Siapa yang bilang melihat wajah anak-anak sepulang kerja adalah obat mujarab untuk menghilangkan penat setelah seharian bergelut dengan tumpukan berkas?! Si Sinting itu, kasih dia pada Vero– dan Vero akan mengulitinya secara hidup-hidup karena telah menyebarkan rumor palsu. Hal itu jelas-jelas hoaks belaka. Nyatanya ia justru merasakan kelelahan yang semakin tinggi levelnya. Andai diberikan kuesioner angket penghitung stres, mungkin persentase yang Vero dapatkan mencapai angka sempurna. Seratus persen! “Papi boleh mandi dulu nggak sih, Boys?” Piyik-piyik milik Vero menengadahkan wajah, mereka menatap sang papi sebelum menggelengkan kepala, “no Papi! PR Jess sama Mian masih banyak!” ucap si vocal menjawab kemelasan papi mereka. Vero menggeleparkan tubuhnya ke karpet. Kaki dan tangannya menghentak-hentak. Ingin mengumpat tapi yang diumpat anak sendiri. Rasanya begitu melelahkan memiliki anak, apalagi langsung dua. Mendadak Vero iri pada Mischa yang langsung dapat indehoyan bersama
“Papi.. Itu gimana anaknya.” Stefany menggoyangkan lengan Vero.“Ver, kamu harus lakuin sesuatu!” pungkas Ray yang khawatir pada kondisi cucu-cucunya di dalam kamar.“Cucu Mommy, Abang. Abang harus keluarin mereka,” tidak ketinggalan, Mellia juga menyuarakan rasa khawatirnya. Mendesak Vero agar segera mengeluarkan mereka.“Bang..” baru satu kata, dan Vero sudah mengamuk, “kamu nggak usah ikut-ikutan, Valley! Kepala Abang udah mau pecah ini rasanya.” Sepertinya baru semalam seluruh isi kepalanya ia keluarkan untuk menggapai puncak bersama sang istri. Pagi ini kerangka-kerangka yang memuat otak dan sebagainya itu kembali dipenuhi tingkah-tingkah tak manusiawi Mian dan Jessen.Ya Tuhan, bagaimana bisa anak kelas TK Besar menyandera susternya sendiri. Nggak habis thinking Vero— dari mana mereka mendapatkan ide seperti itu? Pantas saja para suster mengundurkan diri, orang kelakuannya setingkat kenakalan anak remaja yang tak lagi membutuhkan peran pembantu pendamping.“Coba lewat jendela aj
“Mas Vero help Siti!”Rumah keluarga Husodo sekarang sudah mirip seperti tenda rumah hantu di salah satu wahana tempat bermain. Jeritan dan teriakan sejak tadi selalu menggema, tak berhenti meski para orang telah membubarkan diri masing-masing.Jenis gangguan akut yang diderita kedua anak yang sialnya kembar itu sudah tak lagi bisa tertolong. Semua orang menyerah, lalu melimpahkan semuanya ke tangan Vero. Biarlah ayah anak-anak itu yang mengurus. Semua orang dewasa tak lagi memiliki daya atas calon-calon buciners masa depan tersebut.“Papi transfer kami or Jessen cubitin Mbak Siti!”Vero dan Stefany langsung kalang kabut. Anak-anaknya ekstrim sekali— menjadikan Siti sebagai alat penyiksaan mereka. Kecilnya saja begini, bagaimana nanti besarnya mereka?!Vero melirik perut Stefany. Benaknya langsung kembali melengsot, mencari jalan keluar terampuh untuk menempuh hidup yang damai dan sentosa. ‘Bisa nggak ya mereka dimasukin balik ke perut Maminya?’ sang cendekiawan abal-abal mulai mengop
Akhir pekan menjadi hari yang paling si kembar sukai. Di hari sabtu, seperti para orang kebanyakan Mami, Papi mereka menggelar temu bersama dua sahabatnya dan hal tersebut membuat mereka leluasa bermain bersama Princess– sang pujaan hati yang terpisahkan oleh gedung sekolah. “Mommy, why..”Satu kata setelah panggilan di dendangkan sudah cukup membuat Stefany dan Vero keringat dingin. Pasti akan ada saja pertanyaan-pertanyaan aneh yang diajukan. Entah itu oleh Jessen si biang kerok, atau bahkan Mian yang mulai tertular kelakuan adiknya. Menjadi orang tua ternyata tak semudah yang Vero perkirakan ketika anak-anak mereka beranjak dewasa. Ia lebih menyukai si kembar yang hanya bisa menangis dan mengganggu malam panas mereka ketika mengompol atau mendadak haus membutuhkan asi Stefany. Untuk menjadi orang tua yang hebat ternyata tidak hanya bermodalkan kesabaran atas perilaku-perilaku menyimpang anak-anak, melainkan wawasan tinggi guna menjawab setiap pertanyaan aneh mereka. Selain reali
“Muka lo berdua..” Vero melayangkan telapak tangannya menutupi wajah Justine. “Shut up! Kita abis ngelaluin hari yang berat. Lo nggak usah banyak bicit! Sediain gue es sirup pake jeruk nipis!” pinta Vero tak memberi sapaan terlebih dahulu ketika pintu rumah Justine terbuka dan menampilkan sosok sang pemilik. Vero berlalu setelah menggeser tubuh Justine dengan tangan lemahnya. Hal tersebut diikuti oleh Stefany dengan keterdiaman. Bibirnya masih tertutup setelah berbuih menjelaskan hal yang tidak perlu kepada anak-anaknya. “Hai Om!” sapa Mian sembari mengembangkan senyum selebar daun kelor. Tidak ingin kalah dalam memperebutkan perhatian Justine, Jessen menendang tubuh sang kakak menggunakan pantatnya, "Siang Om Tintin!" sama seperti Mian, deretan gigi Jessen berbaris seiring dengan mulutnya yang terbuka. Justine yang sempat shock karena Mian hampir oleng dan terjatuh menormalkan ekspresinya. Ia membuka jalan lebar-lebar pada arjuna yang pasti akan mencari-cari cara untuk mendekat
Satu minggu berlalu sejak kejahatan yang Jessen lakukan pada kembarannya. Selama tujuh hari tersebut, Vero telah mengantongi beberapa informasi ter-up to date dari narasumber paling terpercaya. Siapa lagi orangnya jika bukan, Mbak Siti Tercinta. Perempuan berkedok pengasuh setengah asisten rumah tangga ini selalu melaporkan perkembangan situasi dua anak tersebut. Adanya Siti sebagai orang terdekat Jessen dan Mian memudahkan semua orang memantau keretakan hubungan mereka.Keluarga penuh drama ini sedang disuguhkan pertengkaran tanpa suara arjuna-arjuna kecil mereka. Keduanya saling diam, tak bertegur sapa meski berada di dalam kamar yang sama. Sedikit mengkhawatirkan memang. Permusuhan telah merambah tali persaudaraan Jessen dan Mian dimulai pada hari dimana mereka berkunjung ke rumah Justine.“Emang Jessen nggak ada nyontek Pekerjaan Rumahnya Mian, Sit?”Layaknya Ayah yang baik, Vero akan nongkrong di sekolah keduanya untuk mewawancarai Siti. Di rumah mereka jadi tak dapat leluasa be
Vero bangkit. Ia berdiri, sedikit memutar pinggangnya untuk membersihkan debu-debu yang menempel di celana bahannya sebelum keluar dari tempat persembunyiannya. Saking serunya berdebat anak-anaknya bahkan tidak menyadari jika ia ada di sekolah mereka.Dunia seakan milik mereka berdua yang sedang bertarung memperebutkan sebuah perosotan. Padahal andai tak salah hitung, di sana ada dua permainan serupa yang menganggur. Dasarnya memang Jessen dan Mian saja yang ingin bertarung.“Sit! Izinin mereka deh ke Missnya. Mau saya tatar dulu biar nggak kampungan tuh anak-anak gue.”Siti menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia mengerti dengan perintah Vero. Wanita itu lantas menitipkan perbekalan kepada Fendi sebelum berlalu masuk untuk mencari ruang guru.“Udah Mas. Kata Miss nggak apa-apa dibawa pulang. Soalnya di kelas tadi isinya juga cuman bentak-bentakan. Makanya disuruh keluar dulu sebelum jam istirahat. Mereka ternyata lagi dihukum, Mas!”Vero menepuk keningnya. Pantas saja tidak ada ana
“Who is her?” “Siapa-siapa?!” Jessen langsung memalingkan wajahnya, mencari sosok yang baru saja Mian tanyakan. “Kak Princess?” tanya Jessen memastikan. “No! The older sister beside the Princess.” Jessen memekik menemukan jawabannya, “sepupu Kak Princess. Siapa ya namanya. Gosh! Aku lupa!” Vero memegangi kepalanya. Gairah ini pernah ia rasakan beberapa waktu lalu dan hasilnya sangat tidak baik. Anak-anaknya baru berdamai, jangan sampai mereka kembali pada titik kemunduran yang sama. “Papi, are you kenal dengan Sister itu?!”Perhatian mereka sepenuhnya terjatuh pada Vero dibalik kemudi. “Adiknya relasi Papi. Keponakannya Om Just. Kenapa?!” “She is so beautiful. I think I'm falling in love again, Papi.” Anak Bekicot ini. Berapa kali dia akan jatuh cinta di usia piyiknya?!Sungguh bukan perilaku anak Taman Kanak-Kanak seumurannya. Disaat teman-temannya tengah belajar berhitung, Mian malah sibuk jatuh bangun dengan cinta-cintaannya kepada seorang gadis.Apalagi tanda-tanda playboy