Hari ini Yoga deg-degan menunggu Riana yang kabarnya akan pulang. Ada perasaan takut dan khawatir mendera hati. Yoga masih menyiapkan diri untuk berterus terang berkata jujur kepada Riana nanti, menjelaskan tentang bagaimana keadaan yang terjadi sebenarnya saat ini. Yoga bingung dan ragu, bagaimana harus merangkai kata-kata untuk menjelaskan kepada istri barunya tersebut jikalau sekarang ia benar-benar sudah tidak memiliki pekerjaan lagi, alias pengangguran.Dengan gelisah, Yoga menunggu kedatangan istrinya. Begitu juga dengan Bu Lasmi."Gimana kalo seandainya istrimu tidak menerima keadaan kita sekarang, Yoga?" Bu Lasmi berkata dengan nada lesu dan tidak bersemangat."Aku nggak tahu, Bu. Semoga saja Riana bisa berlapang dada untuk menerima semua kekurangan di keluarga kita." Yoga berkata penuh harap."Ibu juga berharap kayak gitu. Tapi entah kenapa, Ibu masih agak ragu. Secara kan Riana udah biasa hidup dalam kemewahan, eh tiba-tiba ia harus melihat keadaan kita yang kayak gini. Y
"Emang kenapa kalau taksinya mewah kayak gitu? Apa ada yang aneh? Kurasa biasa aja kok, mobil mewah aja bisa dijadiin taksi online. Baru ngeliat taksi modelan mobil segitu aja kok kamu udah pusingnya segini banget, Mas. Kamu tuh mikir nggak, kalo aku ini baru ajah pulang, Mas! Tapi bukannya dihiburin atau disodorin minum, ehmalah ditanyain macem-macem lagi. Apa kamu udah mulai nggak percaya lagi sama aku?" Riana menggerutu panjang. Kesal dengan sikap Yoga yang banyak tanya. Padahal Riana sama sekali tak suka jika ditanya seperti itu.Yoga tersadar jika sikapnya barusan telah membuat Riana kesal."Iya Yoga, kamu nggak boleh tanya kayak gitu sama istrimu. Kasihan sama istri kamu, pulang-pulang masa ditodong sama pertanyaan yang sama sekali nggak penting kayak gitu. Kamu harus menjaga perasaan istri kamu, Nak." Bu Lasmi membela Riana.Yoga hanya menunduk, menyesali pertanyaannya tadi."Nah, tuh Ibu tahu maksud aku kan. Masa kamu sebagai suami malah enggak tahu, Mas. Aku ini lagi hamil a
"Ibu bisa nggak sih kali masak tuh yang bener dikit? Aku nggak suka makanan kayak gini Bu, kurang bumbu ini namanya. Racikannya juga kerasa banget kalo kurang sedap. Kalo aku terus-terusan makan makanan kayak beginian, bukannya nambah gizi aku dan juga janinku, tapi malah bikin mual." sambung Riana kembali.Bu Lasmi benar-benar kehilangan harga diri di hadapan menantu yang ia puja-puja tersebut."Maaf, Nak Riana. Kalo masakan ibu kurang sedap. Tapi mau gimana lagi, Nak. Ibu nggak bisa masak yang lebih dari itu. Sebenarnya Ibu pengen banget masakin kamu makanan yang lezat dan sesuai sama selera kamu. Tapi mau gimana lagi, keadaan yang lagi gak ngizinin, Nak." Bu Lasmi mencoba menjelaskan dengan cara yang lembut."Mana ada keadaan yang gak ngizinin. Yang ada itu ibunya yang gak becus dan nggak bisa masak enak." keluh Riana mengelus perutnya yang mulai membesar."Mana tuh aku lihat di atas meja ayam goreng masakan ibu cuma secuil aja! Mana cukup untuk sekeluarga besar kayak gini. Menu la
Tiba-tiba Riana memperbaiki tempat duduknya menjadi sedikit lebih sopan."Mas, Bu. Aku nggak apa-apa kalau seandainya Mas Yoga memang dipecat dan harus resign dari pekerjaannya selama ini. Mungkin itu udah takdir Tuhan buat kita Bu, Mas. Aku juga nggak bisa bilang apa-apa. Aku cuma bisa mendoakan agar Mas Yoga bisa segera mendapatkan pekerjaan baru yang jauh lebih bagus daripada sebelumnya." Riana berkata pelan dan dengan suara yang begitu sopan dan lembut. Jauh berbeda dengan sebelumnya.Mendadak Yoga dan ibunya terbawa suasana dengan ucapan lembut dari Riana. Sungguh ucapan yang menyejukkan hati."Ssayang, benarkah kamu beneran nggak apa-apa kalo aku sekarang udah jadi pengangguran? Aku nggak punya gaji tetap kayak dulu lagi." Yoga merasa tak percaya.Mendengarnya, Riana bangkit dari duduk dan mendekati Yoga, terus wanita itu mengelus pundak laki-laki tersebut dengan lembut dan dengan belaian kasih sayang."Mas, aku ini adalah istri kamu, Mas. Aku harus terima bagaimanapun keadaanm
Sementara itu di tengah-tengah keterpurukan keluarga Yoga, Lia tengah menyusun dan mengurus perkembangan tokonya yang benar-benar mulai berkembang.Terasa sekali bedanya sekarang setelah ia berpisah dari Yoga. Semuanya berjalan baik-baik saja. Justru bisa dikatakan lebih baik.Usaha online yang dikelola oleh Lia mulai merambah ke kota-kota besar lainnya. Puluhan reseller aktif menjadi salah satu aset berharga yang Lia miliki.Dan terlihat benar perbedaan antara Lia yang dulu dan Lia yang sekarang.Sekarang wanita itu mempunyai lebih banyak waktu untuk mengurus diri, ke salon dan mengurus putri tercinta.Seperti hari ini, wanita itu mempunyai waktu luang untuk melihat-lihat sebuah butik yang sudah begitu terkenal di Jakarta. Butik yang telah dibuka sejak lama oleh pemiliknya.Semua pakaian yang dijual di sana tentu telah terpercaya kualitas maupun kuantitasnya. Meski setia lembar pakaian di babderol dengan harga fantastis, namun semua fashion di sana tidak pernah mengecewakan pelanggan
Sesampainya di rumah, Lia tidak mengerti bagaimana cara Davin bisa mempunyai butik sebesar dan semewah itu. Padahal laki-laki itu adalah seorang pewaris perusahaan besar milik ayahnya yang bergerak di bidang tekstil. Di samping itu Davin juga kerap membantu mengurus jalannya kepengurusan perkebunan papanya Lia di banjarmasin, dan segudang kesibukan lainnnya. Ternyata tidak disangka-sangka, lelaki itu masih mempunyai usaha butik juga. Luar biasa memang.Berpikir ke sana, ada terbersit rasa kagum Lia terhadap sosok Davin.Namun di samping rasa kagum tersebut, ada juga rasa kesal teringat kembali kejadian yang terjadi di butik tadi siang. "Bisa-bisanya dia menggratiskan sesuatu untukku tanpa memberitahu terlebih dahulu. Apa dia pikir aku perempuan mata duitan apa?" Lia menggerutu kesal.Tengah menggerutu, Lia melihat ponselnya bergetar. Sebuah nama memanggil. Davin."Buat apa lagi dia menghubungi aku?"Dengan cepat Lia menolak panggilan tersebut."Palingan juga mau membahas masalah pa
Sementara itu di sebuah rumah yang cukup besar, tiga orang tengah bercengkrama ria."Riana hari ini Insya Allah kita akan mengurus pengalihan nama sertifikat rumah ini." Bu Lasmi memulai bicara.Riana terlihat sumringah."Maksudnya apa ya, Bu?" Riana masih berpura-pura tak tahu apa yang dimaksud oleh Bu Lasmi."Begini, Nak. Sesuai dengan janji yang udah Ibu sama Yoga ucapin sama kamu, rumah ini akan kita alih namakan ke atas nama kamu."Riana menyimak, tak sabar menunggu ucapan Bu Lasmi selanjutnya. "Nah tepatnya hari ini, kita akan segera mengurus semuanya. Ibu sama suamimu sama sekali nggak ingin buat kamu kecewa." Bu Lasmi kembali menjelaskan.Dalam hati Riana sungguh bersorak kegirangan. Sebab sudah lama sekali ia menunggu momen itu terjadi. Menunggu kepemilikan rumah Yoga jatuh ke tangannya. Sebab, itulah aset yang sesungguhnya Riana harapkan dari sosok Yoga. Target harta yang selama ini ia incar-incar.Apalagi melihat keadaan Yoga yang jauh lebih terpuruk saat ini, membuat R
Sontak kedatangan lelaki tersebut membuat ketiga orang yang merasa berhak atas rumah terkejut bukan kepalang. Terutama Riana yang merasa kedatangan bapak-bapak tersebut mengancam impiannya selama ini. Tapi wanita itu masih bisa berpositif thinking jika ucapan bapak-bapak tadi hanyalah settingan belaka."Pak, Bapak jangan sembarangan bicara! Jangan sembarangan bilang kalau bapak udah membeli rumah ini. Ingat ya Pak, bercanda itu ada batasnya! Jangan main-main dengan kami! Jangan sampai Bapak celaka karena candaan Balak yang sana sekali nggak lucu!" Yoga menunjuk hidung laki-laki yang baru saja datang tersebut."Maaf. Bisakah Anda berbicara dengan cara sedikit lebih sopan? Sebab aku datang kemari bukan untuk bercanda, bukan juga untuk sebuah keberpura-puraan." tidak disangka laki-laki yang baru saja datang tersebut menanggapi dengan serius ucapan Yoga."Lalu apa maksud Anda kalau tidak untuk bercanda? Nggak perlu datang ke rumah orang dengan maksud membuat keributan kayak ginj." Yoga m
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti
Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen
Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha
Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi
"Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te
Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang
"Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj
"Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d
Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter