Akhirnya aku menuju ke teras rumah, dimana dia menyuruhku keluar. Dia benar-benar menyebalkan sekali. Aku tahu dia menatapku saat aku duduk di kursi teras. "Nih, tangkap!" HapAku berhasil menangkap sesuatu darinya. Entah apa yang dia berikan padaku. Sebuah kotak berukuran 30 x 25 cm. "Sudah, balik tidur sana!" Hanya ini saja, aku kira dia akan mengatakan sesuatu. Aku langsung balik kamar. Kupandang kotak berbungkus kertas kado yang entah isinya apa.Srek srekSuara kertas kado pembungkus kotak aku robek perlahan. Aku sangat terkejut membuka pesan yang tertulis disana. Bagaimana bisa dia ingat, padahal kenal juga tidak terlalu dekat. Mantan suami juga tidak pernah mengingat hal ini.SELAMAT ULANG TAHUN, MONYET!Sungguh aku dibuatnya terharu. Sebuah kotak berisi cokelat ditambah satu gaun yang sama saat dia berikan padaku. Apakah Mbak Mira memberikan gaun yang kukembalikan pada Rizky? Aku beranjak menemuinya lagi membawa gau yang diberikan olehnya."Aku sudah bilang, aku tidak akan
Tok tok tokAku menggeliat karena terganggu oleh suara ketukan yang cukup keras. Aku melihat jam dinding masih menunjukkan pukul tiga pagi. Entah, siapa yang mengentuk pagi-pagi seperti ini."Siapa?" "Abang, ayo bangun! Kita tahajud dulu!" Ternyata Bang Akhwan memiliki kebiasaan baik. Bangun di sepertiga malam. Sangat berbeda denganku, hanya suka rebahan jika lelah.CeklekAku juga berjalan menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan bergabung bersama Bang Akhwan di mushollah dekat dapur. Ternyata bukan Bang Akhwan saja yang menungguku, tetapi dia juga ada.Kami shalat tahajud berjamaah, Bang Akhwan yang menjadi imam kami. Abang yang dulu tidak pernah shalat, kini sudah berubah. Malah aku yang sangat malu padanya. Sering shalat tidak tepat waktu.Tidak lupa semua doa kulantunkan di atas sajadah ini. Sebenarnya aku lebih nyaman shalat sendiri di kamar. Hanya saja ini permintaan Bang Akhwan, jadi aku harus menghormatinya.Selesai shalat tahajud, hanya aku yang beranjak dari mus
Sambil mengisi waktu luang di toko, sesekali aku membuka berita di internet. Meski di rumah, aku tetap tidak boleh kudet sama sekali. Aku tetap harus tahu dunia di luar sana. Toh, semua bisa diakses dengan mudah. Apalagi Bang Akhwan juga sudah memasang jaringan internet sendiri di rumah. Memudahkan aku menjual barang melalui akun media sosial."Jika aku jual online menggunakan e-commers gimana ya?" Terlintas ide berjualan online melalui aplikasi penjualan."Sebaiknya aku bicarakan dulu dengan Bang Akhwan!" Aku gegas mencari Bang Akhwan, ternyata Bang Akhwan tengah sibuk dengan laptop miliknya di ruang tengah. Bang Akhwan selalu nyaman jika berlama-lama di atas tikar pandan."Bang!""Hmm!" Bang Akhwan melirikku selikas dan kembali fokus pada pekerjaannya."Arin boleh tidak menjual bibit melalui e-commers?" Sejenak kedua mata Bang Akhwan menatapku. Raut wajahnya bahkan terlihat sangat serius, bahkan kedua alisnya mengerut. Aku pasrah jika memang Bang Akhwan tidak menyetujuinya."Kalau e
Stella pulang dengan kondisi sangat marah setelah bertengkar dengan anak dan istri sah Priyono. Mobil yang dikendarainya sudah mulai memasuki halaman rumah yang cukup besar. Rumah pemberian Priyono tanpa sepengetahuan keluarganya. Bahkan semua kebutuhan ditanggung oleh Priyono. Setiap seminggu dua kali, Priyono akan menginap untuk meminta haknya sebagai lelaki pada Stella. BrakTanpa mengetuk pintu, Stella mendorong pintu begitu saja hingga menimbulkan suara yang cukup memekakkan telinga. Bahkan kaca jendela juga ikut bergetar. Stella duduk di sofa sambil memijid pangkal hidungnya."Kamu kenapa, Sayang?" Marni yang mendengar suara tersebut gegas keluar kamar."Stella habis menyerang istri Mas Pri, Bu. Stella nggak rela mereka semua mendapat harta Mas Pri. Stella harus menyingkirkan mereka semua supaya Stella bisa menikmati semua harta Mas Pri sendiri!" Nafas Stella terlihat memburu saat menceritakan kejadian barusan.CeklekTiba-tiba muncul seorang pria berusia cukup matang keluar da
[Arin, Pak Hadi dirawat di rumah sakit. Karena kabar viralnya Stella, Pak Hadi kena serangan jantung dan dilarikan ke rumah sakit semalam] Pagi ini aku mendapat kabar dari Mbak Mira tentang mantan ayah mertuaku, Pak Hadi. Aku mukai menduga jika sakitnya Pak Hadi akibat dari viralnya Stella. Apalagi tempat tinggal Pak Hadi berada di komplek yang cukup padat. Sehingga tidak memungkinkan jika kabar cepat menyebar."Apa Mas Angga tahu soal ini?" Entah kenapa aku memikirkan Mas Angga yang sudah mengetahui atau belum mengenai kabar ayahnya. Sudah beberapa hari dia tidak mengirim pesan atau sekedar berkabar. [Mas, Pak Hadi masuk rumah sakit] bodoh amat soal perasaan, yang penting aku memberi kabar mengenai ayah kandungnya. Entah dia bersedia membesuk atau tidak, itu urusan dia. Cukup aneh, pesan yang aku kirimkan kepadanya hanya centang satu berwarna abu-abu."Mungkin dia sedang sibuk!" Aku gegas menemui Bang Akhwan dan orang tuaku untuk mengatakan kabar ini. Viralnya berita Stella membuat
"Ayo masuk!" Tiba-tiba Mas Angga menggandeng tanganku."Mas!" Aku menatap tangannya yang menggenggam tanganku. Seketika dia melepaskannya."Maafkan aku, Rin. Maaf, Mas tidak sengaja!""Tidak apa-apa, Mas!" Aku dan Mas Angga masuk ke ruang rawat inap Pak Hadi. Aroma khas rumah sakit menyeruak dan lebih tajam daripada di luar ruangan. Pak Hadi terlihat memejamkan kedua matanya dan nafasnya terlihat sangat teratur. Mas Angga mengambilkan kursi untukku dan dia duduk tidak jauh dariku. "Anakku, Angga dan Arin!" Tiba-tiba kedua matanya mengerjab dan melihay kami berdua."Iya, Pak!" Sahutku. "Iya, Ayah!" Mas Angga juga menyahuti panggilan ayahnya."Maafkan Bapak. Bapak tidak bisa mendidik kalian menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah!" Lidah mendadak kelu ketika lelaki mulia di depanku menyesal karena rumah tangga kami yang berakhir cerai. Bahkan lelaki bergelar mantan Ayah mertua, lebih menyalahkan dirinya daripada kami yang menjalaninya. Beruntung sekali wanita yang memiliki mertua
"Bagaimana kabarmu, Angga!" Bang Akhwan kini beralih ke tempat duduk kami. Bang Akhwan terlihat santai saat mengobrol dengan mantan suamiku. Tidak ada raut wajah benci atau ingin membalas dendam. Kudengar berkali-kali Mas Angga meminta maaf kepada Bang Akhwan. Obrolan kami terhenti ketika Rizky tiba-tiba memanggil Bang Akhwan untuk keluar. Dia benar-benar mengesalkan sekali. Kasihan sekali nanti yang jadi pasangan hidupnya, orangnya pemarah begitu apalagi tanpa sebab."Lelaki yang bersama Bang Akhwan tadi mencintaimu, Arin!" "Apa? Mas jangan mengada-ngada deh. Sementara aku ingin sendiri dan mengembangkan usaha keluargaku. Untuk menikah lagi, sepertinya aku belum siap!" Mas Angga diam sejenak memperhatikan aku."Baiklah, Arin. Apapun jalan yang kau pilih, Mas akan selalu berdoa untuk kebahagiaanmu. Namun jangan lupa, jika suatu saat kamu sudah siap menikah, bisa hubungi Mas untuk bisa hadir dalam pernikahan kamu!""Tenang saja, lagian masih belum ada pikiran juga. Doanya diganti saj
Sudah satu minggu lebih aku tidak bertemu dan tidak berkomunikasi dengan siapapun termasuk Mbak Mira. Ponselku benar-benar tidak aktif selama satu minggu tanpa menyentuh media maya dan akun media sosial. Sementara aku hanya fokus dengan toko tanpa mau memikirkan urusan lainnya. Bang Akhwan beberapa kali menginap di kota karena urusan restoran yang akan dikelola Rizky belum selesai. Ah! Lelaki itu. sejak kejadian di rumah sakit, dia tidak pernah lagi kirim pesan padaku. Mungkin saja dia akan mencari wanita lain. Semoga saja dia mendapat wanita yang lebih baik dari aku.Suara deru mobil Bang Akhwan mulai terdengar. Semalam Bang Akhwan menginap di kota karena kemarin urusannya belum selesai."Bang, nih tehnya!" Aku menyuguhkan segelas teh hangat untuk Bang Akhwan sepulang dari kota. Hari ini toko tutup lebih awal karena sudah banyak produk yang kosong. Kemungkinan besok atau lusa, barang pesanan kami baru datang. Musim hujan benar-benar membawa berkah bagi kami."Terima kasih, Dek. Bapa
Hampir satu tahun pernikahan, kehidupan rumah tanggaku nyaris sempurna. Rizky begitu perhatian dan memberiku banyak cinta. Meski sampai sekarang aku belum mendapatkan tanda-tanda kehamilan, Rizky tidak pernah menanyakan atau membahas buah hati. Disini kami hanya berusaha dan berikhtiar. Urusan buah hati, mutlak kuasa Allah.Usaha Rizky semakin hari semakin berkembamg pesat. Penginapan dan restoran hampir tidak pernah sepi. Sekarang dia membuka usaha baru berupa minimarket."Melamun aja," lagi-lagi dia melingkarkan kedua tangannya di perutku ketika aku sedang menatap indahnya pagi hati di balkon. Meski usaha bertambah, tetapi untuk tempat tinggal kami masih sama. Hanya ada renovasi sedikit membuat area balkon di teras rumah. Balkon untuk tempat aku bertanam. Aku menyibukkan diri dengan bertanam sayur di balkon selain membuat asinan buah andalanku."Kok sudah pulang, Mas?" Hendak aku lepaskan kedua tangannya yang melingkar di perutku, tetapi dia malah mengeratkan pelukannya."Aku bosnya
Baru saja Stella tenang, kami kembali dikejutkan dengan keramaian warga di depan rumah. Kami semua keluar rumah kecuali Pak Hadi yang menjaga Stella di dalam kamarnya."Dia menculik Stella dari rumah sakit!" "Hadi gila!" Brak brak brakBu Marni benar-benar tidak beretika sama sekali. Harusnya dia masuk dan bicara baik-baik. Malah sebaliknya, berteriak di luar seperti orang kesetanan ditambah pakaiannya yang compang camping. Masih terlihat bekas kecelakaan di kepalanya. "Bu Marni, apa yang anda lakukan disini?" Terpaksa aku bertanya atas tujuannya datang kemari."Lihatlah! Dua orang wanita ini adalah selingkuhan Hadi. Dan dua lelaki di sampingnya adalah anak buah Hadi. Hahahahah!" Aku merasa ada yang aneh dengan keadaan Bu Marni saat ini. Mas Anton meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Entah siapa yang akan dihubungi."Bu Marni yang cantik dan baik hati!" Seketika senyum Bu Marni mengembang karena rayuan Mas Anton. "Kita duduk dulu disana yuk! Kita minum teh bareng!" Bu Marni
Hari ini hari minggu bertepatan dengan jadwalnya kepulangan Stella dari rumah sakit. Aku dan Mbak Mira sudah berencana untuk mengantar makanan matang saat mereka bertiga sampai di rumahnya supaya Bu Asti tidak lagi memasak makanan sepulang dari rumah sakit. Sejak subuh aku sudah berkutat dengan beberapa menu makanan. Ada sayur lodeh, bakwan jagung dan ayam goreng. Menu inilah yang nantinya akan aku bawa ke rumah Pak Hadi. Sedangkan Mbak Mira bertugas membuat jajanan pasar atau cemilan lainnya."Sayang!" Selalu saja mengejutkanku dari belakang dengan kedua tangan yang melingkar di perutku."Ada apa? Aku sedang masak, jadi belum bisa diganggu!" Sahutku sambil mengaduk sayur lodeh yang mulai mendidih."Nggak ada apa-apa. Seneng aja peluk kamu dari belakang!" Sesekali dia mencium leher jenjangku jika sudah seperti ini."Sudah nanti aja cium-ciumnya. Duduk saja di kursi, biar semua masakan ini cepat selesai!" Akhirnya dia duduk di kursi. Desain dapur mirip seperti mini bar membuatku selal
Bu Endang kembali pulang, namun mulutnya tidak berhenti menggerutu karena gagal mendapat info dari kami. Aku lihat sesekali dia merapikan jambul kebanggaannya ketika berpapasan dengan warga. Begitulah sosok Bu Endang di kampung kami yang mirip sekali dengan wartawan."Akhirnya si Nenek gayung pulang juga!" Celetuk Mbak Mira melihat Bu Endang yang pergi meninggalkan warung Mbak Mira. "Iya, pengen aku lurusin aja itu jambulnya!" "Jadi apa nanti kalau jambulnya lurus!" Kami semua tertawa usai melihat aksi Bu Endang. Kami menikmati sajian makan siang dari Mbak Mira. Sungguh, ini sangat enak sekali. Aku lihat, Rizky juga sangat menikmati gulai nangka muda buatan Mbak Mira, sama seperti Mas Anton. Lauk apapun akan enak rasanya asalkan ada gulai nangka. Sepertinya aku harus belajar resep ini pada Mbak Mira supaya aku bisa memuaskan perut Rizky."Mbak juga sudah siapkan di rantang untuk kalian bawa pulang!" Ternyata di sampingku sudah ada rantang berisi gulai nangka."Ah, terima kasih Mbak
Sesuai dengan rencana kami sebelumnya, Rizky mengantar aku, Mbak Mira dan juga Bu Asti ke rumah sakit sebelum bekerja. Awalnya dia berencana untuk tetap ambil cuti, hanya saja ada pertemuan penting dengan salah satu rekannya hari ini. Terpaksa Rizky mengurungkan niatnya menemani kami semua. Mbak Mira dan Bu Asti membawakan baju ganti kepada Mas Anton dan juga Pak Hadi. Tidak lupa makanan juga sudah disiapkan para istri dari rumah. Kami menikmati sarapan di ruang tunggu kecuali Pak Hadi yang memilih sarapan di dalam ruang rawat inap."Apakah semalam Stella sudah sadar, Mas?" Tanyaku pada Mas Anton. "Sudah, tetapi hanya sebentar saja setelah itu kembali tertidur!" Sahut Mas Anton. Pasti Pak Hadi merasa terpukul melihat kondisi anaknya saat ini."Semalam Stella bahkan menangis dan meminta maaf kepada ayahnya!" Berita ini benar-benar cukup membahagiakan. Apalagi Stella meminta maaf kepada Ayahnya. Selama ini jarak Stella dengan Pak Hadi cukup jauh. Itulah sebabnya Stella sering membanta
Keesokan harinya, Rizky sudah kembali bekerja di salah satu restoran miliknya. Sedangkan aku, menikmati kegiatanku membuat asinan sebagai kesibukanku di rumah. Rencana nanti sore, aku dan Rizky akan berkunjung ke warung Mbak Mira sekalian mengirim asinan buatanku.Sore sepulang kerja, aku dan Rizky berkunjung ke warung Mbak Mira. Kami menggunakan motor matic karena lokasi tidak terlalu jauh. Kedatangan kami disambut hangat oleh Mas Anton, Pak Hadi dan Mbak Mira. Aku melihat rumah mantan suamiku sudah terlihat bersih. Mungkin sudah laku oleh pembelinya."Pengantin baru, jalan-jalan pakai motor biar tambah romantis!" Celetuk Mas Anton membuatku malu."Kau selalu menggodaku, Bang!" Sahut Rizky sambil melempar kulit kacang ke arah Mas Anton. Mereka berdua sudah seperti kakak adik."Mbak, ini ada tiga puluh bungkus!" Aku meletakkan semua asinan milikku di lemari es yang ada di warung. "Siap, Arin!" Sahut Mbak Mira tengah sibuk mengaduk teh.Tiba-tiba terdengar suara ramai dari salah satu
Mas Anton menghampiri kami berdua dan mengajak Rizky mengibrol berdua. Entah apa yang mereka bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Aku mengalihkan rasa ingin tahuku dengan mengobrol bersama yang lain. Mbak Mira dan Bu Asti adalah keluarga di kota. Meski bukan berasal dari hubungan darah yang sama, tetapi dari dulu aku nyaman bersama mereka berdua."Sering-sering mampir ke warung, Rin. Andai sekomplek, pasti warung nanti akan ramai!" Celetuk Mbak Mira."Nanti Arin pasti akan sering main kesana, Kak jika memang lagi senggang!""Janji ya?" "InsyaAllah. Oh ya, Mbak. Arin masih boleh nitip asinan di warung Mbak Mira?" Teringat dulu pernah bikin usaha kecil-kecilan. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri selain dari suamiku. Meski aku tahu nafkah dari suami sangatlah besar bagiku."Boleh dong! Apa Rizky mengijinkanmu usaha asinan lagi?" "Entahlah. Nanti Arin bicara dulu padanya. Kalau diijinkan ya alhamdulillah!" Aku tidak mau mengambil keputusan sepihak karena apapun harus ad
Aku memberanikan diri keluar dari dapur dan mencari keberadaan Ibu. Ruang keluarga terasa sangat sepi tidak ada seorangpun. Padahal biasanya ruang keluarga adalah ruangan yang paling ramai. Meski hanya sekedar menonton bola bersama. Aku mencari keberadaan orang-orang ke ruang tamu, namun ternyata tidak ada orang juga. Hingga akhirnya aku terpaksa ke toko, hanya saja harapanku nihil. Aku benar-benar sendirian di rumah. Rizky juga tidak ada di kamar. Aku duduk di ruang tamu dan melantunkan harapan untuk keselamatan seluruh keluargaku. ArghTerdengar suara erangan dari arah samping rumah. Ingin sekali aku berjalan ke sumber suara tersebut, namun aku tidak cukup berani untuk melakukannya.HahahahahTerdengar tawa keras usai suara erangan. Tanganku bergetar hebat ketika salah satu kursi bergerak sendiri. Ingin berteriak namun tidak bisa. Tubuhku seperti sudah terkunci untuk menyaksikan kejadian di luar nalar.Lagi-lagi aku mendengar suara teriakan dan rapalan surah untuk ruqyah. Aku penas
Mungkin ini keputusan yang tidak masuk akal. Karena teror, akhirnya pernikahanku dimajukan dari rencana awalnya. Bapak meraih ponsel miliknya dan menghubungi Rizky. Aku mendengar Bapak menjelaskan semua yang terjadi padaku termasuk teror lagi. Bapak juga memberitahu Rizky jika ada sosok lelaki yang datang setelah dirinya pergi. Ah, aku tahu Bapak mungkin tidak sanggup jika putri kecilnya akan mendapatkan teror lebih banyak lagi sehingga memutuskan untuk menikahkan dan nantinya aku bisa pergi dari kampung ini mengikuti suamiku.Dan singkat cerita, akhirnya pernikahanku dilanjutkan satu minggu lebih cepat dari rencana sebelumnya dan hari ini ini pernikahanku digelar. Meski hanya sebatas akad nikah saja tetapi aku sudah cukup bahagia. Bang Akhwan juga turut hadir menjadi saksi dalam pernikahan keduaku.Dalam proses akad ini, aku sengaja hanya menggunakan riasan sederhana saja. Salah satu jasa rias pengantin membantu merias wajahku supaya lebih cantik. Jujur saja, meski ini pernikahan ked