Share

Tidak Takut Lagi

Penulis: YuRa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-04 19:20:51

"Berarti Mas Alif nggak tahu kalau Mbak Vera keluyuran dengan laki-laki lain? Ia tahunya kalau Vera pergi dengan teman-temannya. Pintar sekali Mbak Vera bersandiwara," kata Novi dalam hati.

Drtt…drtt…. Ponsel Alif berdering. Sebuah nama terpampang di layar ponselnya, Alif segera menerima panggilan itu.

"Assalamualaikum, Pak," kata Alif.

"Waalaikumsalam. Kamu dimana Alif?" tanya Pak Harno.

"Dirumah Novi, Pak. Mengantarkan pesanan Ibu untuk Novi dan anak-anaknya. Ada apa, Pak?" tanya Alif.

"Ibumu pingsan, sekarang sudah ada di rumah sakit. Kamu segera kesini ya?" kata Pak Harno.

"Iya, Pak." Alif pun menutup panggilan teleponnya. Ekspresi wajah Alif tampak sangat cemas.

"Ada apa, Mas? Tadi Bapak yang menelpon ya?" tanya Novi.

"Iya, Nov. Ibu pingsan dan dibawa ke rumah sakit."

Novi sangat kaget.

"Sekarang Mas mau ke rumah sakit?" tanya Novi.

"Iya," jawab Alif.

"Rumah sakit apa?" tanya Novi.

"Pratama."

"O ya, nanti aku kesitu."

"Kalau kamu nggak repot, sekarang saja bareng aku," kata Ali
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayue Sekartaji
hahahaha jangan takut Sama laki2 pecundang nov,,,
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sepak Terjang

    "Kenapa Novi sekarang terlihat berbeda ya?" tanya Ahmad dalam hati. Novi merasa kalau Ahmad menatapnya, ia pun menoleh dan memergoki Ahmad sedang menatapnya tak berkedip. Ahmad kemudian memalingkan wajahnya, ia merasa malu.Tak lama kemudian muncul Vera, masih dengan pakaian yang dipakainya di mall tadi. Vera datang dengan wajah yang seolah-olah cemas."Ibu, kenapa Pa?" tanya Vera dengan mesra pada Alif."Ibu tadi pingsan, sekarang sedang tidur," kata Alif. Pak Harno menatap Vera dengan tatapan yang sulit diartikan. Vera melihat ke arah Pak Harno, Vera merasa kalau Pak Harno menatap tajam padanya. Kemudian ia melihat ke arah Novi. Novi hanya tersenyum basa-basi saja."Bu, Ibu sudah bangun?" tanya Alif ketika melihat ibunya sedang membuka matanya. "Ibu," panggil Pak Harno.Bu Wulan tampak melihat ke sekeliling ruangan. Semua tampak asing. Kemudian berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi “Aku dimana, Pak?” tanya Bu Wulan dengan pelan.“Ibu di rumah sakit, tadi Ibu pingsan.”Bu Wul

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Cari Muka

    Hari ini Novi mengajak Dina dan Haikal ke rumah Pak Harno. Sesuai dengan janjinya kalau Bu Wulan pulang dari rumah sakit, ia akan menjenguk Bu Wulan bersama anak-anaknya.Bu Wulan sedang tiduran di sofa di ruang televisi. Sambil menonton televisi. "Assalamualaikum," ucap Novi."Waalaikumsalam, eh cucu-cucu Nenek datang. Sini, masuk," kata Bu Wulan, ia hanya mengubah posisinya menjadi duduk, tidak tiduran lagi. Dina pun mendekati neneknya dan memberikan salam pada neneknya."Ibu sendirian ya di rumah," tanya Novi."Enggak, tadi ada Bapak kok.""Cucu-cucu Kakek sudah datang ya? Sini Kakek gendong," kata Pak Harno mengulurkan tangan pada Haikal. Tapi Haikal berontak, ia tidak mau digendong. Akhirnya Haikal duduk di lantai."Haikal sudah mulai merambat, Pak. Susah sekali di gendong," kata Novi. "Sudah besar ya? Sudah mulai nakal ya?" kata Pak Harno sambil menjawil hidung Haikal. Haikal tertawa-tawa senang.Tak lama kemudian muncul Ahmad yang baru datang. Ia tampak terpaku menatap Novi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Resmi Bercerai

    "Ma, jangan suka memojokkan orang seperti itu. Sama saja merendahkan diri Mama sendiri," kata Alif ketika mereka sudah sampai di rumah. Alif sedang tidur-tiduran. Vera langsung menoleh ke arah Alif."Maksudnya apa, Pa?" tanya Vera dengan nada yang tidak suka."Itu tadi nanya sama Novi, apa nggak capek buka warung. Kalau kayak gitu nggak perlu ditanyakan lagi. Itulah mata pencaharian Novi untuk menghidupi anak-anaknya," sahut Alif."Hmm, bau-baunya ada yang mulai jatuh cinta sama janda itu ya? Pa, walaupun berdandan kayak apa, Novi itu tetap kampungan. Mentang-mentang sekarang janda, terus mulai merubah penampilan. Demi apa coba? Demi menggaet laki-laki atau mungkin suami orang. Buktinya Papa mulai kepincut dengan Novi." Vera berkata dengan ketus dan tatapan sinis."Astaghfirullahaladzim, Ma. Nyebut! Novi dandan kan karena mau keluar rumah, mau bertemu dengan keluarga mertuanya. Mungkin juga untuk menunjukkan kalau ia walaupun mau berpisah dengan Ahmad, tapi tidak terpuruk. Melainkan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Indah Datang

    "Nggak tahu, Bu. Yang jelas aku merasa lega. Sekarang fokusku hanya pada anak-anak saja." Novi berkata sambil sesenggukan. Pak Budi yang baru pulang dari sawah terheran-heran melihat Novi mengeluarkan air mata. Bu Murni pun menjelaskan apa yang terjadi. Ekspresi wajah Pak Budi sulit untuk ditebak. Apakah ia senang ataupun sedih."Apapun yang terjadi padamu, apapun keputusanmu, Bapak dan Ibu tetap mendukungmu. Asalkan kamu berada di jalur yang benar. Sekarang statusmu itu akan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Tetap jaga perilaku, karena apapun yang kamu kerjakan pasti menjadi sorotan banyak orang." Pak Budi memberikan nasihat pada Novi.Novi hanya mengangguk saja. Terdengar suara Haikal menangis, Novi segera masuk ke kamar, tak lupa ia membawa masuk akta cerai tadi untuk disimpan. Haikal terbangun dari tidurnya, Novi pun menyusul Haikal. Mungkin karena terlalu lelah, akhirnya ia pun tertidur."Nov, bangun! Ada yang nyariin tuh," panggil Bu Murni.Novi membuka matanya dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Meminjam Uang

    "Novi itu kesayangan Bapak dan Ibu. Lagi pula rumah itu kan haknya anak-anak.""Makanya kita segera menikah, nanti kalau kita punya anak, pasti kan anak kita punya hak yang sama dengan anak-anak Novi." Indah membujuk dan merayu Ahmad untuk menikahinya."Jangan sekarang ya? Situasi belum memungkinkan. Nanti kalau sudah pas waktunya, pasti kita akan menikah." Ahmad pun mulai bergerilya lagi. Entah berapa kali mereka melakukannya, setan pun bersorak gembira, bisa menggoda anak manusia yang tidak memiliki iman.Jam sembilan malam, Ahmad baru sampai di rumah."Dari mana kamu?" tanya Pak Harno."Dari rumah teman," sahut Ahmad, kemudian masuk ke kamarnya. Entah ia mandi atau tidak, yang jelas ia sudah tertidur dengan mimpi yang sangat indah.Tengah malam ia terbangun dari tidurnya memikirkan Indah dan mencarikan Indah tempat tinggal. Ia sendiri bingung, darimana mendapatkan uang untuk mengontrak rumah? Belum lagi membeli isinya. Setidaknya kasur, lemari pakaian dan peralatan dapur. Ahmad men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Bermain Cantik

    "Kenapa Mbak? Kaget ya? Mbakku yang cantik ternyata juga agak bego!" Ahmad berkata sambil tertawa."Enak saja kamu bilang bego! Kamu tuh yang bego!" teriak Vera."Mbak, Mas Alif memang gaptek! Ia nggak bakal buka-buka storymu. Tapi kamunya nggak nyadar, kalau apa yang kamu buat story' itu dilihat banyak orang. Memang kamu tidak menampakkan wajah selingkuhanmu itu. Tapi aku sangat paham Mas Alif itu seperti apa. Pernah kamu buat story' pegangan tangan dengan laki-laki. Aku tahu kalau itu bukan tangan Mas Alif. Tangan Mas Alif nggak seperti itu. Kamu memang konyol, Mbak. Kamu sengaja membangunkan macan tidur. Kalau Bapak tahu, habislah kamu." Ahmad menjelaskan panjang lebar."Jadi kamu mengancamku?" tantang Vera."Aku nggak mengancam, aku hanya minta tolong pinjamkan uang. Kalau Mbak nggak mau menolongku, ya nggak apa-apa. Aku bisa mendapatkan uang dengan cara lain. Aku sebarkan foto ini pada istri selingkuhanmu, bagaimana? Pasti ia akan memberiku uang," ejek Ahmad.Vera hanya terdiam.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Kontrakan

    Bedengan ini kayaknya cocok untuk tempat tinggal kamu," kata Ahmad pada Indah. Mereka sedang melihat-lihat kontrakan untuk tempat tinggal Indah. Sebelum waktu istirahat tadi Ahmad sudah pergi dari toko. Tanpa berpamitan pada bapaknya atau teman yang lain.Indah tampaknya kurang menyukai kontrakan yang dimaksud Ahmad ini. Bedeng yang mereka lihat terdiri dari tiga ruangan. Ruang tamu, kamar dan dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi. Tidak ada pilihan lain karena memang segitu kemampuan keuangan Ahmad. Ada sekitar delapan bedengan disini."Kecil sekali, Mas," keluh Indah. "Namanya juga bedengan, tentu saja kecil. Kalau mau besar ya rumah," kata Ahmad dalam hati. Ia tidak berani mau berkata seperti itu, nanti Indah akan semakin merajuk."Nanti kalau kita sudah menikah, kita cari kontrakan yang satu rumah. Sekarang yang sederhana dulu," kata Ahmad dengan hati-hati untuk meyakinkan Indah supaya setuju tinggal disini."Bukannya kalau menikah nanti kita tinggal sama Bapak dan Ibu?" tan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Fokus

    Halo!" kata Ahmad dengan keras."Halo, Mas dimana?" tanya Indah."Lagi nganter barang, kenapa?""Nanti pulang dari toko kesini nggak?" tanya Indah."Belum tahu, lihat situasi dulu. Memangnya kenapa?""Aku jenuh, Mas, disini sendirian. Nanti malam menginap disini ya?" kata Indah."Nggak bisa! Aku kalau malam pulang ke rumah," kata Ahmad."Sebenarnya aku ini pacaran dengan duda atau anak mami sih? Mau pergi keluar saja takut dengan orang tua. Umur Mas tuh sudah berapa? Nggak perlu lah apa-apa harus dengan persetujuan orang tua," kata Indah dengan kesal."Sayang, aku kan tinggal dengan orang tua, ya harus nurut dengan orang tua. Kalau nggak nurut, nanti aku bisa diusir." Ahmad berkata dengan kesal. Panggilan langsung dimatikan sepihak oleh Indah, ia juga tampak kesal."Huh! Nggak pengertian banget sih," gerutu Ahmad."Dasar laki-laki buaya, baru bercerai dengan istrinya, sekarang sudah sayang-sayangan dengan orang lain. Pantas saja kalau Mbak Novi meminta cerai. Memang kelakuan Ahmad ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Sah (Happy Ending)

    Hari ini Novi dan Farel mencari perlengkapan untuk mengisi rumah baru mereka. Hanya yang penting-penting dulu. Mereka berangkat dari rumah sekitar jam sembilan. Kebetulan Haikal tidak ikut, hanya mereka berdua, jadi bisa leluasa memilih furniture tanpa harus mengkhawatirkan Haikal yang bakal kecapekan. Sampailah mereka di toko furniture. Novi melihat-lihat tempat tidur untuk kamar mereka."Kasur ini bagus nggak untuk kamar Dina?" tanya Farel."Bagus, Mas. Tapi kita cari yang lain dulu," kata Novi. Sebenarnya Novi tadi sangat senang melihat kasur ini, tapi begitu melihat harganya, membuat Novi terperanjat."Kenapa?""Kita cari yang sebelah situ dulu, cari yang agak murah," bisik Novi."Tapi ini bagus." Farel tetap mempertahankan ini."Mas, kalau beli yang itu, terlalu mahal. Cari yang sederhana saja." Novi tetap pada pendiriannya.Akhirnya Farel mengalah. Mereka pun melihat-lihat lagi, mencari yang sesuai dengan keinginan dan budget."Nah kalau untuk kamar kita, yang ini saja. Ini kua

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menjaga Hati

    "Mas, semua ini membuatku sangat terharu. Terlalu berlebihan," kata Novi."Enggak Sayang. Ini semampuku, hanya mampu membuatkan rumah yang kecil untuk keluarga kecil kita. Tapi insyaallah rumah yang kita bangun ini akan menjadi rumah yang penuh dengan kebahagiaan.""Amin.""Aku juga nggak mau kita jauh dari Bapak Ibu. Lagi pula usahamu kan disini, jadi tidak repot.""Apa Mas nggak malu punya istri penjual ayam geprek?""Nggak usah dibahas yang seperti itu. Pokoknya aku sudah siap dengan segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku nggak mau membatasi kegiatanmu. Yang penting kamu senang, dan ingat prioritasmu adalah menjadi istri dan ibu. Bukan mencari nafkah. Mencari Nafkah itu tugasku.""Siap, Bos!" kata Novi sambil cengengesan."Alhamdulillah ya Mas, tadi malam Bu Irma ikut datang," lanjut Novi."Bukan Bu Irma, tapi Mama.""Iya, Mama.""Sebenarnya Mama itu baik. Kita harus pintar-pintar mengambil hatinya. Suatu saat nanti Mama pasti akan luluh," kata Farel dengan menatap Novi."Kamu tahu

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Rencana Masa Depan

    "Apa kalian sudah benar-benar mantap? Nanti kalian mau tinggal dimana setelah menikah?" tanya Pak Dewa."Nanti kami akan tinggal di bedengnya Novi, memulai semuanya dari nol."Novi memang memiliki bedengan untuk disewakan, kebetulan ada yang baru saja pindah, jadi ada bedeng yang kosong.Irma mencibir mendengar ucapan anaknya."Memang kamu bisa tinggal ditempat seperti itu," cemooh Irma."Insyaallah bisa, Ma. Namanya juga baru menikah dan belajar untuk memulai hidup baru, harus serba prihatin."Pak Dewa tersenyum dan manggut-manggut."Bagus! Itu namanya laki-laki sejati. Papa bangga sama kamu. Apa yang kamu butuhkan untuk menikah nanti? Bilang saja sama Papa! Mau pesta di gedung apa, biar Papa yang mengurusnya," kata Pak Dewa dengan antusias."Huh! Banyak gaya, masa mau pesta di gedung. Padahal setelah pesta tinggal di bedeng!" Irma berkata dengan sinis.Farel tersenyum dan sangat maklum dengan watak mamanya itu."Enggak usah, Pa! Acaranya hanya akad nikah saja di rumah Pak Budi. Meng

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Menemui Calon Mertua

    "Mas, aku takut," kata Novi ketika berada di dalam mobil."Takut kenapa, aku kan nggak ngapa-ngapain kamu," goda Farel sambil tersenyum."Aku serius, Mas.""Aku juga serius," sahut Farel.Novi masih saja tampak gelisah, ia takut membayangkan hal-hal yang mungkin nanti terjadi.Hari ini Farel sengaja mengajak Novi untuk menemui kedua orang tua Farel. Awalnya Novi menolak, karena belum siap untuk diejek dan dihina mamanya Farel. Tapi Farel berhasil meyakinkan Novi kalua semua akan baik-baik saja. Farel sendiri sudah bertekad tetap akan menikah dengan Novi meskipun mamanya tidak setuju.Di sepanjang perjalanan, Novi hanya terdiam. Farel yang fokus menyetir melihat ke arah Novi yang sedang melamun."Nggak usah khawatir, ada aku di sampingmu," kata Farel. Tangan kiri Farel berusaha memegang tangan Novi. Farel tersenyum walaupun hatinya deg-degan, tangan Novi terasa sangat dingin."Dingin sekali tanganmu, grogi ya?" ledek Farel.Novi hanya tersenyum samar. Akhirnya sampai juga di rumah ora

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Ikhlaskan

    "Jadi Novi akan menikah juga ya? Atau mereka sudah menikah? Syukurlah kalau begitu. Berarti Mas Ahmad tidak akan mengharapkan Novi lagi, karena Novi sudah bersuami. Dan hidupku akan damai," kata Indah dalam hati."Tapi aku heran, kenapa Novi begitu baik denganku, sampai ia rela menggendong Salsa? Apakah karena kebaikan Novi ini yang membuatnya begitu sering dipuji oleh seluruh keluarga Mas Ahmad. Sepertinya aku harus mencontoh Novi." Dari tadi Ahmad mengamati Novi, ada kerinduan di hatinya. Rindu akan omelan dan juga masakan Novi yang selalu cocok di lidahnya. "Andai waktu bisa terulang lagi, aku akan selalu menjadi suami yang baik untuk Novi. Tapi, ah sudahlah. Sekarang sepertinya Novi sedang bahagia bersama Farel," kata Ahmad dalam hati dengan pandangan mata masih menatap Novi dan Farel.Seketika Ahmad terkejut karena pandangan matanya bertatapan dengan Indah. Indah tampak tersenyum penuh kemenangan melihat Ahmad yang terlihat sendu menatap Novi. Ahmad segera mengalihkan pandangan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Tidak Mau Bermusuhan

    Pagi ini semua sudah bersiap-siap untuk datang ke acara akad nikah Alif. Novi pun sudah menyiapkan hati untuk bertemu dengan Ahmad dan Indah. Segala kemungkinan bisa saja terjadi disana. Keluar di kamar, semua sudah siap, termasuk Farel yang sudah datang dari tadi. Entah apa yang sedang dibicarakan Farel dengan Pak Budi, mereka tampak serius. Akhirnya Farel selesai juga berbicara dengan Pak Budi."Semua sudah siap kan? Ayo kita berangkat," ajak Farel."Iya, sudah siap kok. Tadi kelamaan nunggu Ibu dandan," celetuk Dina.Farel dan orang tua Novi tersenyum, sedangkan Novi salah tingkah. Akhirnya mereka berangkat menuju ke rumah Alif. Semua tampak ceria, terutama Farel dan Novi, yang sama-sama bahagia dan hatinya berbunga-bunga.Sampai di rumah Alif, acara belum dimulai. Karena penghulu juga baru saja datang. Ia masih meneliti berkas-berkas pernikahan. Acara akad nikah Alif digelar secara sederhana, tidak ada pesta. Hanya keluarga, tetangga dan teman dekat saja yang diundang. Pak Harn

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Bukalah Hatimu

    "Mas, kita nggak mungkin bisa bersama. Perbedaan kita terlalu banyak. Aku takut nanti akan menjadi masalah besar. Aku…."Drtt…drtt…Belum selesai Novi berbicara, terdengar ponsel Farel berbunyi. Farel melihat sekilas ke arah ponselnya, tapi hanya mengacuhkan saja. Ia fokus lagi menatap Novi.Drtt…drttDrtt…drtt"Angkatlah panggilan itu, siapa tahu penting," kata Novi."Bukan hal penting kok."Drtt…drttAkhirnya Farel menonaktifkan nada deringnya."Kamu takut dengan Mama? Jangan khawatir, aku akan berusaha melunakkan hati Mama.""Kalau tidak berhasil?""Kita tetap menikah, toh aku juga sudah tidak tinggal di rumah Mama. Kita nanti akan memulai rumah tangga dari awal. Mengontrak rumah, menabung untuk membeli rumah.""Mudah sekali Mas bicara seperti itu. Begitu menjalaninya nanti banyak mengeluh.""Asalkan bersamamu, aku yakin mampu menjalani semuanya.""Gombal!""Aku bukan merayu, tapi memang aku sudah siap lahir batin hidup sederhana.""Mas, semua tak seindah dan semudah yang Mas bayan

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Masih Menunggu Jawaban

    Farel segera menggandeng tangan Novi dan mengajaknya mendekati anak-anak lagi. Dada Novi bergemuruh, hatinya berbunga-bunga. Tapi masih saja ada sedikit kekhawatiran."Nggak usah grogi kayak gitu, nanti kamu akan terbiasa dengan gandengan tanganku," ledek Farel, Novi hanya tersipu."Kok Ibu gandengan dengan Om, nggak boleh! Itu omnya adek, bukan omnya Ibu," kata Haikal mendekati Farel dan berusaha melepaskan gandengan tangan mereka.Farel semakin terkekeh melihat Haikal yang merasa cemburu dengan ibunya sendiri."Adek sayang sama Om ya?" tanya Farel."Iya! Om tidur di rumah adek ya, biar bisa ngelonin adek."Deg! Novi kaget mendengar jawaban Haikal."Om juga sayang sama adek, Ibu dan Mbak Dina." Farel menanggapi pertanyaan Haikal."Kalau sayang kok nggak mau tinggal di rumah adek?" Haikal masih penasaran dengan jawaban Farel."Nanti kalau Om sudah punya rumah sendiri, Om akan mengajak adek, Ibu dan Mbak Dina tinggal bersama.""Rumahnya bagus nggak Om?" tanya Haikal dengan antusias."

  • Ketika Hati Mulai Lelah   Mencari Jodohnya Sendiri

    Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status