"Haaa ..!" Bu Lasmi dan Yoga terkejut mendengarnya.Sungguh Bu Lasmi tidak percaya jika keluarga Lia dikatakan lebih kaya daripada Nadine."Sudahlah, Bu Lasmi! Aku tidak ingin mendengar ucapanmu! Sebaiknya kusarankan sekali lagi padamu, agar segera pulang dan jangan membuat masalah di sini. Sayang sekali kan jika kau harus masuk ke dalam jeruji besi untuk kedua kalinya karena perbuatanmu sendiri! Kamu nggak akan bisa menghasut Aleena padaku! Sebaiknya kamu sadar diri aja Lasmi, ubah sifat buruk kamu! Supaya kamu nggak terus-terusan berada dalam masalah kayak gini. Kasihan sama anak-anak kamu yang harus menanggung malu karena perbuatan ibunya."Bu Lasmi bingung nercampur malu dengan dirinya sendiri. Bingung harus mengatakan apa lagi. Sungguh dia tidak pernah menyangka kalau ibunya Lia adalah salah satu teman dekat dari seorang Nadine, wanita kaya dan berkelas sosial tinggi."Jadi, dulu Bu Lasmi ini pernah kerja jadi asisten di rumah kamu, ya?" Aleena masih belum percaya dengan kata-ka
"Huuuuh! Orang kaya udah datang nih !" terdengar suara seseorang berkata sembari menunjuk seseorang yang baru saja datang memasuki ruangan kampus."Oooh, jadi begini ya bentuk tampang muka orang kaya?" olok satu mahasiswi lagi yang ada di antara mereka. "Kaya? Ha... ha...! Kaya dari mananya?" timpal yang lain diiringi dengan gelak tawa mereka secara bersamaan."Eh, bentar-nentar, kalo kalian malu nggak sih ngaku-ngaku punya banyak duit, ngaku rekening gendut, dan ngaku jabatan kakaknya tinggi, eh tau-taunya kere, malu nggak kalian? Kalau aku mah malu buat nunjukin muka!" ejek seorang lagi sambil menatap sinis pada seorang gadis yang baru saja tiba tersebut.Celotehan dan ejekan yang membuat gadis remaja yang baru saja datang itu merasa demikian terpojok. "Kalian ini pada ngomong siapa sih?" tanyanya kemudian."Ya nyadar aja kamu siapa yang ngerasa diomongin sama kita, nyadar aja siapa yang ngerasa sok kaya di sini!" timpal yang lain dengan raut muka sinis mengejek."Eh, dianya ma
Yoga kaget mendengar ibunya berbicara."Bagaimana bisa aku mencari pekerjaan lain dalam waktu singkat, Bu? Sementara kebutuhan sehari-hari kita ajah semakin mendesak. Takutnya nanti ketika aku sibuk mencari pekerjaan lain, malah pekerjaan yang siap bisa aku dapatkan sekarang malah diambil sama orang lain." timpal Yoga mengatakan pertimbangan.Bu Lasmi melengos mendengarnya."Apa kamu udah nggak punya harga diri lagi, Nak? Kita ini orang kaya! Masa kamu pindah ke pekerjaan serendah itu? Apa kamu yakin kalau Riana mau terima kamu kalau kamu jadi satpam?" tutur Bu Lasmi kesal."Bu, Riana itu adalah istriku. Kan ibu sendiri yang bilang dari dulu kalo Riana adalah istri yang baik. kalo dia istri yang baik, tentu saja dia mau terima apa aja pekerjaan aku. Lia aja dulu terima aku kok yang bahkan masih berada pada jabatan yang rendah." Lagi-lagi Bu Lasmi kesal mendengar Yoga membanding-bandingkan Riana dengan dlLia."Kamu kenapa selalu aja membanding-bandingkan Riana sama Lia? Ibu udah bilan
"Buu! Kok Sepeda Motorku ditarik? Terus gimana dong?" Melisa merengek-rengek sembari menggertak-gertakan kakinya kesal dan matanya memerah hampir saja menangis."Ibu nggak tahu lagi harus ngelakuin apalagi, Nak. Ibu dan kakakmu nggak punya uang buat nebus sepeda motor kamu?" Bu Lasmi menjawab serba salah."Ya seharusnya Ibu sama Kak Yoga bisa ngelakuin apa aja lah buat mempertahankan sepeda motor aku. Aduuuh...! Kalau udah kayak gini kan jadi repot!" Melisa nampak semakin kesal."Kak, pokoknya motor aku harus kembali!" Melisa memaksa."Jangan maksa-maksa kayak gini, Mel! Kamu tahu nggak kalau kepala Kakak ini aja udah puyeng mumet mikirin semua ini. Tolong deh kamu ngerti sama keadaan Kakak sekarang. Jangan cuma mikirin yang enak-enak. Pikirin dong nih kepala kakak mumet mikirin utang-utang kita, terus mikirin biaya hidup kita sehari-hari, Bersabarlah sampai kakak bisa mendapatkan pekerjaan baru." ucap Yoga."kalo kakak udah ngedapetin pekerjaan yang layak, pastinya semua itu nggak j
Yoga mencoba menghubungi istri barunya, Riana. Sebab, sudah beberapa hari ini istrinya tersebut tak memberi kabar apapun.Tuut... Tuut... Tuut... ! Yoga mengernyitkan dahi. Yoga merasa heran, "Kok panggilanku diputuskan begitu saja?" Yoga bergumam pelan.Sekali lagi Yoga mencoba menelpon, tapi lagi-lagi hal yang sama terjadi. Pikiran Yoga mulai merambah ke mana-mana. Ada rasa cemburu, khawatir, dan juga rasa was-was."Mengapa Riana menolak panggilanku ksyak gini? Biasanya kan nggak. Hmm, kira-kira apa yang sedang ia lakukan? Sedang bersama siapa dia di sana?" tak urung hati Yoga mulai bertanya-tanya.Dalam pikirannya, Yoga mulai berpikir macam-macam.Tapi, Yoga kembali diingatkan dengan ucapan Bu Lasmi, jikalau Riana adalah wanita yang baik dan bermartabat."Ah tidak sepatutnya aku berpikir buruk seperti itu terhadap Riana. Seperti yang Ibu katakan, Riana adalah wanita yang baik dan bisa menjaga harga diri." ***Di sebuah hotel"Siapa itu, Sayang? Kok kamu nggak angkat teleponnya?
Hari ini Yoga deg-degan menunggu Riana yang kabarnya akan pulang. Ada perasaan takut dan khawatir mendera hati. Yoga masih menyiapkan diri untuk berterus terang berkata jujur kepada Riana nanti, menjelaskan tentang bagaimana keadaan yang terjadi sebenarnya saat ini. Yoga bingung dan ragu, bagaimana harus merangkai kata-kata untuk menjelaskan kepada istri barunya tersebut jikalau sekarang ia benar-benar sudah tidak memiliki pekerjaan lagi, alias pengangguran.Dengan gelisah, Yoga menunggu kedatangan istrinya. Begitu juga dengan Bu Lasmi."Gimana kalo seandainya istrimu tidak menerima keadaan kita sekarang, Yoga?" Bu Lasmi berkata dengan nada lesu dan tidak bersemangat."Aku nggak tahu, Bu. Semoga saja Riana bisa berlapang dada untuk menerima semua kekurangan di keluarga kita." Yoga berkata penuh harap."Ibu juga berharap kayak gitu. Tapi entah kenapa, Ibu masih agak ragu. Secara kan Riana udah biasa hidup dalam kemewahan, eh tiba-tiba ia harus melihat keadaan kita yang kayak gini. Y
"Emang kenapa kalau taksinya mewah kayak gitu? Apa ada yang aneh? Kurasa biasa aja kok, mobil mewah aja bisa dijadiin taksi online. Baru ngeliat taksi modelan mobil segitu aja kok kamu udah pusingnya segini banget, Mas. Kamu tuh mikir nggak, kalo aku ini baru ajah pulang, Mas! Tapi bukannya dihiburin atau disodorin minum, ehmalah ditanyain macem-macem lagi. Apa kamu udah mulai nggak percaya lagi sama aku?" Riana menggerutu panjang. Kesal dengan sikap Yoga yang banyak tanya. Padahal Riana sama sekali tak suka jika ditanya seperti itu.Yoga tersadar jika sikapnya barusan telah membuat Riana kesal."Iya Yoga, kamu nggak boleh tanya kayak gitu sama istrimu. Kasihan sama istri kamu, pulang-pulang masa ditodong sama pertanyaan yang sama sekali nggak penting kayak gitu. Kamu harus menjaga perasaan istri kamu, Nak." Bu Lasmi membela Riana.Yoga hanya menunduk, menyesali pertanyaannya tadi."Nah, tuh Ibu tahu maksud aku kan. Masa kamu sebagai suami malah enggak tahu, Mas. Aku ini lagi hamil a
"Ibu bisa nggak sih kali masak tuh yang bener dikit? Aku nggak suka makanan kayak gini Bu, kurang bumbu ini namanya. Racikannya juga kerasa banget kalo kurang sedap. Kalo aku terus-terusan makan makanan kayak beginian, bukannya nambah gizi aku dan juga janinku, tapi malah bikin mual." sambung Riana kembali.Bu Lasmi benar-benar kehilangan harga diri di hadapan menantu yang ia puja-puja tersebut."Maaf, Nak Riana. Kalo masakan ibu kurang sedap. Tapi mau gimana lagi, Nak. Ibu nggak bisa masak yang lebih dari itu. Sebenarnya Ibu pengen banget masakin kamu makanan yang lezat dan sesuai sama selera kamu. Tapi mau gimana lagi, keadaan yang lagi gak ngizinin, Nak." Bu Lasmi mencoba menjelaskan dengan cara yang lembut."Mana ada keadaan yang gak ngizinin. Yang ada itu ibunya yang gak becus dan nggak bisa masak enak." keluh Riana mengelus perutnya yang mulai membesar."Mana tuh aku lihat di atas meja ayam goreng masakan ibu cuma secuil aja! Mana cukup untuk sekeluarga besar kayak gini. Menu la
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti
Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen
Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha
Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi
"Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te
Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang
"Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj
"Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d
Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter