Share

Ketika Istri Tua Suamiku Hamil
Ketika Istri Tua Suamiku Hamil
Author: Oscar

Part 1

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-07-05 18:32:47

“Mas, akhirnya aku hamil, Mas. Aku hamil.” Tanpa sengaja aku mendengar ungkapan kebahagiaan dari Mbak Silvi.

Tadinya aku bermaksud mengetuk pintu untuk  memberitahukan bahwa makan malam sudah siap. Namun belum sempat tanganku mendarat di pintu, terdengar lagi suara itu.

“Sebaiknya kamu ceraikan saja Delima, Mas. Kita udah nggak butuh dia lagi.”

Deg!

Astaghfirullah alaziim. Kenapa sampai hati dia mengatakan hal sekeji itu. Padahal dia sendiri yang memohon dan memaksaku agar mau menikah dengan suaminya. Jelas-jelas aku dan Mas Raka sama-sama sudah menolak dan menganggap permintaan dia itu terlalu berlebihan dan tidak masuk akal.

“Apa-apaan kamu, Silvi. Jangan seenaknya saja kalau ngomong. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Apa kata  keluargaku nanti? Juga bagaimana dengan keluarganya?” Suara Mas Raka terdengar tegas menolak. Membuatku merasa sedikit lebih tenang.

“Halah. Ngapain kamu pikirin. Orang kampung begitu aja kok. Dikasi duit dikit juga udah nurut. Lagian kan kalian belum melakukan malam pertama. Dari pada nanti ujung-ujungnya dia juga hamil. Bisa-bisa keluarga kamu malah lebih sayang sama dia ketimbang aku.”

“Ada-ada saja kamu, Silvi. Mana mungkin aku menceraikan dia, sedang kami menikah belum sampai satu minggu. Lagian kamu juga sih. Harusnya kamu periksa dulu ke dokter.”

“Mana kutahu, Mas. Aku pikir hanya masuk angin saja. Lagian aku juga nggak mau kecewa seperti sebelum-sebelumnya.”

“Tapi ya nggak bisa main cerai-cerai gitu aja, Sil.”

“Halah, sudahlah, Mas. Kamu nurut aja. Bukannya selama ini semua aku yang ngatur? Atau jangan-jangan kamu udah naksir lagi sama perempuan kampung itu, makanya kamu nggak mau menceraikan dia.”

“Jangan ngarang, Sil. Mana mungkin aku jatuh cinta sama wanita selain kamu.” Suara Mas Raka tak lagi bernada emosi. Terdengar jelas kalau dia begitu mencintai istrinya. Hingga mau menuruti segala apa yang diinginkan oleh wanita yang kuanggap baik selama ini.

Aku berjalan gontai ke kamar. Membatalkan niat untuk memanggil dan mengajak mereka makan malam. Menangis menahan perih.

Teringat saat pertama kali Mbak Silvi datang ke rumah Ibuk di kampungku. Sebenarnya Mbak Silvi juga berasal dari kampung yang sama, hanya saja rumahnya lebih dekat ke arah kota.  Atas saran seseorang, dia datang dan tiba-tiba saja melamarku.

“Maaf, Mbak. Saya tidak bisa. Mana mungkin saya menikah dengan laki-laki yang sudah beristri. Saya nggak mau dicap sebagai pelakor.” Aku menolak tegas.

“Enggak akan ada yang ngomong seperti itu, Delima. Mbak Ikhlas.”

Aku tak mengerti dengan wanita ini. Dia tidak terlihat seperi ahli agama. Memakai hijab pun tidak. Tak mungkin rasanya dia mengizinkan suaminya menikah lagi atas dasar menunaikan sunah agama. Dia pun masih terlalu muda dan juga terlihat sehat. Pasti masih sanggup melayani suaminya dengan baik.

Lalu ia pun mulai menangis dan menceritakan apa sebenarnya maksudnya. Sudah sepuluh tahun dia dan suaminya menikah. Namun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Katanya dia ingin sekali memiliki momongan.

“Kenapa nggak mencoba mengadopsi aja, Mbak? Banyak anak yatim piatu yang juga membutuhkan kasih sayang dari orang tua seperti Mbak dan suami Mbak.” Ada rasa iba di hatiku mendengar keluhannya. Semua wanita pasti ingin merasakan menjadi seorang ibu.

“Pernah juga terlintas pikiran seperti itu, Delima. Tapi suami Mbak itu merupakan anak laki-laki satu-satunya. Keluarganya takut tidak akan ada penerus dari keluarga. Sedangkan adik dan kakaknya perempuan semua.”

*

“Kamu benar-benar ndak mau menerima lamaran wanita itu, Nduk?” Bue bertanya malam harinya.

“Ada-ada saja pertanyaan Bue. Emangnya Bue mau, anak gadisnya dicap sebagai pelakor? Nggak malu?”

“La, kan kamu dengar sendiri tadi. Istrinya sendiri yang melamar kamu untuk jadi madunya. Jadi kamu ndak merebut siapa pun. Lagi pula, Bue rasa ini jalan kamu untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, Nduk. Bue ndak sampai hati melihat kamu terus-terusan kerja banting tulang tanpa memedulikan kesehatan demi Bue dan juga adik kamu. Menikahlah, Nduk.”

Bue tidak salah berpikiran seperti itu. Yang wanita itu tawarkan bukanlah hal yang main-main. Seratus juta untuk mahar. Cukup untuk melunasi cicilan surat rumah yang digadaikan Almarhum Bapak sebelum meninggal. Juga jaminan sekolah untuk adikku Sidik yang sebentar lagi akan masuk SMA.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Johan
bagus tetapi kurang menunjukan sisi ke aslian cerita
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part 2

    Masa depanku pun kelihatannya hanya begini-begini saja. Apa yang bisa aku lakukan dengan ijazah SMP. Hanya sebentar saja aku menikmati bangku SMA, lalu tiba-tiba Bapak jatuh sakit dan aku terpaksa berhenti sekolah dan menjadi tulang punggung keluarga. Bue yang sering sakit-sakitan tak kuat lagi untuk bekerja.Tapi harga diriku sebagai wanita, jauh lebih tinggi dari itu semua. Akhirnya aku benar-benar menolak tawaran itu. Mbak silvi terlihat sangat kecewa. Tapi apa mau dikata. Tak ada kewajibanku untuk menuruti keingananya yang kuanggap tabu itu.Namun takdir sepertinya punya rencana lain. Jantung Bue kumat dan harus dirawat ke rumah sakit. Operasi pun jalan satu-satunya. Dalam tangisan dan perasaan kalut, Mbak Silvi muncul lagi dan menawarkan bantuan. Dengan imbalan pernikahan pastinya.*Satu bulan pasca operasi, aku dan suaminya akhirnya melangsungkan ijab kabul. Hari itu juga aku baru melihat laki-laki yang baru saja sah menjadi suamiku datang bersama istri dan juga keluarganya. Di

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part 3

    “Mbak mau bicara apa?” Bibirku bergetar mempertanyakan hal yang pasti sudah aku tahu.Namun, sanggupkah ia melakukan semua ini padaku? Pada sesama wanita yang dia bilang sudah seperti adik baginya?“Begini, Delima. Saat ini Mbak itu sedang....”“Sayang.” Suara Mas Raka tiba-tiba terdengar dan muncul mendekati kami. “Mama mau ngomong sama kamu, nih,” ucapnya pada istrinya sembari memberikan ponsel yang sedang menyala.Mbak Silvi terlihat panik, lalu dengan cepat meraih ponsel itu.“Iya, Ma.”"Iya, iya."“Besok Silvi dan Mas Raka akan datang lebih awal.”“Delima?” Dia melirik ke arahku. “Iya, iya. Pasti silvi ajak dong, Ma. Dia kan juga istrinya Mas Raka.” Aku melihat mimik wajahnya yang sepertinya sedang kecewa. Entah apa yang mereka bicarakan barusan. Dia menarik napas setelah panggilan dimatikan. Lalu kembali menoleh ke arahku.“Mbak tadi mau bicara apa?” tanyaku sembari menatap wajahnya dan Mas Raka secara bergantian.“Oh, itu.” Mbak Silvi kembali memasang senyum manis. Tak seperti

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part4

    “Wah, kamu rajin sekali, Delima." Mama mertua tersenyum ramah padaku."Nggak papa, Ma. Dari pada bengong nggak ada kerjaan," sahutku dengan sopan."Sudah, bantu seadanya saja. Lagian ngapain kamu bengong-bengong. Mana Suami kamu sama Silvi? Kok dari tadi nggak keliatan. Bukannya bantu-bantu, malah ngilang.""Ada kok, Ma. Tadi Delima lihat mereka di ruang keluarga.""Oh, ya sudah. Ikut Mama, yuk. Mama mau ngasi sesuatu sama kamu.""Iya, Ma." Lagi-lagi hanya itu yang aku ucapkan tanpa bertanya ke mana dan mau diberi apa.Aku mengikuti Mama dari belakang. Melewati ruang keluarga dan kembali melirik ke arah mereka. Segera kualihkan pandangan begitu saja karena tak ingin merasakan sakit yang sama."Nanti ganti pakai seragam ini, ya. Berikan juga sama Silvi. Kemarin baru selesai dijahit. Jadi nggak sempat ngirim buat dicobain. Sekalian itu batik, kasi sama suamimu."Aku menerima tumpukan baju berbahan brokat dari tangan Mama. Kainnya bagus dan terlihat mahal. Aku merasa tersentuh diperlakuk

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part5

    "Oh, anu Mbak. Tadi Mama nitipin ini." Aku menyodorkan bagpapper yang aku bawa tadi."Apa ini? Kenapa Mama ngasi ke kamu?" Dia semakin terlihat tidak senang."Itu seragam buat kita dan juga Mas Raka, Mbak." Dia membongkar isi kantongan itu."Mama bicara apa lagi sama kamu?""Anu, itu, dia bilang...." Aku ragu-ragu mengatakannya. Takut Mbak Silvi tersinggung, dan malah terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya padaku."Mama bilang apa, Delima?" Dia terdengar tak sabaran."Mama bilang, Mbak Silvi sedang hamil. Selamat ya, Mbak. Akhirnya apa yang Mbak dan Mas Raka impikan akan segera terwujud," ucapku dengan tulus. Meski ada yang berdenyut di hati ini."Oh, itu, ya. Maaf, kalau Mbak belum cerita." Dia terlihat salah tingkah."Iya, Mbak. Delima ngerti. Sekali lagi selamat ya, Mbak.""Iya, iya. Makasih," ucapnya begitu saja.Usai mengganti pakaian di kamar tadi, aku langsung keluar seperti yang diperintahkan oleh Mbak Silvi. Lalu berkeliling mencari apa yang dia suruh tadi. Setelah me

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part6

    "Kamu udah ganti baju, Delima? Wah, cantik banget mantu, Mama." Mama tiba-tiba datang sambil tersenyum pada kami."Makasih, Ma," ucapku membalas senyumannya."Kok kamu ditinggal terus? Mana Silvi sama Raka?""Lagi ganti baju, Ma.""Panggilin sana! Acara sudah mulai ini," pintanya. Lalu pergi meninggalkan kami."Mas Deni, kalau begitu, Delima permisi dulu, ya."Aku izin pamit dan meninggalkannya. Lalu menyusul kembali ke lantai dua. Lagi-lagi aku tak sengaja mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu."Sabar, Sayang. Sabar. Kamu jangan marah-marah sama aku dong." Suara Mas Raka seperti sedang menenangkan."Sabar gimana? Belum apa-apa aja, Delima sudah dikasi kalung sama Mama."Aku terperanjat. Lalu memegangi kalung yang sedang aku pakai saat ini. Ternyata Mbak Silvi sudah menyadari. Tapi kenapa tadi dia diam saja, dan tak bertanya?"Kamu kan juga udah pernah dikasi, Sil. Berarti Mama berbuat adil, kan? Lagian, kamu sendiri yang memilih Delima untuk jadi menantunya. Kenapa sekarang

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part7

    Aku menemani Mbak Silvi yang sudah mendapatkan penanganan di ruang IGD. Sementara Mas Raka menghubungi keluarga di luar ruangan."Sakit banget, Suster." Mbak Silvi kembali merintih. "Sebentar ya, Buk. Biar saya pasang infusnya dulu," jawab suster menenangkan. Aku hanya bisa melihat mereka menanganinya tanpa bisa berbuat apa-apa.Tak lama Mas Raka masuk dan langsung mendekati istrinya itu. Kata Dokter, kandungan Mbak Silvi yang baru berusia tiga minggu sangat lemah. Agak berbahaya jika terlalu stres dan banyak pikiran. Aku pun tak terlalu paham apa istilah yang kudengar dari Dokter tadi. Untungnya saat ini kandungannya tidak apa-apa, namun tetap harus menginap sampai keadaannya benar-benar pulih dan janinnya kuat.Mas Raka setuju saja. Asal istri dan anaknya baik-baik saja. Sampai di ruangan, aku membantu Mbak Silvi untuk menyeka badannya yang tadi sempat berkeringat. Hanya saja tak ada pakaian ganti yang bisa aku pakaikan. Betapa risihnya dia harus berbaring memakai terusan brokat s

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part8

    Canggung juga rasanya berada dalam satu mobil bersama Mas Raka. Laki-laki yang menjadi suamiku, namun jarang sekali berbicara hal-hal tidak penting padaku. Padahal kalau sama Mbak Silvi dan keluarga lainnya, Mas Raka terlihat sangat ramah dan juga banyak bicara. Mungkin memang dia benar-benar merasa tidak nyaman saat bersamaku.Perjalanan kami terasa sangat kaku. Aku yang baru kali ini duduk sejajar dengannya di kursi depan, tak berani melihat. Hanya bersandar, dan membuang pandangan ke arah jendela."Kamu ngantuk, Delima?" Tiba-tiba saja suara Mas Raka menegurku. Aku yang sama sekali tidak menyangka langsung mengangkat kepala dan menoleh ke arahnya."Eh, enggak kok, Mas. Delima nggak ngantuk. Ada apa, Mas?""Nggak apa-apa kalau memang ngantuk. Hari ini kan kita semua memang capek. Nanti kamu tinggal aja di rumah. Biar Mas sendiri yang jagain Mbakmu."Ini adalah kalimat terpanjang yang aku dengar saat dia berbicara padaku. "Nggak usah, Mas. Delima ikut aja. Nanti selesai mandi, dan m

    Last Updated : 2022-07-05
  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part9

    "Eh, Maaf Dek. Mas masuk nggak ketuk pintu dulu. Mas tunggu di luar aja, ya." Mas Raka langsung melangkah keluar dengan cepat-cepat, dan kembali menutup pintu.Aku memegangi jantungku yang tiba-tiba berdegup dengan kencang. Kenapa Mas Raka malah meminta maaf. Bukankah dia juga punya hak untuk melihatku. Lagi pula, tak seharusnya juga aku bersembunyi dan menutup erat tubuh ini.Usai berpakaian, aku segera keluar untuk menemui Mas Raka. Kulihat dia duduk sambil memainkan telepon genggamnya di ruang tamu."Eh, Dek. Kamu jadi ikut?" Mas Raka terdengar gugup dan salah tingkah. Dia pasti masih memikirkan hal tadi."Iya, Mas. Kasihan kalau Mama yang nungguin. Nanti Mama sama Mas Deni disuruh pulang aja. Delima udah biasa kok jagain pasien di rumah sakit. Dulu waktu Bue operasi, Delima juga, kok yang jagain.""Iya. Mas tau. Sekali lagi, terima kasih ya, Dek. Mas jadi merasa tidak enak sama kamu.""Nggak enak kenapa, Mas?" Apa dia masih ingin membahas soal di kamar tadi? Atau tentang niatnya m

    Last Updated : 2022-07-05

Latest chapter

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part80

    "Oh, iya, Den. Soal pesta, nanti kita adakan di rumah kamu aja, ya. Biar kita buat acara yang meriah. Di kampung Delima kita adakan akad saja. Biar Delima nggak terlalu jadi sorotan orang kampung.""Kalau Deni nggak masalah, Bulek. Terserah Delimanya aja.""Kalau kamu, gimana, Delima?" Mama meminta pendapatku."Delima juga nurut, Ma. Gimana baiknya aja.""Ya sudah, nanti Mama tanyakan sama Ibu kamu. Setuju atau enggak.""Baik, Ma."Setelah Mas Deni pulang, aku langsung menuju ke kamar untuk menyimpan barang-barang yang aku beli tadi. Padahal aku tidak memintanya. Tapi dengan begitu royal dia membelikan semua ini untukku.Aku terduduk di ranjang sembari memegangi bibirku. Teringat saat Mas Deni mengecupnya tadi. Membuat perasaanku semakin tak karuan. Inilah ciuman pertamaku dengan seorang lelaki. Padahal sebelumnya aku berpikir, bahwa Mas Rakalah yang akan mengambil semuanya.Usai makan malam aku memijat punggung Mama. Mengobrol dan tertawa bersama. Tak lama Mas Raka datang dan bergabu

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part79

    Dia menghentikan kata-katanya."Lagi apa, Mas?" tanyaku penasaran. "Eh, nggak. Mas juga jarang-jarang dengar suara kamu, kok." Mas Raka gelagapan. "Kamu kenapa belum tidur jam segini?" "Tadi sudah mau tidur. Tapi Mas Raka tiba-tiba nelpon. Apa lain kali tidak usah diangkat saja, kalau sudah mengantuk?""Eh, eh. Udah berani kamu, ya." Aku tertawa mendengarnya.Kudengar suara Mas Raka seperti bernapas lega. "Kenapa, Mas?" tanyaku lagi."Mas senang, kita bisa bicara santai seperti ini. Makasih ya, Dek. Kamu udah nggak takut lagi sama, Mas."Aku tertegun. Bahkan hal yang tak kusadari pun bisa membuat orang lain merasa lega.*Pagi ini aku pamit pada Mama untuk ikut Mas Deni. Sengaja menunggu Mas Raka berangkat ke kantor terlebih dahulu. Padahal Mama sendiri tidak tahu kalau aku dan Mas Deni sekarang lagi kucing-kucingan sama Mas Raka. Bertemu pun harus diam-diam.Aku bisa saja mengadu pada Mama. Tapi posisiku yang hanya menumpang membuatku tak bisa melakukannya. Seperti memakan buah si

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part78

    Cih, pintar sekali wanita ini bersandiwara. Padahal baru saja dia bersikap seperti orang gila padaku."Kamu aja yang pulang. Dan tunggu surat cerai sampai ke tangan kamu.""Jangan, Mas. Aku nggak mau. Aku nggak mau cerai dari kamu. Kamu harus pulang sama aku. Kamu nggak boleh lagi tinggal sama pelacur ini.""Diam kamu, Silvi. Sekali lagi kamu hina Delima, aku nggak akan segan-segan lagi sama kamu.""Mas!""Jangan salahkan Delima untuk semuanya. Delima sama sekali nggak ada hubungannya dengan keputusanku.""Tapi aku istri kamu, Mas.""Kamu lupa kalau aku sudah menjatuhkan talak sama kamu?""Jadi kamu lebih memilih pelacur ini dari pada aku?"Plak!Aku menutup mulut dengan kedua tanganku saat Mas Raka menampar Mbak Silvi. Mbak Silvi menatap tajam suaminya sambil memegangi pipinya. "Tega kamu, Mas," rintihnya."Aku sudah memberi peringatan sebelumnya. Jangan pernah berani menghina Delima. Urusan kamu sama aku. Sekarang kamu pergi, atau aku panggil polisi karena kamu telah membuat keribu

DMCA.com Protection Status