Pagi itu Juan bangun dengan wajah cerah, secerah cuaca diluar. Pria itu turun dari ranjangnya lalu melangkah mendekati jendela dan membukanya.
Udara pagi yang segar langsung menyambutnya. Juan menarik napas dalam-dalam, memenuhi paru-parunya dengan udara pagi. Lalu ia tersenyum dengan senyuman khasnya yang mampu membuat wanita manapun meleleh.
"Ini harinya," gumam Juan.
Pria itu menatap langit dengan sendu, "ah, akhirnya aku akan kembali ke tempat asalku. Meninggalkan mimpiku menjadi seorang pemusik profesional."
"Jangan menyesalinya, Juan." Ia menegur dirinya sendiri. "Tentu saja kau harus kembali, papamu membutuhkanmu. Nyawanya berada dalam bahaya."
"Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan dilakukan paman dan putranya. Mereka akan melakukan apapun demi menguasai tahta Maximo."
Juan menarik napas panjang. Menyayangkan perebutan kekuasaan yang dilakukan adik ibunya itu. Padahal jika ia membicarakannya baik-baik, ayahnya mungkin akan m
Angelo terpana melihat tindakan cepat sang penerus tahta Maximo. Sedetik kemudian ia tersadar dan bergegas masuk kedal mobil satunya bersama anak buahnya. "Tunggu apalagi? Segera ikuti tuan Juan!" perintah Angelo gusar. Mobil yang dikendarai Angelo dan anak buahnya pun melaju dengan kecepatan tinggi, berusaha mengejar mobil Juan yang jauh didepan sana. Sementara itu, Juan mengendarai mobilnya dengan rasa cemas yang amat besar. Sepanjang perjalanan menuju rumah Celeste, ia terus berdoa agar tak terjadi apa-apa pada kekasihnya itu. Dari awal ia memiliki perasaan aneh tentang Armando Ferrari. Walaupun dia adalah ayah dari Celeste, kekasihnya, tapi tak menutupi ada sesuatu yang mencurigakan dari pria itu. Pernah, suatu kali Juan menyampaikan kecurigaannya pada Celeste tentang Armando, ayahnya. Namun gadis itu justru tertawa geli mendengar kecurigaan yang disampaikan Juan. "Sayang, dia papaku. Tidak mungkin dia akan mencelakakanku. Sebalikn
Angelo dan anak buahnya yang baru tiba di kediaman Ferrari mengurungkan niatnya untuk berhenti saat melihat mobil yang dikendarai Juan kembali berjalan. "Sialan! Mau kemana dia!" umpat Angelo. "Cepat ikuti! Kali ini jangan sampai ketinggalan lagi!" perintah Angelo pada salah satu anak buahnya yang menyetir. "Mau kemana kau, tuan Juan? Waktu kita tak banyak lagi, tuan Dominica sangat menunggu kedatanganmu," gumam Angelo cemas. Sementara itu di mobil yang dikendarai Juan, pria itu tengah menatap jalan didepannya dengan mata berkilat-kilat marah. "Armando, ternyata kecurigaanku selama ini kepadamu benar adanya," geram Juan. Ia mencengkram erat kemudinya hingga buku-buku jarinya memutih. "Jika terjadi sesuatu pada Celeste... Akan kupastikan kau menyesal karena telah melakukan hal itu pada gadis yang kucintai." Dengan gigi gemeretak, Juan melontarkan ancamannya pada Armando Ferrari. Dengan tidak sabar, Juan kembali menginjak gas mob
Juan terkejut mendapati kedua tangannya dicengkram erat dan ia diseret menjauhi rumah Walikota Alonzo oleh dua penjaga tersebut. Ia lalu meronta berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua penjaga tersebut dari tangannya. Namun tenaga kedua penjaga itu ternyata lebih kuat dari tenaga Juan. Ia cukup terkejut mendapati hal itu. "Lepaskan tangan kalian! Jangan berani-berani mengusirku dari sini! Aku harus bertemu dengan Walikota Alonzo!" seru Juan seraya mencoba melepaskan diri. "Kau tidak bisa bertemu Walikota Alonzo! Pergilah! Sebelum kami benar-benar menghubungi polisi!" ancam salah satu penjaga yang berkulit gelap. "Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum bertemu di Alonzo sialan itu!" tolak Juan mentah-mentah. "Alonzo! Walikota Alonzo! Keluarlah kau! Jangan bersembunyi seperti pengecut!" Juan berterial sekuat tenaga, menyebabkan keributan disana. Beberapa pejalan kaki serta pengendara yang melintas disana semuanya melihat kejadian terseb
"Aku tak peduli! Yang penting aku dapat menyelamatkan kekasihku!" seru Juan keras kepala. "Arrrgghhh! Sialan!" umpat Angelo seraya membuang muka. DUGGG!!! Angelo melayangkan tinjunya kearah perut Juan, hingga tubuh pria itu tertekuk. Wajah Juan meringis kesakitan merasakan tinju Angelo yang kuat. "Ah, apa yang kau lakukan, Angelo?" tanya Juan menahan sakit. "Aku sudah bilang, jika kau tidak menurut aku akan menggunakan kekerasan!" hardik Angelo tajam. "Tapi ini bukan saatnya kau melalukan ini padaku. Aku harus menyelamatkan Celeste. Tolong bantu aku," pinta Juan. "Apakah ada buktinya jika gadismu ada disini, tuan Juan? Tidak, bukan? Ini semua hanya dugaanmu!" tuduh Angelo. "Tidak! Ini bukan hanya dugaanku saja! Aku sudah lama mencurigai Armando Ferrari, ayah Celeste, begitu juga dengan Walikota Alonzo. Aku yakin, Celeste pasti ada disuatu tempat di rumah ini!" Juan bersikeras agar Angelo percaya ucapannya.
"Tentu saja, tuan Ferrari! Aku telah siap dari tadi!" jawab Walikota Alonzo antusias."Kau tahu? Aku sudah tak sabar untuk melihat hadiahku," bisik Walikota Alonzo ditelinga Armando yang disambut kekehan pria itu."Mari, pak walikota. Jangan berlama-lama lagi, aku akan tunjukan hadiahmu," balas Armando dengan senyum lebar.Keduanya lalu beranjak menuju ruang bawah tanah rumah Walikota Alonzo yang tersambung dengan jalan masuk utama. Keduanya menuruni tangga menuju ruang bawah tanah dengan perasaan masing-masing.Armando tak sabar lagi untuk memulai pembangunan yang dijanjikan Walikota Alonzo padanya sebagai imbalan hadiah yang akan ia berikan pada pria gendut itu.Sementara Walikota Alonzo sibuk mengatur debaran jantungnya yang berdegup kencang. Sama tak sabarnya dengan Armando, menantikan secantik apa hadiah yang dibawa pria disampingnya ini.Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat didepan pintu masuk yang tersambung dengan ruang bawah t
Walikota Alonzo berdiri gelisah, keringat membanjiri wajahnya. Dengan gugup, pria tua itu mengambil sapu tangan dari balik jasnya lalu mengelap wajahnya yang bulat berminyak dan mulai berkeriput itu.Sementara, lpCeleste yang kedua tangannya masih dicengkram kuat-kuat oleh dua orang pria yang -mungkin- anak buah Walikota Alonzo menegang.Otaknya berputar dengan cepat memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa keluar dari sini. Ia sama sekali tidak ingin menjadi pemuas nafsu pria tua itu selamanya.Celeste bergidik memikirkan hal itu."Celeste. Nama yang indah. Seindah pemiliknya," ucap Walikota Alonzo mencoba merayu Celeste.Pria itu perlahan mulai mendekati Celeste dengan senyum yang lebih menyerupai seringai penuh nafsu dengan mata menyapu seluruh tubuh wanita dihadapannya itu.Celeste mengernyit jijik melihat Walikota Alonzo, namun ia juga cukup takut dengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Ukuran tubuh pria itu 3 kali lip
Walikota Alonzo hampir 100% menanggalkan pakaian yang melekat ditubuhnya, yang tersisa hanyalah celana dalamnya. Celeste menatap ngeri pemandangan didepannya itu.Ya Tuhan, selamatkan aku! Celeste memohon didalam hati. Ia menatap jijik lemak menggelambir yang bergoyang-goyang diperut Walikota Alonzo, tiap kali pria itu bergerak.Dengan tidak sabar, Walikota Alonzo naik keatas ranjang dan menatap Celeste dengan penuh gairah. Bagian bawah pria itu sudah menegang dari saat pertama kali ia melihat Celeste yang berbalut mini dress berwarna hitam emas.Kini, wanita itu ada dihadapannya. Berbaring di ranjangnya dengan posisi menantang pasrah.Walikota Alonzo mulai menyentuh kaki Celeste, ia mengelusnya dengan lembut dan perlahan naik keatas melewati tempat sensitif Celeste, berlanjut ke perut dan berhenti di dua bukit kembar milik Celeste yang penuh sempurna."Ap-apa yang kau lakukan? Jangan sentuh aku! Lepaskan tanganmu dari tubuhku!" seru Celeste
Juan menghentikan langkahnya lalu menoleh kebelakang. Sosok pria yang amat dikenalnya tengah berjalan menuju kearahnya dengan sebuah senyum terukir diwajahnya yang mulai berkeriput."Papa!" seru Juan terkejut."Kemari, anakku. Papa sangat merindukanmu," ucap sosok itu yang tak lain adalah Dominica 'Don' Maximo, ayah Juan.Dibelakang ayahnya mengekor dibelakang, Angelo serta dua orang pria yang tak dikenalnya. Melihat sosok Angelo yang berjalan begitu tenang mengiringi ayahnya, tubuh Juan menegang. Emosinya seketika tersulut.Dengan rahang mengeras ia melangkah kearah ayahnya yang sudah siap menyambutnya dengan kedua tangan terbuka. Namun Juan dengan kedua mata tertuju pada Angelo berjalan melewati ayahnya sampai tiba dihadapan pria itu.DUAG!!!Juan melayangkan tinjunya kewajah Angelo hingga pria itu terhuyung kesamping. Don Maximo terkejut melihat kejadian tak terduga itu."Juan! Apa-apaan kau, nak?!" tegur Don Maximo yang tak mampu
Juan dan Celeste tercengang menatap wanita yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Wanita yang dibawa oleh Angelo yang dikenal dingin dan anti perempuan."Angelo?" ucap Celeste bingung."Perkenalkan, namanya Fiorella. Maafkan jika aku telah lancang mengajaknya untuk tinggal disini tanpa memberitahu kalian berdua terlebih dahulu. Tapi, ada alasan mengapa aku melakukan hal ini, tuan Juan, nona Celeste," jelas Angelo."Aku Fiorella, senang berkenalan dengan anda berdua," ucap Fiorella gugup."Ada apa ini, Angelo? Tidak biasanya kau membawa wanita seperti ini?" tanya Juan blak-blakkan didepan Fiorella."Dia adalah wanita yang diceritakan oleh Davidde tadi pagi, tuan Juan," jelas Angelo.
“A-apa maksudmu, Angelo? K-kau mengajakku tinggal bersamamu? Apakah tidak terlalu cepat? Kita berdua baru saja kenal,” ucap Fiorella dengan wajah merona merah karena malu.Menyadari kalau kalimat yang diucapkannya membuat Fiorella berpikiran macam-macam, Angelo cepat-cepat mengoreksinya dengan wajah sama merahnya dengan wanita itu.“Ah, ti-tidak! Maksudku bukan seperti itu! Maafkan aku jika ucapanku membuatmu berpikiran macam-macam!”“Maksudku, aku selama ini tinggal di hotel K bersama atasanku dan juga pacarnya. Mereka menyewa seluruh lantai, sehingga banyak kamar kosong. Jika kau mau, kau bisa mengisi salah satu kamar kosong di sana sampai kami menangkap pembunuh itu,” jelas Angelo cepat-cepat.“Oh, seperti itu,” ko
Angelo melesat bagai peluru meninggalkan ruangan itu langsung masuk kedalam mobil tanpa memperdulikan Juan yang meneriakkan namanya. Saat ini yang ada dipikirannya hanya satu. Fiorella.Ciri-ciri yang diceritakan oleh Davidde sangat cocok dengan Fiorella. Apalagi wanita itu membawa sekeranjang bunga, seingatnya Fiorella pernah bercerita padanya kalau ia sering membawa pulang bunga-bunga yang mulai layu untuk dikeringkan di rumahnya.“Pantas saja, dia tak membuka tokonya hari ini. Dia pasti syok dan ketakutan dengan kejadian semalam,” gumam Angelo.Tak sabar untuk segera bertemu dengan wanita itu, Angelo bagai kerasukan menekan pedal gas dalam-dalam. Membawa mobil dengan kecepatan penuh. Hampir semua lalulintas dilewatinya tanpa perduli apakah sedang merah atau hijau. Yang ada dipikirannya sekarang adalah
Pagi itu, Angelo kembali berjalan-jalan disekitar hotel hingga ke pasaraya yang letaknya tak jauh dari sana. Ia berniat mengenal Fiorella lebih jauh lagi. Setelah percakapan pertama keduanya, sudah sekitar 3 hari ia tak melihat wanita itu. Ia disibukkan dengan pembunuhan Domenico.Pagi ini sedikit senggang, sebelum mereka kembali ke markas Klan Maximo siang ini. Angelo menyempatkan menemui Fiorella untuk bercakap-cakap.Dengan bersemangat dan dada berdebar, Angelo berjalan menuju toko bunga Fiorella. Namun seketika ia mengernyit saat melihat toko wanita itu tutup. Tidak seperti biasanya, setahu Angelo Fiorella tidak pernah menutup tokonya.Dengan rasa penasaran ia lalu mendekati penjual tembikar yang letaknya persis di samping toko bunga Fiorella."Permisi, apa kau tahu
Angelo segera memasukkan memory card tersebut kedalam saku jasnya. Setelah itu keduanya bergegas mengembalikan barang-barang tersebut pada petugas. Dengan tergesa-gesa keduanya kembali ke mobil dan segera pergi dari sana."Ini, tuan Juan," ucap Angelo sambil memberikan memory card yang disimpannya tadi."Haruskah aku lihat sekarang?" tanya Juan meminta pendapat Angelo."Mengapa tidak? Lebih cepat kita tahu isi memory card itu bukankah lebih baik? Siapa tahu disana ada petunjuk yang kita inginkan," balas Angelo ringan.
Angelo kembali ke hotel dengan suasana hati yang lebih cerah. Pertemuannya dengan wanita pemilik toko bunga, Fiorella, sedikit mencerahkan hatinya yang cukup lama berkabut.Dengan bersenandung kecil, Angelo memasuki kamar hotelnya. Ia terus teringat akan Fiorella, dadanya berdebar kencang setiap kali ia teringat wanita itu. Apakah ia jatuh cinta lagi? Pada wanita yang sama namun sedikit berbeda? Angelo menggeleng, mengusir pikiran melantur itu."Apa yang kau pikirkan, Angelo? Dia bukan Carina, dia Fiorella. Walaupun wajah mereka sama, itu bukan dia. Carina mu tidak akan kembali, sadarlah," tegurnya pada dirinya sendiri.Walau begitu, Angelo tetap memikirkan Fiorella. Memikirkan wanita itu diluar dugaan memberikan ketenangan dalam hatinya.****
Menuruti perintah Juan, Angelo segera mengumpulkan anak buah Klan Maximo kemudian memberi mereka perintah untuk menyelidiki Alonzo. Serta berpatroli minimal 3 orang, agar menghindari penyerangan yang tidak diinginkan.Sementara Domenico telah pergi meninggalkan hotel dengan mengemban tugas menyelidiki bosnya sendiri, Armando Ferrari.Juan masuk kedalam kamar hotelnya dengan semangat baru, wajahnya kini berseri-seri tidak lagi murung seperti beberapa hari lalu. Celeste yang tengah duduk santai sambil membaca majalah mode merasa senang melihat perubahan itu."Darimana kau sayang? Aku mencarimu dari tadi," tanya Celeste sambil menurunkan majalah yang dibacanya."Aku tadi habis bertemu Domenico, sayang," jawab Juan sambil mencium pipi Celeste.
Ottavio masuk ke dalam lift hotel dengan Domenico mengekor di belakang. Ia memencet tombol 7 yang artinya mereka akan ke lantai 7, dimana semua kamar di lantai itu adalah milik Juan untuk sementara dirinya tinggal di hotel itu.Domenico mengikuti Ottavio dalam diam, hanya matanya yang memperhatikan sepanjang perjalanan menuju tempat bertemu Juan dan Angelo. Tibalah keduanya di lantai 7 dan Ottavio segera keluar lift terus berjalan menuju kamar bernomor 710 sesuai instruksi yang diberikan.TOK! TOK! TOK!Ottavio mengetuk pelan pintu kamar nomor 710. Tak butuh waktu lama pintu kamar terbuka dan muncullah sosok sempurna Angelo. Ottavio terdiam, terpesona sekaligus terintimidasi oleh kehadiran Angelo. Apalagi pria itu tepat berdiri dihadapannya.Dengan bibir gemetar, Ottavio
Angelo berjalan dengan terburu-buru meninggalkan pasaraya. Wajahnya pucat dengan keringat tak berhenti mengalir."Apa ini? Perasaan apa ini?" batin Angelo tak mengerti."Mengapa aku tak punya keberanian untuk bertanya pada wanita itu," batin Angelo lagi.Kenangan masa lalu sekilas berkelebat di pelupuk mata Angelo. Senyum manisnya, tawa renyahnya, mata hijau teduhnya tak pernah Angelo lupakan sekalipun.Angelo memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing. Kenangan itu serta wanita yang dilihatnya di pasaraya tadi menyakitkan kepalanya.Angelo bergegas membuka pintu kamarnya lalu melempar dirinya ke atas tempat tidur. Ia memejamkan kedua matanya dengan sebelah tangan diatas kening.