Resty tersenyum. "Ok, kita lihat layar lebar yang ada di depan, sebentar lagi video itu akan muncul di sana."Diam-diam Resty memang menyuruh seseorang untuk memutar video perselingkuhan Rena. Dan kini hampir semuanya mengalihkan pandangannya pada layar lebar tersebut. Sedetik kemudian, layar menyala dan video mulai berputar. Mereka sangat antusias untuk melihat video tersebut, tetapi beda dengan Rena yang sedang panik. Tiba-tiba saja, mereka terkejut saat melihat video yang sedang berputar itu. Di mana Rena sedang memadu kasih bersama lelaki lain, seketika kemarahan Dion memuncak. Lelaki itu langsung menarik tangan Rena dan menjatuhkan tamparannya beberapa kali. Jujur Resty sedikit terkejut, tetapi ia puas. Suasana yang tadinya damai dan tenang, kini menjadi rusuh, terlebih dengan pertengkaran antara Rena dengan suaminya. Para tamu undangan pun mulai berbisik dengan kelakuan Rena. Karena yang mereka tahu, jika anak sulung dari Hesti itu memiliki kepribadian yang baik, tapi nyatanya
"Kamu jangan mengada-ngada, ibuku tidak mengambil jantung ayah kamu. Lagi pula .... ""Kamu pikir aku tidak tahu, iya! Aku tahu kalau kamu dan keluargamu sudah mengambil jantung ayah secara paksa. Padahal ibuku sudah memohon, tapi kalian sama sekali tidak mendengarkannya." Resty memotong ucapan mantan suaminya. "Itu tidak benar, mana buktinya kalau aku memaksa untuk mengambil jantung ayah kamu," ujar Ardan yang mulai tersulut emosi. Ia tidak akan membiarkan rahasia itu terbongkar, karena akan sangat berbahaya. "Aku memang belum ada bukti yang kuat, tapi cepat atau lambat bukti itu akan datang dengan sendirinya," sahut Resty. Ardan yang mendengar itu sedikit bernapas lega. Karena ia pikir Resty sudah mendapatkan bukti dari perbuatannya itu. "Kamu tidak akan bisa, karena memang aku tidak melakukan apa yang kamu tuduhkan," kata Ardan, ia berusaha untuk meyakinkan Resty agar percaya dengan ucapannya itu. "Ok, kita lihat saja nanti. Diantara kita siapa yang akan hancur," tantangannya.
Ardan melirik Romi yang hanya diam, sementara Resty ia terlihat begitu puas saat melihat ekspresi wajah Ardan yang panik itu. Bagi Resty ini belum seberapa, karena dia akan membuat mantan suaminya itu menyesal dan juga menderita. Karena perbuatannya benar-benar sudah di luar batas. "Itu tidak benar, itu hanya rekayasa, jadi untuk apa kamu percaya. Mang Agus pasti sengaja melakukan itu, agar kita saling membenci," elaknya. Ardan berusaha untuk tetap mengelak jika rekaman suara itu salah. "Jadi kamu tidak mau mengakuinya?" tanya Resty. Matanya menatap netra hitam milik mantan suaminya itu. Sementara Ardan terus berusaha untuk bisa meyakinkan Resty jika rekaman suara itu salah. "Aku tidak akan mengakui apa yang tidak pernah aku lakukan," jawab Ardan. Resty menghela napas, butuh kesabaran untuk bisa membuat Ardan mau berkata jujur. "Ok, kalau begitu bagaimana dengan yang ini." Kali ini Resty memutar rekaman video di ponsel miliknya. Dengan wajah panik Ardan memperhatikan rekaman video
Ardan melirik mantan istrinya, setelah itu ia memutuskan untuk pulang terlebih dahulu. Tak peduli dengan masalah yang Resty bawa, baginya saat ini adalah masalah di rumah. Sementara itu Resty yang melihat Ardan pulang hanya menyunggingkan senyumnya. Melihat Ardan pergi, tiba-tiba Dony melangkah menghampiri Resty. Menyadari akan kehadiran Dony, wanita berambut panjang itu seketika menoleh dan tersenyum. Usaha untuk menghancurkan Ardan telah berhasil, walaupun ini baru tahap awal. Dan tidak lama lagi, Ardan dan keluarganya akan benar-benar hancur."Bagaimana? Apa berhasil?" tanya Dony. Walaupun ia dapat melihat dari persembunyiannya. Namun tetap saja tidak begitu jelas, dan Dony ingin mendengar langsung dari Resty. "Terima kasih ya, atas bantuannya," sahut Resty, mendengar itu Dony hanya mengangguk. Itu artinya rencana mereka berhasil. "Lalu rencana kamu untuk selanjutnya apa? Apa kamu ingin menjebloskan mereka ke penjara?" tanya Dony, ia ingin tahu apakah Resty berencana untuk meng
Serly masih setia berdiri di balik lemari, ia masih ingin mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya. Namun tiba-tiba mbok Jum datang dan mengagetkan Serly yang sedang berdiri. Detik itu juga Anita dan Haris menoleh mendengar suara putri mereka. "Serly kamu sudah lama, Nak?" tanya Anita, ia melirik ke arah suaminya untuk memberi kode untuk mengsudahi perdebatan mereka. Karena Anita tidak ingin putrinya tahu tentang masa lalunya. "Em, baru aja kok, Ma." Serly berjalan menghampiri kedua orang tuanya, sementara mbok Jum memilih untuk ke belakang seraya membawa belanjaan yang baru saja di beli. "Kamu ke sini sama siapa, Sayang." Anita mengajak putrinya untuk duduk, sementara itu Haris terlihat sibuk dengan ponselnya, entah apa yang sedang dia lakukan. "Iya, Ma. Mas Ardan lagi ke kantor," jawab Serly. Sedetik kemudian wanita itu melirik ayahnya yang sedari tadi diam. Serly bisa merasakan perubahan ayahnya, dulu ayahnya sangat senang bercanda, tetapi tidak dengan sekarang. "Em, Papa tu
"Bagaimana? Mau dibacakan atau cukup baca sendiri." Dony mengulang pertanyaan yang sudah dilontarkan untuk Ardan. Sementara lelaki itu masih diam dengan rasa amarah yang berhasil menguasai hatinya. "Apa kamu tidak malu, mengambil sesuatu yang sudah menjadi milik orang lain." Ardan menatap lelaki yang berdiri di hadapannya itu. Sementara Dony hanya tersenyum, Ardan memang tidak punya hati dan juga pikiran. "Seharusnya aku yang bicara seperti itu, apa kamu tidak malu mengambil sesuatu yang jelas-jelas bukan hak kamu." Dony membalas tatapan tajam Ardan yang cukup mematikan. Detik itu juga Ardan bungkam, otaknya berusaha untuk mencari alasan yang tepat. "Semua ini hak aku, apa kamu lupa kalau almarhum papa yang sudah menyerahkan semua ini untukku," ungkap Ardan, seketika Dony menggeleng. Lelaki itu tahu jika semua itu adalah rencana mereka. Dan mereka juga yang sudah membujuk ayah Dony untuk melakukan semua itu."Kalian yang sudah membujuk papa untuk menanda tangani semua itu. Papa sam
"Kamu jangan bohong ya, mas Haris tidak mungkin menyerahkan seluruh hartanya untuk anak kamu, itu tidak akan mungkin terjadi," ujar Anita. Ia tidak percaya jika suaminya telah menyerahkan seluruh hartanya untuk putrinya sendiri."Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa tanyakan langsung pada mas Haris," sahut Rahayu. Seketika Anita terdiam, jika yang Rahayu ucapkan itu benar. Itu artinya ia dan putrinya tidak mendapatkan apa-apa."Aku akan pastikan, kalau mas Haris mengurungkan niatnya itu. Karena anak mas Haris itu Serly, bukan anakmu itu. Anak yang kamu lahirkan itu hanya dari orang miskin, sama sepertimu," ungkap Anita, sementara itu Rahayu hanya tersenyum. Rasanya percuma meladeni manusia yang tidak punya hati."Walaupun miskin, tetapi dia jauh lebih baik daripada kamu. Dia bersedia menjadi ayah sambung untuk anakku, yang ayah kandungnya kamu rebut," sahut Rahayu. Ingin rasanya ia mencakar wajah Anita yang sok kecantikan itu."Itu sebabnya kamu lebih pantas dengan dia dibandingkan den
"Auh, Mas perut aku." Serly meringis kesakitan, sementara tangannya terus memegangi perutnya. Detik itu juga Ardan beranjak menghampiri istrinya. Rasa panik dan juga khawatir menjadi satu, terlebih saat melihat ada cairan merah yang mengalir dari kaki istrinya itu."Serly kamu baik-baik saja kan?" tanya Ardan dengan raut wajah panik. Sementara itu Resty berusaha untuk mendekat seraya menggendong putrinya."Mas cepat kamu bawa ke rumah sakit," titah Resty. Detik itu juga Ardan membopong tubuh istrinya dan membawanya ke dalam mobil. Setelah itu Ardan melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi."Mas sakit banget." Serly terus meringis kesakitan. Dan hal tersebut membuat Ardan semakin panik, ia khawatir jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada istri dan juga janin yang ada di dalam perut.Sementara di rumah, Resty masih berdiri di teras. Selang beberapa menit Rahayu keluar, mendengar ada keributan membuat wanita itu merasa penasaran dan memutuskan untuk melihatnya terlebih dahulu