(Adegan ini mengandung unsur 25+, mohon kebijakan dalam membaca. Selamat membaca.)
Alindra merasa darahnya naik ke kepala saat Varsha meremas payudaranya dengan nyaman. Varsha merasakan tangannya sungguh nyaman meremas dua bongkah ranum yang besar itu.
"Lebih nyaman apabila kau menyentuhnya tanpa pakaian, sayang."
Alindra melepas pakaiannya, melepas bra nya dengan cepat seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Varsha takjub, bentuknya kini jauh lebih besar daripada sebelumnya.
Mulutnya sontak mengulum, menjilati pucuk ranum tersebut. Alindra melenguh dengan pinggang yang bergerak-gerak. Tentu gadis itu sudah sangat terangsang walau hanya diperlakukan seperti itu. Varsha bisa merasakan puting kencang di dalam mulutnya terasa sangat harum.
Stressnya, benar-benar hilang sejena
Varsha menggacak kepalanya sendiri. Ia menoleh menatap Alindra yang tengah terbaring setelah melakukan hubungan badan dengannya. Hal itu membuat Varsha resah, karena ia juga tidak tahu mengapa nalurinya berubah seketika. Ia mulai menganggap bahwa aktivitas seksual adalah hal lumrah dan menyenangkan.Varsha meraih pakaiannya, membersihkan tubuh sejenak kemudian memakai kembali pakaiannya. Tubuhnya letih, dan waktu sudah menunjukan pukul delapan malam.Perlahan ia berjalan keluar dari kamar tersebut. Tiba-tiba salah seorang pelayan menghampiri."Tuan, Tuan Giandra menyuruh anda untuk menginap malam ini. Saya telah siapkan pakaian di kamar anda, silakan."Varsha baru tahu bahwa ia memiliki kamar di rumah mewah tersebut. Kamar yang bahkan ukurannya jauh lebih besar daripada rumah miliknya di dalam gang. Varsha menghela nap
Varsha memandang sudut kota Jakarta yang saat itu menunjukan waktu dini hari. Tatapannya kosong, teringat akan masa lalu di mana ia bertarung secara kasar di jalanan demi mempertahankan harga diri.Menjadi orang kaya raya, tidak perlu mengotori tangan untuk menghancurkan hidup seseorang. Sementara saat miskin, seluruh hidup rasanya dicurahkan hanya untuk mempertahankan harga diri. Setidaknya itu dua perbedaan mencolok yang Varsha rasakan kini.Frans menatap Varsha seksama. Anak lelaki itu tengah larut dalam pemikirannya sendiri."Apa Tuan merasa resah?" tanya Frans.Varsha menganggukan kepalanya."Besok saat pelantikan, kurasa Fabian tidak akan diam saja. Ia pasti sudah merencanakan sesuatu." Varsha mengusap-usap bibirnya.Frans memandangi Va
Pagi itu beberapa orang berkumpul di area rumah kediaman Tuan Giandra. Ada perancang busana, ada penata rias dan ada juga pihak-pihak pendukung lainnya. Semua tengah sibuk dengan tugas masing-masing, terutama para perancang busana dan penata rias yang menangani Varsha.Triasono group memiliki adat budaya Indonesia yang cukup kental sejak turun temurun. Varsha tidak hanya memakai jas, akan tetapi, perancang telah menyiapkan jubah kebesaran dengan motif batik mewah yang ditenun dengan benang emas. Hiburan tradisi sampai modern akan mengiringi peresmian pemilik Triasono Group sehingga Varsha bagaikan seorang sosok Raja dari kehidupan lampau dan bereinkarnasi kembali dalam wujud baru."Tuan, apakah mereka tahu soal Tuan Fabian dan Tuan Varsha?" Frans berbisik pada Tuan Giandra yang tengah dirias.Tuan Giandra yang tengah memakai pakaian kebesaran Triasono group
Mobil yang ditumpangi Varsha sudah tiba di lokasi Hotel, tempat di mana peresmian pemilik Triasono Group dilaksanakan. Varsha menghela napas sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.Entah mengapa, ia rindu pada sosok Ibu. Andai saja wanita itu bisa melihat bagaimana Varsha berdiri menjadi seorang penguasa. Pasti beliau sangat bangga! Akan tetapi, semua hanya ada dalam khalayannya semata. Kini ia sudah melengang jauh ke tempat yang mungkin tak lagi beliau jangkau."Tuan, berhati-hatilah. Semoga kau bisa menjalani prosedur peresmian dengan baik," Frans tersenyum senang.Varsha meniupkan napasnya demi membuang ketegangan. Ia perlahan menggeser kakinya dan turun dari dalam mobil.Terlihat beberapa wartawan surat kabar dan juga media massa lainnya sudah berkumpul di pelataran Suryakancana group. Semua media massa dan juga pa
(Beberapa adegan cukup sensitif. Diharapkan kebijakan dalam membaca.)DUAK!!!Lutut Varsha mengenai dagu Andre hingga lelaki itu terpelanting ke belakang. Beberapa orang bergegas melindungi sosok Tuan Triasono dari Andre dan sosok yang memungkinkan untuk menyerang sang Tuan diam-diam. Andre tidak mau kalah, ditariknya kemeja Varsha dan satu buah hajaran melayang ke pelipis Varsha dengan keras.Kuat. Hanya itu yang bisa Varsha katakan saat pelipisnya dihajar. Hajaran Andre luar biasanya menyakitkan bagi siapa saja yang merasakan, akan tetapi, Varsha bukan tipe orang yang mudah kesakitan ketika dihajar sesakit apa pun."Hanya segitu?" Varsha tertawa melecehkan.Andre yang merasa geram dengan tawa Varsha bergegas melayangkan tinjuan demi tinjuan pada lelaki tersebut. Varsha yang nota
Varsha berlari kencang ke arah ruang pesta, ia tidak bisa menemukan sosok Tuan Triasono sang Kakek, dan juga Tuan Giandra Ayahnya. Ck, sial! Kemana mereka membawa pergi keduanya? Bagaimana bisa hal seperti ini bisa terjadi?!Frans sontak menahan tubuh Varsha. Lelaki itu menghubungi seseorang dan menyuruh agar Varsha menyimpan tenaganya terlebih dahulu. Beberapa pengawal menyodorkan sebotol air dan Varsha meneguknya perlahan."Sepertinya, Tuan Fabian yang membawa mereka ke kamarnya." Frans menatap Varsha lekat-lekat.Varsha sontak berjalan cepat diiringi para pengawal yang mengekorinya dari belakang. Akan tetapi, langkah mereka terhenti tatkala sebuah pasukan menghalangi langkah Varsha dan juga Frans."Minggir," titah Frans dengan tatapan dingin.Pasukan tersebut tak bergeming sama
"Ini adalah salah satu cara melepaskan diri saat diikat. Tempatkan senjata api di bagian tubuh yang bisa kau jangkau dengan tanganmu yang terikat. Selalu simpan pisau lipat dekat dengan pergelangan tanganmu." Varsha masih ingat bagaimana seniornya di Liondeath mengajari cara melepaskan diri. Bahkan ia sudah menduga kejadian ini akan menimpanya. Varsha sudah melepaskan diri sejak Fabian masuk ke ruangan tersebut. Akan tetapi, ia mengambil ancang-ancang di saat dan waktu yang tepat. "DOORRR!!!" Bagian tungkai kaki Fabian tertembak. Lelaki itu sontak terkulai dan ambruk ke atas lantai, akan tetapi kedua bola matanya fokus menatap Varsha lekat-lekat. "Cecunguk kecil tengah lepas dari perangkap." tutur Fabian dengan emosi yang memuncak. Varsha men
Jakarta, pukul sebelas malam.Beberapa di antara mereka yang berjalan hilir mudik malam itu tengah menuju tempat peristirahatannya masing-masing. Sementara, Varsha hanya tengah berjalan tanpa arah tujuan dengan tangan kanan yang memegang sebatang rokok menyala, dan satu tangan di saku kirinya.Kota Jakarta keras, begitulah orang-orang berkata. Semua berjuang untuk memenuhi ekonominya masing-masing, melakukan cara apapun dari halal hingga haram demi memenuhi kebutuhan hidup. Sah-sah saja, setiap orang bertanggung jawab atas hidupnya masing-masing bukan? Tidak ada seorang pun yang benar-benar memedulikan nasib kita.Ada yang menjajakan tubuh di pinggir jalanan, ada yang tidur terkulai dalam keadaan barang jualannya yang tidak habis, ada juga yang tidak punya tujuan hingga mereka menghabiskan waktu di pinggiran jalan, tidur dengan beralaskan dus ko
Han berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke halaman belakang rumah besar yang dulunya merupakan milik ayahnya, Tuan Giri. Taman itu, yang dulu dipenuhi dengan bunga-bunga eksotis dan air mancur yang gemericik, kini tampak layu dan tidak terurus. Begitulah kondisinya, sama seperti bisnis keluarga mereka, Suryakancana Group, yang jatuh ke tangan orang lain. Meskipun Varsha adalah sepupunya, akan tetapi tetap saja semuanya terasa menyedihkan karena perusahaan tidak jatuh di tangannya sebagai pewaris utama.Langkah kaki terdengar di belakangnya, lembut namun berwibawa. Han tahu siapa yang datang bahkan tanpa berbalik. Nyonya Keiyona, istri kedua almarhum ayahnya, berjalan masuk dengan anggun. Wanita itu masih tampak mempesona meskipun usianya sudah tidak lagi muda, wajahnya yang selalu tampak tenang kini terlihat lebih serius."Han," panggil Nyonya Keiyona lembut namun tegas, menghentikan Han dari lamunannya.Han berbalik, menatap wanita yang sudah lama dianggap sebagai bagian da
Di sebuah gedung pertemuan megah di tengah kota, para eksekutif dan tokoh-tokoh penting berkumpul dengan penuh antusias. Ruangan itu dipenuhi oleh suara bisik-bisik tentang berita besar yang akan disampaikan hari ini. Di depan mereka, berdiri seorang pria muda dengan tatapan penuh keyakinan, Varsha Suryakancana. Ia adalah pemimpin baru yang akan mengubah wajah bisnis di negeri ini.“Terima kasih atas kehadiran kalian semua,” suara Varsha mengalun tegas di mikrofon. "Hari ini, saya dengan bangga mengumumkan penggabungan antara dua kekuatan besar, Triasono Group dan Suryakancana Group, menjadi satu entitas yang akan kami sebut Suryakancana Group. Dengan ini, kita menjadi salah satu perusahaan terbesar yang membawahi banyak sektor, mulai dari energi, infrastruktur, hingga teknologi.”Suara tepuk tangan menggema di ruangan, tapi di antara tepukan tangan itu, ada juga wajah-wajah yang penuh keterkejutan. Pasalnya, yang ia rebut adalah perusahaan milik sang Paman dan jelas-jelas masih ada k
Han duduk di kursi ruang kerjanya, matanya terpaku pada jendela yang memandang keluar gedung Suryakancana Group. Di luar, langit mendung seolah mencerminkan kekacauan yang sedang ia alami. Perusahaan ini bukan hanya sekadar bisnis baginya, tapi warisan keluarga yang telah dibangun dengan darah, keringat, dan air mata oleh kakek dan ayahnya. Suryakancana Group telah menjadi simbol kejayaan keluarga mereka, sesuatu yang tak ternilai harganya.Namun kini, semuanya perlahan-lahan runtuh. Skandal perselingkuhan, krisis ekonomi perusahaan, dan ketidakmampuan Han mengendalikan situasi telah membuat posisinya semakin terancam. Setiap hari, ia merasakan tekanan yang semakin berat. Divisi-divisi perusahaan mulai kehilangan arah, bahkan beberapa telah melakukan pemutihan karyawan besar-besaran, membuat para pekerja marah dan menggelar demonstrasi di depan kantor pusat.“Han, kita tidak bisa terus seperti ini,” ujar Mona, istrinya, yang tiba-tiba masuk ke ruang kerjanya. Wajahnya yang cantik tamp
Suryakancana Group, yang dulu merupakan salah satu perusahaan terkuat di industri, kini perlahan-lahan runtuh dari dalam. Frans, yang selama ini bergerak di balik layar, dengan hati-hati meluncurkan rencananya. Ia mulai mendekati bawahan-bawahan Han, sang CEO, dengan janji manis dan iming-iming keuntungan. Beberapa di antara mereka, yang telah lama merasa kurang puas dengan kepemimpinan Han, perlahan-lahan mulai beralih kesetiaan mereka kepada Frans.Di ruang rapat utama perusahaan, suasana tegang menggantung di udara. Beberapa eksekutif saling bertukar pandang dengan raut cemas, sementara yang lain berbisik-bisik, membicarakan gosip yang mulai menyebar. Di tengah-tengah kekacauan ini, Han tetap berdiri tegar, meskipun ia tahu ada sesuatu yang salah. Suryakancana mulai kehilangan arah, dan divisi-divisi kunci dalam perusahaan mulai berantakan."Han, kita harus bicara," suara berat Nyonya Keiyona, menggema di ruangan itu. Dia melangkah maju, matanya menatap tajam ke arah Han. "Apa yan
Setelah mengetahui bahwa Archy Prameswari akan menjadi adik iparnya, Varsha merasakan kecemasan yang semakin mendalam. Dia duduk di ruang kerjanya, memandang ke luar jendela dengan pikiran yang berputar tak menentu. Kehadiran Archy di dalam keluarga akan mengubah segala perhitungan yang telah ia buat. Archy bukanlah orang sembarangan—dia adalah pewaris sah Suryakancana Group, dan pernikahannya dengan Reyhan akan semakin memperkuat posisi Archy dalam keluarga. Hal ini membuat Varsha merasa terancam, dan setiap langkah ke depan harus diperhitungkan dengan cermat.Ia harus mendapatkan Archy apapun caranya.Suara lembut namun tegas dari Frans, ajudannya, memecah kesunyian ruangan. "Tuan Varsha," kata Frans, sambil menundukkan kepala sedikit, "Saya rasa kita harus mulai mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengamankan posisi Anda."Varsha menoleh, matanya menyipit sedikit. Kira-kira apa yang akan Frans katakan?"Kau pikir aku belum mempertimbangkannya? Archy akan menjadi adik iparku. In
Enam bulan berlalu.Varsha menatap kosong berkas-berkas di hadapannya, tangannya bergetar halus saat merapikan kertas-kertas itu. Suryakancana Group, perusahaan besar yang sekarang berada di bawah kendalinya, terasa semakin jauh dari prediksinya. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menaklukkan dewan direksi, tetapi semua itu terasa sia-sia.Sejak menikahi Syahna, putri pemilik saham terbesar, Varsha berharap posisinya di perusahaan akan lebih kuat. Namun kenyataannya, pernikahannya dengan Syahna tidak membawa pengaruh besar. Han sekarang jauh lebih gemilang dalam mengelola perusahaan dibanding sebelumnya.“Bagaimana mungkin aku bisa menguasai Suryakancana Group kalau setiap langkahku terus-menerus ditolak oleh mereka?" gumam Varsha, mengacak-acak rambutnya frustrasi.Syahna, istrinya, tampak masuk ke dalam ruang kerja dengan langkah tenang. Dia bisa melihat tekanan yang dirasakan suaminya dari tatapannya yang lesu."Varsha, kamu tidak bisa terus-menerus memaksakan kehendakmu. Dewan
"Pernikahan antara Tuan Varsha Suryakancana dengan putri Direktur Rumah Sakit Suryakancana resmi digelar."Pemberitaan media massa telah menyebarkan berita bahagia itu ke seluruh penjuru. Varsha nampak sangat tampan dengan tuxedo hitam serta kemeja putih sebagai dalamannya. Lelaki itu menyambut Syahna di atas altar, meminta gadis itu berjanji supaya mau menemaninya sepanjang hidup. Syahna yang tengah mengandung delapan minggu itu datang kepada Varsha dengan gaun pengantin cantik hingga menambah kecantikan dirinya yang menonjol. Walau Varsha sudah tidak memiliki perasaan terhadap Syahna, akan tetapi ia harus menghormati Syahna sebagai istrinya."Tuan Varsha, selamat atas pernikahan anda!" Seluruh orang bersuka cita dengan acara pernikahan sang penguasa tersebut. Akan tetapi, sudut hati Varsha tetap merasakan kesunyian dan kepedihan yang masih membekas dalam ingatannya. Ada rasa trauma acapkali melihat altar pernikahan, ia selalu teringat peristiwa berdarah di mana ia kehilangan sosok
"Apa kabar Tuan? Sudah lama rasanya saya tidak mengunjungi Tuan. Maaf atas kesombongan saya." Varsha menyesap teh yang disajikan kemudian menaruh kembali cangkir itu di atas meja.Tuan Diran yang duduk di hadapan Varsha itu terlihat pucat. Beliau nampak menghela napas panjang kemudian memandangi Varsha seksama."Ah, kau sangat sibuk. Tidak usah repot dengan pria tua di hadapanmu ini." Tuan Diran tersenyum.Varsha tertawa kecil menanggapi itu semua, ia mendesah pelan kemudian melirik ke arah Reyhan yang juga menghampiri dirinya di ruang tamu."Apa kabar? Lama sekali tidak berjumpa." Reyhan menyalami Varsha dengan senyuman ramah."Ah, kau juga tengah sibuk dengan Rumah Sakit Hewan yang kau kelola bukan? Aku dengar banyak sekali pasien menengah ke atas yang datang ke sana." "Klinik, tidak usah dilebih-lebihkan sebagai Rumah Sakit." Reyhan tertawa kecil. "Kebanyakan orang datang ke Pet Shop. Namun, aku bersyukur orang mempercayakan semuanya pada klinik kami.""Ya, kau sangat apik dalam m
"Pilihlah apa yang kau inginkan, tidak usah bertanya padaku. Karena aku bukan kekasihmu." Varsha mempersilakan Gadis itu mencari sepatunya sendiri.Gadis itu tertegun, entah karena bagi dirinya mahal ataukah memang tidak tahu harus memilih yang mana. Nampak pelayan Toko tersebut menunggu Gadis itu memilih dan Varsha memilih untuk menunggu. Nampak beberapa pengawalnya ada di depan Toko tanpa mengganggu Varsha sama sekali.Varsha menatap Gadis itu dari cermin toko. Gadis tersebut sangat cantik, ia jadi penasaran kira-kira seperti apa pekerjaan yang akan ia lakukan?"Aku hanya butuh sepatu kets biasa, jangan yang mahal, ukuran 40." Gadis itu mendeskripsikan apa yang ia cari."Belilah dua pasang, atau tiga. Manusia tidak bisa hidup dengan satu sepatu saja." Varsha memberi saran."Saya akan membelinya dengan gaji saya nanti, untuk saat ini saya hanya akan mengenakan satu saja." Gadis itu tersenyum. "Mbak yang ini saja."Bahkan sepatu yang dipilih Gadis itu cukup sederhana. Mengapa ia tidak