"Kamu bener-bener keras kepala, Lia! Udah berusah payah aku datang kemari dengan niat dan tujuan yang baik, tapi ternyata begini sambutan dari kamu!" Yoga berkata dengan menggenggamkan kelima jarinya. Yoga merasa emosinya mulai naik. Kesalnya karena gagal menarik perhatian Lia dengan jalan memelas. Yoga berpikir, berarti Lia harus dihadapi dengan kekerasan."Tak perlu kau bawa emosi kamu kemari Yoga! Bukankah aku nggak pernah meminta kamu untuk datang kemari? Aku bahkan nggak pernah mengharap kamu datang menemui aku. Maka jika kamu merasa capek datang kemari, maka itu bukan salahku!"Yoga menelan kekecewaan. Yoga gerah dengan emosi yang muncul karena kekecewaannya secara tidak langsung telah merusak rencananya.Namun sekali lagi Yoga berusaha menampik emosinya meski terasa berat."Lia, aku mohon sama kamu. Terimalah aku kembali, Lia! Aku nggak bisa hidup tanpa kamu dan Chika.""Kamu nggak perlu mohon-mohon kayak gini. Bukankah aku bukan wanita yang baik di mata keluarga kalian? Aku m
Aku tidak akan pernah kembali mengulang rumah tangga sama kamu. Kamu dengar? Enggak akan pernah. Sekarang lebih baik kamu pulang dan jangan kembali lagi datang ke sini. Aku dan Chika tak butuh sosok kamu lagi. Bahkan tanpa kamu kehidupan kami jauh lebih baik." imbuh Lia mulai bosan hingga membuatnya bicara lebih kasar daripada sebelumnya."Tega bener kamu, Lia! Ninggalin aku sewaktu keadaan aku terpuruk kayak gini! Aku tahu kamu emang kaya, tapi setidaknya kamu nggak harus berlaku kayak gini juga sama aku. Seburuk-buruknya aku, aku juga pernah jadi suami kamu. Semiskin-miskinnya aku sekarang, tapi aku pernah menafkahi kamu sebagai suami!""Omong kosong kamu, justru ucapan kamu terbalik. Dulu ketika kamu miskin aku bela-belain bantuin kamu. Tapi ketika gaji kamu naik, kamu malah kasih duit cuma-cuma sama perempuan lain dan cuma mikirin ibu sama adik kamu ajah! Bahkan lebih dari itu, aku yang lebih sering menafkahi kalian. Bener-bener gak punya malu kamu ya!""Pokoknya aku nggak tahu,
Yoga membaca pesan itu dengan rasa prihatin pada diri sendiri."Ya Tuhan, apa mungkin Lia emang bener-bener nggak nyimpen perasaan lagi sama aku walaupun sedikit saja?"Yoga melirik ke arah spion mobil. Ia voba memperbaiki rambutnya dengan tangan.Melalui kaca spion mobil, Yoga bisa melihat jika wajahnya yang cukup tampan belum begitu banyak berubah. Wajahnya masih tetap terlihat sama seperti dulu. Hanya saja sedikit kurang terawat. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi tampang rupawan yang ia miliki."Mengapa Lia bisa secepat ini melupakan laki-laki setampan diriku? Aduh Lia, Apa nggak rugi kamu ngelepasin laki-laki kayak aku? Seharusnya kamu yang punya tampang pas-pasan gitu bersyukur punya suami yang tampangnya nggak malu-maluin seperti aku ini." pikir Yoga dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.Beberapa kali setelah itu, Yoga masih mencoba untuk menghubungi. Namun sepertinya Lia tetap mengabaikan. Akhirnya karena Lia tak kunjung mengiyakan permintaan tolong dari Yoga, bahkan b
Serta merta Yoga mengubah haluan mobil.Yoga sudah tak sabar untuk menggebrak. "Melisa ...!" Yoga berteriak memanggil adiknya yang tengah berjalan bersama pria tua di sampingnya. "Melisaaaa ...!" kali ini teriakan Yoga semakin keras. Sontak teriakan Yoga membuat Melisa menoleh. Sejenak terlihat Melisa mematung. Mata gadis itu seperti tidak percaya. Yoga semakin cepat berjalan setengah berlari mendekati sang adik. "Melisa! Apa yang kamu lakukan di sini, Mel? Ini hari udah malam! Katanya kamu kerja di..." ucapan Yoga terhenti. Yoga menarik tangan Melisa. "Hei! Apa-apaan kamu, nggak usah narik Meluaa kayak gini?" lelaki yang bersama Melisa mencegah aksi Yoga."Sayang, siapa dia ini?" laki-laki paruh baya yang berada di sam
"Aku dan ibu nggak butuh uang dari kamu kalau kamu ngedapetinnya dari cara haram kayak gini, Mel." "Nggak usah bicara haram-haraman deh, Kak?! Munafik! Sekarang itu yang penting adalah uang, bukan kajian ceramah!""Mel!""Diam, Kak! Ini adalah pekerjaan aku, Kakak nggak berhak sedikitpun buat ikut campur! Kecuali kalau kakak bisa memenuhi semua kebutuhan aku!" tandas Melisa.Hancurlah hati Yoga mendengar perkataan adiknya yang sama sekali tak menghargai Yoga sebagai seorang kakak. Adik yang selama ini ia puji-puji ternyata menggeluti pekerjaan hina yang amat memalukan."Melisa! Aku nggak tahu siapa orang ini, tapi terserah, mau dia kakakmu atau suami kamu sekalian, aku nggak peduli! Yang pasti sekarang aku nggak mau malamku terganggu karena dia. Aku bayar jasa kamu cukup mahal untuk menghiburku! Bukan untuk dengerin kamu berdebat. Ayo sekarang ikut aku!"Serta merta laki-laki gemuk itu menarik tangan Melisa. Yoga berniat mencegah, namun Melisa segera menampik dan menuruti langkah si
"Mas, ngapain kamu cuma ngirimin aku uang lima juta? Bukankah kamu baru saja gajian? Kok bagianku cuma segitu?" Riana marah membabi buta.Doni yang baru saja masuk ke dalam ruangan jadi serba salah di buatnya."Maaf, sayang! Ntar Mas bisa tambahin lagi buat kamu. Tapi bukan sekarang. Pokonya kamu sabar dulu ya!""Terus kalo bukan sekarang, kapan lagi mas? Tahun depan?""Iish, kamu jangan ngerajuk dulu. Ntar pasti bakalan mas kirimin.""Mas, sekarang Mas udah mulai berubah sama aku! Mas selalu saja sibuk sama si Nayla, istrimu yang gendut itu! Apa sih istimewanya dia, sampe-sampe kamu tega ngebiarin aku sendiri di sini. Sedangkan kamu malah seneng-seneng sama dia di hotel. Kalian habis liburan berdua, kan? Begitu bener kamu, Mas. Nayla kamu ajak liburan, sedangkan aku? Aku kamu tinggalin di sini sendirian. Minta duit cuma dikirim lima juta lahit... Lima juta mau dapet apa, Maaaas ...!" Riana terlihat marah.Laki-laki gemuk di hadapannya kebingungan cara untuk menghadapi wanita simpana
Doni menghela nafas panjang. Lalu mengelus-elus kepala Riana. Sebenarnya sedikit harga dirinya terasa terinjak ketika Riana berkata demikian, dalam hati Doni mengakui segala ucapan Riana tidak ada salahnya.Nayla memang bukan wanita yang cantik, tidak punya tubuh yang langsing, dan tidak juga mempunyai kulit yang cerah. Bahkan kulit gelap Nayla memang kerap membuat Doni merasa malu mempunyai istri seperti Nayla. Tidak hanya itu, badan Nayla yang sangat tidak bisa disebut ideal, terlihat menggembung dan penuh balutan lemak di mata Doni.Hanya saja, karena kerap melakukan perawatan di salon, membuat kulitnya yang hitam tersebut tidak terlihat terlalu kusam. Tapi tetap saja menurut Doni kulit istrinya tersebut tidak menarik sama sekali.Di samping itu, ditambah lagi dengan postur tubuh Nayla yang agak pendek membuat penampilan Nayla sama sekali tak modis di hadapan mata Doni.Tak heran jika selama ini Doni lebih mencari kepuasan batin di tempat lain, ia sudah muak dan sudah menganggap Na
"Waduh, Sayang. ATM aku ketinggalan di rumah, gimaba ya?" Doni nampak bingung."Apa? ATM kamu kamu tinggalin di runah? Atau kamu tinggalin di dalem dompet istri kamu, ya?" mata Riana membulat."Bukan, Sayang. Maksudku, Mas emang jarang bawa tuh ATM. Emang udah biasa Mas tinggalin di rumah.""Bohong kamu, Mas. Kemarin aku liat ada kok ATM di dalem dompet Mas!" potong Riana.Hati Riana semakin di taburi oleh perasaan benci terhadap Nayla, "Pasti itu ATM sengaja diserahin sama istrinya. Ini nggak boleh di biarin nih!" pikir Riana.Doni memang tidak tampan, dan Nayla juga bukan seorang wanita yang cantik. Tapi justru itu yang membuat Riana semakin jijik. Riana berpikir, masa wanita secantik dirinya kalah saingan terhadap wanita sejelek Nayla. Apalagi cuma sekedar untuk menarik perhatian lelaki sejelek Doni. Riana semakin tertantang untuk melakukan sesuatu. Ia ingin membuktikan jika dia pasti akan bisa menarik perhatian Doni secara utuh. Dan dia bertekad untuk menghempas Nayla dari kehidu
Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama hidup dalam jeruji besi, Bu Lasmi dan Yoga keluar dalam keadaan menanggung kemiskinan.keadaan jauh lebih sulit. Tak ada rumah untuk Bernaung dan tak ada tempat untuk pekerjaan.Sedangkan Melissa, sekarang anak itu harus meringkuk di sudut ruangan sempit di pojok ruang kontrakan. Tak ada lagi yang bisa di harapkan dari gadis itu. Penyakit HIV yang menyerangnya membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Penyakit yang menggerogoti Melissa juga membuat orang-orang menjauh dari mereka. Mereka di kucilkan.Sementara Bu Lasmi yang juga sudah menua dan tulang punggung yang membungkuk juga tak bisa melakukan apa-apa. Keadaan yang benar-benar menyedihkan. Seiring usia tua yang menyongsong hidupnya, telinga Bu Lasmi tak bisa lagi berfungsi dengan baik, begitupun dengan indera penglihatan yang ia miliki. Wanita yang dulu selalu mau menang sendiri tersebut harus menerima takdirnya sebagai wanita tua yang tuli dan hampir buta.Akhirnya dengan segala perti
Sementara itu, di sebuah gedung yang cukup mewah, sebuah pesta pernikahan di adakan. Dengan dekorasi yang menawan dan elegan, pesta perayaan itu terlihat begitu megah.Di deretan parkir, deretan mobil mewah berjejer, menunjukkan bahwa sebagian besar tamu yang hadir di sana bukanlah orang biasa.Benar-benar luar biasa.Yoga yang kebetulan baru saja datang ke kota Jakarta dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan lebih baik, untuk pertama kalinya harus puas dengan menyandang tugas sebagai satpam di acara pernikahan tersebut."Mewah banget acara pernikahannya ya." celetuk teman Yoga."Iya bener, baru sekali ini sih aku melihat pesta pernikahan semewah ini. Wajar kalau bayaran kita gede. Ternyata sesuai sih sama kemewahan pestanya." Yoga menimpali."Ya iyalah, mereka bayarin kita gede. Toh kedua mempelainya memang berasal dari keluarga kaya semua, kok. Masa keluarga konglomerat bayarin kita kecil. Tuh liat tamu-tamu mereka! Rata-rata pakai mobil bagus kan. Tamu-tamu Mereka emang orang pen
Lia memegang kepalanya. Lia merasakan kepalanya sedikit pusing. Terasa kurang nyaman. Akhirnya, dengan menggunakan sepeda motornya, Lia memutuskan untuk pulang. Di tengah perjalanan, Lia merasakan pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. “Aduuh! sepertinya aku harus berhenti dulu.” Lia meminggirkan sepeda motornya.Lia memegang kepalanya. Lia bisa merasakan keningnya panas.“Ada apa denganku? Mengapa tubuhku seperti ini?”“Seharusnya aku harus sampai di rumah lebih cepat.” batin Lia.Lia mencoba menstarter kembali sepeda motornya. Namun kepalanya terasa tak bisa diajakdi ajak bekerja sama. Pusingnya malah bertambah-tambah.Dengan kepala yang terasa berputar-putar, Lia meraih ponsel, dan mencoba menghubungi seseorang yang bisa ia hubungi.Dengan pemandangan kabur, Lia menghubungi seseorang di ponselnya.“Halo, Ma. Tolong jemput aku sekarang didepan Keiza Butik, Ma. kepalaku pusing. Aku … aku…” suara Lia terputus. “Bruukh!Wanita itu ambruk.***Samar-samar Lia membuka matanya. ha
Riana tak tahu lagi apa yang telah terjadi. Tubuhnya lemas, batinnya menangis. Semua terasa bagaikan mimpi."Kamu menipuku, Doni!" hardik Riana tiba-tiba merasa jijik dengan pria paruh baya berkepala botak di hadapannya."Maafkan aku Riana. Tapi aku sudah berusaha benar untuk bikin kamu bahagia.""Kalau kamu memang berniat untuk membuat aku bahagia, masalah kayak gini nggak akan pernah terjadi, Doni!" hardik Riana kembali."Kamu benar-benar udah bikin aku kecewa, Doni! Kurang ajar banget!" sembari terisak, Riana melangkah pergi tanpa bisa Doni mencegahnya."Setelah anak ini lahir, kamu harus bertanggung jawab dengan anak dalam perutku Ini Doni!" ucap Riana sebelum benar-benar pergi."Iya Riana. Aku janji aku akan bertanggung jawab! Tapi please tetaplah bersamaku!" "Tidak! Aku akan datang padamu ketika anak ini nanti sudah lahir dan menyerahkannya sama mu!"***Beberapa bulan berlalu, Riana membawa bayinya menuju ke sebuah rumah di mana Doni tinggal. Riana mengetahuinya setelah diberi
"Apa ini Nayla? Apa maksudmu?" Doni bangkit dari duduknya."Kurasa aku tak perlu menjelaskan untuk kedua kalinya sama kamu, Doni! Aku yakin barusan kamu sudah mendengar apa yang aku katakan Doni!" Nayla menyeringai."Tidak! Tidak, Nayla! Kau tidak sungguh-sungguh memecatku sekarang, kan? Kamu tidak bisa melakukan ini Nayla?""Kenapa tidak bisa?" Nayla bertanya balik.Terlihat muka Doni merah padam, tangannya mengepal dan giginya gemerutuk.Sedangkan Riana, masih kebingungan dan tidak mengerti apa maksud Nayla. Ia tidak percaya."Nayla, kau tidak berhak untuk memecat suamiku dari pekerjaannya! Jelas-jelas suamiku adalah seorang manajer disini. Dia punya kekuasaan yang tinggi. Dan dia punya kekuatan yang besar di sini. Lalu apa hakmu melemparkan surat pemecatan begitu saja? Siapa yang menyuruhmu? Sedangkan kamu hanya seorang ibu rumah tangga! Tahu apa kamu soal perusahaan? Ha ... haa..! Kau pikir kau akan mudah untuk memecat suamiku dari sini? Hanya karena kau mendendam sebab suamimu te
Dengan nafas ngos-ngosan, Riana melempar tasnya ke atas ranjang. Pertemuannya dengan Nayla sama sekali tak memuaskan hati."Wanita aneh, didatangi sama selingkuhan suaminya malah anteng aja! Lihat aja kamu Nayla, beneran akan ku bujuk Mas Doni untuk cepat-cepat cerein kamu! Biar tahu rasa kamu nggak bisa apa-apa setelah kehilangan Mas Doni yang selama ini memanjakan ekonomi kamu!" janji Riana dalam hati.***"Mas, mapan Mas akan menceraikan Nayla? Aku udah nggak betah lagi sama dia Mas!" Riana berbicara dengan nada.Mendengar pertanyaan itu, tidak seperti biasa, Doni yang biasanya selalu murung jika ditanya soal perceraiannya dengan Nayla, tapi kali ini Doni terlihat sumringah seperti ada kabar baik yang ia bawa. "Kenapa Mas justru terlihat senang? Nggak kayak biasanya?" Riana heran."Sini dulu, Sayang! kebetulan banget Mas pengen bicara soal ini sama kamu."Keduanya berjalan menuju balkon."Mas bawa kabar apa? Kayaknya beneran emang ada yang istimewa nih." "Sangat istimewa, Sayang
"Kamu bilang gitu karena kamu sedang berusaha kuat di hadapanku, kan?" Riana mencibir."Apakah jika kamu berada di losisiku kamu akan melakukan hal seperti itu, Riana? Kalau begitu, mentalmu tidak cukup kuat. Sudahlah, sekarang tidak ada lagi yang perlu kita bahas, ada baiknya kamu pulang!"Riana merasa terusir."Aku nggak nyangka ya, ternyata kamu ini orangnya cukup sombong, Nayla. Wajar kalau suamimu nggak betah hidup sama kamu dan memutuskan buat mencari istri yang kedua." sinis Riana."Riana, kamu boleh aja membuat berkesimpulan apapun yang kamu suka terhadapku sekarang. Taoi, yang pasti Doni bukannya nggak betah sama aku. Tapi memang kalian berdua yang mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, emang kulihat kalian berdua cocok untuk menyatu. Dan nanti sekalian akan kubantu untuk menyatukan kalian sepenuhnya. Bagaimana? apa kau puas sekarang?" Nayla menyeringai tajam."Nayla, kalau cuma sekedar untuk menyatu dengan Mas Doni, kurasa aku nggak perlu bantuan dari kamu! Aku bisa saj
"Kulihat kamu agak kaget dengan ucapanku, ada apa?" Nayla bertanya.Riana mendekat dan duduk di kursi tepat di hadapan Nayla."Apa kamu udah kenal sama aku sebelumnya?" tanya Riana."Bagaimana menurut kamu? Apakah aku nampak kenal sama kamu atau enggak?""Kudengar tadi kamu menyebut namaku? Tahu namaku dari mana?" Riana melanjutkan pertanyaannya.Terlihat Nayla tersenyum."Kalau aku tahu sama nama kamu lalu apa salahnya?""Hmm..." Riana mulai berfirasat tak baik."Lalu tadi kudengar juga Kamu nyebut aku sebagai Nyonya Doni. Apa maksudmu?""Ohoo, kamu bertanya soal itu rupanya. Apa kamu nggak ngerasa sebagai Nyonya Doni?"Riana kesal. Bukannya menjawab, malah Nayla selalu saja melontarkan pertanyaan balik.Riana mulai serba salah untuk menjawab pertanyaan tersebut."Sudahlah Riana! kamu nggak usah pusing memikirkan pertanyaanku. Kamu tenang saja, tak perlu takut, setelah ini kau akan bergelar Nyonya Doni secara seutuhnya! Bukankah itu yang kamu mau?"Huuufth!Terasa badan Riana panas d
Dengan langkah percaya diri, Riana berjalan ke sebuah rumah yang cukup megah dan mewah.Perutnya yang membesar tidak menyusutkan rasa percaya diri yang ia miliki. Justru ia merasa patut merasa bangga dengan janin yang ada di rahimnya saat ini.Sejenak Riana mematung, mengagumi rumah di hadapannnya, namun keberadaan seorang satpam yang berjaga bergerak membukakan pintu, membuat Riana tersadar ia harus menjaga sikap untuk tidak boleh terlihat senorak itu."Maaf, Mbak, ada yang bisa saya bantu? Mbak ingin bertemu dengan siapa?""Pak Satpam, Saya ingin bertemu dengan mbak Nayla." jawab Riana."Oh, rupanya Mbak adalah tamunya nyonya besar di rumah ini, ya?"Riana menyeringai sinis mendengar satpam tersebut menyebut Nayla sebagai nyonya besar."Iya, Pak. Saya tamu spesialnya Nayla, istrinya Mas Doni. Benar, kan?"Satpam mengangguk."Baiklah Mbak, kebetulan Nyonya Nayla baru saja pulang dari perusahaan. Biar kuberitahu beliau terlebih dahulu!" jawab sang satpam berlalu setelah sebelumnya ter