Bab 7. Wanita Dari Masalalu Deva
Alisya segera menyapu seluruh ruangan café dengan netra. Benar saja, sepasang mantan suami istri sedang bercengkrama di sudut sana. Sonya.
Sesaat Alisya membeku di posisi berdirinya. Serasa tak percaya dengan apa yang disaksikan olehnya saat ini. Deva suami yang begitu dia percaya, ternyata menemui wanita lain di belakangnya. Lebih mengagetkan lagi karena wanita itu ternyata Sonya.
Wanita dari masalalu suaminya. Apa artinya ini? Jadi, tadi malam yang Deva sempat salah sebut nama itu benar adanya? Bahwa ternyata memang sudah ada nama Sonya di hatinya? Kenapa? Bagaimana bisa wanita itu kembali hadir di hati Deva? Bukankah Deva sangat membenci Sonya?
Alisya menatap lekat keduanya. Mata elang Deva terlihat begitu intens memandang wajah Sonya. Penampilan Sonya yang berubah setelah keluar dari penjara sepertinya mampu menggetarkan hati Deva.
Sonya terlihat makin muda, persis seperti gadis belia. Rambut panjangnya dicat dengan warna yang serasi dengan warna kulit eksotisnya. Fostur tubuh ideal, ramping tetapi padat berisi. Dada dan bokong terlihat begitu montok menggoda.
Akankah Deva juga tergoda? Kenapa tatapannya tak lepas dari wajah Sonya, bahkan beberapa kali kepergok mata Alisya, kalau mata Deva mencuri pandang tepat ke dada Sonya. Sakit. Alisya merasakan ada yang sakit di dalam hatinya. Cemburu? Tentu saja.
Biar bagaimanapun, Sonya adalah wanita yang pernah ada di dalam hidup Deva. Sonya pernah menjadi bagian dari hidup Deva. Sonya pernah mengisi relung hati suaminya. Mereka pernah bersama, hidup bareng, dan tentu saja tidur bersama.
Apakah saat ini Deva tengah membongkar memori akan kenangan saat bersama Sonya? Apakah dia tengah mengingat semua keindahan yang pernah mereka rengkuh berdua? Apakah dia tengah membandingkan kenikmatan saat bersama Sonya dengan saat bersama Alisya?
Alisya menatap dirinya melalui pantulan dinding kaca cafe. Memindai penampilannya sendiri lalu membandingkan dengan Sonya. Gaun sederhana yang melekat di tubuhnya, model rambut yang asal diikat ke belakang saja. Polesan make up sederhana, hanya sapuan bedak sekedar dan lipstick tipis di bibir.
”Astaga! Teryata aku sudah begitu tua? Lima tahun pernikahan dengan Mas Deva, kok aku sudah berubah sedemikian kusamnya? Aku terlihat seperti wanita usia lima puluhan saja,” gelisah Alisya membatin.
Tetapi, Alisya sangat yakin dan percaya, Deva bukan seorang pria yang silau akan penampilan. Deva mencintainya apa adanya. Deva mencintai Alisya dengan hati, Deva mencintai hati Alisya, bukan fisik Alisya.
Deva tak akan pernah berpaling hanya karena penampilan Sonya yang sekarang sudah begitu berubah setelah keluar dari penjara. Alisya percaya itu. Wanita itu sibuk menguatkan dirinya. Mencoba menanamkan kepercayaan lagi setelah sempat goyah beberapa saat lalu.
Tetapi, hatinya kembali resah. Prasangka buruk kembali mengaduk benak. Jika memang Deva tak akan pernah goyah, kenapa Deva mau menemui Sonya? Alisya harus selidiki ini. Wanita itu lalu berjalan masuk dengan hati-hati. Mencari posisi yang tidak terlalu jauh dari meja Deva dan Sonya. Menajamkan pendengaran, mencoba mencuri dengar apa yang sedang mereka obrolkan.
“Jadi bagaimana dengan Tasya, Mas? Kulihat dia sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik?” ucap Sonya setelah menyeruput kopi yang sudah mulai menghangat.
“Ya, Tasya sangat cantik, persis seperti kamu,” jawab Deva juga menyeruput kopinya. Tatapannya tak jua lekang dari wajah Sonya. Masih juga sesekali mencuri pandang ke arah dada wanita di depannya. Dress dengan leher rendah yang sedang dikenakan Sonya, membuat tonjolan di bagian dada itu memperlihatkan parit pembatas keduanya. Siluet yang mengajak angan pria yang menatapnya akan mengembara.
Alisya menelan saliva yang terasa begitu pahit. Perbuatan mencuri pandang ke dada perempuan lain bukanlah watak suaminya. Biasanya Deva begitu tinggi menjaga harga dirinya. Selalu berpaling dengan angkuhnya bila ada perempuan murahan yang menggoda di depannya.
Lalu, kenapa sikapnya pada Sonya berbeda? Kenapa kali ini Deva melakukannya? Kenapa Deva berubah. Apakah karena Deva pernah menyentuh semua yang ada pada diri Sonya? Sengajakah Sonya mengingatkan hal itu pada Deva? Alisya tak habis pikir. Ludah yang dia telan serasa bagai empedu. Netra sedihnya kembali fokus memindai pemandangan di meja Deva dan Sonya.
“Aku, hehehe … aku cantik, dong, ya? Tapi sayang, dianggurin,” sindir Sonya mempermainkan jemari di bibir mug kopinya.
“Kenapa kamu mau nganggur, nikah lagi, dong, biar tidak dianggurin!” sahut Deva tersenyum di kulum.
“Memangnya aku kayak Mas Deva, dengan gampangnya memindahkan hati buat wanita lain.”Sonya mengerucutkan bibir.
“Menurut kamu siapa yang salah? Aku atau kamu? Tapi, kenapa kita membahas ini lagi, ya? Aaah, lupakan saja!” Deva mengibaskan tangannya pelan seraya menegakkan tubuh di sandaran kursi santainya.
“Gak apa-apa, dong dibahas. Toh kita juga sudah sering bahas ini melalui chat, iyakan?”
Alisya tersentak. Kini dia tahu, ternyata Deva dan Sonya sudah sering juga berbalas chat. Jangan-jangan tadi malam juga Sonya, teman Deva teleponan. Atau bahkan setelah puas berbincang mesra dengan Sonya, lalu Deva melampiaskannya dengan menggunakan tubuh Alisya? Itu sebab Deva menyebut nama Sonya saat dia sudah mencapai klimaksnya?
“Astaga!” jerit Alisya dalam hati. Wanita itu merasakan kepalanya sakit tiba-tiba. Tapi dia harus tetap fokus mendengarkan pembicaraan sepasang mantan suami istri itu, kalau mau tahu segalanya.
“Salah sendiri kenapa kamu selingkuh dulu. Coba saja kamu setia, pasti kita tak pernah berpisah,” sesal Deva. Suaranya terdengar seolah sangat menyayangkan. Hati Alisya makin sakit mendengarnya.
“Aku gak selingkuh, aku hanya mau manas-manasin. Habisnya, waktu itu Mas cuek banget, gak perhatian sedikitpun ke aku,” bantah Sonya.
“Tetap aja itu namanya selingkuh, kamu jalan dengan laki-laki lain, lho!”
“Cuma jalan, gak lebih! Kami gak pernah sampai tidur bareng. Aku bukan perempuan murahan. Buktinya, Mas sendiri mengakui, kan, kalau aku masih perawan saat kita nikah dulu. Bahkan Mas ngaku, baru sekali itu ngerasain yang namanya wanita masih perawan. Aku udah persembahkan hidup aku buat Mas Deva. Aku jaga diri aku benar-benar dari sentuhan laki-laki lain. Bahkan setelah kita berceraipun, aku tetap setia. Tapi, lihat balasan yang Mas Deva perbuat ke aku! Mas dengan gampangnya menikahi perempuan lain. Janda lagi!”
“Maaf, Sonya, kita ke sini tidak untuk bahas hal itu, kan? Kamu udah janji kita hanya akan bahas tentang Tasya, putri kita.”
“Ya, tapi hal ini juga harus kita bicarakan, Mas! Aku ‘kan udah bilang kalau aku mau kita rujuk lagi!”
“Untuk rujuk, sepertinya aku belum bisa, maaf!”
“Belum? Artinya masih ada harapan, kan?”
“Entahlah.”
“Kenapa Mas Deva ragu? Aku toh tidak menuntut Mas menceraikan Alisya! Aku hanya meminta kita rujuk, nikah siri juga tidak apa-apa. Demi Tasya putri kita, Mas! Demi aku juga. Aku cinta sama Mas Deva. Lihatlah diriku! Aku berusaha cantik seperti ini, maksudku hanya untuk Mas saja! Aku milik kamu, Mas! Aku gak mau nikah dengan orang lain. Aku milik Mas Deva! Kita nikah, ya, Mas! Tolong miliki aku!” Sonya merengek seraya meneteskan air mata.
*****
Bab 8. Jebakan Dalam Chat Mesra“Aku milik Mas Deva! Kita nikah, ya, Mas! Tolong miliki aku!” Sonya merengek seraya meneteskan air mata.“Maaf, Sonya. Tolong jangan menangis! Permintaanmu sangat berat untukku. Aku tidak bisa penuhi itu. Sebaiknya kamu pulang! Aku ada meeting setengah jam lagi,” bujuk Deva. Bujukan itu justru membuat tangis Sonya pecah.Alisya merasa sedikit lega mendengar jawaban Deva.“Jangan menangis, dong! Kamu tahu ‘kan watakku? Aku paling tidak suka melihat perempuan menangis. Kau tentu belum lupa itu!” sergah Deva mengingatkan Sonya.“Ya, aku akan coba untuk tidak menangis. Tapi aku sangat kecewa dengan jawaban kamu, Mas.”“Maaf, ini, hapus air matamu!” Deva mengulurkan beberapa lembar
Bab 9. Rahasia Sonya dan Ibu Mertua“Ok, cukup! Angap saja chat mesra kalian sudah sampai ke aku!” teriak Alisya bangkit dari duduknya. Wanita itu berjalan menghampiri Deva dan Sonya yang sempat saling berebutan ponsel.“Alisya?” Deva menoleh ke arah Alisya. Wajah penuh emosi itu kini berubah tegang.“Kau … di sini?” pekik Sonya tak kalah kaget.“Ya, aku di sini! Senang bisa bertemu dengan kalian di sini. Terutama dengan Ibu. Apa kabar, Bu Sonya?” tanya Alisya kini berdiri tepat di hadapan keduanya. Tatapannya lekat di wajah Sonya.“Sejak kapan kamu di sini, Sya?” tanya Deva dengan suara bergetar.“Apakah itu penting?” sahut Alisya melirik Deva sekilas seraya tersenyum tipis.
Bab 10. Zina Lewat Chat Dianggap Biasa“Alisya, kau di sini? Aku sudah memintamu jangan ke kantor hari ini, kan?” Alina, sang ibu mertua menatap nanar ke arah mereka. Wanita itu terlihat salah tingkah. Langkah kakinya tertahan seketika. Betapa dia juga sama terkejutnya. Semua yang dia rencanakan bersama sang mantan menantu kesayangan gagal total.Tetapi itu hanya sesaat. Wanita itu kini berdiri tegak dengan wajah sangar. Menatap ke Alisya tanpa rasa bersalah sedikitpun.“Ma, kenapa Mama bisa ke café ini juga? Dan Tasya?” Alisya masih tak percaya dengan penglihatannya.Alina yang dulunya teronggok lemah di kursi roda, kini telah kembali ke watak aslinya. Sejak Alisya resmi menjadi menantu, kasih sayang tak terhingga senantiasa Alisya curahkan kepadanya. Perawatan paling sempurna dia lakukan pada
Bab 11. Ancaman Alina“Mama Alisya …. Tungguin Tasya!”Alisya tercekat, Tasya mengejarnya. Langkah kaki Alisya terhenti seketika.“Mama, Tasya ikut pulang bareng Mama ….” Langkah kaki kecil gadis menjelang remaja itu terdengar kian mendekat.“Tasya! Sayang!” panggil Sonya dan Alina bersamaan. Mereka tersentak kaget. Keduanya segera mengejar Tasya. “Tasya! Tunggu!” Alina berteriak.“Sayang, ini Mama, Nak! Tasya …!” Sonya ikut berseru.Namun, Tasya tak peduli. Gadis itu menubruk Alisya, memeluk sang mama sambung dengan erat. “Ma, jangan tinggalin Tasya. Maaf, tadi pagi Mama udah berpesan agar Tasya pulang sekolah bareng Kek Dadang. Tapi, Nene
Bab 12. Big Bos Tertampan Tapi Arrogant“Apa? Surat cerai untuk Alisya? Dari Mama? Mama yang menceraikan dia?” Deva terperangah.Alisya tak kalah kaget. Ucapan ibu mertuanya bagai petir menyambar di siang bolong. Tak ada lagi praduga-praduga. Ungakapan Alina adalh suatu kejelasan yang tak perlu diragukan lagi. Ini adalah jawaban dar semua tanda tanya yang berseliweran di benak Alisya. Ibu mertuanya ingin menyingkirkannya.“Maksud Mama, Mama ingin aku menikahi Sonya meskipun aku sudah memiliki Alisya? Mama ingin aku memiliki dua orang istri? Dan kalau Alisya tidak setuju, Mama akan menceraikannya?” ulang Deva menatap ibunya dengan mata membulat tajam.“Iya, kenapa? Apakah ada yang aneh dengan rencana mama ini?” Alina balas menatap tak kalah tajam. Sonya tersenyum samar di balik pung
Bab. 13 Permintaan Maaf Ala Deva“Lepas! Aku jijik! Aku bisa muntah, awas!” sergah Alisya berusaha melepaskan diri.Namun di detik berikutnya, bibirnya tak lagi mampu berkata-kata. Mulutnya telah di sumbat secara paksa. Semakin Alisya meronta, semakin kencang Deva mengunyahnya.Terpaksa Alisya pasrah, diam itu lebih baik baginya sekarang.Di lantai tiga lif berhenti, seseorang hendak menggunakan lif juga, namun urung masuk saat melihat sang Big Bos ada di dalamnya. Telunjuk Deva segera menekan tombol. Lif kembali bergerak naik. Alisya membeku di dalam pelukan suaminya.Gerakan Deva melemah. Lumatan bibirnya berubah lembut, sangat lembut. Namun, Alisya hanya diam. Tak ada balasan sama sekali. Wanita itu sedang berjuang menekan rasa sakit di dalam hati. Meski s
Bab 14. Deva Mengaku Silau Akan Kilau Imitasi Sonya“Sekarang anggap masalah ini selesai! Kita jalani hari-hari selanjutnya seperti biasa! Ini perintah!” tegas Deva kemudian, di ujung kalimat pengakuannya.Alisya terperangah. Sakit di dalam hati kini disempurnakan dengan rasa kecewa parah. Deva benar-benar belum berubah. Setelah melakukan kesalahan begitu besar, sekarang dengan gampangnya menganggap masalah ini selesai. Bahkan langsung menekankan bahwa kalimatnya adalah perintah.“Kita balik kantor, ayo bangun!” Deva bangkit lalu berjalan menuju lif. Alisya tak bergerak. Tubuhnya masih tertancap di bangku santai di sudut kolam. Otaknya tak bisa memerintahkan kaki untuk bangkit dan berjalan menyusul Deva.“Sya ….”Tiba-tiba Deva berbalik, ke
Bab 15. Cinta Deva dan Alisya Dibayangi Rencana Licik Sonya dan Alina“Fajar, mantan suami pertama Alisya?” Alina mengernyit kencang.“Ya, mantan suami Alisya akan aku manfaatkan. Jika Mas Deva tak bisa aku rebut dengan cara membakar cemburu Alisya, maka sekarang rasa cemburu Mas Deva yang akan aku bakar. Akan aku atur bagaimana caranya agar Fajar hadir di dekat Alisya. Kali ini kita tak boleh gagal.”“Otak kamu memang briliat, Sayang! Dulu, Deva langsung menyingkirkan kamu saat mengira kamu selingkuh dengan Alex, bukan? Dia paling benci pada perempuan pengkhianat. Bayangakan kalau itu terjadi pada Alisya! Kalau Alisya begitu sabar dan mau memaafkan Deva, maka Deva akan langsung mendepak perempuan itu bila Fajar hadir di dalam kehidupannya.”“I
Bab 195. TamatSidang ditutup, Alisya duduk lemas di bangkunya. Sidang pertama kasus perceraiannya ini terpaksa ditunda. Terggugat tidak menghadiri sidang. Entah Deva ke mana. Pengadilaan agama memutuskan sidang ditunda dua minggu mendatang.“Ayo, pulang, Ca! Nunggu apa lagi?” Bu Ainy menepuk lembut bahu Alisya.“Iya, Ibu pulang diantar Pak Arul, ya! Ica mau langsung ke kantor.” Alisya meraih tas lalu bangkit perlahan.“Iya, mungkin Deva sudah ada di kantor. Ibu menjadi mikir seribu kali untuk perceraian kalian ini.”“Ibu mikir apa? Kok sampai seribu kali?” tanya Alisya lemas, lalu berjalan keluar ruang sidang. Bu Ainy mengiring di sisinya.“Entahlah, yang jelas Ibu merasa sedih. Akhir-akhir ini Deva sangat berubah. Dia juga terlihat sangat pasrah. Ibu enggak tega, Ca. Apalagi Rena dan Tasya seringkali Ibu pergoki menangis berdua, diam-diam menelpon Deva. Sepertinya mereka juga sangat terpukul dengan rencana perpisahan kalian ini.”“Ya. Tapi itu hanya sebentar. Selanjutnya merek
Bab 194. Alisya Menolak Damar“Naik apa, Pak Deva?” tanya Damar mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman.“Naik ojek saja, Pak. Mari!” sahut Deva tersenyum, lalu melangkah cepat menuju gerbang. Dengan sigap Pak Arul membuka pintu gerbang untuknya. Deva berdiri sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Menunggu ojek yang melintas. Dia harus berhemat. Persediaan uang di dompet sudah semakin menipis. Untuk menyewa taksi terlalu mahal baginya saat ini.Damar dan Alisya menatapnya dengan tatapan miris.“Sebentar, Pak Damar!” ucap Alisya lalu berjalan menuju garasi. Buru-buru membuka pintu mobil, dan masuk ke dalamnya.“Mbak Alisya mau ke mana?” tanya Damar mengikutinya.“Sebentar,” sahut Alisya memundurkan Alphard putih itu, kemudian memutar pelan.Damar hanya menatap bingung, saat mobil itu melaju ke luar gerbang dan berhenti di dekat Deva yang masih menunggu ojek di sana.Pintu samping mobil terbuka. Alisya turun dan berjalan menghampirinya. “Bawa saja mobilnya! Besok pagi cepat d
Bab 193. Alisya Mulai Dilema“Papa mau ke mana?” Rena menghentikan langkah Deva. Mereka baru tiba di kota setelah melakukan perjalanan jauh ke desa Fajar. Deva berniat langsung pulang ke kontrakannya setelah memasukkan mobil ke dalam garasi.Alisya yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah ikut menghentikan langkah, menoleh kepada putrinya di teras depan.“Papa pulang dulu, ya, Sayang! Udah hampir malam. Rena mandi, makan, lalu istirahat, ya!” sahut Deva setelah membalikkan badan menghadap gadis kecil yang kini berstatus sebagai putri majikan itu.“Jangan pergi! Papa udah janji sama Rena! Papa akan menjadi pengganti Papa Fajar! Papa udah janji enggak akan pernah pergi lagi! Papa udah janji enggak akan pisah lagi sama Mama! Papa udah janji enggak akan –““Rena! Masuk!” sergah Alisya menghentikan rengekannya.“Tapi, Mama! Papa mau pergi lagi! Papa enggak boleh pergi lagi! Rena mau sama Papa!” Rena tak menghiraukan. Dia malah nekat mengejar Deba, lalu memeluk lengan pria itu.“Rena, m
Bab 192. Jangan Jatuh Cinta Lagi, Alisya!“Pak Deva, hati-hati nyetirnya, ya! Titip Mbak Alisya dan Rena!” titah Damar kepada Deva.“Baik, Pak.” Deva menjawab patuh. Meski cemburu menggigit hati, namun Deva berusaha mengerti. Alisya bukan miliknya lagi. Melainkan milik Damar sesaat lagi. Begitu perceraian mereka diputuskan oleh Pengadilan Agama.“Saya baik-baik saja, Pak Damar. Kalau Bapak sibuk, sebiknya tidak usah ke rumah! Selesaikan saja kasus Sonya!” Alisya berusaha menolak niat Damar secara halus.“Tentu, Mbak. Kasus Bu Sonya akan usut sampai tuntas. Kalau dibiarkan, dia akan tetap menjadi ancaman bagi ketenangan Mbak Alisya. Mbak tenang saja, ya!” Damar tetap berkeras. Alisya hanya bisa diam. Sudah beberapa kali dia mengusir pria ini bila datang ke rumhnya. Berkali sudah dia menunjukkan sikap bahwa dia sama sekali tak membuka hati. Bahkan dia juga sudah menjalin kerja sama dengan Luna, tunangan Damar. Namun, Damar tak surut juga. Pria itu selalu mencari cara dan alasan untu
Bab 191. Kehancuran Sonya di Tangan Sang Selingkuhan“Aku gak selingkuh, Lex, beneran. Aku berani bersumpah, aku enggak mungkin suka sama supirku sendiri,” lirih Sonya membuat Alex makin geram. Tetapi dia tak boleh tunjukkan sekarang. Sonya harus dia taklukkan dulu.“Baik, Sayang! Aku percaya padamu,” ucapnya seraya memeluk wanita itu.“Kamu percaya padaku, Lex?” ulang Sonya melonjak lega. Ada harapan tumbuh di sanubarinya.“Iya, Sayang! Aku percaya. Maaf, jika tadi aku sempat berbuat kasar. Itu kulakukan karena aku sempat begitu cemburu buta. Aku terlalu cinta sama kamu, Sonya. Maafkan aku!”“Iya, Lex. Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Aku tetap setia hingga detik ini. Aku mau nikah sama kamu. Kamu udah janji mau nikahin aku, kan, Lex?”“Iya, Sayang! Tapi secara siri dulu, ya! Kamu tahu aku belum bisa menceraikan istriku, kan? Meski begitu, kamu adalah wanita yang paling istimewa bagiku. Kau adalah ratuku, Sayang!”“Ya, udah. Nikah siri juga gak apa-apa. Tolong selamatkan aku, y
Bab 190. Polisi Mengejar Sonya“Sakit, Lex! Ammpun …!” rintih Sonya saat Alex menghujamkan miliknya di bagian sensitif tubuh Sonya. Pria itu bergerak dengan cepat dan liar di atas tubuh wanita itu. Semakin Sonya merintih kesakitan, semakin kencang gerakannya. Kesakitan Sonya adalah hiburan baginya. Semakin kencang tangis Sonya, semakin terbang dia ke surga kenikmatan. Alex bagai kesetanan. Terbang semakin tinggi, hingga rintihan Sonya terdengar hanya sayup-sayup samar.Dan saat dia sampai pada pelepasan yang ke sekian kalinya, baru dia menyudahinya. Pria itu ambruk di samping tubuh telanj*ng Sonya denga peluh membasahi sekujur badan. Alex merasa harga dirinya kembali setelah dikhianati. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Bagaimana, lebih hebat siapa? Aku atau supir kesayanganmu itu, hem?’ bisiknya seraya menggigit daun telinga Sonya.Wanita itu bergeming. Jangankan untuk bersuara, bernafas saja dia merasa sangat tersiksa. Sakit di sekujur tubuh terutama di areal kewan
Bab 189. Sonya Di Markas Alex“Terima kasih ya, Allah! Engkau telah mengembalikan Papa buat Rena. Semoga papa dan mama tidak pernah berpisah lagi, aamiin,” ucap Rena menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan setelah kata amin.“Sayang, ada yang mau mama bilang, tolong Rena dengar baik-baik, ya!” kata Alisya ingin menjelaskan kesalah pahaman putrinya.“Iya, Ma. Rena akan dengar.” Rena segera memasang wajah serius.“Begini sebenarnya, antara mama dan papa Deva, kami ….”“Maaf, Bu Alisya, tolong pikirkan dulu sebelum mengatakan apa-apa!” Deva memotong ucapan Alisya. Alisya tercekat. Bibirnya terkatup rapat.“Ingat, kita ke sini untuk menjemput Rena dan membawanya ke rumah sakit, bukan? Bagaimana perasaannya bila tahu yang sebenarnya, sedangkan kondisi Fajar tak mungkin kita tutupi darinya. Dia akan sangat kecewa. Tentang kita, kita bisa menunda menjelaskan padanya. Tapi tentng Fajar, kita harus jujur,” lanjut Deva lagi.Alisya menelan saliva. A
Bab 188. Binar Bahagia Di Mata Rena“Beberapa personil akan menjemput Bu Sonya, Mbak Alisya mau ke mana sekarang?” tanya Damar mengiringi langkah Alisya keluar dari kantor polisi itu. Deva sengaja berjalan agak jauh, pria itu belum bisa berucap apa-apa pada Alisya. Rencana Sonya yang hendak melenyapkan Alisya masih sangat mengejutkannya, juga membuatnya merasa sangat bersalah pada Alisya.“Saya mau pulang, mau menenangkan diri dulu. Terima kasih atas bantuan Bapak, selanjutnya saya mau Sonya diproses segera. Hari ini mungkin dia gagal melenyapkan saya, tapi besok, bisa saja dia mengulanginya!” jawab Alisya langsung menuju mobilnya.Deva buru-buru membukakan pintu mobil untuknya. Alisya masuk dan menyenderkan tubuh lemasnya di sandaran kursi.“Baik, Mbak pulang dulu! Istirahat saja di rumah. Saya akan urus semuanya. Tolong nanti kirim nomor keluarga Pak Fajar, ya!” pinta Damar berdiri tepat di samping jendela mobil, pria itu melongokkan kepalanya ke dalam, ke dekat Alisya.Deva yang
Bab 187. Pengkuan Ayu di Kantor Polisi“Saya ikut?” tanya Deva menunjuk dadanya. Alisya tak menyahut, dia langsung berjalan mendahului ke luar ruangan. Memberi instruksi kepada Deby lalu langsung menuju lif. Seperti orang bingung, Deva mengikutinya. Namun, saat Alisya menuju areal parkir, pria itu menghentikan langkah.“Bapak nunggu apa?” tanya Alisya kembali menghampirinya.“Eeem, saya lupa kalau saya sudah tak punya mobil. Maaf, saya naik taksi saja. Kita jumpa di kantor polisi. Saya duluan,” jawab Deva lalu melangkah pergi.“Maaf, Pak Deva! Pakai mobil saya saja!” Alisya menghentikannya. Deva berbalik. “Bapak yang nyetir!” titah Alisya menyodorkan kunci mobilnya.Ragu Deva meraihnya. Betapa harga dirinya serasa remuk redam. Akan lebih terhormat rasanya bila dia naik angkot saja, daripada menumpang di mobil mantan istrinya. Namun, ini adalah perintah dari sang Direktur Utama. Jika membantah, dia khawatir kehilangan pekerjaan.Dengan langkah berat dia berjalan menuju areal parkir VI