuh kalau begini terus,” ucap gadis itu prihatin.“Memangnya Mama ini Tuhan, bisa menyembuhkan penyakit kakakmu? Itu semua terjadi akibat ulahnya sendiri, Nel. Salah siapa dia banyak berbuat dosa dulu? Sekarang juga berani-beraninya menentang Mama! Dasar anak durhaka!” maki Martha tak henti-hentinya. Aura kebencian tampak jelas membayang dari raut wajahnya.Nelly sampai
Satu bulan kemudian Rosemary diberi kesempatan untuk mengucapkan salam perpisahan pada segenap rekan-rekan kerjanya ketika sedang berlangsung pertemuan besar.Secara singkat dia bercerita bahwa memperoleh panggilan hati sebagai pekerja sosial di sebuah panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dengan berat hati terpaksa mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai agen asuransi.“Demikian saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian atas dukungannya selama ini. Semoga Anda semua semakin sukses dan diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.”Tak sedikit orang yang menyayangkan keputusan wanita itu meninggalkan karirnya yang cemerlang secepat ini. Beberapa orang mengangkat tangannya untuk mengajukan pertanyaan.Damian dengan sigap meraih mikrofon yang dipegang Rosemary dan berkata pada hadirin, “Mohon maaf sebelumnya. Ini adalah salam perpisahan dari rekan sejawat kita Rosemary Laurens. Jadi bukan
“Tumben kamu ngajak aku ngobrol di luar panti,” cetus Christopher pada Rosemary keesokan harinya. Siang itu Rosemary mengajaknya bertemu di sebuah kedai kopi yang tak jauh dari panti.“Nggak enak kalau kedengaran Bu Farida ataupun orang-orang di sana,” jawab lawan bicaranya terus terang. “Ada hal penting yang mau kutanyakan padamu, Chris.”“Apa itu?” tanya si dokter ingin tahu. Ditatapnya wanita yang duduk di hadapannya dengan mimic serius.Rosemary berdeham sejenak lalu berkata, “Kemarin malam kerongkonganku terserang rasa panas bagaikan terbakar lagi. Padahal akhir-akhir ini aku sudah bisa menerima kondisiku apa adanya. Perut mual, lidah pahit, dan kerongkongan panas sudah kuanggap merupakan bagian dari diriku dan kuterima dengan lapang dada. Tapi kejadian kemarin malam membuatku tersadar. Sampai kapan gangguan psikosomatis ini menggerogotiku? So, aku mau bertanya padamu bagaimana caranya kamu d
“Mama dengar kamu tadi mengajak adikmu pergi ke panti asuhan,” cetus Martha blak-blakan begitu tiba di kamar Rosemary.Anaknya itu mengangguk mengiyakan. “Betul, Ma. Nelly yang memintanya sendiri tempo hari. Dan aku juga sekalian mengajak Damian karena dia juga pernah bilang mau melihat-lihat panti….”Martha berdeham keras. Dia menatap tajam putri sulungnya itu. “Begini, Rose. Kalau kamu memang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai agen asuransi demi melakukan pelayanan di tempat yang nggak penting itu, silakan. Tapi jangan pengaruhi adikmu untuk mengambil langkah yang sama denganmu. Bisa jadi gelandangan keluarga ini nanti kalau semua anggotanya bekerja cuma-cuma tanpa mendapatkan upah!” serunya berang. Kedua matanya melotot luar biasa saking marahnya.Rosemary menatap ibunya prihatin. Kok bisa-bisanya Mama berpikiran sejauh itu, batinnya pedih. Begitu pentingkah materi baginya? Padahal dia sudah pernah meras