Vero menyelonong masuk tanpa sebuah ketukan. Sudah biasa. Jadi orang-orang Dirgantara juga tak akan heran dengan muncul dan hilangnya pemimpin perusahaan saingan milik bosnya tersebut. "Selamat pagi Pak, Bu." sapa sekretaris Justine yang diabaikan oleh Vero."Pagi.. Terima kasih sudah menyapa, suami saya lagi tegangan tinggi. Bos kamu sudah sampai kan?!" Seharusnya Stefany tidak perlu bertanya. Vero yakin Justine pasti sudah sampai terlebih dulu ketimbang dirinya yang harus memutar arah tadi. "Bapak menunggu kopi, Bu. Silahkan masuk." Ujarnya mempersilahkan."TIN-TIINTIIN!!!" Seruan penuh energi yang dikeluarkan membuat tubuh Justine tersentak. Pria itu sampai memegangi dadanya sebab jantung yang terus berdetak akibat ulah sang sahabat. "Ngetok pintu dulu nggak bisa?! Jangan bilang sekertaris gue di depan juga sampe loncat gara-gara kemunculan, lo, Ver?!" Persetan! Vero tidak mau menjawab pertanyaan remeh itu. Iya datang bertujuan untuk memberitahukan Justine mengenai pesona Pr
Siapa yang bilang melihat wajah anak-anak sepulang kerja adalah obat mujarab untuk menghilangkan penat setelah seharian bergelut dengan tumpukan berkas?! Si Sinting itu, kasih dia pada Vero– dan Vero akan mengulitinya secara hidup-hidup karena telah menyebarkan rumor palsu. Hal itu jelas-jelas hoaks belaka. Nyatanya ia justru merasakan kelelahan yang semakin tinggi levelnya. Andai diberikan kuesioner angket penghitung stres, mungkin persentase yang Vero dapatkan mencapai angka sempurna. Seratus persen! “Papi boleh mandi dulu nggak sih, Boys?” Piyik-piyik milik Vero menengadahkan wajah, mereka menatap sang papi sebelum menggelengkan kepala, “no Papi! PR Jess sama Mian masih banyak!” ucap si vocal menjawab kemelasan papi mereka. Vero menggeleparkan tubuhnya ke karpet. Kaki dan tangannya menghentak-hentak. Ingin mengumpat tapi yang diumpat anak sendiri. Rasanya begitu melelahkan memiliki anak, apalagi langsung dua. Mendadak Vero iri pada Mischa yang langsung dapat indehoyan bersama
“Papi.. Itu gimana anaknya.” Stefany menggoyangkan lengan Vero.“Ver, kamu harus lakuin sesuatu!” pungkas Ray yang khawatir pada kondisi cucu-cucunya di dalam kamar.“Cucu Mommy, Abang. Abang harus keluarin mereka,” tidak ketinggalan, Mellia juga menyuarakan rasa khawatirnya. Mendesak Vero agar segera mengeluarkan mereka.“Bang..” baru satu kata, dan Vero sudah mengamuk, “kamu nggak usah ikut-ikutan, Valley! Kepala Abang udah mau pecah ini rasanya.” Sepertinya baru semalam seluruh isi kepalanya ia keluarkan untuk menggapai puncak bersama sang istri. Pagi ini kerangka-kerangka yang memuat otak dan sebagainya itu kembali dipenuhi tingkah-tingkah tak manusiawi Mian dan Jessen.Ya Tuhan, bagaimana bisa anak kelas TK Besar menyandera susternya sendiri. Nggak habis thinking Vero— dari mana mereka mendapatkan ide seperti itu? Pantas saja para suster mengundurkan diri, orang kelakuannya setingkat kenakalan anak remaja yang tak lagi membutuhkan peran pembantu pendamping.“Coba lewat jendela aj
“Mas Vero help Siti!”Rumah keluarga Husodo sekarang sudah mirip seperti tenda rumah hantu di salah satu wahana tempat bermain. Jeritan dan teriakan sejak tadi selalu menggema, tak berhenti meski para orang telah membubarkan diri masing-masing.Jenis gangguan akut yang diderita kedua anak yang sialnya kembar itu sudah tak lagi bisa tertolong. Semua orang menyerah, lalu melimpahkan semuanya ke tangan Vero. Biarlah ayah anak-anak itu yang mengurus. Semua orang dewasa tak lagi memiliki daya atas calon-calon buciners masa depan tersebut.“Papi transfer kami or Jessen cubitin Mbak Siti!”Vero dan Stefany langsung kalang kabut. Anak-anaknya ekstrim sekali— menjadikan Siti sebagai alat penyiksaan mereka. Kecilnya saja begini, bagaimana nanti besarnya mereka?!Vero melirik perut Stefany. Benaknya langsung kembali melengsot, mencari jalan keluar terampuh untuk menempuh hidup yang damai dan sentosa. ‘Bisa nggak ya mereka dimasukin balik ke perut Maminya?’ sang cendekiawan abal-abal mulai mengop
Akhir pekan menjadi hari yang paling si kembar sukai. Di hari sabtu, seperti para orang kebanyakan Mami, Papi mereka menggelar temu bersama dua sahabatnya dan hal tersebut membuat mereka leluasa bermain bersama Princess– sang pujaan hati yang terpisahkan oleh gedung sekolah. “Mommy, why..”Satu kata setelah panggilan di dendangkan sudah cukup membuat Stefany dan Vero keringat dingin. Pasti akan ada saja pertanyaan-pertanyaan aneh yang diajukan. Entah itu oleh Jessen si biang kerok, atau bahkan Mian yang mulai tertular kelakuan adiknya. Menjadi orang tua ternyata tak semudah yang Vero perkirakan ketika anak-anak mereka beranjak dewasa. Ia lebih menyukai si kembar yang hanya bisa menangis dan mengganggu malam panas mereka ketika mengompol atau mendadak haus membutuhkan asi Stefany. Untuk menjadi orang tua yang hebat ternyata tidak hanya bermodalkan kesabaran atas perilaku-perilaku menyimpang anak-anak, melainkan wawasan tinggi guna menjawab setiap pertanyaan aneh mereka. Selain reali
“Muka lo berdua..” Vero melayangkan telapak tangannya menutupi wajah Justine. “Shut up! Kita abis ngelaluin hari yang berat. Lo nggak usah banyak bicit! Sediain gue es sirup pake jeruk nipis!” pinta Vero tak memberi sapaan terlebih dahulu ketika pintu rumah Justine terbuka dan menampilkan sosok sang pemilik. Vero berlalu setelah menggeser tubuh Justine dengan tangan lemahnya. Hal tersebut diikuti oleh Stefany dengan keterdiaman. Bibirnya masih tertutup setelah berbuih menjelaskan hal yang tidak perlu kepada anak-anaknya. “Hai Om!” sapa Mian sembari mengembangkan senyum selebar daun kelor. Tidak ingin kalah dalam memperebutkan perhatian Justine, Jessen menendang tubuh sang kakak menggunakan pantatnya, "Siang Om Tintin!" sama seperti Mian, deretan gigi Jessen berbaris seiring dengan mulutnya yang terbuka. Justine yang sempat shock karena Mian hampir oleng dan terjatuh menormalkan ekspresinya. Ia membuka jalan lebar-lebar pada arjuna yang pasti akan mencari-cari cara untuk mendekat
Satu minggu berlalu sejak kejahatan yang Jessen lakukan pada kembarannya. Selama tujuh hari tersebut, Vero telah mengantongi beberapa informasi ter-up to date dari narasumber paling terpercaya. Siapa lagi orangnya jika bukan, Mbak Siti Tercinta. Perempuan berkedok pengasuh setengah asisten rumah tangga ini selalu melaporkan perkembangan situasi dua anak tersebut. Adanya Siti sebagai orang terdekat Jessen dan Mian memudahkan semua orang memantau keretakan hubungan mereka.Keluarga penuh drama ini sedang disuguhkan pertengkaran tanpa suara arjuna-arjuna kecil mereka. Keduanya saling diam, tak bertegur sapa meski berada di dalam kamar yang sama. Sedikit mengkhawatirkan memang. Permusuhan telah merambah tali persaudaraan Jessen dan Mian dimulai pada hari dimana mereka berkunjung ke rumah Justine.“Emang Jessen nggak ada nyontek Pekerjaan Rumahnya Mian, Sit?”Layaknya Ayah yang baik, Vero akan nongkrong di sekolah keduanya untuk mewawancarai Siti. Di rumah mereka jadi tak dapat leluasa be
Vero bangkit. Ia berdiri, sedikit memutar pinggangnya untuk membersihkan debu-debu yang menempel di celana bahannya sebelum keluar dari tempat persembunyiannya. Saking serunya berdebat anak-anaknya bahkan tidak menyadari jika ia ada di sekolah mereka.Dunia seakan milik mereka berdua yang sedang bertarung memperebutkan sebuah perosotan. Padahal andai tak salah hitung, di sana ada dua permainan serupa yang menganggur. Dasarnya memang Jessen dan Mian saja yang ingin bertarung.“Sit! Izinin mereka deh ke Missnya. Mau saya tatar dulu biar nggak kampungan tuh anak-anak gue.”Siti menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia mengerti dengan perintah Vero. Wanita itu lantas menitipkan perbekalan kepada Fendi sebelum berlalu masuk untuk mencari ruang guru.“Udah Mas. Kata Miss nggak apa-apa dibawa pulang. Soalnya di kelas tadi isinya juga cuman bentak-bentakan. Makanya disuruh keluar dulu sebelum jam istirahat. Mereka ternyata lagi dihukum, Mas!”Vero menepuk keningnya. Pantas saja tidak ada ana
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau