Anga terpaksa kembali ke rumah ibunya. Disana, Widya sedang asik bercengkerama bersama Stella. Stella merasa dirinya sangat pantas bisa sederajat dengan keluarga Widya."Widya! Mama mau kalian tinggal di rumah saja. Ajak saja suamimu tinggal di rumah kita!" Stella terkejut dengan sikap mertua Angga. "Tidak bisa dong, Tante. Istri itu wajib ikut suami. Nantinya si istri harus mengerjakan semua pekerjaan rumah dan menuruti semua permintaan suaminya!" Stella dengan percaya diri mengucapkan sesuatu yang paling dibenci orang tua Widya."Sekali lagi kamu mengucapkan seperti itu, akan kurobek mulutmu, Bocah. Orang miskin aja belagu! Cocoknya si Angga itu jadi pembantu di rumahku. Gaji segitu mana cukup untuk memenuhi kebutuhan Widya. Widya aja gajinya sepuluh kali lipat dari Angga!" Stella terperangah. Ditambah lagi sekarang memiliki saingan.Widya memang dari kalangan orang berada. Widya adalah manager sekaligus membanti orang tuanya melanjutkan usahanya. Namun sangat disayangkan karena Wi
Kini kami saling berhadapan. Dan sama-sama terbawa rasa senang setelah lama tidak bertemu dengannya. Entah, sekarang masih seperti Mas Aldi yang dulu atau tidak."Arin, bagaimana kabarmu?" Dia memperhatikanku dari atas ke bawah."Alhamdulillah, Mas. Mas Aldi bagaimana kabarnya?" Senyumnya selalu membuat siapaphn akan tergoda. Semoga aku tidak tergoda lagi dengan senyum andalannya ini."Kamu belanja buat apa, Arin? Banyak bener."Aku tersenyum kecil mendengar ucapan Mas Aldi. Aku sudah membawa belanjaan yang cukup banyak termasuk beberapa makanan ringan yang nantinya bisa kujual sebagai pendamping martabak telurku."Belanjaan buat jualan besok, Mas. Semenjak kena PHK aku bosan menganggur, apalagi aku tidak punya pemasukan pribadi. Akhirnya aku putuskan untuk berjualan di depan sekolahan, Mas. Lumayan bisa buat jajan Arin sendiri!" Aku terkekeh sendiri bercerita keseharianku di depannya."Begitu ya, bagaimana kabar suamimu?" Sedikit nyeri saat dia bertanya tentang Mas Angga. "Kita suda
Mata begitu sembab karena kurangnya tidur semalam. Berkali-kali aku menghubungi Rizky namun tidak diresponnya sama sekali. Pagi ini aku sudah mulai berjualan. Hari ini sudah bersiap menyambut rejeki untuk masa depanku.Seperti biasa, aku datang lebih lagi dari anak-anak yang datang. Supaya nanti bisa bersiap menyambut mereka yang ingin jajan dulu sebelum masuk kelas. Tidak lupa aku membentangkan tikar yang nantinya bisa digunakan Ibu-ibu muda yang mengantar anaknya sekolah. Aku juga mulai meracik bahan-bahan martabak telur supaya bisa lebih cepat saat ada yang beli."Tante Arin, martabak dong!" Salah satu pelangga setiaku. Anak kecil berusia sepuluh tahun yang tidak pernah melewatkan martabak telur. Terkadang dia gunakan sebagai teman nasi katika waktunya istirahat. "Siap, Sayang!" Aku tinggal menggoreng bahan yang sudah aku racik. Hanya beberapa menit saja martabak telur pun sudah matang sempurna."Wah, Mbak Arin sudah gelar lapak lagi. Mbak, mau dua dong! Kebetulan belum sarapan d
"Mbak tidak mengirim apapun padamu seperti yang kamu ucapkan tadi, apalagi menyuruh Rizky!" Aku benar-benar terkejut mendengarnya. Lalu kenapa Rizky mengirimkan bakso untukku meski aku sendiri sedang marah dan kesal dengannya."Oh, ya sudah, Mbak. Aku balik dulu ya?" Aku gegas memacu motor butut yang aku punya ke kediamanku. Rumah kecil nan nyaman. Aku lagi-lagi melihat sebuah kantung plastik tergantung di gagang pintu rumahku. Entah kenapa aku begitu malu. Ingin sekali hari ini aku bertemu Rizky dan mengucapkan minta maaf padanya. Aku membawa masuk semua perlengkapan jualanku dan juga makanan yang tergantung di gagang pintu.JANGAN TELAT MAKAN, BESOK AKU SUDAH KEMBALI KE KOTA. TIDAK BISA LAGI MEMPERHATIKAN JADWAL MAKANMU LAGIAku membaca pesan yang tertulis di dalam kantung plastik bersama makanan yang dikirimkannya. Entah kenapa aku tiba-tiba merasa sakit seperti ini. Semalam aku kesal padanya, namun saat dia berpamitan pergi begini, aku mendadak sakit.TesAir mata menetes begitu
Sudah satu bulan ini aku sudah terbiasa dengan kesendirian. Meski masih ada beberapa orang yang tetap memberi perhatian padaku. Aku jalani hari-hari penuh rasa syukur.Tok tok tokKebetulan hari ini hari libur jadi aku juga libur buka lapak di depan sekolah. Aku berkutat dengan memasak makanan di pagi hari. Pekerjaan yang jarang aku lakukan karena setiap pagi sudah harus gelar lapak."Ibu, Bapak" Aku terkejut melihat dua orang tuaku pagi ini. Entah siapa yang yang memberi tahu alamat rumah ini kepada mereka."Arin, Ibu rindu sekali!" Ibuku memelukku begitu erat."Mari masuk dulu, Pak!" mbak Mira mempersilahkan Bapak masuk saat aku berpelukan dengan Ibu. Kemungkinan Mbak Mira yang mengantarkan kedua orang tuaku.Mbak Mira juga membuat teh hangat untuk kedua orang tuaku. Benar-benar seorang yang sangat baik meski tidak ada hubungan darah di antara kami."Mbak Mira. Maaf jika Arin merepotkan!" Aku duduk di samping ibuku dan ayahku. Sorot kedua mata Ayah terlihat sangat berbeda hari ini.
Aku mengabaikan pesan Mas angga. Bukan karena alasan, tetapi karena kami sudah tidak ada hubungan apapun. Aku khawatir akan menjadi sebuah fitnah nantinya jika aku tidak mengabaikan pesan dari mantan suamiku. Aku juga tidak ingin lagi memiliki hubungan apapun dengan Mas Angga beserta keluarganya. Aku duduk berselonjor di ranjang sesekali memijid betisku yang lelah. Kaki yang selalu kuat membawaku berjuang seorang diri. Kaki yang tidak pernah lelah melangkah di saat aku harus mencari nafkah untukku sendiri.Drrt drrtKini pesan Mas Angga yang kuabaikan beralih ke sebuah panggilan. Aku malas sekali menerima panggilannya. Apalagi dia telah menyakitiku sebelumnya. Meski sudah satu bulan lamanya tidak bertemu, namun luka yang dia torehkan tidak langsung sembuh begitu saja. Sepertinya butuh waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan luka ini. Luka atas perlakuan abai padaku selama menikah dan berakhir penghianatan.Tok tok tokAku terkejut mendengar seseorang mengetuk pintu kamarku."Nak, a
Sudah tiga bulan aku tinggal di kampung asalku. Selama kurang lebih dua bulan, toko yang dibangun juga sudah selesai. Mungkin terlalu lama, karena seringkali tukang minta jatah libur atau terlambatnya pengiriman bahan bangunan. Hari ini juga Bang Akhwan mulai mengirim beraneka jenis pupuk, mulai organik sampai buatan pabrik serta aneka bibit dan segala pestisida dari beberapa merk. Sengaja Bang Akhwan mengirim beberapa merk yang berbeda sesuai harga. Tentu saja harga yang ramah di kantong masyarakat. Aku melihat satu truk pengantar pupuk. Bapak dan Ibu antusias sekali menyambut kedatangan truk yang membawa barang-barang untuk mengisi toko baru kami. "Alhamdulillah, Rin. Abangmu sudah memenuhi semua kebutuhan toko kamu!""Bu, ini bukan toko Arin saja. Tapi ini toko kita semua!" Aku tidak bisa mengakui sesuatu kalau bukan dari hasil keringatku sendiri. Aku tetap menganggap toko ini usaha keluarga. Toh, nanti jika Bang Akhwan pulang kampung, Bang Akhwan masih bisa menjalankan usaha yang
Pesan yang dikirim Mas Aldi membuatku semakin dilema. Meski ini mustahil tetapi hatiku tengah berharap kembalinya Rizky. Entah, aku juga tidak tahu penyebabnya. Tetapi pikiranku dipenuhi wajah Rizky. Apa mungkin karena aku belum meminta maaf kepadanya sebelum dia pergi. Aku memang ceroboh, bertengkar dengan seseorang sebelum dia pergi. Andai aku tahu, pasti aku bersikap baik padanya.Hari ini kami berkutat di dapur untuk acara syukuran nanti sore. Aku dan Ibu dibantu beberapa tetangga sejak subuh sudah berkutat di dapur sederhana kami. Sebagian ada yang fokus membuat jenang di dapur kotor alias dapur yang masih menggunakan tungku besar dan kayi bakar sebagai bahan bakarnya. Sedangkan sebagian lain membuat bumbu untuk ayam di dapur bersih. Atau dapur yang terdapat kompor gas.Aku senang bisa ikutan membuat makanan khas kampung. Apalagi ayam ingkung menjadi menu andalan kami. Kebetulan ayam peliharaan ayah bertambaj banyak sehingga memutuskan untuk dibuat menu ayam ingkung. Ibu sibuk
Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya
Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni
Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal
Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak
Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta
Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu
Mas Anton menghampiri kami berdua dan mengajak Rizky mengibrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Aku mengalihkan rasa ingin tahuku dengan mengobrol bersama yang lain. Mbak Mira dan Bu Asti adalah keluarga di kota. Meski bukan berasal dari hubungan darah yang sama, tetapi dari dulu aku nyaman bersama mereka berdua."Sering-sering mampir ke warung, Rin. Andai sekomplek, pasti warung nanti akan ramai!" Celetuk Mbak Mira."Nanti Arin pasti akan sering main kesana, Kak jika memang lagi senggang!""Janji ya?" "InsyaAllah. Oh ya, Mbak. Arin masih boleh nitip asinan di warung Mbak Mira?" Teringat dulu pernah bikin usaha kecil-kecilan. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri selain dari suamiku. Meski aku tahu nafkah dari suami sangatlah besar bagiku."Boleh dong! Apa Rizky mengijinkanmu usaha asinan lagi?" "Entahlah. Nanti Arin bicara dulu padanya. Kalau diijinkan ya alhamdulillah!" Aku tidak mau mengambil keputusan sepihak karena apapun harus ad
Aku memberanikan diri keluar dari dapur dan mencari keberadaan Ibu. Ruang keluarga terasa sangat sepi tidak ada seorangpun. Padahal biasanya ruang keluarga adalah ruangan yang paling ramai. Meski hanya sekedar menonton bola bersama. Aku mencari keberadaan orang-orang ke ruang tamu, namun ternyata tidak ada orang juga. Hingga akhirnya aku terpaksa ke toko, hanya saja harapanku nihil. Aku benar-benar sendirian di rumah. Rizky juga tidak ada di kamar. Aku duduk di ruang tamu dan melantunkan harapan untuk keselamatan seluruh keluargaku. ArghTerdengar suara erangan dari arah samping rumah. Ingin sekali aku berjalan ke sumber suara tersebut, namun aku tidak cukup berani untuk melakukannya.HahahahahTerdengar tawa keras usai suara erangan. Tanganku bergetar hebat ketika salah satu kursi bergerak sendiri. Ingin berteriak namun tidak bisa. Tubuhku seperti sudah terkunci untuk menyaksikan kejadian di luar nalar.Lagi-lagi aku mendengar suara teriakan dan rapalan surah untuk ruqyah. Aku penas
Mungkin ini keputusan yang tidak masuk akal. Karena teror, akhirnya pernikahanku dimajukan dari rencana awalnya. Bapak meraih ponsel miliknya dan menghubungi Rizky. Aku mendengar Bapak menjelaskan semua yang terjadi padaku termasuk teror lagi. Bapak juga memberitahu Rizky jika ada sosok lelaki yang datang setelah dirinya pergi. Ah, aku tahu Bapak mungkin tidak sanggup jika putri kecilnya akan mendapatkan teror lebih banyak lagi sehingga memutuskan untuk menikahkan dan nantinya aku bisa pergi dari kampung ini mengikuti suamiku.Dan singkat cerita, akhirnya pernikahanku dilanjutkan satu minggu lebih cepat dari rencana sebelumnya dan hari ini ini pernikahanku digelar. Meski hanya sebatas akad nikah saja tetapi aku sudah cukup bahagia. Bang Akhwan juga turut hadir menjadi saksi dalam pernikahan keduaku.Dalam proses akad ini, aku sengaja hanya menggunakan riasan sederhana saja. Salah satu jasa rias pengantin membantu merias wajahku supaya lebih cantik. Jujur saja, meski ini pernikahan ked