Share

Permintaan Wildan

Penulis: Farid-ha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Wulan sudah pergi menjauh dari kami. Aku memintanya membeli kue basah kesukaan Wildan, cenil. Entah mengapa tiba-tiba tadi kelupaan. Biasanya makanan itu tak pernah absen dari daftar belanjaku di pasar tradisional.

"Mau bertanya apa, Mbak?" Rasa penasaran sudah di pucuk ubun-ubun. Kuperhatikan wajah perempuan itu dengan seksama.

Tatapanku dibalas dengan nanar.

"Mbak, sejauh mana sih kedekatan kalian?" Suara Risma terdengar berat. Seolah ada emosi di dalamnya sebelum akhirnya wanita itu menghela napas berat.

"Kedekatanku dengan siapa?" Aku mengernyitkan dahi. Sengaja. Sebenarnya aku paham arah pembicaraan wanita itu. Akan tetapi otak ini tidak mengerti mengapa ia harus bertanya demikian? Apa tujuannya? Tidak mungkin mau menjodohkan aku dengan Abang iparnya kalau dilihat dari gelagatnya.

"Nggak usah sok polos lah, Mbak. Jelas aku di sini bertanya tentang Bang Randu." Raut yang tadi ramah kini berubah menjadi masam dan ketus.

"Kenapa bertanya demikian?" tanyaku dengan pelan-pelan. Tida
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
tu lh kebodohan kau,selalu di janji2kan ke anak.mati lh kau..ngemis2 lh kau ke radit tu.
goodnovel comment avatar
PiMary
Kasian Wildan....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Istri Mati Rasa    Beradu Mulut dengan Desti

    Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hati saat menatap Wildan. Anak itu sedang asyik makan ayam bakar tanpa nasi. Masih ada dua belas potong ayam bakar sisa. Aku berikan untuk Mbak Wati enam potong. Selebihnya untuk makan Wildan dan Wulan. Aku sendiri memilih makan dengan ikan asin, sambel terasi serta lalapan. Entah mengapa, rasanya jauh lebih nikmat dibanding makan dengan daging ayam. Mungkin, karena aku sendiri yang masak segitu banyaknya. Hingga tak lagi selera makan daging tersebut. "Bu. Nanti jadikan telepon, Ayah?" Dengan wajah belepotan, Wildan memandangku penuh harap.Inilah yang tadi menjadi ganjalan hatiku. Dengan berat, aku terpaksa mengangguk."Sekarang Wildan habiskan dulu, ya, makannya" Seulas senyum kuberikan untuknya. Dia mengangguk. Kembali melanjutkan makan dengan penuh semangat.Usai makan malam bersama, aku, Wildan dan Wulan tentunya, kucoba menghubungi nomor Mas Radit. Biar bagaimanapun aku harus menghadapi, tidak boleh lari dari masalah ini."Sabar, ya, Nak.

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bapak Gila!

    Dasar janda gatel. Nggak usah nyumpahin orang lain segala. Bang Radit itu tidak mungkin kepincut dengan wanita lain. Cintanya hanya untukku seorang! Kamu tahu, apa sebabnya dia memilih aku … ah, sudahlah. Tidak perlu aku bongkar di sini. Takut kamu tambah sakit hati kalau tahu. Ha ha ha ha ha .Memangnya kenapa dengan anakmu? Jangan pernah dijadikan alasan anak kalian. Aku tidak akan membangunkan mas Radit. Dia baru saja tertidur pulas setelah aku servis luar dalam. Kalau mau ngomong, ngomong aja sekarang!" Desti masih berbicara dengan nada tinggi dan sombong. Dia merasa di atas angin karena berhasil mendapatkan Mas Radit."Anaknya sedang sakit. Dia ingin berbicara pada bapaknya saat ini. Tolong bangunkan mas Radit sekarang, Desti! Aku mohon! Sebagai seorang Ibu, apa yang akan kamu lakukan di saat anaknya panas tinggi dan menyebut-nyebut nama bapaknya? Tolong gunakan hati nuranimu. Kali ini saja." Suaraku melunak agar dia mau membangunkan suaminya. Tak lama kemudian terdengar suara D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Setelah Satu Tahun

    "Terima kasih banyak, Bu. Saya Terima uangnya. Semoga acaranya berjalan dengan lancar. Semoga Ibu dan keluarga selalu diberikan keberkahan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala," ucapku setelah menerima uang pemberian Bu Ratih."Aamiin. Doa yang sama untuk Mbak Alina sekeluarga. Semoga Mbak Alina juga segera mendapatkan jodoh kembali. Monggo dihitung dulu uangnya, Mbak. Siapa tahu kurang." Senyum ramah Bu Ratih berikan padaku.Sebenarnya tanpa disuruh pun aku tetap menghitung jumlah uang yang Bu Ratih berikan. Uang kekurangan dari pembayaran brownies kering. DP sudah masuk dari beberapa hari sebelumnya sebagai tanda jadi. Bu Ratih salah satu langganan kue di tempatku. Kali ini dia memesan kue brownies sebanyak lima kilo untuk acara pernikahan adiknya, katanya. "Pas, Mbak? Atau kurang?" Bu Ratih memastikan setelah mencicipi kue yang aku antarkan. "Sudah pas, Bu. Semoga Ibu puas dengan rasa kuenya. Kalau begitu kami pamit dulu, Bu." "Saya selalu puas dengan citarasa kue produksi Mbak Alina.

  • Ketika Istri Mati Rasa    Tuduhan Tanpa Dasar

    [Wahai nyonya Radit yang terhormat! Kerasukan setan mana sehinga kamu ngomel-ngomel nggak jelas begitu? Ada masalah apa kamu menuduh aku begitu? Aku belum bisa move on dari Mas Radit? Salah besar. Bahkan untuk mengenang namanya juga aku enggan. Aku amat sangat bahagia tanpa kehadiran lelaki parasit itu. Bagaimana mungkin aku belum bisa move on darinya? Sejak aku tahu kalian telah menikah secara diam-diam, hati ini pun sudah mati untuknya. Oh ya, apa maksudmu susah melihatmu senang?][Sok polos! Bibirmu ngomong lupa di diam-diam masih kau sebut nama suamiku. Dasar munafik! Merasa nggak tahu apa-apa. Puas kamu sudah menghancurkan usaha kami. Puas kamu sudah membuat kami terpuruk! Sekarang kamu boleh menang, tapi ingat kemenanganmu itu tidak akan lama. Seumur hidup kamu tidak akan bahagia, Alina!] Astaghfirullah ….[Desti. Aku tidak mengerti apa pun yang kamu maksud. Aku bukan cenayang yang bisa tahu isi kepalamu. Katakan terus terang jangan terus menuduh dan memfitnah aku demikian. Ing

  • Ketika Istri Mati Rasa    Siapa Dia?

    Aku penasaran siapa lelaki yang menayangkan diri ini? Apa mungkin Bang Randu? Rasanya itu mustahil. Secara, dia sudah memiliki istri yang sedang hamil. Dan Bang Randu itu tipe lelaki setia. Mana mungkin menanyakan aku untuk dijadikan istrinya? Nggak lucu. Barangkali ada lelaki lain yang bertanya pada orang tuaku. Aku benar-benar dibuat penasaran oleh Bunda. Meskipun begitu, aku tak mungkin bertanya kepada Bapak secara langsung. Ah, biarlah beliau cerita sendiri. Toh, Bapak juga tidak mungkin mengambil keputusan sepihak tanpa bertanya padaku. Cepat atau lambat aku akan diberi tahu. Otak berhentilah penasaran. Aku hanya sekedar penasaran. Bukan berarti sudah siap untuk menikah kembali. Saat ini aku sudah bahagia dengan kehidupan kami. Aku dan Wildan. Anak lelaki itu sudah paham kalau bapaknya tidak akan pernah bisa hadir lagi dalam kehidupan kami. Dia pun sudah bahagia tanpa kehadiran bapaknya. Sepertinya untuk menikah lagi harus aku pikirkan puluhan kali. Rasanya tidak mudah untu

  • Ketika Istri Mati Rasa    Teka-teki

    Ya, Wulan adalah orang kepercayaanku. Dia memegang peranan penting di dalam bisnisku. Dia jago promosi yang akhirnya membuat usaha katering dan rumah makan serta pesanan kue terus meningkat dari hari ke hari. Itu tak terlepas dari campur tangan Wulan. Tentu, aku tidak hanya menyumbang katering doang. Tetapi, sudah menyiapkan sesuatu yang berharga untuknya. Semoga bermanfaat untuknya."Apa yang saya lakukan tidak sebanding dengan apa yang Ibu berikan pada kami selama ini. Izinkan saya membayar seperempatnya, ya, Bu?" "Gunakan uangmu untuk kebutuhan yang lainnya. Ibu tak akan bangkrut gara-gara menggratiskan katering ini untukmu, Lan." "Masya Allah … terima kasih banyak, Bu." Mata itu berkaca-kaca. Segera kurangkul perempuan muda yang tangguh itu."Ibu hanya bisa membantu catering untuk pernikahan kalian. Tidak bisa yang lainnya." "Itu lebih dari cukup, Bu. Saya tahu untuk urusan konsumsi itu tidak murah. Dan itu semua Ibu yang akan menanggung biayanya. Padahal, saya dan Mas Danu sud

  • Ketika Istri Mati Rasa    Perbedaan Desti dengan Alina

    "Kurang ajar memang mantan istrimu itu, Bang! Munafik! Sok menasihati orang lain padahal, dia sendiri yang menyebabkan kita begini!" Desti bersungut-sungut sambil menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. "De, Abang rasa kita tidak perlu mengumpat Alina. Semua ini sudah tidak ada kaitannya sama dia, De?" Aku mencoba meredam emosi Desti yang meledak-ledak dengan cara merangkul pundaknya. Namun, perempuan itu menepis tangan ini dan melotot tajam ke arahku. Apa salahku? Memang benar, semua ini tidak ada sangkut pautnya dengan mantan istriku itu. Lalu, kenapa Desti mengaitkan semua ini dengannya? Rasanya tidak adil untuk Alina. Wanita itu jelas-jelas tidak tahu apa-apa."Belain terus mantan istrimu itu! Hanya dia yang tidak suka dengan kesuksesan kita, Bang! Diam-diam selama ini dia selalu mencari tahu tentang keluarga kita dari Ririn, Bang. Ririn sering datang ke rumah ini, tidak semata-mata untuk menjenguk Ibu, Bang. Dia ada maksud lain. Alina lah yang menyuruhnya. Dia ingin tahu kelem

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bangkrut

    Mendapatkan penolakan dari Desti, membuatku ingin rebahan. Aku berjalan menuju sofa. Kusandarkan punggung ini pada sandaran kursi empuk di seberang Desti. Kupijit pelipis ini yang berdenyut nyeri karena memikirkan masalah yang datang secara bertubi-tubi."Roman-romannya ada yang sedang pusing tujuh keliling ini. Kasihan sekali kalian!" Suara Ratmi membuat kami menoleh ke arah pintu. Kebiasaan, wanita bertubuh subur itu tidak pernah mau mengucapkan salam bila masuk ke rumah ini. Seenak jidatnya ia ke luar masuk ke kediaman kami. Ah, aku lupa ada bapak mertuaku di sini. Itu sebabnya perempuan satu bapak beda ibu dengan Desti sering datang kemari.Perempuan itu menatap kami secara bergantian dengan senyum meremehkan. Kurang ajar memang. Inilah definisi susah melihat orang senang. Senang melihat orang susah. Menyebalkan memang manusia satu ini. Tanpa kami minta, Ratmi ikut bergabung bersama kami di ruang tamu. Tubuh tambun itu ia dudukkan di sofa yang berseberangan dengan kami. Desti ta

Bab terbaru

  • Ketika Istri Mati Rasa    Alina Melahirkan

    "Mak … apa ini anak pertamamu, Mak?" Pak Sardi mengelus-elus punggung ibunya.Desti terkejut mendengar dirinya dianggap anak pertama Mak Teti."Apa maksudnya?" Desti berusaha melepaskan pelukannya wanita asing itu."Nduk, akulah ibumu kandungmu," jelas Mak Surti di sela isak tangisnya. Desti mematung mendengar penjelasan orang tua asing itu. Hati yang semula penuh sukacita karena ketemu Ralia, kini perasaan itu tidak lagi bisa dinarasikan."Ka — kamu perempuan perebut bapakku?" Ratmi yang sedari tadi dalam mode kalem kali ini meninggikan suaranya.Mak Teti menangis meraung di hadapan Ratmi. " Kamu anaknya Dalilah? Maafkan semua kesalahan ku di masa lalu, Nduk." Drama pertemuan ibu dan anak itu cukup lama berlangsung. Desti tidak bisa menerima begitu saja pengakuan wanita tua itu. Memang, Desti pernah mempertanyakan keberadaannya. Tapi, mantan istri Radit itu masih butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. "Kenapa, Mak tega meninggalkan aku demi laki-laki lain? Kenapa?" cecar D

  • Ketika Istri Mati Rasa    Siapa Namamu?

    POV Author"Namamu siapa, Cah ayu?" tanya perempuan bernama Bu Timah — yang telah membantu memandikan dan meminjami baju ganti Ralia. Di sampingnya duduk seorang nenek."Ralia, Bude," jawab Ralia setelah meneguk segelas air putih pemberian tuan rumah."Kamu ingat di mana rumahmu, Nduk?" tanya Pak Sardi— suami dari Bu Timah.Ralia pun menyebutkan nama desa tempat tinggal ibunya selama ini. "Waduh … itu jauh sekali, Bu. Apa bisa kita ke sana?" Pak Sardi menatap istrinya.Sepasang suami istri yang tidak memiliki anak itu saling bersitatap. "Pak, sebaiknya orang tuanya saja yang suruh datang ke sini." Usulan Bu Timah diterima oleh suami dan ibu mertuanya."Ingat nggak nomor telepon ibumu, Nduk?" Pak Sardi menatap wajah bocah perempuan tersebut."Hanya ingat nomor Ayah." Ya, Ralia hanya mengingat nomor bapaknya. Karena memang sering menelpon bapaknya.Dengan segera Pak Sardi menghubungi nomor Radit. Bapaknya Ralia itu kaget mendengar kabar tentang Ralia. Setelah mengucapkan banyak terima

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia Terjatuh ke Sungai

    Ralia membekap mulutnya sendiri saat ada belatung yang loncat ke arah pipinya. Rasa jijik dan geli membelenggunya saat ini. Bergerak dan menimbulkan suara sedikit saja, membuat nasibnya terancam. Dia tahu di luar drum ada seseorang yang sedang berjalan mendekatinya.Mata Ralia membeliak sempurna saat tutup drum dibuka dari luar. Degup jantungnya bertalu lebih keras dari biasanya. Ralia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Di dalam hati, Ralia merapalkan doa pada Allah. Gadis cilik itu memohon perlindungan. Anak itu menahan rindu pada ibunya."Ya Allah … kalau Ralia ketangkap tolong pertemuan dengan Ibu terlebih dahulu. Ralia mau bilang, kalau Ralia sayang Ibu banyak-banyak. Ralia kangen Ibu Ya Allah …." Salah satu doa yang dipanjatkan Ralia di dalam hati saat melihat tangan laki-laki yang membuka drum tersebut. Ralia sudah pasrah bila pada akhirnya tertangkap. Tangan laki-laki yang penuh tato itu membuka tutup drum. Bau busuk yang menguar dari dalam drum menyelamatkan Ralia. Sebab akh

  • Ketika Istri Mati Rasa    Nasib Ralia Kini

    POV AuthorSuara kursi jatuh membuat nyali Ralia menciut seketika. Takut ditangkap mendominasi pikiran gadis kecil itu. Ralia merutuki kecerobohannya sendiri sebab secara tak sengaja kaki jenjangnya telah menyenggol kursi itu hingga membuat benda mati itu terjatuh. Walaupun, bocah perempuan yang memiliki badan lebih tinggi dari anak seusianya, itu sudah ada di atas jendela. Sesekali ia menoleh ke arah perempuan yang sedang tertidur itu. Untungnya, wanita yang bertugas menjaganya, tertidur seperti kerbau. Sehingga membuat gadis kecil itu sedikit bisa bergerak bebas.Ralia yang sudah terbiasa memanjat pohon tidak merasa takut saat menatap ke arah bawah jendela. Dengan sekali lompatan anak kecil itu sudah berhasil ke luar dari ruangan pengap tersebut. Ralia tersenyum sembari menepuk-nepuk tangannya yang terkena tanah. Anak Perempuan Radit itu merasa sedikit lega telah berhasil meloloskan diri. Namun, rasa bangga itu tidak begitu lama ia rasakan, sebab detik berikutnya terdengar suara te

  • Ketika Istri Mati Rasa    Bagaimana Nasib Ralia Selanjutnya?

    POV Author"Maka apa?" Tidak sabar Desti menanti ucapan orang di seberang sana yang sengaja digantung. "Maka serahkan uang seratus juta. Atau kamu anakmu mati secara perlahan? Semua keputusan ada di tanganmu, Sayang." Perempuan yang memakai masker itu mendekati Ralia yang sedang duduk di kursi. "Ha ha ha. Seratus juta? Kamu pikir gampang cari uang sebanyak itu? Kalau mau uang itu kerja jangan malakin orang bisanya! Kamu pikir aku bodoh yang bisa dimanfaatkan manusia macam kalian! Ha ha ha." Tawa Desti meremehkan lawan bicaranya. Perempuan itu tidak yakin Ralia diculik orang tersebut. Desti pikir ini hanyalah akal-akalannya orang yang sedang mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebab, beberapa jam lalu saka mengumumkan berita kehilangan Ralia di media sosial miliknya."Kamu pikir kami bercanda? Salah besar! Anakmu benar-benar dalam genggaman kami. Dengar suara anakmu kalau tidak percaya! Bocah cilik, kamu mau ngomong sama ibumu, kan? Nih ngomong! Cepetan!" Perempuan yang rambutnya d

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ditelpon Penculik Ralia.

    Ketika Istri Mati RasaTubuhku membeku di tempat berdiri. Rasanya, aku tidak sanggup lagi melangkahkan kaki setelah mendengar obrolan orang yang tidak aku kenal itu. Bagaimana kalau perkiraan ku tidak meleset? Bagaimana kalau yang mereka bicarakan adalah Ralia? Apa aku masih sanggup untuk hidup di dunia ini? Dalam diam air mataku terus membanjiri pipi. Deras dan menganak sungai. Ketakutanku terlalu besar terhadap kondisi Ralia. Bayangan buruk tentang anakku sudah membayang dalam benak ini."Tan, ada apa? Kenapa menangis?" Saka bingung melihat air mataku yang terus berderai. Dia pun ikut mematung di belakangku. Aku tidak sanggup untuk menjawab pertanyaan anaknya Mbak Ratmi. Otakku memerintahkan untuk berbicara, tapi lidahku kelu untuk berucap. Kata-kataku tercekat di tenggorokan."Yuk, kita ke sana." Saka menuntunku ke arah rumah seseorang yang ada di pojokan rumah lelaki yang menelpon tadi. Tepatnya Saka membawaku ke warung yang sedang ditutup. Di depannya ada kursi panjang. Kujatu

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ralia kah Itu?

    Otakku benar-benar membeku setelah mendengar berita ini. Tubuhku yang sedang berdiri luruh ke lantai seiring dengan pipiku yang mulai basah.Rasa takut tiba-tiba menyeruak memenuhi seluruh pikiranku. Aku meraung, menangisi Ralia. Imajinasi ku sudah tidak tentu arah. Bagaimana kalau anakku diculik lalu dijual? Bagaimana kalau Ralia dibunuh lalu, diambil organ dalamnya? Seperti desas-desus yang sering aku dengar. Ah, tidak. Tidak mungkin Ralia diculik oleh orang lain. Di sini tidak ada kasus penculikan anak. Aku segera menepis semua prasangka yang tadi sempat bersarang di kepala. Dengan segera, Ralia Hilang pasti diculik oleh Irwan. Aku yakin ini pasti ulah Irwan. Iya, pasti pria itu yang sengaja menculik Ralia. Hanya saja aku belum tahu apa motifnya. Apakah untuk dijadikan sandera atau mau …? Bagaimana kalau itu terjadi? Lalu, Bang Radit mendengarnya? Bisa-bisa Ralia akan diambil oleh Bang Radit. Ini bisa bahaya. Bisa jadi aku tidak punya kesempatan untuk mengasuh Ralia. Rasa takut

  • Ketika Istri Mati Rasa    Ada apa dengan Ralia

    Ketika Istri Mati Rasa"Irwan!" pekikku dengan suara lantang. Ingin rasanya aku menghajar lelaki tak tahu diri itu. Bisa-bisanya ia bertukar liur di kamarku dengan perempuan lain. Membuat darahku menggelegak seketika.Mereka sepertinya sedang melakukan pemanasan sebelum memulai aktivitas suami istri. Dua orang yang berbeda kelamin itu terjingkat kaget mendengar suaraku yang lantang. Spontan mereka menghentikan kegiatan memagut. Lalu, keduanya duduk dengan wajah yang serba salah. Namun, itu hanya sekejap. Detik berikutnya dua manusia brengsek itu sudah bisa menguasai situasi.Pemandangan di depan mata sungguh membuatku jijik dan mual. Tega Irwan membawa gundiknya ke kamarku di saat tidak ada empunya. Di mana otak dan hati nuraninya?"Pergi dari rumah ini, bajingan! Kalau mau kumpul kebo silakan ke hotel!" Kutatap tajam perempuan yang tidak aku ketahui namanya itu. Lalu, berganti ke arah Irwan yang berdecak kesal sebab kegiatannya terganggu.Sakit sekali hati ini melihat pemandangan me

  • Ketika Istri Mati Rasa    Apa yang Irwan Lakukan?

    Ketika Istri Mati RasaAku membuka mata bersamaan dengan bunyi 'tok-tok' dari depan rumah yang terdengar nyaring. Suara bambu yang dipukul berulang-ulang oleh pedagang bakso. Penanda penjaja makanan berbentuk bulat itu sedang berkeliling."Des, udah bangun? Makan siang, gih!" Nyawa yang belum sepenuhnya kumpul membuatku hanya mengangguk di posisi semula. Bola mata ini bergerak ke sana ke mari mengamati sekeliling.Suara tadi milik Mbak Ratmi yang datang dari arah depan dengan membawa se-kresek buah mangga. Plastik berwarna putih itu menjelaskan dengan gamblang apa isi yang ada di dalamnya. Lima buah mangga yang masih hijau ada di dalamnya.Diletakkan buah tersebut di atas meja kaca oleh Mbak Ratmi. Setelahnya, kakak perempuanku itu membawa tubuh berisinya masuk ke dalam. Tak lama kemudian Mbak Ratmi kembali dengan membawa nampan serta pisau."Ini dapat buah dari rumah depan. Seger buat dirujak." Mbak Ratmi menjelaskan tanpa kutanya terlebih dahulu. Sepertinya sorot mataku yang ter

DMCA.com Protection Status