"Mana ada kegadisan bisa kembali seperti semula, kamu waras nggak sih." Hesti menatap menantunya dengan tatapan tajam. Bukannya takut, justru Resty hanya tersenyum melihat tatapan tajam dari ibu mertuanya itu. "Ya sudah, Ibu juga sama. Mana ada seorang mertua meminta kembali uang nafkah pada menantunya," ujar Resty. Hesti kembali terdiam, setiap ucapan yang Resty lontarkan seperti senjata yang mematikan. "Baik, tapi jangan salahkan saya. Karena saya akan menikahkan Ardan dengan wanita yang sederajat dan selevel dengan keluarga kami. Kamu itu tidak ada bandingannya dengan kami, kalau bukan karena Ardan, saya juga tidak sudi punya menantu seperti kamu." Hesti mengungkapkannya segala isi hati dan pikirannya. Resty menyunggingkan senyumnya. "Aku juga tidak sudi punya ibu mertua seperti, anda ibu Hesti yang terhormat. Jika saja mas Ardan tidak nekat akan bunuh diri, aku juga tidak mau menikah dengan anak ibu. Apa, Ibu lupa kejadian di mana mas Ardan memintaku untuk menjadi istrinya."He
Resty sengaja menggantung ucapannya, ia dapat melihat raut wajah suaminya yang tiba-tiba berubah panik. Resty mendapatkan bukti itu tiga hari yang lalu, beruntung ada teman yang bisa ia andalkan. "Foto sama video apa? Aku nggak ngerti maksud kamu," ujar Ardan. Ia benar-benar bingung dengan apa yang istrinya itu katakan. Resty tersenyum. "Kamu tidak perlu berpura-pura tidak tahu, Mas. Kamu lupa dengan momen kalian saat di apartemen, kebetulan aku punya video serta fotonya. Lumayan kan bisa untuk bukti." Resty menjelaskan, seketika Ardan terkejut saat istrinya mengatakan momen saat di apartemen. Detik itu juga Ardan kembali teringat kejadian itu. "Resty itu hanya salah paham, diantara kami tidak terjadi apa-apa. Saat itu aku sedang bingung karena terlalu banyak yang dipikirkan. Itu sebabnya aku .... ""Siapa yang bisa menjamin tidak terjadi apa-apa pada kalian. Dua manusia dengan berbeda jenis kelamin dalam satu ruangan, dan kamu bilang tidak terjadi apa-apa. Hanya wanita bodoh yang
"Ehem, nggak usah dilihatin terus, ingat kalian udah resmi bercerai. Hargai perasaan Serly," tegur Mita pada adiknya. Seketika Ardan menoleh, jujur ia merasa penasaran dengan ucapan mantan istrinya itu. Apa benar kalau kakaknya memang menyimpan rahasia. "Ish, Kakak apaan sih. Ya udah kita pulang sekarang saja, Kak Rena nanti di rumah ada yang ingin Ardan bicarakan." Ardan membuka pintu mobil dan beranjak masuk ke dalam. Sedetik kemudian, mereka berempat ikut masuk ke dalam. Setelah itu Ardan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dalam perjalanan pulang, Ardan terus memikirkan Resty, ada rasa menyesal telah memenuhi keinginannya untuk bercerai. Ardan tidak tahu akan seperti apa rumah tangganya nanti setelah menikah dengan Serly nanti. Ardan menghembuskan napasnya, dadanya terasa sesak saat mengingat pernikahannya dengan Resty yang akhirnya berpisah. "Dan kamu kenapa?" tanya Serly, ia dapat melihat jika lelaki di sebelahnya itu terlihat murung. Mungkinkah jika Ardan menyesal ka
Resty tersenyum. "Ok, kita lihat layar lebar yang ada di depan, sebentar lagi video itu akan muncul di sana."Diam-diam Resty memang menyuruh seseorang untuk memutar video perselingkuhan Rena. Dan kini hampir semuanya mengalihkan pandangannya pada layar lebar tersebut. Sedetik kemudian, layar menyala dan video mulai berputar. Mereka sangat antusias untuk melihat video tersebut, tetapi beda dengan Rena yang sedang panik. Tiba-tiba saja, mereka terkejut saat melihat video yang sedang berputar itu. Di mana Rena sedang memadu kasih bersama lelaki lain, seketika kemarahan Dion memuncak. Lelaki itu langsung menarik tangan Rena dan menjatuhkan tamparannya beberapa kali. Jujur Resty sedikit terkejut, tetapi ia puas. Suasana yang tadinya damai dan tenang, kini menjadi rusuh, terlebih dengan pertengkaran antara Rena dengan suaminya. Para tamu undangan pun mulai berbisik dengan kelakuan Rena. Karena yang mereka tahu, jika anak sulung dari Hesti itu memiliki kepribadian yang baik, tapi nyatanya
"Kamu jangan mengada-ngada, ibuku tidak mengambil jantung ayah kamu. Lagi pula .... ""Kamu pikir aku tidak tahu, iya! Aku tahu kalau kamu dan keluargamu sudah mengambil jantung ayah secara paksa. Padahal ibuku sudah memohon, tapi kalian sama sekali tidak mendengarkannya." Resty memotong ucapan mantan suaminya. "Itu tidak benar, mana buktinya kalau aku memaksa untuk mengambil jantung ayah kamu," ujar Ardan yang mulai tersulut emosi. Ia tidak akan membiarkan rahasia itu terbongkar, karena akan sangat berbahaya. "Aku memang belum ada bukti yang kuat, tapi cepat atau lambat bukti itu akan datang dengan sendirinya," sahut Resty. Ardan yang mendengar itu sedikit bernapas lega. Karena ia pikir Resty sudah mendapatkan bukti dari perbuatannya itu. "Kamu tidak akan bisa, karena memang aku tidak melakukan apa yang kamu tuduhkan," kata Ardan, ia berusaha untuk meyakinkan Resty agar percaya dengan ucapannya itu. "Ok, kita lihat saja nanti. Diantara kita siapa yang akan hancur," tantangannya.
Ardan melirik Romi yang hanya diam, sementara Resty ia terlihat begitu puas saat melihat ekspresi wajah Ardan yang panik itu. Bagi Resty ini belum seberapa, karena dia akan membuat mantan suaminya itu menyesal dan juga menderita. Karena perbuatannya benar-benar sudah di luar batas. "Itu tidak benar, itu hanya rekayasa, jadi untuk apa kamu percaya. Mang Agus pasti sengaja melakukan itu, agar kita saling membenci," elaknya. Ardan berusaha untuk tetap mengelak jika rekaman suara itu salah. "Jadi kamu tidak mau mengakuinya?" tanya Resty. Matanya menatap netra hitam milik mantan suaminya itu. Sementara Ardan terus berusaha untuk bisa meyakinkan Resty jika rekaman suara itu salah. "Aku tidak akan mengakui apa yang tidak pernah aku lakukan," jawab Ardan. Resty menghela napas, butuh kesabaran untuk bisa membuat Ardan mau berkata jujur. "Ok, kalau begitu bagaimana dengan yang ini." Kali ini Resty memutar rekaman video di ponsel miliknya. Dengan wajah panik Ardan memperhatikan rekaman video
Ardan melirik mantan istrinya, setelah itu ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Tak peduli dengan masalah yang Resty bawa, baginya saat ini adalah masalah di rumah. Sementara itu Resty yang melihat Ardan pulang hanya menyunggingkan senyumnya. Melihat Ardan pergi, tiba-tiba Dony melangkah menghampiri Resty. Menyadari akan kehadiran Dony, wanita berambut panjang itu seketika menoleh dan tersenyum. Usaha untuk menghancurkan Ardan telah berhasil, walaupun ini baru tahap awal. Dan tidak lama lagi, Ardan dan keluarganya akan benar-benar hancur."Bagaimana? Apa berhasil?" tanya Dony. Walaupun ia dapat melihat dari persembunyiannya. Namun tetap saja tidak begitu jelas, dan Dony ingin mendengar langsung dari Resty. "Terima kasih ya, atas bantuannya," sahut Resty, mendengar itu Dony hanya mengangguk. Itu artinya rencana mereka berhasil. "Lalu rencana kamu untuk selanjutnya apa? Apa kamu ingin menjebloskan mereka ke penjara?" tanya Dony, ia ingin tahu apakah Resty berencana untuk meng
Serly masih setia berdiri di balik lemari, ia masih ingin mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba mbok Jum datang dan mengagetkan Serly yang sedang berdiri. Detik itu juga Anita dan Haris menoleh mendengar suara putri mereka. "Serly kamu sudah lama, Nak?" tanya Anita, ia melirik ke arah suaminya untuk memberi kode untuk mengsudahi perdebatan mereka. Karena Anita tidak ingin putrinya tahu tentang masa lalunya. "Em, baru aja kok, Ma." Serly berjalan menghampiri kedua orang tuanya, sementara mbok Jum memilih untuk ke belakang seraya membawa belanjaan yang baru saja di beli. "Kamu ke sini sama siapa, Sayang." Anita mengajak putrinya untuk duduk, sementara itu Haris terlihat sibuk dengan ponselnya, entah apa yang sedang dia lakukan. "Iya, Ma. Mas Ardan lagi ke kantor," jawab Serly. Sedetik kemudian wanita itu melirik ayahnya yang sedari tadi diam. Serly bisa merasakan perubahan ayahnya, dulu ayahnya sangat senang bercanda, tetapi tidak dengan sekarang. "Em, Papa tu
Waktu berjalan begitu cepat, keesokan harinya tepatnya pukul sepuluh siang Resty sudah diperbolehkan pulang. Sejujurnya Resty meminta pulang sedari tujuh pagi tadi, tapi dokter belum mengizinkan. Setelah kondisinya benar-benar sudah pulih, baru dokter mengijinkannya untuk pulang."Dafian nggak rewel kan, Mas?" tanya Resty, memang Dian membawa pulang cucunya terlebih dahulu, itupun atas saran dokter. "Nggak kok, kata mama anteng," jawab Dony. Mendengar itu, hati serta pikiran Resty menjadi tenang. "Lalu bagaimana dengan Zara." Resty kembali bertanya."Zara juga nggak rewel kok, malah kata mama seneng banget," sahut Dony."Syukurlah, auh." Resty hampir saja terjatuh jika Dony tidak sigap. "Sayang kamu baik-baik saja kan?" tanya Dony dengan raut wajah khawatir. "Aku nggak apa-apa kok, Mas. Cuma tadi rasanya tiba-tiba sedikit pusing," jawab Resty sembari memijit pelipisnya. "Kita kembali ke .... ""Enggak apa-apa kok, Mas. Aku mau pulang, aku ingin melihat putra kita." Resty memotong
Dua jam telah berlalu, kini Ardan sudah dibawa ke rumah sakit jiwa. Awalnya polisi akan membawanya ke kantor polisi, tetapi setelah diperiksa. Kondisi kejiwaan Ardan terganggu, itu sebabnya polisi membawanya ke rumah sakit jiwa.Sementara itu, saat ini rumah Rena banyak pelayat yang datang saat mendengar kabar Serly meninggal dunia. Bahkan Haris yang mendengar kabar tersebut ikut hadir bersama dengan keluarganya. Mengingat jika Serly juga pernah menjadi bagian dari keluarganya.Setelah pemakaman selesai, Hesti meminta Haris dan sekeluarga untuk mampir lagi ke rumah. Hesti ingin meminta maaf pada mereka, terutama pada Resty, mantan menantunya yang pernah ia sia-siakan. Hesti juga ingin meminta maaf pada Dony."Resty, tolong maafkan semua kesalahan ibu dan sekeluarga. Tolong maafkan kesalahan Ardan juga, mungkin apa yang kami alami adalah karma. Karena kami sering menghina kamu dan juga menyia-nyiakan kamu," ungkap Hesti dengan penuh penyesalan. Bahkan air matanya tak berhenti menetes,
Setelah menanda tangani surat persetujuan, kini mereka tengah menunggu di depan ruangan operasi. Ardan dan Rena hanya bisa berharap agar operasi berjalan dengan lancar. Tiba-tiba saja Rena teringat akan Mita yang sampai saat ini mereka belum tahu keadaannya."Kenapa, Kak?" tanya Ardan yang melihat kakaknya tiba-tiba gelisah. "Kita belum tahu bagaimana dengan keadaan Mita," jawab Rena. Mendengar itu Ardan hanya menghela napas. "Nunggu operasi ibu selesai operasi, setelah itu kita tanyakan kondisi Mita," lanjutnya. Sementara itu Ardan hanya mengangguk, setelah itu ia menyenderkan kepalanya di sandaran kursi."Kenapa semenjak aku menyia-nyiakan Resty dan juga Zara masalah selalu datang. Terlebih setelah Resty mengetahui rahasia yang selama ini aku simpan." Ardan membatin, jujur ia merasa bersalah atas perbuatannya pada Resty serta putrinya dulu."Apa ini karma untukku dan juga keluargaku. Selama ini kami selalu berbuat jahat pada Resty." Ardan kembali membatin, lalu mengusap wajahnya d
Resty tersenyum. "Itu tidak akan pernah terjadi, kamu pikir aku akan luluh dengan ancamanmu itu. Dengar ya, Mas. Aku bersedia memaafkan semua kesalahan kamu dan juga keluargamu. Tapi tolong, jangan pernah usik hidupku lagi, aku sudah bahagia bersama dengan mas Dony."Ardan menggeleng. "Aku tidak percaya, kamu tidak bahagia, kamu hanya akan bahagia hidup bersamaku. Resty, Sayang kembalilah padaku, aku berjanji tidak akan menyia-nyiakan kamu seperti dulu. Aku berjanji."Ardan bangkit dan hendak menyentuh pipi mulus mantan istrinya. Dengan cepat Resty menepisnya dengan kasar. Bahkan dua bodyguard yang sedang berjaga langsung menghampiri majikannya untuk melindunginya."Nyonya cepat masuk," titah Jony, salah satu bodyguard yang bertugas untuk menjaga rumah. Dengan segera Resty bangkit dan berlari masuk ke dalam. Sementara itu, Ardan yang hendak mengejarnya, dengan kasar Jony mendorongnya hingga jatuh."Cepat pergi dari sini, jika masih sayang pada nyawamu," ujar Beni, bodyguard yang ikut
Hari telah berganti, pagi ini Hesti tengah pusing dengan masalah yang menimpa anak-anaknya. Mulai dari anak pertamanya hingga anak ketiganya, yaitu Ardan. Kepala Hesti rasanya ingin meledak saat memikirkan berbagai masalah mereka."Jadi kak Rena semalam nggak pulang, Bu?" tanya Ardan. Saat ini mereka tengah menikmati sarapan bersama, tetapi hanya Hesti dan kedua anaknya. Karena Rena tidak pulang, entah ke mana anak itu."Iya, Rena benar-benar membuat ibu pusing. Anak itu biang masalah yang terjadi di keluarga kita," keluhnya. Karena semenjak ketahuan selingkuh, Rena benar-benar berubah. Wanita itu sering pergi pagi dan pulang larut malam, bahkan terkadang tidak pulang seperti semalam."Udah coba, Ibu telpon." Mita menimpali."Nomornya nggak aktif," sahut Hesti. Wanita itu memijit pelipisnya yang tiba-tiba sangat sakit. Hesti tidak tahu harus berbuat apa lagi, karena setelah Rena dan Dion resmi bercerai, mereka harus mengembalikan uang yang pernah Rena pinjam dulu."Ibu sudah pernah me
"Ya sudah, kalau begitu kami pamit dulu. Ingat ya, kalau kamu tidak mengembalikan uang itu, saya akan menuntut kamu," ucap Mira, seketika Rena dan yang lainnya terkejut mendengar hal tersebut. Terlebih Rena, wanita itu pusing harus mencari uang sebanyak itu ke mana.Setelah urusan mereka selesai, kedua orang tua Dion bergegas untuk pulang. Kini Ardan dan ibunya tengah bingung, bagaimana caranya untuk mengembalikan uang itu. Andai saja Rena tidak berbuat ulah, mungkin Dion tidak akan menceraikannya. Karena bagi Hesti, menantunya itu sumber uang, tapi dasar Rena saja yang tidak bisa memanfaatkan."Coba saja kamu tidak berbuat ulah, Dion pasti tak akan menceraikan kamu. Kalau sudah begini siapa yang rugi," ungkap Hesti. Beruntung jantungnya tidak kumat saat mendengar kabar tersebut."Mas Dion itu terlalu sibuk sama pekerjaan, dia nggak ada waktu untuk Rena," belanya. Sesungguhnya bukan masalah itu saja yang membuat Rena berpaling, tetapi Rena yang memang matre membuatnya mencari kesenang
Ardan melirik ke arah mantan istrinya itu, jujur ia sakit hati menerima kenyataan tersebut. Masalah Serly yang bukan anak kandung ayahnya, atau masalah Resty yang ternyata anak kandung ayah mertuanya itu tidak menjadi masalah. Namun menerima jika Resty telah menjadi istri Dony, hal tersebut membuatnya sakit hati."Satu lagi yang perlu kamu ketahui, kalau semua harta yang papa miliki telah menjadi milik Resty. Karena Resty yang berhak atas itu semua." Satu kenyataan lagi yang membuat jantung Serly ingin copot. Kemarahan dan rasa kecewa kini telah menguasai hati Serly."Ini tidak mungkin, aku yang bersama papa sejak kecil. Tapi kenapa dia yang mendapatkan itu semua, Papa tidak adil." Serly protes, ia benar-benar tidak terima dengan keputusan ayahnya."Kamu memang benar, tapi sejak awal memang niat papa seperti itu. Namun meski semua harta dan apa papa miliki telah menjadi milik Resty. Papa tidak akan mengusir mamamu, papa juga akan tetap menganggap kamu sebagai anak." Haris memberi penj
"Sial." Lelaki itu mengumpat kesal, dengan memegangi tengkuknya. Lelaki berkemeja hitam itu bangkit, dengan pandangan yang sedikit kabur lalu menatap pemuda yang berdiri di hadapannya."Siapa kamu." Lelaki itu melontarkan pertanyaan. Sesekali ia mengusap tengkuknya, lalu menggerakkan ke kanan dan juga ke kiri."Itu bukan urusan kamu, yang jelas aku akan menggagalkan rencana kamu untuk menculik istri orang," jawabnya. Seketika lelaki itu naik pitam mendengar jawaban dari pemuda berjas hitam tersebut."Sialan, berani juga kamu ya." Lelaki itu yang tak lain adalah Ardan langsung melayangkan pukulannya ke arah pemuda berjas hitam tersebut. Kini keduanya tengah sama-sama adu otot, pemuda itu terpaksa melawan Ardan yang lebih dulu menyerangnya.Sementara itu, di luar Dony tengah gelisah, pasalnya sudah sepuluh menit lebih Resty belum juga kembali. Sesekali ia melirik ke arah belakang, di mana kamar mandi berada. Sementara itu, Rahayu yang melihat kegelisahan menantunya, dengan segera mengha
"Kamu pasti bingung, Mas. Kenapa aku bisa duduk di sini." Resty membatin, sementara Ardan masih diam dengan raut wajah kebingungan. "Kamu sekarang berubah ya," ujar Ardan seraya menatap mantan istrinya dengan tatapan tak percaya. Bahkan lelaki itu kembali menggelengkan kepalanya, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang Ardan lihat.Resty menghela napas. "Tolong, di sini untuk membahas pekerjaan, bukan membahas masalah pribadi."Ardan membuang muka, kesal dan marah berubah menjadi satu. Setelah itu Ardan menghembuskan napas, berusaha untuk menahan sabar, walaupun sesungguhnya hatinya merasa tercabik atas perubahan mantan istrinya. Sementara Resty menahan tawanya saat melihat ekpresi wajah mantan suaminya."Kamu memang sombong, ok mungkin sekarang kamu menang. Tapi aku akan buktikan kalau kamu akan kembali lagi padaku." Setelah mengatakan itu Ardan memutuskan untuk pergi. Malu rasanya jika harus bekerja satu kantor dengan mantan istri. Terlebih posisi Resty yang sebagai pemimpin."Dar