Vero melepas kemeja tidurnya. Ditengah ia membaca berkas penting yang Fendi kirimkan, putra mahkotanya merengek di dalam tidur. Anak itu menangis dengan igauan memanggil nama saudara kembarnya. Sesaat Vero lupa jika Jessen merupakan bagian terpenting dari Mian. Mereka adalah satu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Jika hal buruk menimpa salah satunya, maka yang lain akan merasakannya. Benang merah diantara keduanya sekuat itu."Jess.. I'm sorry.." Lirihan itu menyayat hati Vero. Pasalnya Mian tidak hanya meminta maaf pada kembarannya, melainkan pada dirinya dan juga Stefany. Anaknya yang satu ini pasti merasa sangat bersalah. Terbukti dengan bulir air mata yang menetes membasahi sebelah kedua pipi putihnya. Vero menaiki sisi ranjang Mian yang kosong. Tadi ia meminta Princess untuk pulang ke rumah orang tuanya kala demam Mian mereda. Meski Princess sempat menolak, Vero memohon pengertian sang menantu. Disaat-saat seperti ini, Mian lebih membutuhkannya dibanding wanita itu. Bukan in
Seberkas sinar matahari berlagak malu-malu menelusup masuk ke dalam ruangan yang minim cahaya. Baru saja Siti menyibak sedikit kain gorden ditengah-tengah pintu penghubung balkon, sebelum wanita itu kembali duduk bergabung bersama empat orang lainnya di atas lantai. Disana.. Tepatnya di atas ranjang berukuran king size, dua laki-laki masih terlelap dengan tangan yang saling bergenggam erat. Keduanya seakan tidak terusik dengan pergerakan orang-orang yang menjadi penyusup di ruangan luas itu. “Incess mual liatnya..” Gumam Princess tak melepaskan netranya dari sang suami. “Mereka kayak homo..” Kontan ceplosan asal Princess itu mengundang decak Vero– “Jangan bungkam hak Incess buat bersuara Papi Vero! Incess cuman mengeluarkan aspirasi. Ini negara demokrasi ya.. Hak segala bangsa memiliki kebebasan berargumen!” Matanya kembali menangkap sang suami di ranjang, dan ketika tubuh itu berganti posisi lalu memeluk manusia disampingnya, Princess tak lagi bisa menahan mual yang dirinya rasakan
“Cess.. Lo bisa turun nggak?! Gue susah geraknya kalau lo nemplok begini!!” Jessen menggeliat, risih. Seumur-umur ia saja belum pernah menggendong Marchellia. “Jalan sendiri aja, Cess!” Pinta Jessen masih menggunakan nada baik-baik. Princess menggelengkan kepalanya. Wanita itu semakin mengeratkan tubuhnya pada sang adik ipar. Ia tidak berniat melepaskan Jessen walau satu detik pun. Keinginannya untuk digendong kemana saja oleh Jessen sangat kuat. Princess sendiri juga tidak tahu mengapa itu terjadi– mungkin karena Jessen tadi berbaik hati mengurusnya ketika muntah-muntah di kamar mandi. “Please Cess..” Mohon Jessen. Selain ia tidak suka, Jessen juga tidak enak pada Mian. Bagaimana tanggapan saudaranya nanti ketika melihat istrinya bergelendotan pada adiknya sendiri. Mian pasti marah besar. “No ya No! Budeg banget lo! Ayo katanya mau ke bawah! Aunty Achell udah kesini tadi pagi-pagi banget!”Siti bilang apa coba?! Gelap! Tidak ada cahaya, padahal matahari sudah naik tinggi di langit
Vero mengurut keningnya. Sedari tadi Jessen memintanya untuk melakukan sesuatu karena Princess tak kunjung ingin melepaskan diri dari anak itu. Kalau seperti ini, terlihat seperti Jessen yang menghamili anak sahabatnya.Anehnya, istri Jessen seperti senang-senang saja suaminya disabotase. Darmawan yang satu itu memang terlewat unik. Hampir tidak ada gen Om Justine di dalam diri menantu Vero yang itu. Polos dan lugunya mendekati less. “Mas bisa-bisanya Mbak Achell nyuapin Mas Jessen.” Siti berbicara teramat pelan. Kepalanya menggeleng dengan ringisan yang berulang-ulang terlihat di sudut bibirnya. Saat ini Siti, Vero dan Stefany tengah memperhatikan keluarga cemara yang hidupnya tampak sangat bahagia dengan dua orang istri mudanya. Jessen seperti juragan minyak sekarang. Istri-istrinya akur tapi tak lantas membuat wajah anak kedua Vero itu sumringah. Coba saja kejadian ini dialami oleh para lelaki lain di luar sana, mereka pasti akan sangat bahagia. Kapan lagi punya dua istri– mana m
“Bantuin, bantuin!” Vero dan Stefany bergegas membantu menurunkan tubuh Princess dari atas pangkuan Jessen. Setelah menunggu dua jam lamanya– Nona setengah Dirgantara itu akhirnya memejamkan mata juga. Ini merupakan kesempatan yang tidak boleh dilewatkan untuk menyelamatkan diri. Dibantu Siti sang asisten serbaguna, akhirnya Princess bisa dipindahkan dan dibaringkan ke atas sofa. “Gila! Mana si Mokondo?!” tanya Jessen sambil meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku. Satu jam lagi istri saudara kembarnya menempel– tulang-tulangnya pasti remuk. Mokondo?!Stefany dan Vero lalu bersitatap. Mereka tidak tahu kepanjangan dari sebutan yang putranya ucapkan. “Achell.. Kamu kenal Mokondo yang suami kamu sebutin?” Marchellia yang ditanya menggelengkan kepalanya pelan. Gadis itu sedang membenarkan rambut-rambut keponakannya yang berantakan. “Sit?!” “Nggak tau.. Siti belum sensus penduduk komplek, Mas Ver. Tanya Mas Jessen aja!” Otaknya sudah gosong disuruh berpikir sejak tadi, masih saja di
“Jadi suaminya yang mana ya?”Dokter yang baru saja melakukan pemeriksaan pada Princess menatap Mian dan Jessen bergantian. Wanita tua yang bekerja di rumah sakit milik keluarga Princess itu kebingungan menentukan siapa ayah dari si janin. Pasalnya setelah pemeriksaan berlalu, Princess langsung mendekap erat lengan laki-laki yang berbeda dengan yang menemaninya masuk ke dalam bilik pemeriksaan.Siapa tahu kan ayah janin dan suami pasiennya berbeda orang. Mungkin pada saat pembuatan, gadis belia yang merupakan cicit buyut pendiri rumah sakit tempatnya bekerja tidak dapat membedakan yang mana suaminya. Kejadian seperti itu bisa saja terjadi di dunia tipu-tipu ini. Siapa yang tidak mau menanam benih di tubuh gadis kaya raya dihadapannya. Apalagi paras mereka serupa, hampir tidak dapat dibedakan jika tak diperhatikan dengan seksama. “Dokter jangan kebanyakan nonton sinetron azab ya!" Seolah bisa membaca pikiran sang dokter, Jessen mengeluarkan suara. “Ini gimana?! Kakak ipar saya beneran
JeremianHS_ Hi, Dear.. Paps love you.. Sehat-sehat terus di perut Momma..Unggahan Mian yang memposting hasil USG Princess di akun Instagram pribadinya mengundang beragam komentar. Ada banyak komentar positif yang datang, namun tak sedikit juga komentar negatif mampir membanjiri postingan tersebut. Kebanyakan dari mereka mempertanyakan mengapa janin itu bisa tumbuh secepat ini. Mereka mulai mengkait-kaitkan kehamilan tersebut dengan pernikahan dadakan keduanya. Mempertanyakan apakah janin itu ada sebelum keduanya menikah.Klasik! Orang-orang memang terlalu ingin ikut campur dengan urusan pribadi makhluk lain. Mian tidak peduli dengan komentar-komentar itu. Baginya setiap notifikasi yang muncul dari postingannya hanya sebuah kalimat tak bernyawa. Maka untuk itu, Mian tetap mengaktifkan kolom komentar. Membiarkan mereka mengetikan kata-kata sesuka hati. Mian mengeluarkan dirinya dari aplikasi Instagram. Ia mematikan ponsel sebelum meletakkan benda pipih itu ke atas meja. Mian melipat t
“Congrats Bro!! yang bentar lagi jadi Papa cerah banget mukanya..” Mian menyambut uluran tangan yang Dodit berikan. Ia membiarkan tubuhnya ditarik lalu ditabrakan pada milik sahabat saudara kembarnya itu. “Once again.. Selamat calon Papa. Gue ikut seneng dengernya..” Ucap Dodit sekali lagi– kali ini dengan menepuk punggung Mian.“Thank’s a lot, Dit..” Jika Mian hitung, ini merupakan ucapan ke tiga yang ia terima setelah dokter kandungan dan Kakek Princess Arsa. Orang tua serta saudara kandungnya saja belum mengucapkan selamat padanya. Mereka terlalu sibuk memikirkan kritikan-kritikan dan sesuatu yang belum tentu benar terjadi karena kehamilan istrinya. Menyedihkan.. Tapi tenang saja, Mian mengerti keadaan itu. Ia memahami betapa terkejutnya semua orang sampai tak menaruh rasa kecewa sedikitpun. Karena jika ditelaah kembali– kehamilan Princess memang buah dari pergaulan bebas dirinya dan Princess. Itu berarti memang kesalahannya. Tak pantas ia marah ketika semua orang berfokus pada