Jam tiga malam, saat Anna terbangun sendiri, ponselnya menyala dan menunjukkan notifikasi yang baru masuk. Ternyata dari Raden. Pria tersebut tak memberi kalimat pembuka atau penutup apa pun selain sebuah audio yang lamanya sepuluh menit lebih. Karena penasaran, Anna mencoba mendengar isinya.
"Kenapa kamu menelepon Tante semalam ini, Cathleen?"
"Tante Masya, kurasa aku tidak melanjutkan hubunganku dengan Raden. Aku ... menyerah mendapatkannya."
"Huh? Apa maksudmu, Cathleen?"
"Aku tidak akan mendekatinya lagi."
Sepanjang mendengarkan audio, mata Anna terbuka lebar. Mulutnya bertingkah hal yang sama namun ditutupi oleh tangan kiri. Suara ini jelas milik Masya dan Cathleen. Di akhir telepon, ada suara Raden yang ikut mencampuri percakapan. Didengar dari nada suara saja Anna sudah membayangkan bahwa Masya sangat terkejut saat tahu Raden mendengar semuanya.
Entah sekarang dia harus terkejut dan mera
Seperti judul bab saat ini, maafkan saya karena bab kali ini terasa lebih pendek, haha. Sebelumnya, sebagai penulis, saya ingin berterima kasih kepada para pembaca. Bagaimana perasaan kalian setelah tiba di bab ini? Tolong berikan ulasan/komentar agar saya tahu seberapa puas para pembaca saya di KKMA^^
Untuk kali pertama dalam hidup Anna, pagi bisa semenghangatkan ini. Tubuh rampingnya bergeliat sembari meringkuk, berusaha mencari posisi nyaman sebelum kesadarannya perlahan kembali. "Sekarang sudah jam setengah sebelas, sayang. Kamu masih mau tidur?" Huh? Sayang? Oh, tunggu sebentar, suara orang lain? Buru-buru Anna terbangun dari pulau mimpi dan melihat siapa orang yang baru saja berbicara. Benar, dia baru ingat bahwa subuh tadi sudah meminta agar Raden memeluknya ketika tidur. Pantas saja tidurnya jadi nyenyak. Tapi, tunggu. Barusan Raden memanggilnya apa? "Huh? Kamu bicara apa?" "Sekarang sudah jam setengah sebelas. Kamu masih mau tidur?" ulang Raden, sengaja menghilangkan satu kata. Dia mencoba menahan senyum ketika Anna menggaruk tengkuk dan memiringkan kepala. Pasti perempuan itu merasa ada yang kurang dengan perkataannya, tapi memutuskan untuk tak lanjut bertanya. "Hari ini--" Muka Anna seperti terkejut lagi, lalu cepat-cepat
Beruntung Anna tak melanjutkan pertanyaan mengenai sumber bukti sehingga mereka bisa tiba di kantor dengan tenang. Agar tak ada lagi kesalahpahaman atau candaan tak penting, Raden memutuskan untuk memberitahu status Anna ke para pegawai dan juga publik. Kini, di depan banyak pegawai, Raden membuka suara dengan lantang dan jelas, "Di samping saya, ada seseorang yang sudah menemani saya selama tiga tahun. Dalam pemberkatan, kami berdua sama-sama mengikat janji suci. Perkenalkan, wanita ini adalah Anna Jareina Setiawan, istri saya. Saya harap kalian mengingat ini semua." Ada sebagian pegawai yang merasa senang ketika tahu sang direktur ternyata diam-diam sudah memiliki istri, ada juga yang tak bisa menyembunyikan keterkejutan mereka. Namun, dari semua orang itu, Anna paling mengingat wajah kedua resepsionis yang sering menyambutnya. Kedua petugas resepsionis itu berbisik-bisik senang, mungkin bangga karena telah memperlakukan Anna dengan baik meski tak tahu siap
"Tidak apa-apa. Sekarang yang penting kamu ada di sisiku. Sebentar lagi aku akan berusaha sekeras mungkin untuk membalikkan semua ke keadaan semula.” -Raden. ----- Dengan harap-harap cemas Anna melihat pemandangan di luar kaca mobil. Sekarang dia akan pergi menuju rumah Raden. Di belakang mobilnya, ada truk khusus untuk mengangkat semua barang yang akan dipindahkan. Sesekali dia masih terhanyut dalam reaksi netizen yang semakin lama semakin memojokkan Raden. Walaupun lelaki itu tetap menelepon seakan-akan tak ada yang terjadi, Anna tetap merasa sesak. Wanita itu mengerti bagaimana rasanya disalahkan untuk sesuatu yang tak ia perbuat. Bagaimana perasaan menggerahkan saat ia tak diberi kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Terlebih ketika kesalahpahaman itu berimbas ke bagian lain. "Kenapa dia tetap bertindak seolah semua adalah hal sepele?" gumamnya, sedikit merasa sebal. Atau memang hanya Anna saja yang lebay? Tidak terasa, m
"Seperti yang kamu tahu, ada banyak hal yang kualami sejak kecil. Alasan aku bisa lahir adalah suatu hal yang tak bisa diterima Ayahku. Beliau membenciku, begitu juga dengan Ibuku. Sejak awal, aku sama sekali tidak memiliki keinginan untuk memimpin perusahaan Ayahku. Namun, sejak kebakaran itu, Paman Adit datang menemuiku dan membuatku sekali lagi punya tujuan hidup. "Sudah banyak hal yang kukorbankan demi membangun perusahaan. Lalu, Ayahmu dan Kakakku datang seenaknya untuk mengambil perusahaan. Aku tidak tahu seberapa egoisnya mereka kelak, tapi kemungkinan terburuknya, aku dikeluarkan dari perusahaan. Bukankah itu sama saja dengan perampasan hasil kerjaku?" Anna mendengarkan dengan serius, tak menyela sama sekali. Dari cara berbicara Raden yang rendah tapi tak penuh kesombongan atau jenaka, ia menilai Raden mengatakan yang jujur, murni dari isi hatinya. Sempat muncul perasaan ingin mengibur, tapi Anna sadar diri. Diri sendiri saja tak pernah bisa dihibur, apalagi
Di restoran sepi pengunjung, salah satu meja terisi untuk tiga orang. Walau tujuan pergi ke restoran adalah untuk makan bersama, suasana saat ini tidak senyaman seperti yang seharusnya. Atmosfir terasa kaku, apalagi ketika pria itu meminta penjelasan lebih dengan tangan kanan mengepal kuat ujung sendok. "Bukan seperti ini cara mainnya. Kenapa kalian seenaknya sendiri mengganti isi perjanjian kita?" "Tolong, dengarkan dia dulu...." pinta Masya dengan suara kecil, nyaris mencicit. Saat ini, wanita itu tak dapat membuka suara lebar-lebar seperti di tempat lain. Aura Malik dan lawan bicara mereka lebih mendominasi di tempat ini. "Jelaskan. Sejelas-jelasnya." Perintah yang tegas segera Malik iyakan sebab dia memang ingin melakukan itu. "Apa kamu sudah mendengar mengenai hubungan Raden dan seorang aktris?" Malik memancing lawan bicaranya untuk berpikir dan menebak-nebak ke mana arah pembicaraan saat ini. "Hm, skandal memalukan. Aku yang tidak terlibat pun i
Sebagai seorang pengangguran dan tak punya sesuatu untuk dikhawatirkan, Anna mengerti jika dia harus membayar dengan sebuah rasa kesepian. Karena di kehidupan nyata, dia tidak banyak memiliki teman akrab--dan rata-rata mereka pasti sudah punya kesibukan sendiri, Anna membuka sebuah akun di Twitter. Aplikasi biru itu sedikit menghibur kehidupannya yang membosankan dan cukup penuh drama. Setidaknya meski Anna tidak banyak keluar dari rumah, dia tetap mengetahui perkembangan setiap detik di luar. Melalui aplikasi ini juga dia seorang teman virtual. Anna tak yakin apa mereka bisa dikatakan sebagai teman, tapi setidaknya orang tersebut bisa menghibur dan memberi respon yang baik untuk tiap ceritanya. Kembali ke saat ini, seharusnya Anna sudah keluar dari mal ini. Akan tetapi ketika di tengah jalan, selepas tak sengaja menabrak orang, penguntit itu seperti menghilang dan tak lagi mengikutinya. "Hah ... Bahkan aku tak tahu apakah sungguhan ada orang yang mengikutiku."
Di lain hari, sesudah menyelesaikan tugas untuk mengisi kekosongan di rumah Raden, Anna kembali menganggur. Tak ada hal lain yang bisa dia kerjakan selain membuat tulisan untuk dilombakan--walaupun belum ada yang menang sama sekali, berbelanja, atau iseng-iseng memasak sesuatu. Kali ini, Anna sudah kehabisan ide. Apa pun kegiatan yang hendak dilakukan, jika hanya berada di situ-situ saja tetap akan membosankan. Akan tetapi celetukan salah satu pekerja berhasil menginspirasi wanita itu. "Apakah Ibu pernah pergi ke perusahaan Pak Raden?" "Pernah. Saat itu aku pergi ke sana untuk mengantarkan bekal buatanku." Apa perlu dia sekali lagi membuatkan bekal? Tapi, sayang sekali karena jam makan siang sudah lewat. "Hm ... Kalau aku pergi ke sana lagi hanya dengan membawa diri, pasti aneh sekali, ya? Raden juga akan terganggu dengan kehadiranku." Diam-diam di belakang si pembantu menahan tawa sebisa mungkin. Dilihat dari sikap Raden yang berubah 180 derajat sejak kedata
Setelah Raden menceritakan yang sebenar-benarnya kepada Adit, orang tua itu dapat memahami alasan pria itu menikahi Anna namun menyembunyikan wanita itu. "Pantas saja. Memang sejak awal, saat kamu menikahi seseorang bermarga Setiawan, Paman jadi ragu. Tapi baguslah kalau begitu. Ternyata istrimu adalah wanita yang baik. Paman harap kamu bisa membahagiakannya." Begitulah petuah singkat Paman Adit sebelum orang tua itu menambahkan sesuatu di akhir."Kata Paman Adit, entah kenapa kamu terasa cukup akab untuknya," lanjut Raden mengakhiri ceritanya pada Anna. Terus terang saja, di dalam lubuk hati Anna, perempuan itu merasa lega karena Adit mau menerima kehadirannya sebagai seorang Anna. Tentu saja dia mulai curiga saat Adit ingin berbicara dengan Raden berduaan, untung saja sang suami langsung menceritakan percakapan mereka berdua tanpa mengurangi sesuatu.Mengenai perasaan akrab padahal tak pernah bertemu, Anna mengeluarkan tawa kecil. "Mungkin karena aku sudah pernah men
Setelah yang terjadi selama beberapa bulan, waktu terus berjalan. Perlahan namun pasti, semua orang telah beradaptasi pada lingkungan baru dan bisa beraktivitas seperti biasanya. Salah satunya adalah tokoh utama kisah ini, Raden dan Anna. Sebagai CFO, Raden terus membuat pencapaian baru dan bersama-sama keluarganya di Kusumagroup, perusahaan terus berkembang besar. Sedangkan di rumah, ada Anna yang mencari kegiatan lain untuk mengisi waktunya. Karena itu, akhir-akhir ini dia lebih sering menghabiskan waktu di dapur, gym untuk berolahraga, dan tempat manapun yang nyaman untuk menulis. Sekaligus untuk mendapatkan penghasilan sendiri, Anna membuka usaha katering bersama saudara-saudara perempuannya. Tidak sulit untuk mencari kostumer baru berkat koneksi yang dimiliki Elisa dan Ariel. Selain itu, perihal Masya sesudah Malik mendekam di penjara, dia tinggal sendiri di sebuah satu unit apartemen atas nama Anna di luar kota. Untuk menghindari keributan
Tibalah Elisa, Ariel, dan Erik yang berlebam-lebam di depan rumah Anna. Setelah menunggu konfirmasi, para satpam membukakan pagar untuk mobil mereka masuk ke dalam. Para pembantu yang menyapa mereka terkejut saat melihat Erik keluar. Kenapa ada anak laki-laki yang sedang terluka di antara mereka? Ketika Anna turun dari kamar untuk menyapa sang saudara, dia sama terkejutnya ketika melihat Erik. Cepat-cepat dia mendekati si bungsu dan menyuruh seseorang menelepon dokter. Untuk kali pertamanya dia melihat Erik ada di kondisi selusuh ini. "Apa apa ini? Kok kamu bisa terluka seperti ini?" "Dia bertengkar sama beberapa anak kelas sebelas." "Astaga, pantas saja memar seperti ini." Anna masih fokus pada luka-luka Erik dan mengomel tak seharusnya Erik mengalami luka separah ini. Tetapi dia lebih kaget saat mendengar Elisa berkata, "Lukanya tidak seberapa. Malah Erik sudah membuat tiga murid kelas sebelas dirawat di rumah sakit." "Serius?" Erik yang sel
Seusai memberitahu apa yang pernah terjadi di masa lalu, Masya berhasil dibawa pulang oleh Ariel dan Erik. Mereka berjanji akan mengawasi sang Ibu lebi ketat sehingga Anna tidak perlu takut kejadian tadi akan terulang. Sampai mobil adik-adiknya tak terlihat, Anna masih melamun. Raden berusaha mengajak Anna masuk dengan sangat hati-hati. "Ayo kita kembali masuk." Baru saja mereka melangkah dua kali, badan Anna sudah terhuyung dan nyaris jatuh jika Raden tidak sergap dalam menahan tubuh sang istri. Kemudian setetes air mata berhasil lolos dari mata wanita itu. Tidak mungkin bisa berjalan dengan kedua kaki ketika pikiran sedang di antah berantah, Raden memutuskan untuk menggendong Anna alabridal style. Para pembantu yang melihat kondisi Anna bisa berubah drastis jadi kebingungan sendiri. Apa yang telah terjadi? Raden hanya menyuruh mereka untuk mengantarkan minuman untuk jaga-jaga jika Anna sudah tidak sesyok ini. "Saya tunggu di kamar," kat
"Dasar anak haram tidak tahu diri!" seru Masya keras. Nafasnya sampai terengah-engah saking semangatnya untuk mengutuk Anna. Sedangkan Anna semakin tertegun. Anak haram? Apakah itu hanya umpatan asal atau ... memang seperti itu? Seandainya Masya tidak melanjutkan ucapannya, sudah pasti Anna hanya mengganggap sebagai angin lalu. "Tentu saja kamu tidak tahu kalau sebenarnya kamu ini anak di luar nikah, kan? Ibumu mengkhianati cinta suamiku saat itu dengan melakukan persetubuhan bersama Ayahmu dan berakhir memiliki dirimu. Seandainya kamu tak pernah ada, maka mungkin Malik tidak akan pernah tahu kalau Ibumu telah mengkhianatinya.” Kembali teringat ulang masa lalu, tanpa sengaja Masya kembali mengumpat yang bukan ditujukan pada Anna. "Dasar wanita jalang." Anna terkejut berat. Ibu kandungnya mengkhianati cinta Malik? Apakah dalam kata lain, Ibunya pernah melakukan perselingkuhan? “Bukankah wajar jika Malik sakit hati setiap kali melihat wajahmu?" Ma
Di pinggir teras ada seorang wanita yang berdiri dan memandangi langit biru. Mata cokelat gelapnya tak mampu beralih dari keindahan langit padahal masih ada hal yang harus dia lakukan. "Hari ini langitnya cantik." Ia pejamkan mata untuk beberapa detik, berusaha menfokuskan telinga untuk mendengarkan suara angin yang menerpa wajahnya serta kesejukan udara hari ini. Barulah ketika dia puas, dia turun ke dapur untuk membuat kopi instan dengan cepat. "Bu Anna mau makan apa?" tanya pembantu yang bertugas mengurus makanan di rumah itu. Anna hanya menjawab seadanya saja, "Terserah kamu. Yang penting bisa dimakan. Raden juga tidak akan pilih-pilih makanan." Kopi instan sudah siap jadi dan segera Anna bawa ke meja dekat sofa. Sekarang di pagi hari ini dia ingin bersantai dengan menonton sesuatu di televisi. Perasaannya berkata, ada sesuatu yang bagus jika dia membuka televisi. Remot hitam diambil dan salah satu tombol ditekan oleh ibu jari Anna. Layar hitam it
Noah sudah menerima kabar bahwa saat ini Malik sedang berurusan dengan polisi akibat kebocoran informasi yang menyebabkan seseorang bisa melapor. Sedikit dia merasa khawatir, tapi tidak benar-benar khawatir. Mungkin kekhawatirannya hanya sekitar sepuluh persen sebagai bentuk simpati. Selain dari itu, bukan urusannya sebab dia tidak pernah berurusan dengan harta benda Setiawan. Toh, meski sudah dua puluh tahun lewat dia dirawat suami istri tersebut, tetap Noah pernah menjadi seorang korban dari kejahatan mereka. Di sela-sela istirahatnya, sang sekretaris mengetuk pintu dan masuk untuk melaporkan bahwa Raden menyampaikan permintaannya untuk makan malam bersama Noah. Tentu saja alasan di baliknya tidak dijelaskan. "Jika Bapak mengiyakan, Bapak bisa menghubungi Pak Raden," beritahunya sebelum keluar lagi dari ruangan. Noah dibuat menerka-nerka dan lebih berhati-hati untuk mengambil langkah selanjutnya. "Apakah dia mengajakku bertemu untuk menyombongkan diri? Kare
"Kak, maafkan aku." Belum apa-apa, tiba-tiba Anna menerima telepon Ariel yang kemudian diisi dengan isakan tangis. Kebingungan, Anna berusaha bertanya selembut mungkin. "Ada apa, Ariel? Kenapa kamu nangis?" Sang adik terus mengatakan hal yang sama. "Maafkan aku." "Oke, oke. Aku akan memaafkan kamu asal kamu kasih tahu dulu, apa yang membuatmu menangis seperti ini?" Jelas pasti ada hal buruk yang menimpa adik keduanya. "Ayah dan Ibu ... Mereka tahu perbuatanku yang menipu para pekerja rumah. Terus mereka bertanya kenapa aku melakukan itu. Ayah sangat menyeramkan. Jadi ... mau tidak mau aku menyebutkan nama Kakak. Maafkan aku." Menipu pekerja rumah? Apakah ini berkaitan dengan hari di mana Raden berusaha memasuki ruang kerja pribadi Malik saat berada di tubuhnya? Kalau memang benar yang dimaksud adalah hari itu, artinya mereka sudah mendapatkan surat panggilan polisi dan sedang mencari tahu apa yang sudah mereka lewatkan. "Kurasa sehabis i
Siapa orang brengsek yang sudah menerobos masuk ruang kerja pribadi miliknya? Malik menghubungi pemimpin dari pengawal yang diam-diam dia sebarkan di sekitar rumah untuk menjaga keamanan. "Apakah ada seseorang yang masuk ke dalam rumah ini ketika tidak ada aku dan Masya?" Mustahil rasanya seseorang berhasil menerobos ruang kerja jika ada Masya. Sang istrinya tidak kalahstrictuntuk melarang siapapun masuk. Reaksi orang yang kali ini ditelepon cukup berbeda dengan orang-orang sebelumnya. Malik sudah berkali-kali mendapat jawaban tidak ada kebocoran apapun, sedangkan pemimpin pengawal kali ini memberitahu, "Saya tidak tahu--" Belum apa-apa Malik sudah mulai dibuat geram. "Tapi, memang ada sesuatu yang terjadi saat Bapak dan Ibu pergi ke luar negeri selama lima hari." "Maksudmu perjalanan bisnis yang terakhir ini?" "Iya. Saat itu, secara tiba-tiba semua pengawal diserang dan untuk beberapa jam kami tidak sadarkan diri. Lalu, s
Air sudah mendidih dan segera dituangkan di teko teh. Selama beberapa menit teh diseduhkan dan kemudian dituang kembali di cangkir keramik. Dengan hati-hati agar tidak tumpah, Masya berjalan menghampiri sang suami dan meletakkan teh di meja samping. Cuaca hari ini cukup bagus. Tidak terlalu panas ataupun hujan, bisa dibilang cukup sejuk bagi ibu kota. Hari ini terlalu damai. "Aku mendengar sesuatu dari Noah," celetuk Malik mendadak sambil menutup koran yang sudah dibaca selama lima belas menit. Setelah koran langganannya kembali terlipat rapi, ia lanjutkan pembicaraan barusan, "Raden hendak melakukan sesuatu padaku. Sudah beberapa minggu ini ada orang-orang di luar pegawai kantornya yang datang ke kantornya. Huh ... Tapi ini aneh. Raden terlihat seperti sengaja membuat kita dan Noah curiga." "Haish, Raden. Kenapa kita harus menikahkan Anna dengan dia, sih? Benar-benar menantu yang merepotkan. Kira-kira apa yang sedang dia rencanakan? Apakah Noah memberi