Beranda / Romansa / Ketua Geng itu Suamiku / Bab 42. Setelah Badai

Share

Bab 42. Setelah Badai

Penulis: Vya Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-04 12:07:48

"Itu mereka..."

Suara Pak Polisi terdengar samar di telinga gue, tapi cukup buat jantung gue berdegup lebih kencang.

Gue reflek noleh, ngikutin arah telunjuknya.

Dan di sana, di bawah pancaran lampu ambulans dan mobil polisi yang menerangi jalan berdebu itu, tiga sosok berjalan mendekat.

Bin di tengah, Nunu di sisi kanan, dan Hasan di sisi kiri.

Angin petang berhembus pelan, menggoyangkan rambut mereka yang acak-acakan. Pakaian mereka berdebu, sobek di beberapa bagian, dan darah kering menempel di wajah serta tangan mereka.

Tapi, justru luka-luka itu yang bikin mereka terlihat semakin gahar. Napas mereka masih tersengal, tapi langkah mereka tetap tegap, seakan nggak mau menunjukkan rasa sakit yang mungkin mendera tubuh mereka.

Gue membeku di tempat. Mata gue nggak bisa lepas dari Bin.

"Bin..."

Suara gue keluar lirih, hampir kayak rintihan yang tercekik di tenggorokan.

Dan seketika itu juga, ai
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 43. Sudah Keputusan

    Gue nangis dalam pelukan Bin, nggak bisa nahan semua perasaan yang campur aduk di hati gue. Perasaan kehilangan, takut, sedih, dan marah bercampur jadi satu. Gue nggak siap pisah sama dia, bahkan untuk sementara pun rasanya kayak mimpi buruk yang nggak mau gue jalani.Tanpa kata, Bin narik diri pelan, matanya yang selalu penuh keyakinan kini basah. Dia menatap gue lama, seolah menghafal setiap detail wajah gue, seolah ini mungkin terakhir kalinya dia bisa lihat gue sedekat ini."Tunggu gue, Yu ...," katanya lirih, suaranya hampir serak, sebelum akhirnya dia menunduk dan mencium bibir gue dengan lembut.Ciuman itu nggak lama, tapi cukup buat hati gue semakin sakit. Gue ingin percaya semua akan baik-baik saja, tapi ketidakpastian yang dia berikan bikin gue takut.Gue melepas ciuman itu perlahan, menatap dia dengan air mata yang belum berhenti mengalir. "Berapa lama?" suara gue bergetar.Bin menghela napas, jemarinya menyentuh pipi gue denga

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 44. Kosong

    Hari-hari gue jalani tanpa melihat Bin, baik di sekolah maupun di rumah.Setiap pagi, gue masuk kelas dan mendapati bangku kosong di belakang gue, bekas tempat Bin duduk bersama Nunu. Rasanya ada yang hilang, ada yang sepi. Gue nggak terbiasa dengan ini. Biasanya, gue bisa dengerin suara tawa kecil mereka, atau ngerasa gangguan kecil dari Bin yang suka nyolek punggung gue cuma buat godain. Sekarang, bangku itu kosong, jadi saksi bisu kepergian Bin.Hari ini, setelah pelajaran selesai, gue nggak tahan lagi. Gue noleh ke belakang, ke arah Nunu yang lagi sibuk ngeluarin buku dari tasnya."Nu, lo masih sering ketemu Bin nggak?" tanya gue, berharap setidaknya dia punya kabar tentang Bin.Nunu berhenti sejenak, lalu menghela napas. "Sekarang nggak ..., dia juga udah bilang ke kita, dia mau break dulu dari semua. Dia nggak ke basecamp, nongol di grup chat juga enggak," katanya pelan.Gue lihat wajahnya juga nggak jauh beda dari gue, sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 45. Baru Tahu

    Tanpa terasa, hari yang gue tunggu-tunggu, atau lebih tepatnya, yang gue takuti, akhirnya tiba. Hari ujian. Hari di mana semuanya bakal diuji, bukan cuma seberapa banyak yang bisa gue ingat dari materi pelajaran, tapi juga seberapa kuat gue bisa tetap berdiri tanpa kehadiran Bin di sisi gue.Gue melangkah melewati koridor sekolah yang ramai. Siswa-siswa lain terlihat sibuk dengan buku catatan mereka, ada yang menghafal rumus, ada yang sekadar ngobrol buat nenangin diri. Tapi gue? Gue cuma diam, terus berjalan sambil ngerasain dada gue sedikit sesak.Nama gue ada di daftar ruangan yang sama dengan Iky. Setidaknya, ada satu wajah familiar yang bisa bikin gue nggak terlalu tegang.Tapi tetap aja, ada satu sosok yang harusnya ada di sini, di ruangan yang sama dengan gue, ngeledekin gue kayak biasa, atau minimal, meremas tangan gue sebelum masuk kelas buat ngasih semangat.Gue berhenti tepat di depan pintu kelas. Tangan gue mengepal di sisi t

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-05
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 1. Terlambat Pulang

    “Eh, Yu! Elo gantiin gue piket, ya! Gue lagi banyak urusan!” ujar Jeni ke gue yang tak sempat menolak. Jeni segera memakai tas-nya terburu-buru entah memang ada urusan atau memang ingin menghindari tugas piketnya hari ini. Terpaksa gue pun melempar tas yang sempat gue kenakan dengan kesal ke bangku gue lagi, dan mulai menjalankan piket kelas.Waktu berlalu, gue menghela napas panjang, lelah setelah piket yang seakan nggak ada habisnya. Sapu di tangan kanan gue, gue genggam erat, sementara mata gue ngelirik jam dinding yang tergantung di kelas.Sudah lewat pukul lima sore, dan sekolah mulai sepi. Hampir semua murid sudah pulang, kecuali beberapa teman gue yang masih sibuk membereskan ruang kelas."Kenapa juga sih gue harus nurutin si Jeni cewek manja kayak dia? Seenaknya aja nyuruh-nyuruh gue!" gumam gue sambil menyapu sisa-sisa sobekan kertas yang berserakan di lantai, sambil mendengus kesal.“Nih, kerjaan bocah laki-laki lempar-lempar kertas! Perang kertas apaan coba. Nyusahin yang

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 2. Skandal yang Kacau

    Gue masih shock banget. Sebelum sempet gue buka mulut buat jelasin apa yang sebenernya terjadi, gue dan Bin udah digiring ke ruang kepala sekolah. Security nggak ngasih kita kesempatan buat ngomong, dan gue yakin ini semua udah berantakan banget.Di sepanjang jalan menuju ruang kepala sekolah, gue cuma bisa nunduk. Muka gue panas, nggak tahu karena malu atau karena marah. Di sebelah gue, Bin masih diem, nggak ngasih reaksi apa-apa. Gue nggak ngerti gimana dia bisa setenang itu, padahal jelas-jelas kita dalam masalah besar.Begitu masuk ke ruang kepala sekolah, gue langsung duduk di kursi yang ada di depan meja besar itu. Kepala sekolah, Pak Hadi, udah duduk di kursinya dengan ekspresi serius. Dia ngelihatin gue dan Bin bergantian, matanya penuh kecurigaan."Jelaskan," suaranya terdengar tegas, tapi gue keburu panik. Gue nggak tahu harus mulai dari mana, dan sebelum gue sempet buka mulut, Pak Hadi udah nerusin, "Tadi security sekolah memergoki kalian berdua di gudang dengan keadaan yan

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 3. Awal Pernikahan

    Gue masih ngerasa kayak lagi di mimpi buruk ketika akhirnya gue duduk di depan penghulu. Nggak ada pesta pernikahan. Nggak ada resepsi. Cuma akad sederhana di ruang tamu rumah gue, disaksikan sama keluarga gue dan keluarga Bin. Semua ini terjadi begitu cepat, dan gue sama sekali nggak siap.“Dengan mas kawin tersebut, apakah kamu, Ayu Renjana, bersedia menikah dengan Arbinata Moon ...?”Nama panjangnya terdengar asing di telinga gue. Arbinata Moon? Itu nama asli Bin? Gue baru tahu hari ini, setelah bertahun-tahun cuma manggil dia “Bin,” yang gue kira nama panggilan berandalan sekolah biasa.Ternyata dia punya nama seaneh itu. Dan gue sama sekali nggak nyangka kalau Bin ternyata beda kelas, baik secara akademis maupun latar belakang keluarga.Gue sempat ngelirik ke arah Bin yang duduk di samping gue. Wajahnya datar, nggak ada ekspresi apa-apa. Kayak dia nggak peduli sama apa yang terjadi di sekitarnya. Gue nggak tau apa yang ada di pikirannya, tapi gue tahu satu hal, gue nggak mau ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 4. Rumor

    Setelah beberapa minggu tinggal bareng Bin, gue mulai merasakan beban yang lebih dari sekadar ngurus rumah atau nyiapin mie instan buat dia. Ternyata pernikahan ini mulai nyebar di sekolah. Awalnya cuma bisik-bisik kecil di lorong, tapi lama-lama rumor itu jadi gede banget. Setiap gue lewat, orang-orang mulai ngelihatin gue aneh.Gue kira, masalah rumah udah cukup berat, tapi sekarang gue harus hadapin drama sekolah juga. Salah satunya datang dari Jeni dan gengnya, yang emang udah nggak suka sama gue sejak lama.Dulu mereka nyebelin, tapi sekarang mereka tambah parah. Mungkin karena mereka nggak suka ngelihat gue yang dikenal berprestasi malah terlibat sama anak berandalan kayak Bin.Hari itu, pas gue baru aja turun dari mobil angkot depan sekolah, gue ngelihat Jeni dan gengnya nongkrong di gerbang. Gue berusaha buat nggak ngeladenin, langsung jalan ngelewatin mereka. Tapi ternyata mereka nggak bisa ditinggal gitu aja."Eh, gue denger lo udah jadi istri si Bin? Wah, nggak nyangka cewe

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 5. Kenyataan Baru

    Pagi itu gue berusaha buat cepet siap-siap berangkat sekolah. Si Bin semalaman gak pulang entah tidur di mana, dateng-dateng cuma bawa baju kotor itu. Gue juga nggak nanya-nanya soal kaos berdarah yang gue temuin. Terus terang, gue masih takut buat buka mulut. Gue lihat jam di dinding, udah hampir telat. Gue buru-buru keluar rumah, sementara suara motor Bin udah nggak kedengeran lagi. Dia pasti udah cabut duluan ke sekolah. Setelah nunggu sebentar di pinggir jalan, akhirnya gue dapet angkot. Tapi, sialnya, baru jalan setengah perjalanan, angkotnya mogok. Gue sama penumpang lain nunggu di pinggir jalan, sementara si supir sibuk ngoprek mesin di kap depan. "Astaga, bisa telat gue kalo kayak gini," gue ngomel sambil ngelirik jam tangan. Angkot pengganti nggak kunjung muncul. Udah hampir jam masuk sekolah, dan gue nggak tau harus nunggu berapa lama lagi. Tiba-tiba, suara motor gede berhenti di depan gue. Gue ngangkat kepala, dan siapa lagi kalo bukan Bin dengan motor kesayangannya. "

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31

Bab terbaru

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 45. Baru Tahu

    Tanpa terasa, hari yang gue tunggu-tunggu, atau lebih tepatnya, yang gue takuti, akhirnya tiba. Hari ujian. Hari di mana semuanya bakal diuji, bukan cuma seberapa banyak yang bisa gue ingat dari materi pelajaran, tapi juga seberapa kuat gue bisa tetap berdiri tanpa kehadiran Bin di sisi gue.Gue melangkah melewati koridor sekolah yang ramai. Siswa-siswa lain terlihat sibuk dengan buku catatan mereka, ada yang menghafal rumus, ada yang sekadar ngobrol buat nenangin diri. Tapi gue? Gue cuma diam, terus berjalan sambil ngerasain dada gue sedikit sesak.Nama gue ada di daftar ruangan yang sama dengan Iky. Setidaknya, ada satu wajah familiar yang bisa bikin gue nggak terlalu tegang.Tapi tetap aja, ada satu sosok yang harusnya ada di sini, di ruangan yang sama dengan gue, ngeledekin gue kayak biasa, atau minimal, meremas tangan gue sebelum masuk kelas buat ngasih semangat.Gue berhenti tepat di depan pintu kelas. Tangan gue mengepal di sisi t

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 44. Kosong

    Hari-hari gue jalani tanpa melihat Bin, baik di sekolah maupun di rumah.Setiap pagi, gue masuk kelas dan mendapati bangku kosong di belakang gue, bekas tempat Bin duduk bersama Nunu. Rasanya ada yang hilang, ada yang sepi. Gue nggak terbiasa dengan ini. Biasanya, gue bisa dengerin suara tawa kecil mereka, atau ngerasa gangguan kecil dari Bin yang suka nyolek punggung gue cuma buat godain. Sekarang, bangku itu kosong, jadi saksi bisu kepergian Bin.Hari ini, setelah pelajaran selesai, gue nggak tahan lagi. Gue noleh ke belakang, ke arah Nunu yang lagi sibuk ngeluarin buku dari tasnya."Nu, lo masih sering ketemu Bin nggak?" tanya gue, berharap setidaknya dia punya kabar tentang Bin.Nunu berhenti sejenak, lalu menghela napas. "Sekarang nggak ..., dia juga udah bilang ke kita, dia mau break dulu dari semua. Dia nggak ke basecamp, nongol di grup chat juga enggak," katanya pelan.Gue lihat wajahnya juga nggak jauh beda dari gue, sa

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 43. Sudah Keputusan

    Gue nangis dalam pelukan Bin, nggak bisa nahan semua perasaan yang campur aduk di hati gue. Perasaan kehilangan, takut, sedih, dan marah bercampur jadi satu. Gue nggak siap pisah sama dia, bahkan untuk sementara pun rasanya kayak mimpi buruk yang nggak mau gue jalani.Tanpa kata, Bin narik diri pelan, matanya yang selalu penuh keyakinan kini basah. Dia menatap gue lama, seolah menghafal setiap detail wajah gue, seolah ini mungkin terakhir kalinya dia bisa lihat gue sedekat ini."Tunggu gue, Yu ...," katanya lirih, suaranya hampir serak, sebelum akhirnya dia menunduk dan mencium bibir gue dengan lembut.Ciuman itu nggak lama, tapi cukup buat hati gue semakin sakit. Gue ingin percaya semua akan baik-baik saja, tapi ketidakpastian yang dia berikan bikin gue takut.Gue melepas ciuman itu perlahan, menatap dia dengan air mata yang belum berhenti mengalir. "Berapa lama?" suara gue bergetar.Bin menghela napas, jemarinya menyentuh pipi gue denga

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 42. Setelah Badai

    "Itu mereka..."Suara Pak Polisi terdengar samar di telinga gue, tapi cukup buat jantung gue berdegup lebih kencang.Gue reflek noleh, ngikutin arah telunjuknya.Dan di sana, di bawah pancaran lampu ambulans dan mobil polisi yang menerangi jalan berdebu itu, tiga sosok berjalan mendekat.Bin di tengah, Nunu di sisi kanan, dan Hasan di sisi kiri.Angin petang berhembus pelan, menggoyangkan rambut mereka yang acak-acakan. Pakaian mereka berdebu, sobek di beberapa bagian, dan darah kering menempel di wajah serta tangan mereka. Tapi, justru luka-luka itu yang bikin mereka terlihat semakin gahar. Napas mereka masih tersengal, tapi langkah mereka tetap tegap, seakan nggak mau menunjukkan rasa sakit yang mungkin mendera tubuh mereka.Gue membeku di tempat. Mata gue nggak bisa lepas dari Bin."Bin..."Suara gue keluar lirih, hampir kayak rintihan yang tercekik di tenggorokan.Dan seketika itu juga, ai

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab. 41. Dibalik Baku Hantam

    Suara dengung ambulans akhirnya terdengar dari kejauhan, semakin lama semakin mendekat. Hati gue sedikit lega, tapi tetap saja rasa cemas belum hilang.Begitu mobil ambulans berhenti di dekat sawah, beberapa petugas medis langsung turun membawa tandu. Langkah mereka cepat dan sigap, menuju saung tempat kami berlindung.Di belakang para petugas medis, beberapa polisi juga ikut datang. Seragam mereka tampak kontras dengan warna keemasan sawah yang mulai meredup terkena cahaya matahari petang.Kedatangan mereka seharusnya membuat gue lebih tenang, tapi kenyataannya nggak begitu.Siska buru-buru membantu Rocky naik ke tandu, memastikan lukanya tetap stabil. Gue lihat wajah Rocky masih pucat, tapi dia berusaha tetap sadar. "Gue ikut sama Iky," kata Siska cepat sebelum masuk ke ambulans bersama Rocky.Sementara itu, Arum merangkul gue, membantu gue keluar dari saung dan berjalan melewati pematang sawah menuju ke tepian jalan. Gue nggak tahu seb

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 40. Gue Tunggu Bin

    Gue udah lari masuk sawah, napas gue tersengal-sengal, dada naik turun cepat. Tapi di sebelah gue, Rocky jauh lebih parah. "Sial ..." desis Rocky, suaranya lemah. Gue lihat betisnya masih tertancap belati kecil itu. Darah udah mulai merembes keluar lebih banyak. Gue panik. Cepat-cepat gue keluarin sapu tangan dari saku gue, lalu membalut betis Rocky biar belatinya nggak goyang-goyang waktu jalan. Hasan langsung ngebantu, mijitin bahu Rocky biar dia tetap sadar. "Tahan sebentar lagi, Ky. Kita hampir sampai," kata Hasan, berusaha tetap tenang meski gue tahu dia juga khawatir. Kami terus jalan. Tanah sawah becek, bikin langkah makin berat. Setiap Rocky kesandung sedikit, dia meringis, keringatnya udah bercucuran. Akhirnya, saung udah di depan mata. Ada Siska dan Arum di sana. Begitu mereka lihat kami, mereka langsung lari nyamperin. "Iky! Astaga!" Siska langsung kaget lihat belati yang masih nempel di betis

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 39. Terkuak

    Bin nggak kasih si cowok bertindik itu kesempatan buat bangkit. Dengan napas memburu, dia menghantam wajah lawannya berulang kali.BUG! BUG!Tinju Bin terus melayang, nggak ada jeda, nggak ada belas kasihan. Waktu seakan berjalan lebih lambat.Gue tertegun, jantung gue mencelos. Ini bukan Bin yang gue kenal. Ini bukan Bin. Sorot matanya gelap, dipenuhi amarah yang menggelegak. Rahangnya mengeras, gerakannya brutal, nggak ada lagi kontrol. "AARRGGHH!!" cowok bertindik itu merintih, tapi Bin nggak peduli. Dia terus menghajar, mencengkram kerah lawannya, mengangkatnya sedikit, lalu meninju lagi, lebih keras."BIN UDAH! CUKUP! JANGAN TERUSIN! PLEASE! KALAU LO BEGITU, LO SAMA AJA KAYAK MEREKA!"Suara gue pecah di udara. Gue nggak peduli seberapa takutnya gue barusan. Gue nggak peduli seberapa sakit yang udah gue rasain. Yang gue peduliin sekarang cuma Bin. Tangan Bin berhenti di udara. Napasnya masih berat, dadanya naik tur

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 38. Penyelamat

    "Gue kasih lo kesempatan terakhir buat pasrah baik-baik." Dia jongkok di depan gue, jaraknya cuma sejengkal."Nggak usah banyak bacot, lo nggak bakal bisa ngelawan." Gue hela napas, otak gue muter nyari celah buat kabur.Gue tahu Bin pasti lagi nyari gue sekarang. Gue cuma harus bertahan sampai dia datang. Tapi sebelum gue bisa mikir lebih jauh, cowok itu maju, tangannya berusaha megang dagu gue.Gue refleks nyampingin kepala, nendangin kaki gue sekenceng mungkin buat ngusir dia. "Anj*ng lo!" Dia murka, langsung mencengkram bahu gue kuat-kuat. Gue kesakitan, tapi gue nggak mau nyerah.Tiba-tiba ... BRAK! Pintu gudang itu kebuka paksa. Suara hantaman keras bikin cowok bertindik itu langsung noleh.Gue juga ikut ngelihat, napas gue masih tersengal karena ketakutan."LO NGAPAIN BANGSAT?!"Suara itu, gue kenal. Gue langsung terbelalak pas liat sosoknya berdiri di ambang pintu. ROCKY!Mata dia penuh amarah, napasnya kasar kayak abis lari. Ada darah di sudut bibirnya, dan sedikit lebam

  • Ketua Geng itu Suamiku    Bab 37. Di Culik

    Gue coba teriak, tapi baru aja suara gue keluar, tiba-tiba ... "Berisik!" Bentakan keras dari seorang laki-laki bikin gue kaget. Suaranya kasar, penuh amarah. Gue langsung panik, nangis tanpa bisa nahan. Kenapa gue bisa diculik? Kenapa gue? Dari suaranya, gue bisa nebak dia seumuran sama gue. Tapi siapa? Dan kenapa dia ngelakuin ini? Gue nggak tahu ada berapa orang di mobil ini. Yang jelas, di samping kanan-kiri gue ada yang duduk, dan mereka nahanin badan gue biar nggak bisa banyak gerak. Gue meronta, berusaha nepis tangan-tangan itu. Tapi gue malah makin ditekan ke sandaran jok. Tangan gue mulai diiket di belakang. Gue ngos-ngosan, tapi gue nggak mau berhenti. Gue terus nangis, terus tanya ke mereka dengan suara parau. "Siapa kalian?! Mau apa?! Kenapa culik gue segala?!" Meski suara gue nggak kedengeran jelas karena di bekap, tapi gue terus aja berusaha teriak. Tapi nggak ada jawaban. Sebagai

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status