Maaf, pembacaku tersayang, koinnya agak mahal karena babnya panjang ya, hehee"Bu minta tolong cuciin baju aku dong. Aku nggak sempet lagi cuciin tuh baju. Soalnyo hari ini kuliah saya masuk pagi." ucap Melisa sambil memoleskan make up pada wajahnya.Bu Lasmi yang mendengar perintah putri bungsunya terlihat melengos."Masa ibu semua yang cuciin baju kalian. Ini baju Riana udah numpuk juga harus ibu cuciin. Kalo ini Ibu maklum sih karena Riana emang harus masuk pagi hari ini. Sedangkan kamu kan boleh agak siangan dikit kuliahnya. Kenapa kamu nggak cuci ajah dulu baju kamu, Mel.""Ibu nggak keberatan sih, tapi masa iya semua baju kalian ibu yang cuci? Mana semuanya harus cuci manual pakai tangan." Bu Lasmi mengeluh.Ya memang sejak beberapa hari yang lalu, keluarga itu terpaksa mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga secara manual. Sebab semua barang-barang elektronik yang ada di rumah tersebut sudah dibawa oleh Lia. Yang pasti kerepotan sebdiri adalah Bu Lasmi."Ibu kok tega bilang gi
Matahari sudah mulai condong ke barat. Melisa dan Bu Lasmi sudah menunggu kedatangan Yoga."Kenapa Yoga malah lambat banget pulangnya ya, Bu? Kan hari ini duitnya udah cair." Melisa protes dengan mukanya yang cemberut."Iya, kalo begini caranya gagal deh hari ini kita mau belanja." Bu Lasmi tak kalah protes dengan keterlambatan Yoga."Bentar Bu, biar kucoba buat telepon kak Yoga dulu."Melisa lalu sibuk menscroll layar gadgetnya."Halo, Kak, ini udah sore kok belum juga pulang? Padahal aku sama ibu udah berencana pengen mulai beli-beli perabotan hari ini."Melisa langsung berkoar-koar menunjukkan protes."Iya, iya sabar, Mel. Ini Kakak sedang nganterin Riana ke butik buat beli pakaian baru." dengan santainya Yoga menjawab dari seberang sana."Oalah kalian udah ke butik toh?" suara Bu Lasmi seraya merebut ponsel dari tangan Melisa."Iya, Bu. Ini calon menantu Ibu pengen minta dibeliin pakaian baru. Ya udah aku ajakin aja dia ke butik. Oh ya, Sebenarnya aku udah pulang dari tadi, Bu.
"Dari mana Lia bisa tahu kalau kita meminjam uang?" Bu Lasmi bergumam Lirih."Aku juga nggak tahu dari mana, Bu! Ah nggak usah terlalu dipikirinlah, Bu. Mungkin dia cuma main menebak-nebak aja." Melisa mencoba untuk ngeles.Memang ada secuil rasa janggal di benak Melisa. tapi mengingat keadaan Lia yang menurutnya kampungan dan tidak tahu apa-apa, membuat Melisa segera membuang jauh-jauh rasa janggal itu."Oh iya ya, mungkin aja dia cuma menebak-nebak doang. Pokoknya jangan sampai deh dia tahu kalau kita neli apa-apa dari hasil dari pinjem ke bank." tutur Bu Lasmi. Ruang keluarga yang mereka tempati seakan menjadi saksi bisu atas obrolan-obrolan konyol mereka tentang Lia.Sedang tengah sibuk membicarakan kejelekan dan keburukan Lia, mobil yang mereja tunggu-tunggu ternyata sudah terlihat memasuki halaman.Melisa melirik jam. sudah sore rupanya."Nah itu dia, kak Yoga sama Mbak Riana udah pulang, Bu." dengan semangat empat lima Melissa menunjuk ke arah luar.terlihatlah di luar sana Ri
"Bu," Riana menghampiri Bu Lasmi dengan raut muka sendu."Ya, Nak." sahut Bu Lasmi."Apa Mas Yoga beneran ke luar kota, Bu?" tanya Riana kemudian."Iya benar, Nak. Yoga udah berangkat pagi tadi. Hmm... apa dia nggak bilang sama kamu sebelum dia pergi?" Bu Lasmi menyipitkan mata."Tadi malam dia telepon aku dan bilang kalau hari ini ini dia akan berangkat ke luar kota. Kukira dia bohong." jawab Riana."Nggak, dia nggak bohong, kok. Baguslah kalau dia bilang sama kamu. Ibu pikir tadi dia gak pamit. Bisa kena marah dia sama ibu kalo sampe nggak amit dulu sana kamu." Riana diam. Matanya menatap kearah langit-langit, menerawang, seperti ada sesuatu yang tengah ia pikirkan.Bu Lasmi memperhatikan tingkah calon menantu tercintanya yang murung. Pemandangan itu lantas membuat Bu Lasmi merasa khawatir. Hatinya tergerak untuk bertanya."Ada apa, Nak Riana? kok nampak gak bersemangat?" Bu Lasmi bertanya.Riana sedikit terlihat gelisah. Bu Lasmi melihat seolah ada sesuatu yang ingin Riana yang sa
"Yoga! Kamu sama Riana harus secepatnya segera menikah." ucap Bu Lasmi lewat via telepon."Lho, emangnya kenapa, Bu? kok kedenger buru-buru amat? ""Jamu tahu enggak, Ibu punya satu kabar yang sangat bagus buat kamu!" ucap Bu Lasmi begitu antusias."Kabar apa emangnya, Bu?" Yoga merasa penasaran. "Eh sebelumnya ibu tanya dulu, apa Riana udah cerita sesuatu sama kamu?""Enggak! Dia belum cerita apa-apa tuh sama aku.""Nah kalau begitu, Ibu punya surprise untuk kamu. Kejutan yang pasti bikin kamu kaget sekaligus seneng." Bu Lasmi berujar berapi-api."Aduh surprise apa ya kira-kira? cepet bilang sama aku dong, Bu! Aku jadi makin penasaran nih?""Hmmm... Yoga, kamu tahu enggak, kalau ternyata si Riana sekarang sedang hamil." nada suara Bu Lasmi begitu antusias."Apaaa? Hamil? Riana Hamil, Bu? Neneran?" terdengar suara Yoga tak kalah sumringahnya."Iya beneran Yoga, makanya Ibu bilang sama kamu, Kamu harus cepat-cepat nikah sama dia." "Ya Tuhaaan. Ini beber-bener anugerah buat aku. Kalo
Terlihat Melisa sibuk sekali mengambil foto kakaknya, Yoga dan Riana yang tengah memakai kebaya putih nan anggun.Ya, hari ini adalah hari pernikahan antara Yoga dan Riana. Pernikahan tersebut tak terkesan mewah, sebab hanya dilaksanakan secara sirih. Dan keluarga Yoga berencana untuk meresmikan pernikahan tersebut ketika nanti perceraian antara Yoga dan Lia resmi terjadi. Dan Riana sendiri sangat tidak keberatan dengan keputusan tersebut."Kamu tidak usah khawatir, Sayang, nanti ketika perceraian Yoga dan Lia resmi, maka pernikahan kalian juga akan segera ibu resmikan. Ibu akan mengadakan pesta besar-besaran untukmu. Ibu janji deh, nggak bakal bohong." Bu Lasmi meyakinkan Riana. Bagaimanapun, Bu Lasmi tidak ingin membuat Riana kecewa.Riana sama sekali tak terlihat keberatan. Jauh di lubuk hatinya, Riana sesungguhnya merasa bersyukur, sebab pernikahan itu telah membuat janin yang ada di kandungannya busa mendapatkan sosok seseorang yang bisa ia panggil dengan sebutan "ayah"."Mbak R
"Bu, Tolong ambilin Riana makan malam dan juga sekalian tolong bawain ke kamar ya, Bu! Habis Tadi kata Riana kakinya sakit, pegal, dan susah buat diajak jalan, Bu." Yoga berkata pada ibunya."Emang istrimu kenapa, Yoga? Ibu kok jadi khawatir ya sama dia. Baiklah, baiklah ibu akan bawain makan malam ke kamarnya. Atau lebih baik nanti kamu bawa ajah istri kamu ke ke dokter kandungan langsung. Ibu khawatir kalo cucu dan mantu tersayang ibu kenalan-napa." ujar Bu Lasmi."Aku udah nawarin sama dia, Bu. Tapi dianya nolak. Katanya ntar aja. Aku enggak bisa maksa dia, Bu. Habis kayaknya dia kecapean banget. kasihankan." ucap Yoga."Ya nggak apa-apa kalau begitu. Kalau dia nggak mau sekarang, ya besok aja nggak apa. Mungkin juga sih bisa jadi dia capek kalau harus diajak malam-malam kayak gini. Ya udah, pokoknya kamu perhatiin istrimu! kalo misalnya ada kenapa-napa cepet bilang sama ibu." Bu Lasmi mengingatkan."Sebentar Ibu ambilkan makan malam untuknya?."Bu Ladmi bergegas menuju ke belakang
Riana beserta kedua orang tuanya keluar dari area gedung. Di di samping mereka berjalan secara beriringan Ricardo dam Pak Hamid. Pak Hamid adalah seseorang yang membeli rumahnya Lia.Sebagai ucapan terimakasih dan untuk mempererat tali silaturahmi, keluarga Lia mengajak Pak Hamid untuk mampir di sebuah restoran untuk menikmati makan siang bersama-sama.Pak Hamid tidak menolak tawaran tersebut.Sedangkan Pak Richardo sendiri tidak bisa untuk ikut menikmati makan siang bersama mereka, dikarenakan ada urusan tertentu yang membuatnya harus segera pulang."Aku sangat bersyukur bisa membeli rumah itu, Pak Edwin." Pak Hamid bertutur."Ya, kami juga berterima kasih sama Pak Hamid yang udah bersedia membeli rumah anak kami. Rencananya Lia akan segera pindah dari sana dan mencari tempat tinggal baru di Jakarta. Kurasa di Jakarta ini juga tidak akan kalah menarik untuk dijadikan tempat untuk berinvestasi. Bahkan lebih baik." ujar Pak Edwin."Oh gitu toh alasannya. Sebelumnya juga saya mikir ke
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti
Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen
Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha
Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi
"Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te
Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang
"Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj
"Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d
Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter