"Assalamualaikum, Bapak, Ibu!" Teriak Kinanti.
Bu Asri yang tengah menjemur padi hasil panennya, kaget mendengar suara seseorang yang mengucap salam. Suara itu tak asing lagi di telinganya. Dan wanita paruh baya ini pun bergegas menghampiri.
"Waalaikumussalam, wah...., Kinanti! Pak.... anak gadis kita sudah pulang Pak," teriak Bu Asri terkejut bahagia.
"Ibu....!" Kinanti seketika menghambur memeluk tubuh wanita yang sangat dirindukannya selama dua bulan terakhir ini. Dan keduanya berpelukan melepas kerinduan.
"Kinanti.... Nak...., panggil pak Firman lirih dengan suara gemetar dari dalam kamar.
Mendengar suara sang bapak, gadis itu pun berlari dan melepas pelukannya dari sang ibu.
"Bapak...." Teriak Kinanti sedih, saat melihat pria paruh baya tengah terbaring di atas kasur dengan tubuh lemahnya.
"Huuuuu...., Bapak. Maaf kan Kinanti Pak," Kinanti memeluk tubuh lemah pak Firman dan keduanya tenggelam dalam Isak tangis kesedihan.
S
Waktu terus bergulir, setelah adegan haru biru terjadi. Kinanti menyodorkan sebuah amplop warna coklat kepada sang ibu."Bu, ini adalah uang untuk Irfan mendaftar kuliah. Sisanya bisa Ibu pakai untuk keperluan sehari-hari nanti. Kinanti harus kembali untuk bekerja. Jika ada waktu senggang lagi, nanti kami pulang," ujar Kinanti yang tengah duduk di samping Bu Asri."Tapi Nak. Ini uang hasil jerih payah kamu, bagaimana bisa Ibu memakainya.""Ibu terima saja. Kalian lebih membutuhkan biaya di sini," mohon Kinanti.Setelah beberapa detik saling memaksa dan menolak, akhirnya Bu Asri setuju dan menerima uang pemberian anak gadisnya. Meski sebenarnya Zain Abraham bisa saja memberi mereka uang yang lebih, Namun hal itu tidak dilakukan Zain, semata demi menghargai wanita yang dicintainya."Kinanti balik ya, Bu. Ibu dan Bapak jangan terlalu banyak berpikir lagi masalah uang. Setiap bulan nanti akan Aku transfer ke rekening Irfan," tandas Kinanti.
Setelah dua malam tidak pulang, maka malam itu sepulang dari Perusahaan, Zain kembali pulang ke rumah. Walau sebenarnya dirinya enggan untuk pulang."Malam, Pa, Ma." Sapa Zain saat baru masuk ke dalam rumah, di mana kedua orang tuanya tengah duduk di teras. Entah sebuah kesengajaan atau bukan."Malam, dari mana saja kamu? Masih ingat kamu jalan pulang?" Cibir Retno yang tengah bersendekap, membuang muka."Mama, anaknya pulang bukannya disambut. Malah dijutekin begitu," protes Yazid.Zain diam tak menjawab, hanya mencium punggung tangan kedua orang tua nya bergantian, beranjak masuk ke kamar."Zain....!" Teriak Retno saat sang putra berlalu masuk menuju kamarnya.Retno bergegas mengikuti langkah Zain, dan terus mengoceh di belakang sang putra."Berhenti Zain! Mama ingin bicara."Langkah kaki Zain yang sudah sampai di depan pintu kamar terhenti, berdiri tanpa menghadap sang ibunda."Mama tahu kamu pasti sedang bersam
"Silahkan Tuan bicara, saya akan dengarkan!" Ujar gadis yang kini duduk di samping Mikal."Kenalkan, namaku Amikal Soedibyo, putra tunggal 'Soedibyo Grup." Pria di hadapan Kinanti itu mengulurkan tangan dengan congkaknya."Kinanti," jawab pelayan itu singkat. Membalas uluran tangan Mikal."Pantas saja CEO sombong itu tergila-gila padamu," celetuk Mikal menyindir, dengan senyuman sinis."Itu bukan urusan Tuan, sebaiknya cepat Tuan katakan! Atau biarkan saya kembali bekerja," ujar gadis yang tengah mendudukkan tubuhnya di samping Mikal dengan ketus."Aku mau kamu menjadi pacarku, lepaskan CEO songong itu, apa pun yang kamu minta pasti aku berikan," Pria yang tengah menikmati asap rokok itu terus berusaha menggoyahkan hati Kinanti."Maaf , Tuan. Masalahnya bukan pada materi, akan tetapi ini," ucap Kinanti tangannya memegangi dada."Ha ha ha ha..." Kekeh Mikal."Kamu pikir CEO sombong itu akan menikahi mu, gadis b
Pagi yang cerah dan semangat membara, Zain bersiap untuk melakukan kunjungan kerja ke beberapa anak cabang perusahaan di luar kota. Berharap satu Minggu ke depan adalah hari yang menyenangkan dan berjalan dengan lancar, agar bisa segera bertemu kembali dengan sang pujaan hati.Di tempat yang berbeda Alex yang kini resmi menjadi asisten Zain Abraham, juga mulai bersiap datang ke perusahaan untuk mengawasi jalannya kinerja para staf, tanpa kehadiran CEO selama satu pekan. Seluruh karyawan dan staf tampak menundukkan kepala saat orang kepercayaan sang CEO tiba di perusahaan dengan jas hitam dan tubuh tegapnya yang setara Zain Abraham berjalan menyurvei ke beberapa divisi."Selamat pagi, Tuan Alex," sapa setiap staf yang meja kerjanya didatangi Alex untuk melihat laporan kerja setiap divisi."Pagi juga," Jawabnya singkat.Meski jarang tersenyum dan jarang keluar kata dari bibirnya, ketampanan Alex boleh dibilang di atas dari para pekerja 'MAHARDIKA COMPANY. K
Dua hari berselang, setelah pertemuannya dengan sang Chairman. Akhirnya Salim berhasil menemukan alamat Kinanti bekerja. Dan malam itu pun ia langsung mendatangi Klub malam tersebut, untuk menyelidiki apakah gadis yang dicintai putra Chairman Yazid adalah wanita genit yang suka menggoda pria kaya atau sebaliknya."Selamat malam, Tuan. Mau pesan apa?" Tanya seorang gadis cantik yang berpenampilan sederhana dan bersahaja. Saat pria berusia empat puluh tahun itu baru saja mendudukkan bokongnya di kursi meja tengah.Salim menatap gadis yang sedang berdiri di depan nya saat itu. Dari sekian pekerja yang ada, hanya gadis ini lah yang terlihat paling sopan dan sederhana. "Apakah dia gadis itu?" batin Salim terus mengamati gadis tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki tanpa berkedip."Ah, mana mungkin Tuan muda Zain, menyukai gadis sederhana seperti dia," batin Salim secara tidak sengaja mencibirnya."Tuan, mau pesan apa?" Tanyanya membuyarkan la
Keesokan harinya, Salim menghubungi Chairman Yazid. Perihal penyelidikannya tentang Kinanti. Dan pagi itu Yazid secara langsung mengundang Salim untuk datang ke kediamannya. Hal yang sama juga, sepertinya dilakukan oleh Mikal, keponakan Retno.Mobil kedua pria yang secara tidak sengaja datang bersamaan, tengah memasuki halaman Mansion. Berjalan beriringan. Salim dan Mikal, sama-sama keluar dari dalam mobil. Mikal menatap sinis pria yang tengah berjalan di sampingnya. Sementara di balik kacamata hitam nya, Salim menatap wajah Mikal, yang seolah tidak asing baginya. Bodyguard bayaran Chairman Yazid itu pun mengerutkan dahi. Berusaha mengingat di mana ia pernah bertemu. Seketika ingatannya tertuju pada obrolan semalam di Klub."Bukan kah itu pria semalam yang sedang berbicara dengan Bartender, sedang apa dia di sini" batin Salim.Yazid dan Retno kebetulan tengah duduk berdua di teras depan, sang Chairman yang terkenal dingin dan sangat
Selepas kepergian Salim dari kediamannya, Yazid segera masuk ke dalam. Masih penasaran dengan apa yang di dengar oleh telinganya beberapa saat barusan. Saat dirinya memasuki ruang tamu, kedua manusia yang tengah berdebat, diam seketika."Kenapa kalian diam? Ada apa ini Mikal?" Selidik Yazid mengintimidasi."Maaf, Om!" Ucap Mikal mulai bercerita tentang apa yang pernah Retno perintahkan kepadanya."Mama juga, bukan kah Papa bilang jangan gegabah. Mama tahu, kenapa Papa undang Salim ke mari?" Suara Yazid terdengar penuh kemarahan.Retno dan Mikal masih ambigu. Dan Yazid pun akhirnya terpaksa bercerita. Perihal kedatangan Salim beberapa saat lalu."Papa sengaja menyuruh Salim, untuk mencari informasi tentang Gadis itu. Salim bilang, Mikal ada di sana juga. Mikal, katakan! Apa benar dia bukan Wanita genit dan penggoda!" Perintah Yazid masih diliputi emosi suaranya."Iya, Om. Benar! Dia memang Gadis yang berbeda dari lainnya. Bukan type Wanita pe
Hari terus berganti, dan tanpa terasa perjalanan bisnis yang dilakukan oleh Zain Abraham sudah menginjak hari ke lima. Sepertinya sang Chairman telah mempersiapkan rencana yang sudah ia pikirkan matang-matang selama dua hari terakhir. Tentang kelanjutan asmara terlarang sang putra, menurutnya. "Ya, aku harus melakukan ini. Mungkin dengan menyibukkan Zain di London, perlahan dia akan melupakan gadis itu," tandas sang Chairman bergumam. Pria paruh baya itu terlihat sedang melakukan video call dari laptop, di ruang kerjanya. Sengaja Yazid merahasiakan semua rencananya ini dari sang istri. Karena jika sudah berhubungan dengan wanita itu, tidak akan berjalan dengan baik. Yang ada hanyalah emosi dan kekerasan. Sebab bagaimana pun juga ia seorang manusia yang mempunyai hati nurani. Tidak mungkin memisahkan sang putra dengan gadis yang dicintainya secara terang-terangan. Yang ada hanya akan menimbulkan kekecewaan dan gejolak mental yang teramat dalam. "Tolong
"Apa kah benar itu suara Honey ku?" Zain yang masih mengekor dari belakang, semakin penasaran akan sumber suara tersebut. Dan semakin mempercepat langkah mendekati, namun tiba-tiba lengannya ditarik oleh sebuah tangan. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini kawan? Ayo kita kembali ke meja!" Cegah Andika. Saat sahabat nya mengejar ibu dan anak yang ternyata sudah dokter Andika ketahui siapa dia sebenarnya, maka ia segera menyusul mengejar Zain Abraham. Tak ingin terjadi keributan di sana, ditambah wanita itu tidak datang sendirian melainkan bersama kekasihnya. Dengan langkah gontai dan wajah prustasi, Zain Abraham pun kembali ke meja mengikuti saran sahabat nya. "Aku seperti tidak asing dengan suara wanita itu, dan lagi aku pernah berjumpa anak tampan itu. Makanya aku mengejar dia," Terang Zain Abraham saat berjalan beriringan menuju meja semula. "Zain tolong jaga sikap mu, kita di sini adalah tamu. Jangan buat keributan, lag
"Sayang, kenapa kamu tidak marah atau memaki aku barusan? Apa itu artinya aku benar-benar sudah diterima?" Tanya Hasnan saat memasuki ruangan kerjanya masih bergandengan dengan Kinanti."Entahlah, aku sendiri tidak mengerti akan perasaanku saat ini, bersediakah kamu memberiku waktu untuk itu?"Kinanti duduk di sofa berdampingan dengan Hasnan. Meski Kinanti telah memberi lampu hijau kepada dirinya, namun pria itu masih tetap menghormati dan tidak berbuat lebih. Hanya sebatas ciuman di pipi atau kening. Hasnan tidak ingin merusak wanita yang dicintainya hanya untuk napsu sesaat saja."Apa kamu menangis barusan karena mendengar kabar dari dia?" Hasnan menggenggam tangan Kinanti dan mengecupnya. Wanita itu pun mengangguk."Sejauh apa kamu bersembunyi jika Tuhan telah berkehendak mempertemukan kalian, tidak akan bisa kamu untuk menghindarinya. Karena Tuhan lebih tahu akan rencananya. Apa pun yang terjadi nanti, nikmati dan jalani saja apa kata hati mu. S
"Siapa mereka?" Tanya Alex saat Lala duduk di sampingnya."Mereka adalah anak-anak yang memiliki nasib kurang beruntung. Aku hanya sesekali saja tiap ada rejeki lebih mengunjungi mereka," jawab Lala seraya memasang sabuk pengaman."Ternyata di balik penampilan mu yang sedikit galak menyebalkan dan bar bar, tersimpan sisi lain yang luar biasa," puji Alex.Mobil kembali melaju menyusuri jalanan ibu kota dan saat gadis itu meminta pria di sampingnya untuk mengantar ke sebuah apartemen yang ternyata juga satu kawasan dengan tempat tinggalnya, Alex terperanjat kaget saat mobil berhenti."Mau apa lagi kamu ke sini? Apa mau ke ruang teman?" Tanya Alex. Dibalas gelengan kepala serta senyum oleh Lala."Lantas, mau apa kamu ke sini?" Alex memperjelas rasa penasarannya.Lala tidak menjawab melainkan membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil, masih menyisakan pertanyaan dari Alex."Ini tempat tinggal baruku," jawab Lala membungkuk di tepi kaca
"Kamu!" Dua insan yang tiap bertemu tidak pernah akur, malam itu keduanya sama-sama dibuat kaget oleh keadaan.Rupanya klien yang Zain maksud adalah Lala, wanita yang pernah menyelamatkan dirinya dari godaan wanita malam saat dirinya tiap kali mabuk berat hampir tiap malam di Klub tempatnya bekerja bersama Kinanti."Kenapa kamu yang datang? Tuan Zain bilang aku harus menggantikan beliau meeting dengan klien di sini. Lalu kenapa kamu yang muncul?" Tanya Lala masih tidak percaya."Oh jadi kamu orangnya, yang Tuan Zain bilang seorang klien yang sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Memang sejak kapan kamu jadi penjilat kepada tuan Zain?" Sindir Alex dengan ketus.Lala mulai naik pitam dituduh sebagai penjilat oleh Alex. Dan gadis yang tengah duduk itu segera berdiri, "Tolong anda dengar baik-baik! Meski saya seorang gadis miskin rendahan, tapi saya masih punya harga diri. Jika saya mau menjadi penjilat itu sudah saya lakukan jauh saat atasan an
"Bagaimana misal saat ini dia telah bersama pria lain dan melupakan mu?"Zain terhenyak seketika mendengar ucapan sahabatnya. Kedua matanya pun membola."Aku percaya Honey ku tidak akan melakukan hal itu. Dia tahu benar aku sangat mencintainya," tandas Zain Abraham."Ayolah kawan, kamu bukan lah orang dari jaman kuno yang berpikiran kolot. Ini tuh realita, real! Tidak ada yang tidak mungkin, secara kalian tidak bertemu lima tahun, apa lagi seperti yang kamu bilang tadi orang tua kamu turut andil di balik peristiwa yang menimpanya. Sangat besar kemungkinan dia dendam kepada kalian!"Dokter Andika berusaha menyadarkan sahabatnya untuk sadar dari mimpinya."Tidak! Aku yakin Honey ku masih orang yang sama. Sangat mencintaiku dan tidak akan mengkhianati ku. Aku di sini juga masih setia terhadap nya," sahut Zain Abraham tidak terima."Oke, semoga saja apa yang kamu pikirkan benar. Semoga keyakinan mu juga tidak salah!"Sebenarnya dokter And
"Menangis? Apa yang sedang ia pikirkan? Pasti dia benar-benar dalam tekanan," batin Hasnan.Hasnan kemudian duduk di tepi ranjang Kinanti bersama Brizam. Menunggui Kinanti sambil mengusap keringat yang mulai bercucuran setelah demamnya turun. Pengasuh Brizam berpamit ke dapur untuk memasak.Benar seperti yang telah dituturkan oleh pengasuh Brizam. Dalam tidurnya Kinanti mengeluarkan air mata. Hal itu semakin membuat Hasnan khawatir untuk beranjak pulang, sebelum wanita itu kembali membaik."Uncle, Mommy kenapa?" Tanya Brizam mendongakkan wajahnya pada Hasnan yang sedang memangku bocah tersebut."Mommy sedang sakit sayang. Coba sekarang Brizam cium Mommy supaya Mom cepat sembuh!"Dengan patuhnya bocah kecil yang sedang dipangku Hasnan, mendekati Kinanti dan mencium kening wanita tersebut. Hampir setengah jam keduanya menunggui dan setelah demam benar-benar turun barulah Kinanti bangun."Sudah lama kah kamu di sini?" Tanya Kinanti beranj
"Yaa Allah kepalaku kenapa berat sekali!" Keluh Kinanti memijat pelipisnya.Wanita yang datang ke kantor terlambat itu sepertinya sedang kurang enak badan karena semalaman begadang dan terlalu lama berpikir. Setelah Kinanti masuk ruang kerjanya, Hasnan menyusul untuk melihat keadaan wanita tersebut."Kamu demam?"Hasnan menempelkan telapak tangannya di kening Kinanti. Wanita yang tampak lesu itu tidak menjawab, hanya menidurkan kepalanya di meja. Sedang matanya telah terpejam."Benar-benar memang dia. Keras kepala! Sudah tahu sedang tidak enak badan masih saja memaksa kerja!" Gumam Hasnan menggerutu menyelimutkan jas yang ia kenakan di tubuh Kinanti.Cemas takut terjadi sesuatu, maka Hasnan menelepon dokter pribadinya."Selamat pagi dokter, tolong datang ke kantor sekarang juga. Sekertaris saya sepertinya sedang demam," ucap Hasnan saat berbincang dengan dokter pribadinya di telepon. Tak lama berselang dokter pun datang dan masuk ke ruan
Selepas mengakui semua kepada Zain Abraham di taman rumah sakit, Alex mengantar Chairman Yazid pulang ke mansion. Gantian Zain yang menjaga mamanya. Untuk menghilangkan rasa suntuk sang CEO, selepas mengantar Chairman pulang, Alex sengaja menjemput Irfan di kantor agar ikut menginap di rumah sakit. Beberapa makanan ringan serta minuman pengahangat pun dibeli oleh Alex."Selamat malam, Kak!"Sapa Irfan menyalami Zain saat baru saja tiba di ruang tunggu. Sebuah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien kelas VVIP."Eh kamu, Fan. Malam juga!" Balas Zain."Kalian yakin mau menginap di sini?"Tanya Zain saat melihat kedua pria yang baru datang membawa dua kresek berisi makanan, sedang Irfan membawa sebuah kasur lipat beserta bantal."Iya Kak, kita mau menginap di sini. Nih Kak Zain lihat saja Tuan Alex membeli camilan untuk teman begadang kita, iya kan Tuan?"Jawab Irfan tersenyum ke arah Alex.Tawa kecil pu
"Halo, Assalamualaikum, Nak!"Sapa seorang wanita paruh baya dari balik benda pipih. Rupanya sedang menelepon putri sulungnya yang baru saja menidurkan putranya, Abrizam."Waalaikumussalam, iya, Bu. Ada apa?" Sahut Kinanti."Begini, Nak. Sebelumnya Ibu minta maaf ya, sudah ingkar akan janji ibu sama kamu," tutur Bu Asri sedikit ketakutan."Kenapa harus minta maaf, Bu. Janji apa yang Ibu maksud?" Timpal Kinanti.Bu Asri mulai bercerita kejadian tadi siang saat Zain Abraham beserta Irfan dan Alex kembali mengunjungi kediamannya. Kedatangan mereka dikarenakan telepon Irfan yang tanpa sengaja didengar oleh Zain.Kinanti tidak bisa menyalahkan siapa pun atas kejadian itu. Mungkin memang Tuhan sudah menghendaki dia untuk bertemu dengan Zain Abraham. Entah kapan itu yang jelas, jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi kita."Oh masalah itu Bu. Ya sudah nggak papa, Bu. In Shaa Allah Kinanti sudah siap menghadapi ma