Share

Bab 6. Rencana Ayah

Penulis: Eka Sa'diyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-25 20:46:46

Semakin malam semakin ramai pesan di grub PKK. Kebetulan hanya aku yang masuk grub dari keluargaku. Sedangkan Ibu, beliau tidak pernah mau bergaul dengan warga. Padahal aslinya juga berada dari komplek sebelah lokasinya juga tidak jauh. Tidak sedikit yang menghujat Stella dan juga Ibu mertua.

"Ponselmu matikan saja, berisik tau!" Aku mematikan ponselku dan tidur memunggungi Mas Angga.

Ting

[Rin, tolong buatkan kue putu ayu 50 biji dan donat meses 50 biji dan jangan lupa martabak telor andalan juga 50 biji, bisa? Untuk acara pengajian di rumah besok lusa!" Aku mengintip satu pesan dari nomor seseorang. Ternyata Pak Parno penjual cilok memesan kue basah padaku. Alhamdulillah, kue basah yang mudah untuk membuatnya.

[Baik, Pak!] Bersyukur sekali masih dilimpahkan rejeki lagi hari ini.

[Uang muka Bapak titipkan ke Mbak Mira besok]

Dewi fortuna masih berpihak padaku. Meski tidak berjualan martabak telur, tetapi aku masih bisa membuatnya di rumah sesuai pesanan. Apalagi kue lain yang tentu saja aku bisa membuatnya.

"Kenapa kamu tidak tidur, Rin?" Ternyata dia memperhatikan aku sedari tadi senyum sendiri.

"Capek tidur, Mas. Tidur di rumah nggak dapat apa-apa. Aku butuh pekerjaan yang menghasilkan uang untuk biaya hidupku!" Kulihat dia tidak menghiraukan aku dan kembali memunggungiku. Aku tahu jika dirinya tidak setuju aku bekerja.

Pagi ini Stella terlihat biasa saja meski kemarin siang kena grebek satpol PP. Dirinya berpakaian seragam sekolah. Yang aneh adalah riasan wajah yang harusnya tidak dipakai anak sekolah karena terlalu menor.

"Pagi, Bu!" Stella menikmati nasi bungkus yang dibeli Ibu mertua. Cukup aneh karena hanya Ibu mertua hanya beli dua nasi bungkus untuknya dan Stella. Karena biasanya membeli bertiga termasuk Mas Angga.

"Untukku mana, Bu?" Mas Angga tiba-tiba langsung duduk di ruang makan dan tidak mendapati jatah untuknya.

"Kamu nggak ngasi uang, jadi Ibu nggak beli untukmu!"

"Kemarin Angga beri Ibu sebanyak itu apa sudah habis?"

"Habislah, duit cuma segitu juga!" Ibu mertua begitu mudahnya menghabiskan uang sebanyak itu.

Aku terperangah. Kemarin Mas Angga memberikan uang pada Ibu cukup banyak dan sekarang sudah habis. Tapi apa peduliku, kubiarkan saja mereka berdebat nantinya setelah aku mencuci piring. Aku meraih beberapa buah mangga yang sudah tua yang nantinya akan kupakai untuk membuat asinan sesuai rencana.

"Kamu kenapa pagi-pagi nggak bikin sarapan malah mengambil mangga?"

"Buat usaha, Mas. Aku juga ingin makan enak dan ingin punya uang sendiri. Percuma juga punya suami tapi nggak ada nafkah yang layak untuk istri!"

"Kamu tidak bersyukur sama sekali, Rin!" Aku melotot ke arahnya. Tidak ada takut lagi aku berhadapan dengannya. Belum sarapan sudah mengajak ribut lagi.

"Jadi anggapanmu aku tidak bersyukur, Mas? Lalu bagaimana dengan Ibumu sendiri yang bisa menghabiskan uang sebanyak itu dalam waktu sekejab dan sekarang meminta lagi?" Mas Angga seketika diam. Mungkin saja mencari pembelaan untuk Ibunya.

"Ibuku bedalah sama kamu. Kamu kan orang lain yang bisa kuputus kapan saja!"

"Oh, begitu. Mulai sekarang atur semua keluargamu sendiri. Karena aku akan bekerja lagi. Dan tolong, jangan pernah kamu larang aku bekerja karena kamu sendiri tidak becus menafkahi istri!"

Aku kembali fokus memetik mangga daripada kesal menatap suamiku yang sudah berani mengabaikan aku. Dia juga langsung berangkat bekerja setelah berdebat denganku.

Aku mulai membuat asinan mangga untuk kutitipkan di warung Mbak Mira nanti sore. Kebetulan ada lemari es di warung Mbak Mira yang bisa digunakan menyimpan asinan supaya lebih segar.

"Sedang membuat apa kamu, Rin?"

"Untuk jualan, Bu!" Sahutku gemas. Sepertinya akan memarahiku lagi.

"Kamu masih berani jualan lagi? Apa kata orang-orang nanti, aku punya menantu berjualan di depan sekolahan!" Nada suaranya terdengar lebih tinggi.

Jeb

Pisau kutancapkan ke talenan dan menatap kedua mata Ibu mertua. Memang biasanya kutancapkan begitu saja karena diletakkan di meja takut jatuh dan kotor lagi. Tetapi entah kenapa ada rasa takut dari raut wajah Ibu mertuaku.

"Iya, karena aku tidak dapat nafkah dari Mas Angga. Capek harus menahan lapar karena nggak ada makanan, Bu. Tidak mungkin aku makan orang juga kan?" Seketika Ibu mertuaku melotot dan bergidik ngeri.

"I-iya, kamu jualan saja daripada makan orang!" Aku mengernyitkan dahiku melihat sikap ibu mertua seakan ketakutan. Padahal aku hanya mengatakan sebenarnya alasanku berjualan lagi.

"Kenapa Ibu berkeringat?" Aku melihat keringat Ibu sebesar biji jagung dan kedua matanya mematap pisau yang tertancap manis di talenan.

"Ka-kamu-- hiii--," Ibu mertua keluar dengan sedikit berlari dari dapur.

Tidak ambil pusing, kembali kuselesaikan semua urusanku membuat asinan hari ini. Terserah Ibu mau mikirin tentang apa.

Tok tok tok

"Arin, cepat buka pintu!"

Selalu saja tidak mau mengerjakan sesuatu meski hanya membuka pintu ketika ada tamu. Aku meninggalkan pekerjaanku sejenak untuk membuka pintu rumah. Aku terkejut dengan kedatangan ayah mertua ke rumah tanpa memberi tahu dulu.

"Ibumu ada, Rin?" Wajah Ayah terlihat agak serius.

"Ada di dalam, Ayah!"

"Ini kamu sarapan dulu di dalam. Ayah mau bicara dengan Ibumu!" Aku gegas masuk ke ruang makan menikmati sarapan yang tertunda.

Kudengar Ayah mertua sedang berdebat mengenai Stella. Apalagi kasus viralnya Stella. Ingin menguping tapi itu dosa, kubiarkan saja mereka membicarakan dan membuat keputusan untuk anak gadisnya. Tidak mungkin juga aku ikutan nimbrung.

"Ayah mau memasukkan Stella ke pesantren!" Kudengar keputusan Ayah mertua usai berdebat. Namun, sepertinya Ibu mertua tidak setuju jika Stella masuk pesantren. Padahal masuk pesantren sangat bagus bagi Stella yang pergaulannya sudah kelewatan.

"Tidak bisa, Stella tetap sekolah di kota ini!" Suara Ibu dengan nada tinggi.

"Apapum jangan pernah meminta bantuanku soal Stella jika keputusanmu seperti ini. Jika kamu gagal lagi mendidiknya, aku akan menyeret paksa masuk pesantren!"

Suara Ayah tidak kalah lantang, memang dasarnya Ibu mertuaku yang lebih suka pergaulan sosialita daripada pesantren.

"Rin, Ayah pulang dulu," aku terkejut saat Ayah mertua tiba-tiba ke dapur saat aku masih sarapan dan meja berantakan oleh beberapa buah mangga.

"Hati-hati, Ayah! Terima kasih atas nasi bungkusnya!"

"Sama-sama. Itu kok banyak mangga kuning. Mau dibuat apa, Rin?"

"Arin mau jualan asinan mangga, rencananya dititipkan di warung Mbak Mira."

"Alhamdulillah, kamu semangat terus ya. Semoga nanti kamu menjadi orang sukses!"

Sungguh aku senang sekali mendapat dukungan moral seperti ini. Usai ayah pulang dan aku juga selesai sarapan, aku gegas melanjutkan semuanya hingga selesai. Sekitar pukul satu, aku membawa beberapa kemasan asinan ke warung Mbak Mira.

"Assalamu alaikum, Mbak Mira."

"Waalaikum salam, Arin. Jadi nitip asinan?"

"Jelas dong. Ini untuk Mbak Mira!" Aku memberikan dua kemasan asinan kepada Mbak Mira. Mbak Mira segera mengambil mangkok dan menuangkannya. Mbak Mira mulai memasukkan potongan mangga lengkap dengan kuahnya ke dalam mulut dan mengunyahnya.

"Rin, tolonglah! Ini sangat enak sekali. Masukkan semua ke dalam lemari es biar lebih segar. Ini cocok untuk orang hamil!" Respon Mbak Mira sangatlah baik dan aku suka sekali.

Gegas aku memasukkan semua kedalam lemari es. Hari ini aku berdoa untuk kelancaran usahaku yang baru ku mulai lagi. Membuka lapak atau usaha kini menjadi jalan hidupku, melamar pekerjaan di pabrik juga agak susah karena kebanyakan yang dibutuhkan belum berkeluarga.

Bab terkait

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 7. Rentenir

    Sepulang dari warung, aku dikejutkan dengan seorang berbadan tegap ditambah seorang wanita paruh baya berdiri di depan pintu. Wanita berpenampilan layaknya seorang bos. Rambut disanggul ke atas mirip ibu pejabat."Permisi, kenapa Ibu dan Bapak berdiri di depan pintu?""Enggak ada yang bukain!" Begitulah jawaban lelaki berdiri tegap tersebut dengan nada sinis."Panggil Marni keluar, dia harus membayar hutangnya! Kalau menghindar lagi, akan kusita rumah ini!" Aku terkejut sekali, itu tandanya Ibu mertua berhutang dalam jumlah besar karena Ibu-ibu ini berani menyita rumah."Baik, akan saya sampaikan!" Aku gegas masuk ke rumah dan mencari keberadaan Ibu mertua. Aku terkejut melihat Ibu mertua sedang bersembunyi di balik lemari pakaian."Bu, ada tamu. Katanya kalau nggak dibayar bisa disita rumah ini!" Ucapku sambil berlalu meninggalkannya yang sedang panik. Brak brak brak"Marni, cepat keluar atau kutendang kamu dari rumah ini!"Suara pintu diketuk, lebih tepatnya digedor dengan keras. A

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 8. Hamil

    Aku merasa ayah sangat kecewa dengan Stella dan istrinya. Sangat kentara ketika menghubungiku barusan. Ayah mana yang rela anak gadisnya belum lulus sekolah sudah berpacaran dengan pria seusia dengannya. "Kasihan ayah," aku menggeleng pelan, menyayangkan sikap Stella dan Ibu mertua.Menjelang sore tidak kulihat Stella dan Ibu mertua di ruang tamu atau ruang keluarga. Padahal, biasanya mereka lebih banyak menghabiskan waktu di ruang keluarga sambil menonton televisi jika sedang tidak keluar.Pekerjaanku membuat asinan akhirnya selesai menjelang jam pulang Mas Angga. Sengaja membuatnya lebih dulu karena besok aku harus menyiapkan pesanan Pak Parno. Selanjutnya aku memasukkan ke dalam lemari es untuk diantar besok. Usia menyelesaikan semuanya, gegas aku membersihkan diri dan membuat mie instan untukku.Mie instan hanya dengan campuran sawi yang kutanam di dalam pot. Sederhana namun sudah sangat mengenyangkan untukku."Kamu makan sendiri, Rin?" Aku terkejut melihat Ibu mertua melihatku m

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 9. Diabaikan

    Sejak pukul lima pagi, aku sudah berkutat dengan mengolah adonan donat. Sengaja adonan donat kubuat terlebih dahulu karena prosesnya cukup rumit. Ada jeda waktu yang harus digunakan untuk proses pemeraman adonan supaya tidak bantat dan bisa mengembang sempurna. Dilanjut dengan membuat kue selanjutnya supaya waktu tidak terbuang sia-sia. Apalagi membuat kue putu ayu tidak perlu waktu lama, setelah adonan jadi bisa dimasukkan cetakan sebelum dikukus."Wangi sekali, Rin. Masak apa?" Tiba-tiba saja Ibu mertuaku sudah berada di dapur."Membuat pesanan orang, Bu!" Jawabku tanpa memperhatikan keberadaan Ibu mertuaku."Bagi dong!" "Etss! Tidak bisa!" Aku tangkap tangannya ketika akan meraih kue putu ayu yang sudah matang. Seenaknya saja minta bagi kue padaku setelah beberapa hari yang lalu mempermalukanku di depan orang banyak dengan mengobrak abrik daganganku."Pelit amat jadi menantu!" "Ibu juga, gengsi amat punya menantu bisa menggelar lapak di depan sekolahan!" Sengaja kubalik hinaannya

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 10. Wanita lain

    Sejak subuh aku sudah bersiap mengemas semua perlengkapan barang dagangan. Aku sudah nekat dan aku siap mendapat resikonya meski pernikahanku menjadi taruhannya. Bukan karena aku ingin menjadi istri durhaka, aku ingin mendapat kebahagiaan dengan caraku sendiri. Hal ini terpaksa kulakukan karena memang aku tidak pernah mendapat hak selama menikah."Kamu jualan lagi?" Tumben sekali Ibu mertuaku sudah bangun sepagi ini. "Iya, Bu. Percuma saja diam di rumah menjadi istri yang baik tetapi tidak mendapatkan apapun termasuk nafkah. Lebih baik cari sendiri aja, yang nantinya bisa kunikmati!" Aku tidak menghiraukan Ibu mertua di sampingku."Dasar bandel, lebih baik kamu tinggal sendiri daripada mempermalukan kami sekeluarga!" "Tidak masalah jika aku harus tinggal sendiri, Bu. Asalkan aku tenang!" Aku mengangkat peralatan dagang ke sebuah motor butut. Tidak lupa kupanjatkan doa untuk hari ini. Jika nanti suamiku menginginkanku pergi, maka aku ikhlas melakukannya. Suasana masih sepi karena wa

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 11. Digrebek Warga

    Aku sebenarnya terkejut karena mereka semua berada disini. Apalagi aku juga sudah meninggalkan rumah setelah melihat perselingkuhan Mas Angga dengan wanita cantik itu."Jangan terkejut seperti itu, Rin. Kami tahu kalau kamu pergi dari Angga sebelum--"Jangan sebut namanya lagi, Mbak. Aku benci dengan nama itu!" "Baiklah. Tetap tenangkanlah dirimu! Jangan pernah berbuat apapun yang bisa membuatmu celaka!" Aku hanya mengangguk pelan. Sungguh, aku hampir saja naik darah mendengar nama lelaki itu disebut."Arin, sementara tinggal saja disini!" Bapak mertuaku menuntunku masuk ke rumah sederhana ini. Rumah memiliki satu kamar, satu kamar mandi dan dapur terletak di sebelah kamar mandi. Sungguh, di balik kesedihan ternyata masih ada dukungan di balik ini semua.Rumah yang bakalan aku tinggali untuk sementara waktu. Jika sudah saatnya, mungkin aku akan kembali ke kampung halamanku dan menetap disana seperti saat aku kecil."Jika ada apa-apa segera hubungi kami, Arin. Jangan pernah merasa jik

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 12. Terpuruk

    Kepalaku mulai mencari sebuah jawaban dari ucapan ayah dan juga Mbak Mira. Apa yang disembunyikan mereka saat ini.[Katakan saja, Mbak. Apa yang terjadi?][Apa kamu yakin ingin mendengarnya? Mbak tidak tega denganmu] jujur saja, ini semakin membuatku penasaran.[Apapun yang terjadi, memang sudah ditakdirkan. Jadi katakan saja][Ibu mertuamu menjamin kebebasan Angga. Besok pagi Angga dan selingkuhannya akan dinikahkan!] Sungguh lemas tubuhku, rasanya tulang seperti dilepas satu-satu hingga tidak mampu menopang beban tubuhku. Aku terkulai bersandar di dinding merasakan sakit yang kuterima.Sakit, sungguh sakit sekali. Ingin beranjak pindah tempat saja rasanya aku tidak kuat. Mas Angga, lelaki yang pernah memintaku menjadi penggantinya ternyata mampu menghempaskan aku begitu saja.Cukup lama aku menangis, aku mencoba berdiri kembali. Mau tidak mau aku harus kuat menghadapinya. Kutatap cermin yang hanya sebesar setengah badan. Wajahku terlihat kusam, bahkan terdapat flek hitam di beberap

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 13. Pusat Perhatian

    Rizky membawa Arin tepat akad nikah akan segera dimulai. Karena pernikahan ini bukanlah pernikahan biasa melainkan pernikahan setelah digrebek. Tidak terlihat sosok ayah mertua di lokasi. Akad nikah kali ini hanya didatangi keluarga dekat saja. Di sudut sana, terlihat kedua orang tua Widya. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan saya bahagia. Terlihat sekali mereka dari keluarga berada. "Aku takut, Riz!" "Terus, kamu mau nangis lagi?" Dia selalu menyebalkan. "Tenanglah, dan tetaplah menjadi pemenang. Tunjukkan siapa dirimu saat ini!""Aku?" Aku menunjuk diriku sendiri."Bukan, itu monyet yang disana!" Aku memanyunkan bibirku. Selalu saja begini. Aku mengedarkan pandanganku ke beberapa rumah tetangga. Terlihat beberapa ibu-ibu sedang mengobrol. Sudah bisa dipastikan jika mereka pasti membicarakan Mas Angga dan keluarganya."Masuklah dan jangan menangis! Memalukan sekali!" Rizky memintaku masuk ke dalam. Seseorang menatapku pertama kali adalah Stella. Aku melihat jelas mulut Stell

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25
  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 14. Lelaki Plin plan

    Sosok lelaki yang kubenci kini berada di depanku. Kedua matanya terlihat jelas dipenuhi rasa sesal, hanya saja aku sudah tidak peduli. Sorot matanya seakan ingin aku kembali padanya."Ada apa, Mas? Kenapa kamu kemari?" Dia bahkan masih menggunakan pakaian yang dikenakan saat akad nikah. Sungguh sangat memalukan, baru tadi mengikrarkan talak, sekarang"A-aku, aku--"Sudahlah, Mas. Balik saja ke rumahmu. Bukannya hari ini hari kebahagiaan kalian semua! Aku ucapkan semoga kalian berbahagia!" "Arin. Aku ingin kamu tetap bersamaku lagi!" Aku terbelalak mendengar ucapannya. Sudah cukup banyak luka yang dia torehkan padaku dan sekarang bicara seperti itu? Sungguh memalukan sekali."Ingin aku jadi babu gratisan untuk keluargamu, Mas?" Dia diam seketika. Mungkin baru menyadari jika aku selama ini tidak lain dan tidak lebih dari seorang pembantu."Angga! Ngapain kamu kemari?" Ternyata Ibunya ikutan datang juga. Sorot matanya terlihat sama sekali tidak suka padaku."Aku ingin bicara dengan Arin

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-25

Bab terbaru

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 51. Hadiah Terindah

    Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 50. Kedatangan Bu Marni

    Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 49. Hampir Bunuh Diri

    Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 48. Mulut Bu Marni

    Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 47. Kabar Baik

    Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 46. Pengangkatan Rahim

    Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 45. Mimpi Buruk

    Mas Anton menghampiri kami berdua dan mengajak Rizky mengibrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Aku mengalihkan rasa ingin tahuku dengan mengobrol bersama yang lain. Mbak Mira dan Bu Asti adalah keluarga di kota. Meski bukan berasal dari hubungan darah yang sama, tetapi dari dulu aku nyaman bersama mereka berdua."Sering-sering mampir ke warung, Rin. Andai sekomplek, pasti warung nanti akan ramai!" Celetuk Mbak Mira."Nanti Arin pasti akan sering main kesana, Kak jika memang lagi senggang!""Janji ya?" "InsyaAllah. Oh ya, Mbak. Arin masih boleh nitip asinan di warung Mbak Mira?" Teringat dulu pernah bikin usaha kecil-kecilan. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri selain dari suamiku. Meski aku tahu nafkah dari suami sangatlah besar bagiku."Boleh dong! Apa Rizky mengijinkanmu usaha asinan lagi?" "Entahlah. Nanti Arin bicara dulu padanya. Kalau diijinkan ya alhamdulillah!" Aku tidak mau mengambil keputusan sepihak karena apapun harus ad

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 44. Ketemu Pelakunya

    Aku memberanikan diri keluar dari dapur dan mencari keberadaan Ibu. Ruang keluarga terasa sangat sepi tidak ada seorangpun. Padahal biasanya ruang keluarga adalah ruangan yang paling ramai. Meski hanya sekedar menonton bola bersama. Aku mencari keberadaan orang-orang ke ruang tamu, namun ternyata tidak ada orang juga. Hingga akhirnya aku terpaksa ke toko, hanya saja harapanku nihil. Aku benar-benar sendirian di rumah. Rizky juga tidak ada di kamar. Aku duduk di ruang tamu dan melantunkan harapan untuk keselamatan seluruh keluargaku. ArghTerdengar suara erangan dari arah samping rumah. Ingin sekali aku berjalan ke sumber suara tersebut, namun aku tidak cukup berani untuk melakukannya.HahahahahTerdengar tawa keras usai suara erangan. Tanganku bergetar hebat ketika salah satu kursi bergerak sendiri. Ingin berteriak namun tidak bisa. Tubuhku seperti sudah terkunci untuk menyaksikan kejadian di luar nalar.Lagi-lagi aku mendengar suara teriakan dan rapalan surah untuk ruqyah. Aku penas

  • Ketika Usahaku Dibongkar Ibu Mertuaku   Bab 43. Sah

    Mungkin ini keputusan yang tidak masuk akal. Karena teror, akhirnya pernikahanku dimajukan dari rencana awalnya. Bapak meraih ponsel miliknya dan menghubungi Rizky. Aku mendengar Bapak menjelaskan semua yang terjadi padaku termasuk teror lagi. Bapak juga memberitahu Rizky jika ada sosok lelaki yang datang setelah dirinya pergi. Ah, aku tahu Bapak mungkin tidak sanggup jika putri kecilnya akan mendapatkan teror lebih banyak lagi sehingga memutuskan untuk menikahkan dan nantinya aku bisa pergi dari kampung ini mengikuti suamiku.Dan singkat cerita, akhirnya pernikahanku dilanjutkan satu minggu lebih cepat dari rencana sebelumnya dan hari ini ini pernikahanku digelar. Meski hanya sebatas akad nikah saja tetapi aku sudah cukup bahagia. Bang Akhwan juga turut hadir menjadi saksi dalam pernikahan keduaku.Dalam proses akad ini, aku sengaja hanya menggunakan riasan sederhana saja. Salah satu jasa rias pengantin membantu merias wajahku supaya lebih cantik. Jujur saja, meski ini pernikahan ked

DMCA.com Protection Status