Tak terasa waktu sudah mulai gelap. Ahmad pun segera berpamitan untuk pulang dan ia berjanji akan sering-sering kesini menemui Dina dan Haikal. Tak lupa Ahmad memberikan sedikit uang untuk jajan anak-anaknya."Maaf ya Nov, hanya segini kemampuanku. Nanti kalau ada rezeki, akan aku berikan lagi," kata Ahmad pada Novi."Nggak apa-apa, Mas. Seberapapun itu, pasti anak-anak senang. Yang terpenting bagi mereka adalah kehadiran ayahnya," jawab Novi dengan diplomatis. Ahmad pun pulang dengan perasaan bahagia, walaupun ia tahu kalau nanti akan terjadi perang di rumahnya. "Bu, Dina dikasih uang sama Ayah. Dina masukin ke celengan ya?" kata Dina pada ibunya ketika Ahmad sudah pulang.Novi mengangguk dan tersenyum.Di tempat lain, Indah sudah sangat gelisah menunggu Ahmad yang belum juga pulang. Beberapa kali ia menelpon, tapi tidak direspon oleh Ahmad. "Kemana sih, Mas Ahmad, kok sampai sekarang belum juga pulang. Apa ia mampir ke rumah perempuan kampungan itu?" kata Indah sambil tetap mond
Novi membawa nampan berisi dua gelas minuman untuk Pak Budi dan tamunya. Kemudian menyajikannya di meja tamu."Silahkan diminum, Pak," tawar Novi pada Pak Fahri."Terima kasih Mbak Novi," sahut Pak Fahri. Novi segera melangkah masuk ke dalam lagi. Baru beberapa langkah, bapaknya memanggil."Novi, sini dulu," panggil Pak Budi.Novi menghentikan langkahnya dan melangkah kembali mendekati bapaknya."Ada apa, Pak?" tanya Novi dengan sopan."Duduk sini," kata Pak Budi.Novi menuruti kata-kata bapaknya, ia pun memilih duduk yang di dekat bapaknya."Novi, ada yang ingin disampaikan Pak Fahri padamu. Tadi Pak Fahri sudah berbicara dengan Bapak." Pak Budi menjelaskan.Novi mengangguk, hatinya berdebar-debar. "Kira-kira apa ya yang ingin Pak Fahri sampaikan. Aku kok jadi gemetaran seperti ini?" kata Novi dalam hati."Begini Mbak Novi, saya diutus oleh Ustadz Yusuf untuk menyampaikan sesuatu," kata Pak Fahri memulai percakapannya.Novi sudah paham apa yang akan disampaikan Pak Fahri. Karena ia
"Bu, Haikal sudah mengantuk," kata Dina yang juga sudah mulai menguap."O, iya, Nak. Kamu juga sudah mengantuk kan? Sekarang pipis dulu, baru tidur," kata Novi pada Dina."Iya, Bu," sahut Dina sambil beranjak menuju ke kamar mandi."Ajak Haikal tidur, tuh sudah menguap terus," kata Bu Murni pada anak perempuannya."Iya, Bu. Ayo Nak, pipis, ganti baju, terus tidur." Novi berkata sambil menggandeng Haikal ke kamar mandi.Dina sudah keluar dari kamar mandi dan langsung masuk ke kamarnya. Dina memang sudah berani tidur sendiri, karena Novi membiasakan Dina untuk mandiri. Novi segera mengajak Haikal untuk tidur.Sambil mengeloni Haikal, pikiran Novi menerawang jauh, mengingat kejadian malam ini. Ia benar-benar tidak menyangka jika Ustadz Yusuf menginginkan Novi menjadi istri kedua Ustadz Yusuf. Ustadz Yusuf memang ganteng, gagah, ramah dan baik hati. Banyak wanita yang terpikat dengan sosok Ustadz Yusuf, bahkan ada yang rela untuk menjadi istri kedua. Tapi itu tidak berlaku untuk Novi.Nov
"Eh, Mbak. Gimana yg ngontrak rumahku itu, orangnya baik nggak?" tanya Novi."Alhamdulillah, baik orangnya. Yang nggak berubah wataknya itu ya Weni. Masih saja angkuh, apalagi sekarang ia sudah menikah dengan Pak Edi. Ia jadi menguasai suaminya." Lastri menjelaskan."Memangnya Weni tinggal dimana?""Di rumah orangtuanya. Selvi istri Pak Edi yang satunya juga tinggal di rumah orang tuanya sendiri. Jadi sepertinya Pak Edi bergiliran mendatangi istri-istrinya. Tapi katanya Pak Edi sudah membeli rumah, nanti untuk tinggal bersama Weni.""Wow, no komen deh," sahut Novi."Asih sekarang juga sudah baik dengan Ekta. Kalau dulu ia selalu membanggakan Weni, sekarang ia tahu watak yang sebenarnya.""Terus suaminya Mbak Asih bagaimana?" tanya Novi."Sekarang suaminya menjadi suami takut istri, haha. Ia sangat penurut, mungkin karena sudah melakukan kesalahan yang fatal. Seandainya anak yang dikandung Weni kemarin anak suami Asih, Asih pasti akan menggugat cerai.""Padahal mereka semua melakukan d
Novi masih merasa berdebar-debar, memikirkan apa yang akan dibicarakan oleh Aisyah. Sesekali ia memandang perempuan cantik yang sedang duduk di depannya itu. Perempuan yang berhati seluas samudra karena mengizinkan suaminya untuk menikah lagi. Saat tatapan mata mereka bertemu, keduanya saling melemparkan senyuman. Senyuman tulus dari Aisyah membuat hati Novi menjadi iba, sesama wanita Novi bisa merasakan itu. Rasa yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Sama halnya dengan Aisyah, ia bingung mau memulai untuk berbicara. Lidahnya terasa sangat kelu melihat sosok perempuan berpenampilan sederhana, tapi tampak bersahaja. Pantas saja kalau suaminya ingin menikahi perempuan yang ada di depannya ini. Seketika rasa cemburu menguasai dirinya. Tapi kemudian ia beristighfar untuk meredam emosi yang mulai muncul. Ia pun menghela nafas panjang, kemudian memulai untuk berbicara."Pasti Dek Novi kaget dengan kehadiran saya disini. Kita memang saling mengenal walaupun tidak dekat. Tapi nama Dek Novi
"Saya bisa memahami pemikiran Dek Novi. Tapi apakah keputusan Dek Novi tidak berubah? Bukankah nanti semuanya bisa kita pelajari. Kita jalani dan kita niatkan hati untuk menerima semua ini. Saya yakin kalau saling mendukung kita pasti bisa melakukannya." Aisyah masih berusaha membujuk Novi untuk berubah pikiran."Betapa baiknya Mbak Aisyah. Apa aku tega membuatnya terluka? Mungkin ia akan selalu baik denganku, tapi perasaanya tidak ada yang tahu," kata Novi dalam hati."Banyak lho Dek, contoh keluarga yg harmonis walaupun suami berpoligami. Bahkan istri-istrinya saling menghormati dan akur. Kita bisa seperti itu, asal kita sama-sama ikhlas," kata Aisyah. Ia masih saja membujuk Novi untuk berubah pikiran."Itulah yang belum bisa aku lakukan, ikhlas," kata Novi dalam hati.Tapi Novi sudah memutuskan kalau ia tidak mau menjadi istri kedua. Biarlah hidupnya sederhana, daripada mewah tapi menyakiti hati perempuan lain."Mbak, jujur, apa Mbak benar-benar ikhlas ketika suami Mbak mau menikah
"Novi, kami tidak menghalangi kamu menikah lagi. Kamu berhak untuk hidup bahagia. Tapi pilihlah laki-laki yang tidak terikat pernikahan. Kamu tahu kan maksud Ibu?" Bu Wulan menjelaskan."Iya, Bu. Saya tidak mau menjadi istri kedua. Sangat menyakitkan bagi istri pertama.""Betul itu. Ibu lega sekali mendengar jawaban langsung darimu. Berarti cerita orang-orang itu tidak benar. Katanya kamu mau menikah dengan Ustadz Yusuf karena semua permintaanmu akan dipenuhi olehnya. Hidupmu akan terjamin dan nggak capek-capek lagi mencari uang. Memang ya, orang kali bercerita itu selalu ditambahi bumbu biar makin sedap." Bu Wulan berkata sambil tertawa lepas.Novi bahagia mendengar mantan mertuanya bisa tertawa seperti itu. Ia tahu kalau mertuanya itu sedang banyak pikiran. Anak-anaknya hidupnya sedang bermasalah. "Saya bekerja dengan ikhlas demi anak-anak, Bu. Mungkin orang melihat saya ngoyo mencari uang, padahal saya benar-benar menikmati pekerjaan saya.""Biarlah orang menilaimu seperti apa, ya
"Apakah Mbak Zahra kesini hanya untuk merendahkan saya?" kata Novi dengan tenang. Ia tidak takut berhadapan dengan Zahra. Ini adalah rumahnya, ia sebagai tuan rumah berhak untuk mengusir tamu yang tidak sopan."Oh, kamu menantang aku ya?" kata Zahra dengan sorot mata yang tajam. Tatapan mata yang penuh dengan kebencian."Tidak ada yang menantang Mbak Zahra. Hanya saja dari tadi ucap Mbak Zahra merendahkan saya. Apa sebenarnya tujuan Mbak Zahra kesini?" tanya Novi."Memintamu untuk menolak lamaran Mas Yusuf." Zahra mengungkapkan tujuannya menemui Novi. Novi tersenyum, sebenarnya ia sudah menduga maksud kedatangan Zahra. Ia pun memandang perempuan yang duduk berhadapan dengannya. Perempuan itu sebenarnya cantik, tapi terlihat sangat angkuh, mungkin karena ia orang kaya."Pasti Mbak Zahra belum tahu berita yang sebenarnya," kata Novi dalam hati."Jadi Mbak Aisyah mengutus Mbak Zahra kesini ya?" selidik Novi."Enggak. Mbak Aisyah nggak tahu kalau aku kesini. Mbak Aisyah juga nggak mungki
Novi hanya menatap mereka yang sibuk mencari permainan lain. Hatinya masih terasa sakit dengan sikap Irma. Novi memang sudah biasa dihina dan direndahkan orang, tapi yang dilakukan Irma tadi benar-benar menyakiti hatinya karena dilakukan di depan anak-anaknya. Walaupun sebenarnya Dina dan Haikal belum paham dengan apa yang terjadi, tetap saja Novi merasa dipermalukan.Novi menunduk sambil menghapus air mata yang mulai menetes. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Farel. Walaupun ia sedang mendampingi Haikal dan Dina bermain, tapi pandangan matanya tidak lepas dari sosok yang dicintainya itu."Maafkan aku, Novi. Aku janji tidak akan membuatmu menangis lagi," kata Farel dalam hati.Sementara itu, di mobil Pak Dewa sedang terjadi perdebatan. Tentu saja perdebatan antara Pak Dewa dan Irma."Mama nggak boleh bersikap seperti itu? Kayak orang nggak berpendidikan." Pak Dewa mengomel."Enak saja Papa bilang seperti itu! Yang Mama lakukan tadi benar. Mama kecewa dengan Farel! Farel pasti di
"Pacaran kok di tempat umum. Atau memang sengaja mau membuat pengumuman?" ledek Alvaro yang masih saja tampak cengengesan. Orang yang berdehem tadi memang Alvaro."Kami nggak pacaran, Al. Tapi sedang membicarakan tentang pernikahan" kata Farel."Alhamdulillah. Akhirnya ada kabar bahagia juga. Kapan rencananya?" tanya Alvaro."Insyaallah akhir bulan ini atau awal bulan depan."Novi kaget mendengar ucapan Farel, berarti hanya tiga Minggu lagi. Sedangkan ia belum tahu apapun tentang rencana itu."Eh, bukan seperti itu. Mas Farel ini bercanda," kilah Novi."Tapi aku lebih percaya ucapan Mas Farel, Mbak. Karena Papa sudah bilang sama aku," sahut Alvaro."Papa? Memang Papa bilang apa?" tanya Farel penasaran."Ada deh! Intinya kata Papa sebentar lagi Mas Farel mau menikah dengan Mbak Novi." Alvaro berkata penuh kemenangan karena berhasil membuat Farel dan Novi penasaran."Memang Mas Farel cerita apa dengan Pak Dewa?" tanya Novi penuh selidik."Bukan Pak Dewa, tapi Papa. Kamu harus terbiasa m
"Sudah siap? Ayo berangkat," kata seseorang yang membuat Novi berdebar-debar tidak karuan.Seseorang itu yang beberapa hari ini selalu ada dalam pikirannya. Ia masuk ke dalam rumah bersama dengan Pak Budi. Ia tampak gagah dengan pakaian casualnya yang terlihat sangat sederhana. Pak Budi tampak tersenyum. "Maaf, Mas. Aku dan anak-anak mau pergi," kata Novi."Iya, aku tahu. Makanya aku ngajak berangkat sekarang." Farel menjawab dengan tersenyum."Mbah Kung, ayo ikut," ajak Haikal."Mbah Kung dirumah sama Mbah Uti, nungguin warung. Kasihan kalau Bulek Yanti sendirian yang nungguin," kata Pak Budi."Tapi…." Belum selesai Novi berbicara sudah dipotong sama Pak Budi. "Buruan berangkat, kasihan Haikal sudah tidak sabar. Nak Farel, titip Novi dan anak-anaknya ya? Tolong jagain mereka di mall nanti," kata Pak Budi pada Farel."Siap, Pak. Saya akan menjaga mereka dengan sepenuh hati." Farel mantap sekali menjawabnya."Kami pergi dulu, Pak, Bu," pamit Farel.Pak Budi dan Bu Murni mengangguk. F
"Nggak usah ngegombal Mas. Aku bukan ABG yang mudah termakan rayuan. Perlu Mas ingat kalau aku ini seorang janda.""Bukan merayu, aku serius. Apa salahnya dengan status janda. Aku punya niat baik. Ingin membangun rumah tangga bersamamu dan mendampingi anak-anak sampai mereka sukses.""Mas, ingat, aku ini seorang janda dan punya anak dua. Seperti kata Nada, aku harus sadar diri. Apakah Mas sudah paham bagaimana resikonya menikahi seorang janda?" tanya Novi."Aku sudah sangat paham. Mengenai Nada, nggak usah kamu pikirkan. Sudah aku katakan kalau aku tidak punya hubungan spesial dengan Nada.""Assalamualaikum." Terdengar suara Dina mengucapkan salam. Farel dan Novi pun menoleh ke arah Dina."Waalaikumsalam Dina. Sudah pulang sekolah ya?" tanya Farel."Iya, Om." Dina mendekati Farel yang bersalaman dengan Farel."Dina mau ke kamar ya, Om." Dina berpamitan dengan Farel.Farel mengangguk, Dina pun melangkah keluar dari ruang tamu untuk menuju ke kamar."Tolong pikirkan semua ucapanku tadi.
"Berarti Mas Alif sudah bercerai dengan Mbak Vera ya?" Novi hanya berkata dalam hati. Ia tidak berani bertanya langsung pada Alif, nanti dikira tidak tahu informasi ini. Padahal memang Novi tidak tahu sama sekali. Kakek dan neneknya Haikal juga tidak pernah bercerita dengan Novi. Sejak kejadian Vera yang mengalami kecelakaan itu, Novi memang belum pernah bertemu dengan Vera. Beberapa kali ia bertemu dengan Alif, Alif tidak pernah bercerita dengannya. Mungkin Alif malu mau menceritakan masalah rumah tangga dengan Novi, karena Novi sendiri juga punya masalah."Selamat ya Mas! Semoga selalu bahagia." Farel mengucapkan selamat pada Alif."Terima kasih, semoga kalian berdua juga segera menyusul," sahut Alif."Amin! Semoga disegerakan." Ucapan Farel membuat Novi menjadi semakin bingung."Mimpi apa aku semalam, kok hari ini banyak sekali kejutan yang aku alami," kata Novi dalam hati."Tuh Nov, nggak usah lama-lama. Haikal juga sudah akrab dengan Mas Farel." Alif menimpali. Farel tersenyum.
"Mas Alif sudah kenal dengan Mas Farel ya?" tanya Novi ketika melihat Alif dan Farel saling bertegur sapa."Mas Farel ini pelanggan tetap di toko Bapak. Tentu saja aku kenal dengannya. Seorang kontraktor muda, mapan dan sukses. Hanya saja kok aku belum dapat kabar bahagia dari Mas Farel ya?" Alif berusaha menggoda Farel. Farel malah bingung sendiri."Maksudnya Mas?" tanya Farel."Nggak tahu atau pura-pura nggak tahu nih.""Beneran nggak tahu, Mas," sahut Farel."Maksudnya, ditunggu undangannya, Mas. Kira-kira kapan mau menikah, jangan terlalu pilih-pilih, yang penting akhlaknya bagus. Cantik itu relatif. Buat apa cantik kalau malah nggak bisa ngurus keluarga, sibuk dengan segala arisan.""Wah ada yang curhat nih," ledek Farel."Pernah mengalami, hehe." Alif berkata sambil tertawa. Farel pun ikut tertawa. Novi hanya mendengarkan saja obrolan dua lelaki itu. "Masalah jodoh, sedang diusahakan, Mas. Doakan saja biar disegerakan." Farel menjawab pertanyaan dari Alif tadi."Tapi harus dike
"Bingung mau menjawabnya, Mas. Kalau aku bilang tidak, eh tahu-tahu besok jodohku datang. Mau bilang iya tapi kok seperti sudah kebelet nikah, hihi. Yang jelas, aku mengikuti air yang mengalir saja. Kalau memang masih ada jodoh, ya akan aku jalani." Novi menjawab dengan diplomatis. Alif tersenyum mendengar jawaban Novi yang terkesan malu-malu."Kamu masih muda, hidupmu masih panjang. Kamu butuh pendamping untuk menemanimu membesarkan anak-anak, walaupun ada ayahnya. Setidaknya ada teman untuk berkeluh kesah." Alif berkata sambil memperhatikan Haikal yang asyik memainkan mainannya. Jantung Novi dari tadi terus bergemuruh, ia menjadi malu dan tersipu mendengar kata-kata Alif. "Kalau kamu mau mencari pendamping hidup, carilah yang mau menerima anak-anak. Terserah mau duda atau single. Jangan marah atau tersinggung kalau aku berkata seperti ini, aku sudah menganggapmu sebagai adik sendiri. Walaupun hubungan pernikahanmu dengan Ahmad sudah berakhir, tapi hubungan persaudaraan kita tidak
"Tapi dia itu seorang janda, kok kayak Farel sudah nggak laku aja. Dia kan bisa mencari perempuan lain, yang masih gadis dan sepadan dengan kita. Jangan-jangan waktu Alvaro menabrak perempuan itu sebenarnya disengaja oleh janda itu ya? Biar ia bisa dekat dengan Farel. Benar-benar cara murahan!" Irma berkata dengan nyerocos sambil mengomel."Satu lagi, Pa! Apa kata orang kalau sampai Farel menikah dengan janda itu? Mau ditaruh dimana muka Mama ini?" lanjut Irma dengan suara yang cukup tegas dengan emosi."Memangnya Mama mau menaruh muka Mama dimana? Oh kalau enggak, taruh saja di rumah. Jadi kalau Mama pergi ngemall, nggak usah bawa muka, kan nggak bakal malu." Pak Dewa berkata sambil tersenyum."Pa, Mama ini ngomong serius. Kok jawabnya kayak gitu." Irma tampak kesal mendengar jawaban suaminya yang menurutnya main-main dan tidak serius."Papa juga ngomong serius! Mama jangan suka menuduh orang sembarangan. Nggak mungkin Novi sengaja menabrakkan diri ke mobil Alvaro. Lagipula kenapa me
"Jadi selama ini aku mengidolakan ayam gepreknya Novi? Pantas saja waktu itu aku bertemu dengannya disana. Kok bisa-bisanya mereka menyembunyikan semuanya dariku. Awas saja kalau mereka masih menyebut-nyebut nama Novi di depanku. Aku akan membuat perhitungan." Indah hanya bisa berkata dalam hati, ia tidak berani lagi membantah kata-kata suami dan mertuanya.Setelah pertengkaran hebat waktu itu, Ahmad memang sudah berniat untuk berpisah dengan Indah. Tentu saja Indah tidak mau, karena kalau mereka berpisah, Indah pasti terusir dari rumah yang sudah beberapa bulan ini mereka tempati.Waktu itu Indah bersujud di kaki Ahmad untuk meminta maaf. Sebenarnya Ahmad sudah tidak mau lagi hidup bersama dengan Indah. Tapi Pak Harno dan Bu Wulan membujuk Ahmad, supaya memberinya kesempatan lagi. Akhirnya Ahmad pun mau memberinya kesempatan karena ia memikirkan nasib Salsa."Kenapa mesti nama Novi muncul lagi di dalam rumah tanggaku? Aku sudah sangat muak mendengar nama Novi. Tapi apa dayaku?" Indah