Bab 15. Cinta Deva dan Alisya Dibayangi Rencana Licik Sonya dan Alina
“Fajar, mantan suami pertama Alisya?” Alina mengernyit kencang.
“Ya, mantan suami Alisya akan aku manfaatkan. Jika Mas Deva tak bisa aku rebut dengan cara membakar cemburu Alisya, maka sekarang rasa cemburu Mas Deva yang akan aku bakar. Akan aku atur bagaimana caranya agar Fajar hadir di dekat Alisya. Kali ini kita tak boleh gagal.”
“Otak kamu memang briliat, Sayang! Dulu, Deva langsung menyingkirkan kamu saat mengira kamu selingkuh dengan Alex, bukan? Dia paling benci pada perempuan pengkhianat. Bayangakan kalau itu terjadi pada Alisya! Kalau Alisya begitu sabar dan mau memaafkan Deva, maka Deva akan langsung mendepak perempuan itu bila Fajar hadir di dalam kehidupannya.”
“I
Bab 16. Hasutan Sonya Pada TasyaTasya terbangun saat ponselnya berdering panjang. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu mengucek mata berulang-ulang. Dia berusaha mengumpulkan segenap kesadaran. Tiba-tiba dia beringsut turun dari ranjang. Langsung meraih ponsel miliknya di atas meja belajar.“Mama!” serunya setelah mengusap layar. Senyum semringah mekar di bibir tipisnya. Benar dugaannya, Sonya yang menelepon.Wanita itu sudah berjanji akan menelpon setiap ada kesempatan. Menumpahkan kasih sayang kepada Tasya, putri kandung yang sempat dia abaikan. Lima tahun menjalani hukuman di penjara, membuat mereka terpisah secara paksa. Sekarang saatnya untuk mengganti segenap perhatian dan kasih sayang yang sempat hilang.Sonya juga sudah berjanji tak akan pernah meninggalkan Tas
Bab 17. Tasya Mulai Beraksi“Nah, iya. Tetapi … Rena gak boleh kalau sampai gak pulang ke rumah. Mama gak ngizinin Rena nginap di rumah Papa Fajar. Apalagi tinggal bersama dia. Rena paham, Sayang?”“I-iya, Ma.”“Bagus! siapkan tas dan pakai sepatunya, lalu langsung sarapan ke meja makan!”“Baik, Ma.”*Buru-buru Tasya membersihkan diri di kamar mandi setelah mengakhiri panggilan telepon Sonya. Gadis itu lalu mengenakan seragam dengan rapi. Tak lama Alisya mengetuk pintu kamar. Membantu sang putri mengepang rambut panjangnya menjadi dua. Lalu menghiasi kedua ujungnya dengan pita berwarna merah muda. Hal yang sama seperti dia lakukan juga pada Rena. Alisya selalu bersikap adil kepada kedua putrinya. 
Bab 18. Cemburu Mulai Membakar Deva“Hem, ada yang lepas kangen sepertinya?” Deva tiba-tiba datang mengagetkan keduanya.“Pak Deva!” Fajar sontak menunduk.“Maaf, Mas! Kami bukan lepas kangen. Aku hanya sedang berbicara dengan dia. Aku meminta tolong pada tukang kebun Mas ini agar jangan pernah membujuk-bujuk anakku. Sok baik dan perhatian yang dia tunjukkan saat ini sudah basi! Jangan coba-coba meracuni pikiran Rena! Aku tidak suka dia dekat-dekat dengan anakku!” ketus Alisya kemudian berlalu.Sebenarnya ada was-was yang menyeruak di hati wanita itu. Ketakutan menyergap. Alisya takut Fajar mengambil Rena dari sisinya. Dan ini semua, Devalah penyebabnya. Andai saja Deva tak menampung mantan suaminya itu, tentu tak akan ada kesempatan Fajar mendekati Rena.
Bab 19. Deva Mengusir Keluarga Mantan Suami Alisya“Engga mau Ma! Rena mau sama Papa Fajar aja! Rena enggak mau sama Mama! Mama enggak sayang lagi sama Rena! Mama cuma sayang sama Kak Tasya dan Adek Dante saja! Papa Deva juga enggak pernah sayangi Rena …! Papa Fajar … Rena enggak mau pulang!” Rena memeluk erat leher Fajar.“Rena … kamu?”Bagai disambar petir, Alisya tersengat. Apa yang dia khawatirkan telah menjadi kenyataan. Rena memilih ikut papa kandungnya. Masihkan Deva tak paham akan kesalahannya?“Mas …?” lirihnya menoleh kepada Deva.“Bagaimana ceritanya, kenapa bisa Rena balik ke sini?” sergah Deva menatap tajam tepat di bola mata Fajar.
Bab 20. Sonya Memasang Perangkap Baru “Tolong kosongkan tempat ini! Kalian berdua aku pecat!” tegas Deva lalu berbalik pergi dengan langkah panjang! “Mas Deva! Kok, dipecat? Mas!” Intan berusaha menjejeri langkah Deva. “Deva, ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaan! Ini masalah pribadi, kenapa kau kaitkan dengan pekerjaan, ha!” teriak Fajar tak lagi memnaggil Deva dengan sebutan ‘Pak’. Deva menghentikan langkah dan langsung berbalik. “Yayasan Pendidikan ini milikku! Suka –sukaku memecatmu kapanpun aku mau, paham! Lagi pula, apa kau tak berpikir, siapa yang mau menerima seorang mantan narapidana sepertimu bekerja di tempat terhormat seperti ini, meskipun hanya sebagai tukan kebun, hah! Pakai otakmu!” sergah Deva seraya menunjuk tepat ke arah Fajar. “Mas, ini cuma masalah sepele. Hanya karena Rena mau nginap di sini, Mas sedemikian marahnya. Apakah salah jika seorang anak sesekali nginap di rumah ayah kandungnya? Enggak, kan, Mas?” sergah Intan dengan wajah memelas. “Sepele? k
Bab 21. Menjadi Supir Pribadi Seorang Wanita Kesepian“Saling mengobati?” sergah Fajar terperangah.“Eem, anu. Saya itu sebenarnya eeeh, gimana ya, bilangnya. Eeem … saya itu sebenarnya sangat sakit hati sama Alisya. Dia merebut Mas Deva dan Tasya dari saya. Coba Mas Fajar liat gimana perjuangan saya untuk bisa bertemu dengan Tasya putri saya. Harus sembunyi-sembunyi seperti ini saat dia di sekolahan,” tutur Sonya dengan ekspresi paling sedih.Fajar mulai terenyuh.“Saya tahu, Mas Fajar juga pasti sakit hati sama Mas Deva karena telah merebut Alisya dan Rena dari Mas fajar, iyakan?” lanjut Sonya memancing sasaran.Fajar tak menyahut, meski dalam hati mengiyakan.“Mas, saya sedih banget. Tapi setelah Mas Fajar juga ngalamin apa yang saya alami, saya merasa lebih sedikit bersemangat. Merasa ada teman senasip, seperti itu. Mas Fajar mau, ya, kerja jadi supir mama saya, biar kita bisa lebih dekat, dan saya merasa punya teman, sesekali pengen curhat sama Mas Fajar juga. Mau, ya, Mas?!”
Bab 22. Sengatan Listrik di Tubuh Mawar“Saya yang minta maaf, Bu,” sahut Fajar buru-buru meraih selimut dan menutupi tubuh sang majikan.“Terima kasih,” ucap Mawar pelan sambil memejamkan mata.Wanita itu masih merasa pening yang amat sangat. Pening bukan pening biasa. Tapi pening karena menahan hasrat yang bertahun-tahun tak pernah tersalur. Andai tak dirangsang, mungkin dia bisa saja menahan. Tetapi nyatanya bukan seperti itu. Rahman selalu mengobarkan api asmara di tubuhnya. Namun tak pernah bertanggung jawab sampai akhir.Pria yang sudah menikahinya sejak dua tahun yang lalu itu selalu duluan, menyudahi tanpa mendinginkan. Ibarat menahan larva panas yang sedang mencari saluran. Kawah itu menggelegak di dalam, tetapi lahar tak pernah bisa dia muntahkan.“Saya keluar dulu, Bu. Kalau ada apa-apa pangggil saja saya!” pamit Fajar, menatap wajah Mawar yang terlihat masih meringis.“Terima kasih, Fajar!” ucap Mawar membuka kelopak mata. Wanita itu tak sadar kembali melirik ke bagi
Bab 23. Ketegasan Alisya Membuat Alina Ternganga“Tidak Fajar! Tolong jangan pergi! Aku mohon!” lirih suara wanita itu memohon. Sepasang tangannya melingkar di leher, tubuh padat yang hanya berbalut lingrey menempel erat di punggung Fajar.“Maaf, Bu. Ini tidak benar! Anda majikan saya.” Fajar tetap berusaha menguasai diri.“Tidak penting kamu siapa, Fajar! Asala kamu tahu, pening yang saya derita itu karena suami saya. Dia selalu menyiksa saya. Hampir setiap malam dia meminta saya melayaninya di atas raanjang, namun dia tak pernah peduli dengan saya,” tangis Mawar pecah seketika. Wanita itu menempelkan wajahnya di bahu Fajar. Air mata mengalir deras membasahi baju kaos yang menepel di tubuh sang supir.“Jangan menangis, Bu!” Fajar melepas rangkulan tanagn wanita itu di lehernya, lalu berbalik menghadap tepat ke wanita itu.“Aku sangat menderita Fajar. Mas Rahman tak pernah pedulikan aku,” isak wanita itu kian menjadi.“Maksud Ibu bagaimana? Saya lihat Bapak sangat menyayangi Ibu. Dia
Bab 195. TamatSidang ditutup, Alisya duduk lemas di bangkunya. Sidang pertama kasus perceraiannya ini terpaksa ditunda. Terggugat tidak menghadiri sidang. Entah Deva ke mana. Pengadilaan agama memutuskan sidang ditunda dua minggu mendatang.“Ayo, pulang, Ca! Nunggu apa lagi?” Bu Ainy menepuk lembut bahu Alisya.“Iya, Ibu pulang diantar Pak Arul, ya! Ica mau langsung ke kantor.” Alisya meraih tas lalu bangkit perlahan.“Iya, mungkin Deva sudah ada di kantor. Ibu menjadi mikir seribu kali untuk perceraian kalian ini.”“Ibu mikir apa? Kok sampai seribu kali?” tanya Alisya lemas, lalu berjalan keluar ruang sidang. Bu Ainy mengiring di sisinya.“Entahlah, yang jelas Ibu merasa sedih. Akhir-akhir ini Deva sangat berubah. Dia juga terlihat sangat pasrah. Ibu enggak tega, Ca. Apalagi Rena dan Tasya seringkali Ibu pergoki menangis berdua, diam-diam menelpon Deva. Sepertinya mereka juga sangat terpukul dengan rencana perpisahan kalian ini.”“Ya. Tapi itu hanya sebentar. Selanjutnya merek
Bab 194. Alisya Menolak Damar“Naik apa, Pak Deva?” tanya Damar mengedarkan pandangan ke sekeliling halaman.“Naik ojek saja, Pak. Mari!” sahut Deva tersenyum, lalu melangkah cepat menuju gerbang. Dengan sigap Pak Arul membuka pintu gerbang untuknya. Deva berdiri sambil celingukan ke kanan dan ke kiri. Menunggu ojek yang melintas. Dia harus berhemat. Persediaan uang di dompet sudah semakin menipis. Untuk menyewa taksi terlalu mahal baginya saat ini.Damar dan Alisya menatapnya dengan tatapan miris.“Sebentar, Pak Damar!” ucap Alisya lalu berjalan menuju garasi. Buru-buru membuka pintu mobil, dan masuk ke dalamnya.“Mbak Alisya mau ke mana?” tanya Damar mengikutinya.“Sebentar,” sahut Alisya memundurkan Alphard putih itu, kemudian memutar pelan.Damar hanya menatap bingung, saat mobil itu melaju ke luar gerbang dan berhenti di dekat Deva yang masih menunggu ojek di sana.Pintu samping mobil terbuka. Alisya turun dan berjalan menghampirinya. “Bawa saja mobilnya! Besok pagi cepat d
Bab 193. Alisya Mulai Dilema“Papa mau ke mana?” Rena menghentikan langkah Deva. Mereka baru tiba di kota setelah melakukan perjalanan jauh ke desa Fajar. Deva berniat langsung pulang ke kontrakannya setelah memasukkan mobil ke dalam garasi.Alisya yang sudah berjalan masuk ke dalam rumah ikut menghentikan langkah, menoleh kepada putrinya di teras depan.“Papa pulang dulu, ya, Sayang! Udah hampir malam. Rena mandi, makan, lalu istirahat, ya!” sahut Deva setelah membalikkan badan menghadap gadis kecil yang kini berstatus sebagai putri majikan itu.“Jangan pergi! Papa udah janji sama Rena! Papa akan menjadi pengganti Papa Fajar! Papa udah janji enggak akan pernah pergi lagi! Papa udah janji enggak akan pisah lagi sama Mama! Papa udah janji enggak akan –““Rena! Masuk!” sergah Alisya menghentikan rengekannya.“Tapi, Mama! Papa mau pergi lagi! Papa enggak boleh pergi lagi! Rena mau sama Papa!” Rena tak menghiraukan. Dia malah nekat mengejar Deba, lalu memeluk lengan pria itu.“Rena, m
Bab 192. Jangan Jatuh Cinta Lagi, Alisya!“Pak Deva, hati-hati nyetirnya, ya! Titip Mbak Alisya dan Rena!” titah Damar kepada Deva.“Baik, Pak.” Deva menjawab patuh. Meski cemburu menggigit hati, namun Deva berusaha mengerti. Alisya bukan miliknya lagi. Melainkan milik Damar sesaat lagi. Begitu perceraian mereka diputuskan oleh Pengadilan Agama.“Saya baik-baik saja, Pak Damar. Kalau Bapak sibuk, sebiknya tidak usah ke rumah! Selesaikan saja kasus Sonya!” Alisya berusaha menolak niat Damar secara halus.“Tentu, Mbak. Kasus Bu Sonya akan usut sampai tuntas. Kalau dibiarkan, dia akan tetap menjadi ancaman bagi ketenangan Mbak Alisya. Mbak tenang saja, ya!” Damar tetap berkeras. Alisya hanya bisa diam. Sudah beberapa kali dia mengusir pria ini bila datang ke rumhnya. Berkali sudah dia menunjukkan sikap bahwa dia sama sekali tak membuka hati. Bahkan dia juga sudah menjalin kerja sama dengan Luna, tunangan Damar. Namun, Damar tak surut juga. Pria itu selalu mencari cara dan alasan untu
Bab 191. Kehancuran Sonya di Tangan Sang Selingkuhan“Aku gak selingkuh, Lex, beneran. Aku berani bersumpah, aku enggak mungkin suka sama supirku sendiri,” lirih Sonya membuat Alex makin geram. Tetapi dia tak boleh tunjukkan sekarang. Sonya harus dia taklukkan dulu.“Baik, Sayang! Aku percaya padamu,” ucapnya seraya memeluk wanita itu.“Kamu percaya padaku, Lex?” ulang Sonya melonjak lega. Ada harapan tumbuh di sanubarinya.“Iya, Sayang! Aku percaya. Maaf, jika tadi aku sempat berbuat kasar. Itu kulakukan karena aku sempat begitu cemburu buta. Aku terlalu cinta sama kamu, Sonya. Maafkan aku!”“Iya, Lex. Aku tahu. Aku juga cinta sama kamu. Aku tetap setia hingga detik ini. Aku mau nikah sama kamu. Kamu udah janji mau nikahin aku, kan, Lex?”“Iya, Sayang! Tapi secara siri dulu, ya! Kamu tahu aku belum bisa menceraikan istriku, kan? Meski begitu, kamu adalah wanita yang paling istimewa bagiku. Kau adalah ratuku, Sayang!”“Ya, udah. Nikah siri juga gak apa-apa. Tolong selamatkan aku, y
Bab 190. Polisi Mengejar Sonya“Sakit, Lex! Ammpun …!” rintih Sonya saat Alex menghujamkan miliknya di bagian sensitif tubuh Sonya. Pria itu bergerak dengan cepat dan liar di atas tubuh wanita itu. Semakin Sonya merintih kesakitan, semakin kencang gerakannya. Kesakitan Sonya adalah hiburan baginya. Semakin kencang tangis Sonya, semakin terbang dia ke surga kenikmatan. Alex bagai kesetanan. Terbang semakin tinggi, hingga rintihan Sonya terdengar hanya sayup-sayup samar.Dan saat dia sampai pada pelepasan yang ke sekian kalinya, baru dia menyudahinya. Pria itu ambruk di samping tubuh telanj*ng Sonya denga peluh membasahi sekujur badan. Alex merasa harga dirinya kembali setelah dikhianati. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Bagaimana, lebih hebat siapa? Aku atau supir kesayanganmu itu, hem?’ bisiknya seraya menggigit daun telinga Sonya.Wanita itu bergeming. Jangankan untuk bersuara, bernafas saja dia merasa sangat tersiksa. Sakit di sekujur tubuh terutama di areal kewan
Bab 189. Sonya Di Markas Alex“Terima kasih ya, Allah! Engkau telah mengembalikan Papa buat Rena. Semoga papa dan mama tidak pernah berpisah lagi, aamiin,” ucap Rena menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan setelah kata amin.“Sayang, ada yang mau mama bilang, tolong Rena dengar baik-baik, ya!” kata Alisya ingin menjelaskan kesalah pahaman putrinya.“Iya, Ma. Rena akan dengar.” Rena segera memasang wajah serius.“Begini sebenarnya, antara mama dan papa Deva, kami ….”“Maaf, Bu Alisya, tolong pikirkan dulu sebelum mengatakan apa-apa!” Deva memotong ucapan Alisya. Alisya tercekat. Bibirnya terkatup rapat.“Ingat, kita ke sini untuk menjemput Rena dan membawanya ke rumah sakit, bukan? Bagaimana perasaannya bila tahu yang sebenarnya, sedangkan kondisi Fajar tak mungkin kita tutupi darinya. Dia akan sangat kecewa. Tentang kita, kita bisa menunda menjelaskan padanya. Tapi tentng Fajar, kita harus jujur,” lanjut Deva lagi.Alisya menelan saliva. A
Bab 188. Binar Bahagia Di Mata Rena“Beberapa personil akan menjemput Bu Sonya, Mbak Alisya mau ke mana sekarang?” tanya Damar mengiringi langkah Alisya keluar dari kantor polisi itu. Deva sengaja berjalan agak jauh, pria itu belum bisa berucap apa-apa pada Alisya. Rencana Sonya yang hendak melenyapkan Alisya masih sangat mengejutkannya, juga membuatnya merasa sangat bersalah pada Alisya.“Saya mau pulang, mau menenangkan diri dulu. Terima kasih atas bantuan Bapak, selanjutnya saya mau Sonya diproses segera. Hari ini mungkin dia gagal melenyapkan saya, tapi besok, bisa saja dia mengulanginya!” jawab Alisya langsung menuju mobilnya.Deva buru-buru membukakan pintu mobil untuknya. Alisya masuk dan menyenderkan tubuh lemasnya di sandaran kursi.“Baik, Mbak pulang dulu! Istirahat saja di rumah. Saya akan urus semuanya. Tolong nanti kirim nomor keluarga Pak Fajar, ya!” pinta Damar berdiri tepat di samping jendela mobil, pria itu melongokkan kepalanya ke dalam, ke dekat Alisya.Deva yang
Bab 187. Pengkuan Ayu di Kantor Polisi“Saya ikut?” tanya Deva menunjuk dadanya. Alisya tak menyahut, dia langsung berjalan mendahului ke luar ruangan. Memberi instruksi kepada Deby lalu langsung menuju lif. Seperti orang bingung, Deva mengikutinya. Namun, saat Alisya menuju areal parkir, pria itu menghentikan langkah.“Bapak nunggu apa?” tanya Alisya kembali menghampirinya.“Eeem, saya lupa kalau saya sudah tak punya mobil. Maaf, saya naik taksi saja. Kita jumpa di kantor polisi. Saya duluan,” jawab Deva lalu melangkah pergi.“Maaf, Pak Deva! Pakai mobil saya saja!” Alisya menghentikannya. Deva berbalik. “Bapak yang nyetir!” titah Alisya menyodorkan kunci mobilnya.Ragu Deva meraihnya. Betapa harga dirinya serasa remuk redam. Akan lebih terhormat rasanya bila dia naik angkot saja, daripada menumpang di mobil mantan istrinya. Namun, ini adalah perintah dari sang Direktur Utama. Jika membantah, dia khawatir kehilangan pekerjaan.Dengan langkah berat dia berjalan menuju areal parkir VI