Meski semalam telah terjadi keributan dengan sang Chairman, namun Bu Asri menasehati Zain agar kembali ke rumah sakit dan meminta maaf. Pesan Bu Asri kepada Zain pagi itu adalah agar selalu memaafkan siapa saja yang telah menyakiti kita. Tidak perlu membenci atau pun dendam. Dan Zain Abraham mengiyakan nya, ia pun segera berpamit pulang setelah Bu Asri menyiapkan sarapan pagi.
"Ibu, Zain pamit pulang dulu. Jaga diri ibu baik-baik!"
Sebenarnya semalam Zain ingin bercerita kepada Bu Asri perihal wanita yang ia lihat di kantor Hasnan yang mirip dengan Kinanti. Namun waktu sepertinya tidak memungkinkan, selain ia sendiri belum yakin dengan benar bahwa itu Kinanti atau bukan. Tema pembicaraan mereka cenderung lebih membahas pertengkaran Zain dengan keluarganya. Jadi Zain pun urung membahasnya.
"Kenapa Tuan tidak cerita mengenai apa yang Tuan lihat di Jepang? Barangkali beliau punya jawaban atas dugaan anda."
Ucap Alex saat mobil yang ia kendarai meningga
"Duduklah! Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada Tuan."Kedua kaki Zain terasa gemetar saat memasuki ruangan dokter, baru kali ini dia harus berhadapan dengan yang namanya dokter spesialis."Katakan, apa yang telah terjadi dengan Mama saya!"Pria yang mengenakan jas warna putih di depan Zain Abraham, tersenyum tipis."Maaf jika saya harus mengatakan ini!""Katakan yang sebenarnya, Dokter!"Zain semakin cemas saat dokter yang berbicara dengannya sedang menggantung ucapan."Saya selaku Dokter spesialis yang menangani Ibu anda, dengan ini menyatakan angkat tangan akan kondisi pasien. Selain jantungnya yang bermasalah, pasien juga mengalami gagal ginjal. "Mak jleb rasanya bagai disambar petir Zain pagi itu. Ia berusaha kuat dan mencerna ucapan pria berseragam putih di depannya."Maksud Dokter Mama saya tidak bisa sembuh, begitu?""Iya maaf sekali Tuan. Hanya ada satu cara untuk memperpanjang usia bel
"Apa kamu masih ingat wanita itu?" Salim terhenyak seketika mendengar siapa yang dimaksud oleh sang Chairman. "Wanita yang mana, Chairman?" Salim pura-pura tidak tahu meski dirinya tahu siapa yang dimaksud. "Kinanti!" Benar sudah apa yang menjadi dugaan Salim, bahwa cerita dari masa lalu akan kembali hadir. "Apa Chairman tahu wanita itu kini bersama Hasnan?" Batin Salim mengamati mimik muka sang cahairman dengan tenang. "Iya saya masih ingat Nona itu, Chairman. Lalu apa hubungannya dengan wanita itu lagi? Bukankah dia sudah tidak lagi terdengar kabarnya?" Kini berganti sang Chairman yang melihat Salim dengan seksama. "Iya benar, kabarnya sudah tidak lagi terdengar. Namun aku ingin kamu cari tahu keberadaan dia saat ini!" "Jleb....!" "Ini pasti benar, Chairman pasti sudah tahu Nona Kinanti ada bersama Hasnan. Aku harus pura-pura tidak tahu, sampai Chairman cerita semua. Aku yakin belia
"Assalamualaikum, halo Kak!"Sebuah suara dari benda pipih milik Kinanti yang baru saja keluar dari lift."Waalaikumussalam, iya Fan, ada apa?" Sahut Kinanti."Maaf mengganggu waktu nya Mbak!""Gak kok Fan, kebetulan Mbak lagi free.""Emmm...!"Irfan terdengar bingung harus berkata apa kepada sang kakak."Katanya mau ngomong, ada apa Fan?" Desak Kinanti."Kata Ibu tadi pagi, semalam Kak Zain menginap lagi di rumah!"Jantung Kinanti berdegup kencang mendengar nama sang kekasih yang sudah lama tidak dilihatnya."Ke rumah? Untuk apa?" Timpal Kinanti."Nyonya Retno masuk rumah sakit, Mbak. Terkena serangan jantung.""Astaghfirullah!"Kinanti menyumpal mulutnya.dengan telapak tangan kirinya."Bukankah dia ada di sini, kata Tuan Hasnan," celetuk Kinanti.Irfan sang adik lalu menceritakan semua kabar yang disampaikan oleh Bu Asri tadi pagi selepas kepergian Zain Abraham beserta Al
Setelah berdiri lama dalam kebisuan, Kinanti akhirnya unjuk suara dan mendekati Hasnan."Bagaimana luka anda?""Lupakanlah soal lukaku, aku hanya ingin meminta maaf atas keegoisanku tadi."Kinanti tersenyum menatap pria yang kini berdiri sejajar dengan dirinya."Kamu tidak bersalah, di sini akulah yang bersalah karena tidak menepati janji. Jadi wajar saja jika Tuan marah."Hasnan menoleh ke arah Raihan yang masih berdiri di sudut ruangan, paham akan maksud tatapan sang CEO, maka Raihan pun segera keluar meninggalkan mereka untuk berbicara. Dan pintu pun ditutup."Aku tahu dalam hati kamu masih tersimpan cintamu untuk dia, dan aku sangat menghargai itu. Dan aku tidak bisa memaksa kamu untuk berhenti mencintainya. Tapi tidak bisa kah sekali saja beri aku kesempatan untuk membuktikan besar cintaku padamu?"Ucap Hasnan menghiba, menggenggam tangan Kinanti. Tampak kebimbangan pada wajah wanita tersebut."Tadi aku mendengar suaranya,
Siang berganti sore, hampir dua jam berada di kediaman Bu Asri. Ketiganya kemudian berpamit kembali pulang ke kota. Sebab masih banyak urusan yang harus Zain Abraham kerjakan, selain urusan pekerjaan. Termasuk salah satunya mengenai donor ginjal sang ibunda. Dan kini bertambah satu lagi yaitu menjemput kebahagiaannya yang sudah sangat ia rindukan lima tahun terakhir."Tunggu aku datang menjemput kamu, sayang!" Gumam Zain yang didengar oleh kedua pria di dalam mobil sembari tersenyum."Ehem...! Sebentar lagi keponakan lucu kita akan datang, siap-siap nambah pekerjaan kita pastinya ya Fan. Jadi Babysitter, supaya Mommy Daddy nya bisa honey moon," kelakar Alex.Zain meninju lengan Alex sambil terkekeh lepas. Sebuah tawa yang sangat jarang sekali terdengar kini terdengar riuh bak gemericik rinai hujan, menari di permukaan bumi. Ketiga pria di dalam mobil itu tertawa bersama.***Jam kerja di perusahaan Hasnan telah berakhir. Setelah menghabiskan
"Halo, Assalamualaikum, Nak!"Sapa seorang wanita paruh baya dari balik benda pipih. Rupanya sedang menelepon putri sulungnya yang baru saja menidurkan putranya, Abrizam."Waalaikumussalam, iya, Bu. Ada apa?" Sahut Kinanti."Begini, Nak. Sebelumnya Ibu minta maaf ya, sudah ingkar akan janji ibu sama kamu," tutur Bu Asri sedikit ketakutan."Kenapa harus minta maaf, Bu. Janji apa yang Ibu maksud?" Timpal Kinanti.Bu Asri mulai bercerita kejadian tadi siang saat Zain Abraham beserta Irfan dan Alex kembali mengunjungi kediamannya. Kedatangan mereka dikarenakan telepon Irfan yang tanpa sengaja didengar oleh Zain.Kinanti tidak bisa menyalahkan siapa pun atas kejadian itu. Mungkin memang Tuhan sudah menghendaki dia untuk bertemu dengan Zain Abraham. Entah kapan itu yang jelas, jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang tidak mungkin bagi kita."Oh masalah itu Bu. Ya sudah nggak papa, Bu. In Shaa Allah Kinanti sudah siap menghadapi ma
Selepas mengakui semua kepada Zain Abraham di taman rumah sakit, Alex mengantar Chairman Yazid pulang ke mansion. Gantian Zain yang menjaga mamanya. Untuk menghilangkan rasa suntuk sang CEO, selepas mengantar Chairman pulang, Alex sengaja menjemput Irfan di kantor agar ikut menginap di rumah sakit. Beberapa makanan ringan serta minuman pengahangat pun dibeli oleh Alex."Selamat malam, Kak!"Sapa Irfan menyalami Zain saat baru saja tiba di ruang tunggu. Sebuah ruangan yang disediakan oleh pihak rumah sakit untuk keluarga pasien kelas VVIP."Eh kamu, Fan. Malam juga!" Balas Zain."Kalian yakin mau menginap di sini?"Tanya Zain saat melihat kedua pria yang baru datang membawa dua kresek berisi makanan, sedang Irfan membawa sebuah kasur lipat beserta bantal."Iya Kak, kita mau menginap di sini. Nih Kak Zain lihat saja Tuan Alex membeli camilan untuk teman begadang kita, iya kan Tuan?"Jawab Irfan tersenyum ke arah Alex.Tawa kecil pu
"Yaa Allah kepalaku kenapa berat sekali!" Keluh Kinanti memijat pelipisnya.Wanita yang datang ke kantor terlambat itu sepertinya sedang kurang enak badan karena semalaman begadang dan terlalu lama berpikir. Setelah Kinanti masuk ruang kerjanya, Hasnan menyusul untuk melihat keadaan wanita tersebut."Kamu demam?"Hasnan menempelkan telapak tangannya di kening Kinanti. Wanita yang tampak lesu itu tidak menjawab, hanya menidurkan kepalanya di meja. Sedang matanya telah terpejam."Benar-benar memang dia. Keras kepala! Sudah tahu sedang tidak enak badan masih saja memaksa kerja!" Gumam Hasnan menggerutu menyelimutkan jas yang ia kenakan di tubuh Kinanti.Cemas takut terjadi sesuatu, maka Hasnan menelepon dokter pribadinya."Selamat pagi dokter, tolong datang ke kantor sekarang juga. Sekertaris saya sepertinya sedang demam," ucap Hasnan saat berbincang dengan dokter pribadinya di telepon. Tak lama berselang dokter pun datang dan masuk ke ruan