Share

Sang Dalang

Penulis: DeealoF3
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-16 20:15:51
Pov Author

“Jangan anggap remeh dia, Frans. Kita tetep harus hati-hati.”

“Iya. Gue jamin bisa bikin dia percaya sama gue.”

“Baguslah kalau gitu. Oh, iya, jangan lupa janji kita ntar siang di tempat biasa."

“Sip. Udah, ya, gue tutup dulu, takut nanti si Daffi curiga.”

“Kenapa dia nyebut-nyebut nama gue?” gumam Daffi yang hanya dapat terdengar olehnya.

Melihat Frans akan memutus panggilan, Daffi segera bergegas menuju ke posisinya semula. “Udah gue duga, dia pasti nyembunyiin sesuatu,” pikirnya lagi.

“Sorry, lama. Biasa bokap, suka masih nganggap gue anak kecil.”

“Santai. Emang bokap lo sekarang di mana, Frans?” tanya Daffi mencoba bersikap biasa seakan ia tidak mengetahui apa-apa.

“Bokap sama Nyokap masih di Jambi,” jawab Frans sambil melihat arloji di pergelangan tangan kanan.

Daffi dan Frans akhirnya tidak meneruskan pembicaraan mereka. Frans bilang ada urusan penting yang mendadak harus segera ia selesaikan.

“Ok, Frans. Kalau lo ada info soal yang tadi gue tanyain, lo contact gue, ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Rencana Matang

    "Bung ...." Rafif bicara lagi. "Kalau, lo, ga, ngakuin Riana sebagai istri, gue siap kapan aja menerimanya di hidup gue. Gue, ga, peduli apapun kondisinya, gue cuma mau dia."Wajah Mas Daffi mulai memerah, lalu ia membuka mulutnya, siap untuk berkata sesuatu. Namun, bukannya berkata sesuatu, ia malah tertawa lepas, hingga membuatku merasa heran. "Lo, mau bawa pergi dia dari sisi gue?" Mas Daffi menunjukku dengan dagu. "Masalahnya, keputusannya bukan sama gue, sih. Coba lo tanya Riana, mau ga dia sama, Lo? Orang dari kemaren dia nempelin gue mulu. Padahal udah gue bilang kalau gue ga inget dia," ujar Mas Daffi dengan sombongnya sambil melipat kedua tangan. Refleks, kulepaskan tanganku yang masih berada dalam genggaman tangan Rafif. Lalu perlahan mendekat kepada Mas Daffi. Mas Daffi sontak tertawa lagi. "Tuh, kan, dia ngedeketin gue lagi. So sorry, Bro," ejek Mas Daffi. "Ok, kita buktiin aja. Mungkin ga sekarang, tapi suatu hari nanti, gue akan bawa dia pergi jauh dari, Lo!" Raut waj

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-16
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Nomor Asing

    Selamat membaca, Terima kasih yang masih setia mengikuti cerita ini. **Cerutu yang sedari tadi berada di tangan kanannya hanya ia mainkan dengan jari, tanpa ia nyalakan sama sekali. Mungkin karena ia tahu asap rokok tidak baik untuk ibu hamil sepertiku. "Kenapa tidak biarkan polisi saja yang menyelesaikan, sih. Bagaimana kalau mereka curiga?" tanya Om Sahid. Sepertinya Mas Daffi sudah menceritakan mengenai rencananya pada Om Sahid. "Menurut, Om, itu terlalu beresiko, Ri. Apa dia tidak belajar dari pengalamanmu dulu itu?" "Riana juga keberatan, Om, tapi Om kan tau sendiri gimana sikap keras Mas Daffi.""Hah, kalian berdua itu sama saja. Sama-sama keras kepala. Cocoklah sudah."Om Sahid lalu meminum sajian kopi hitam di depannya. "Daffi juga bilang agar Om waspada sama si Rafif, tapi dia belum bilang apa alasannya," bisik Om Sahid. Walaupun saat ini Rafif sedang diperintahkan Om Sahid untuk mengantar berkas ke pengadilan, Om Sahid bilang tidak ada salahnya waspada. Kita tidak akan pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-17
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Peringatan

    "Selamat malam, Ibu Riana." Suara seorang pria yang rasanya tak asing di telinga, tapi siapa? "Malam, dengan siapa saya bicara?""Anda tidak perlu tahu siapa saya. Maksud saya menghubungi anda hanya ingin menyampaikan sesuatu." Terdengar ia sedang menghela napas. "Suamimu dalam bahaya. Kalau anda tidak ingin kehilangan suamimu untuk selamanya, cepat bawa dia pulang." Panggilan terputus. Kucoba untuk menelepon balik tapi tidak tersambung. Sepertinya ia langsung mematikan ponsel setelah selesai bicara denganku tadi. Ah, satu lagi kabar yang membuat gundah mendatangiku. Mas Daffi dalam bahaya? Apa maksudnya? Walaupun mencoba untuk tidak menggubris apa yang dikatakan orang asing tadi, tetap saja jantung ini memberi tanda kalau aku sedang panik. Ponsel yang berada di genggaman kucengkeram kuat. Ingin sekali langsung menelepon Mas Daffi saat itu juga, tapi suamiku bilang kalau dia yang akan menghubungiku. ***"Sayang, makan pakai apa tadi? Maafin ya, harus gangguin kamu tengah malam gini

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-17
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Curiga

    Pov Author"Daf, sekarang kamu istirahat saja dulu di kamarmu yang lama, ya. Biar nanti Friska bantu kamu," ucap Juwita setibanya menjemput Daffi dari rumah sakit. Ia datang bersama Friska dan segera membawa Daffi ke rumahnya. Tepatnya rumah yang diberikan Asmoro atas namanya. "Iya, Ma. Daffi mau langsung tidur aja."Daffi membiarkan Friska yang dengan sengaja terus menempel padanya agar Juwita dan Friska tidak curiga. Kalau ia menolak terus, mereka akan curiga kalau Daffi hanya berpura-pura amnesia. "Daf, bajunya biar aku bantu masukkan ke dalam lemari, ya."Daffi mengangguk pelan. "Makasi ya, Fris. Maaf jadi ngerepotin kamu," ujar Daffi lalu tersenyum. "Ngerepotin apa, si? Masa sama istri sendiri merasa sungkan gitu? Kamu itu kayak sama orang lain, aja, deh.""Istri apaan? Mimpi kamu, Fris!" batin Daffi. Friska mendekati Daffi lalu mencoba untuk memeluk dengan cara melingkarkan tangannya di leher Daffi. Refleks tubuh Daffi menegang. Ia berpikir bagaimana cara menghindari Friska k

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Sang Informan

    pov Author "Iya, sih. Tapi sikap Daffi yang selalu menolak setiap kali kudekati jadi bikin aku curiga, Tante.""Mungkin aja dia memang lagi butuh waktu sendiri untuk menenangkan dirinya, Fris. Ga ada salahnya kalau kita kasih dia waktu. Mungkin besok-besok ingatannya bisa pulih.""Jangan sampai Daffi inget lagi, dong, Tan. Gimana, sih? Nanti dia balik lagi sama si Riana itu gimana?"Juwita sadar kalau ia tadi salah bicara."Oh iya, jangan-jangan. Tante mau dia di sini aja. Biarpun dia belum berguna apa-apa, tapi setidaknya nanti tante bisa manfaatkan dia untuk membantu mencairkan semua harta warisan Asmoro.""Nah, begitu baru benar, Tan." Friska tersenyum lebar. "Jangan lupa kasih ini sama Daffi. Ga usah banyak-banyak. Setidaknya buat ia merasa enjoy dan keenakan dulu. Doktrin pikirannya tentang 'manfaat' mengenai bubuk putih ini. Nanti kalau dia sudah merasa ketergantungan, baru kita kurangi pelan-pelan. Kita buat dia sakau dan memohon-mohon agar kita mau ngasih dia."Friska tertawa

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pertama Mengenalnya

    Pov Rafif 1Rizki Anindya Fifliando. Orang-orang biasa memanggilku Rizki. Namun, saat memasuki Sekolah Menengah Atas, aku merasa panggilan Rafif lebih keren.Ada seorang gadis yang sudah lama menarik perhatianku. Dia gadis yang sangat manis, bahkan menurutku cukup cantik. Selain itu, dia juga pintar dan baik. Beberapa kali dia suka membantuku saat sedang mengalami kesulitan dalam hal pelajaran dan lainnya. Dia berasal dari keluarga sederhana. Yah, samalah sepertiku. Ayahnya hanya seorang pemungut sampah yang kini bekerja pada seorang pengacara yang cukup terkenal di negeri ini. Berkat pengacara itulah, Riana, nama gadis itu, bisa melanjutkan sekolah . Riana termasuk gadis yang suka menyendiri. Setiap jam istirahat, ia lebih suka menghabiskan waktunya di perpustakaan daripada harus pergi ke kantin. Apakah dia sedang tidak punya uang? Entahlah. Ia juga seringkali menolak saat ditawari akan kutraktir. Walaupun aku menyukainya, tapi sampai saat ini aku belum mengatakan apapun pada Riana.

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-19
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Dua Wanita

    Pov Rafif (2) Sahabatku sendiri, Frans. Sahabat yang sejak ia tergabung dengan komunitas balapan liar mulai mendekati barang haram yang bernama narkoba. Sudah berkali ia kuperingatkan, tapi dengan sikap keras kepalanya malah mengusirku agar tidak lagi ikut campur dalam urusannya. Sejak itu, hubungan kami jadi jauh dan jarang lagi berkomunikasi. Di rumahnya pun, aku jarang bertemu Frans, karena ia lebih sering pulang malam dan menghabiskan waktu bersama teman-teman barunya. Setelah kupikir lagi ga ada salahnya aku membantu Riana untuk memberi sedikit pelajaran pada Frans yang sudah cukup jauh melangkah. Lagi pula aku yakin dengan pengaruh ayahnya, Frans akan bisa dengan mudah dibebaskan. Namun, ternyata aku salah. Keputusanku membantu Riana malah menyebabkan ia mengalami hal yang paling mengerikan dalam hidupnya. Begitu pula dengan Frans. Tepat sebelum peristiwa mengerikan itu terjadi, Riana memintaku untuk mengantarnya ke tempat Frans biasa nongkrong bersama teman-temannya. Ia ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-20
  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Terjerumus

    Pov Rafif (3) Gimana cara gue bayar minumannya? Mau kasih jaminan KTP juga ga bisa. Semua kartu Identitas penting ada di dalam dompet! Sial banget gue hari ini! "Mas, sorry, dompet saya hilang. Saya minta waktu sehari ya buat bayar minuman saya tadi. Saya janji besok malam ke sini lagi," pintaku pada pemuda yang kutaksir berusia dua puluhan tahun itu. Ia sedang sibuk meracik bahan minuman untuk disajikan kepada tamu selanjutnya. "Ga bisa, Mas. Harus dibayar sekarang.""Tapi dompet saya hilang, Mas. Semua kartu mulai dari KTP, ATM semua juga ikut hilang.""Itu bukan urusan saya, Mas."Kumendengkus kasar seraya berpikir bagaimana cara agar aku bisa mengganti uang minuman tadi dan segera pergi dari sini."Kalau saya ganti dengan cuci piring aja, gimana?" tawarku. Ia menggeleng. "Nanti saya yang kena tegur bos.""Masukin ke tagihan gue, Boy," ujar gadis yang tadi mengajakku berkenalan. Ia bicara pada sang bartender. "Ga usah, Mba. Makasi."Ia kembali tersenyum. "Kalau lo ga bisa bayar

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-21

Bab terbaru

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Kebahagiaan Seorang Ibu

    Sontak mata Damar membesar bersamaan dengan cairan kental yang keluar dari perutnya. Tak lama kemudian tubuh tegapnya pun rebah ke atas lantai. Rafif yang masih berada tak jauh dari ruangan sontak menghentikan langkah. Ia memutar tubuh dan melebarkan mata. "Damar!" Ia meletakkan Riana kembali di lantai dan menghampiri Damar. Sebelumnya Rafif mendekati Darma yang tengah syok sambil membuang pisau dari tangan lelaki itu. "Mar, bertahan, ya. Gue yakin lo pasti bisa."Damar hanya mengangguk pelan. "Cepat bawa Riana pergi dari sini." Sekejap kemudian Damar pun tak sadarkan diri. Rafif mendadak diselingkupi kegundahan karena Riana pun harus cepat ditolong. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Riana turun lebih dulu. Beruntung saat Rafif tiba di bawah, ambulan sudah datang. Setelah menusuk Damar, Darma hanya mematung. Ia panik kala saudara kembarnya tak sadarkan diri dan bersimbah darah. "Mar, bangun, Mar. Maafin gue. Gue nggak mau lo mati! Gue cuma mau membalas sakit hati gue dulu," peki

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pertarungan Dua Saudara

    Setelah mendapat informasi dari Damar kalau lokasi Darma ada di Bekasi, mereka berdua segera meluncur ke lokasi. Tak lupa keduanya memberitahu informasi tersebut pada Sahid dan Liana. Sahid pun segera menghubungi pihak kepolisian. "Fif, gue rasa biar gue sendirian aja yang masuk ke sana," ucap Damar setibanya mereka di depan rumah dua lantai berdinding putih gading. Rumah yang dulu pernah ada di mimpi Damar dan juga pernah Damar datangi. "Loh, kenapa, Mar? Gue kan juga mau nyelamatin Riana.""Gue rasa, Darma lagi nungguin gue. Dan dia mau gue dateng sendirian," ucap Damar sambil menatap tajam bangunan angkuh di depannya. "Gue harus bayar hutang masa kecil gue dulu ke dia. Dulu gue seharusnya datang ke sini, buat nyelamatin dia, tapi gue malah pura-pura nggak tahu kalau dia ada di sini."Sontak, kedua alis Rafif merapat. "Guelah yang sebenarnya Darma tunggu, Fif. Bukan orang lain.""Tapi, Mar, gue nggak bisa ngebiarin lo masuk sendirian. Bisa jadi Darma punya senjata, nyawa lo bisa b

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Keluarga Baru

    33 tahun lalu. "Mama," isak seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun yang tengah menangis di tengah mall. Sudah sekitar sepuluh menit berlalu, Darma menangis sambil berjongkok, tapi tidak ada seorang pun yang peduli. Terlebih tidak ada seorang penjaga keamanan pun yang terlihat berlalu lalang. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan seperti itu tampak sudah biasa. Orang-orang yang mengatasnamakan kesibukan berdampak pada terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain. Berbeda dengan saudara kembarnya, Darma memang memiliki sifat penakut. Ia jarang sekali keluar rumah, selain pergi ke sekolah dan ke tempat sanak saudara. Itu pun tidak pernah sendirian. Selalu bersama Damar, kakaknya atau kedua orang tuanya. Akhirnya sejenak kemudian, seorang pria bersama istrinya, yang kebetulan sedang berkunjung ke mall itu, menghampiri Darma. Sejak melihat Darma, Flora, nama wanita itu, bagai mendapatkan durian runtuh. Rasa rindunya yang setinggi Rinjani akan kehadiran sang buah hati, membuat Fl

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Penyesalan Damar

    Mendengar kalimat Dodi, Rafif dan Damar saling pandang. "Amar? Maksud Bapak Amar anaknya Pak Suryadi, mantan direktur PT. Niskala Semesta?" ucap Damar dengan ekspresi keterkejutan yang sama dengan Dodi. Seketika alis Dodi merapat. "I-ya. Amar itu suaminya Arini, keponakan saya.""Saya Damar, Pak. Saya menantunya Rafif dan juga seorang hakim pengadilan negeri.""Maafkan saya, Pak Damar. Tapi Bapak mirip sekali dengan Amar. Bahkan terlalu mirip." Untuk kedua kalinya di malam itu, kedua pria di depan Dodi saling beradu tatap. Harapan untuk segera menemukan Riana membanjiri dada keduanya. "Oh, iya, silakan duduk dulu, Pak. Mau pesan apa?" Rafif lalu melambaikan tangannya. Tak lama kemudian, seorang pemuda berkemeja putih dan bercelana hitam datang mendekat seraya menyodorkan buku menu. "Saya pesan kopi susu aja, Mas. Sama roti bakar selai kacang," kata Dodi bersamaan dengan menarinya tangan pramusaji di atas kertas."Ada lagi, Pak?" "Sementara cukup, Mas.""Baik, silakan ditunggu,"

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Petunjuk

    "Puas kamu? Itu kan yang mau kamu dengar?" Sontak, mata Liana memanas dan tanpa bisa ditahan lagi matanya sudah memproduksi banyak air mata."Li, aku itu lagi pusing banget mikirin soal Riana yang belum tahu di mana. Tolong kamu jangan nambahin. Nggak usah mikir sesuatu yang belum jelas!"Raga Liana meluruh. Di depan Damar ia mengira dan memohon maaf. "Maaf, Mas. Aku cuma mau menyampaikan apa yang ada dalam pikiranku aja."Damar menarik napas dalam. Melihat Liana menangis seperti itu membuat hatinya sedikit terenyuh. Ia tahu tidak seharusnya ia berkata sekadar itu pada Liana. Bahkan, Liana yang biasanya tegas dan keras menjadi wanita yang sangat lemah tanpa daya di hadapannya. Damar juga tahu bahwa niat Liana baik. Ia juga pasti sama khawatirnya seperti Damar.Pelan-pelan, tangan Damar terulur ke atas kepala Liana yang tengah rebah di atas kakinya. Ia lalu mengusapnya lembut. Sosok Riana yang tengah tersenyum seakan hadir di hadapannya. "Mar, perlakukan Liana dengan baik, ya. Jaga di

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Pengakuan Damar

    Diam-diam, Arini menahan kesal. Ia tidak menyangka jika Damar tiba-tiba mencurigainya. Padahal niatnya hanya ingin mengucap turut berduka cita pada keluarga mereka. "Mas, udah. Nggak baik menuduh orang tanpa bukti. Dia belum tentu melakukan apa yang tadi Mas bilang.""Kamu diam, Li! Aku tahu yang aku katakan," ucap Damar hingga membuat Liana tersentak. Lagi-lagi Damar membentaknya. Bahkan, kali ini suaminya itu melakukannya di depan umum hingga membuat Liana malu. Damar kembali memutar kepalanya ke arah polisi yang sedang menanyainya. Ia bahkan tidak sadar jika Liana sudah beranjak dan memilih masuk ke dalam kamarnya. "Saya yakin kalau wanita tadi pelakunya, Pak. Dan ada satu lagi, yaitu lelaki bernama Darma.""Pak Damar tahu dari mana? Sedangkan rekaman CCTV saja tidak menunjukkan gambar apa pun pada saat kejadian," sanggah petugas polisi bernama Alfred. "Itu karena Darma sudah merusak CCTV-nya, Pak!" Damar mulai emosi. Alfred mendengkus kasar. Sedangkan Rajata yang tidak menget

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Riana Menghilang

    "Tolooong! Pergi kamu!" Riana terus melempari Amar dengan benda-benda di dalam kamarnya. Ia pun berteriak sekuat tenaga. "Kamu mau apa? Jangan mendekat!""Saya mau anda merasakan apa yang ayah dan keluarga kami rasakan!" Amar mendekati Riana lalu menarik tangan wanita itu. Setelahnya ia membenturkan kepala Riana ke dinding berkali-kali. Seketika kepala Riana bagai terkena sengatan listrik jutaan volt. Bayangan hitam pun perlahan menutupi semua pandangannya. Di depannya tidak tampak apa pun lagi. Telinganya hanya samar-samar mendengar tawa Amar yang membahana. ***Rajata yang baru selesai kerja mendadak merasa ingin bertemu dengan Riana. Sejak awal ia terus memikirkan sang ibu angkat sampai tidak konsentrasi bekerja. Ia lalu mengambil ponsel yang diletakkan di saku belakang, lalu menekan nomor Riana. "Ayo dong, Bu. Angkat," ujar Rajata karena sampai dengan dering ke tiga, ponsel Riana masih juga belum diangkat. Ia bahkan mengulang sampai tiga kali tapi hasilnya masih sama. "Tumben

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Terpojok

    Di kediamannya, Damar yang sedang makan malam berdua dengan Liana, seketika teringat kembali pada Darma. Suami dari Liana itu tidak tahu kenapa bayangan Darma tiba-tiba mendatanginya lagi. Terakhir kali itu terjadi saat Darma baru saja hilang, seakan-akan Darma ingin mengatakan pada Damar tempatnya berada. Namun, saat itu, Damar kecil tidak mengatakan apa pun pada kedua orang tuanya. Ia bahkan sengaja diam karena merasa saingannya di rumah sudah tidak ada. Tanpa diketahui Sasti dan Narto, Damar kecil kerap kali menyimpan rasa iri pada saudara kembarnya. Darma yang pintar, baik dan penurut selalu menjadi kebanggan keluarganya. Tidak hanya Sasti dan Narto, kakaknya pun lebih menyayangi Darma daripada Damar. Sedangkan Damar hanya dijadikan pembanding. Kelakuannya yang 180 derajat berbanding terbalik dengan Darma. Namun, itu dulu. Seiring bertambahnya usia, Damar pun merasa kehilangan dan bersalah pada Darma. Saat Damar pergi ke tempat yang Darma tunjukkan dalam mimpinya, tentu saja Dar

  • Kesombonganmu Kubayar Tunai   Teror

    Rafif, Riana, Liana dan Damar menuju ke teras dan melihat ke rumah sebelah. Namun, sosok yang keluar dari mobil itu bukanlah sosok yang mereka nantikan. Dia sama sekali tidak mirip dengan Damar. "Dia siapa?" gumam Riana yang hanya bisa didengar telinganya sendiri. Riana lalu mengenakan sandal dan menuju ke rumah sebelah. "Ri, kamu mau ke mana?""Mau ke sebelah, Mas. Aku mau tanya langsung sama dia tentang orang yang semalam datang."Langkah Riana langsung diikuti Damar. Sedangkan Rafif dan Liana tetap menunggu di teras. "Assalamu'alaikum, Permisi. Maaf kalau saya mengganggu," kata Riana sesopan mungkin. Ia lalu mengulurkan tangan pada wanita di depannya. "Wa-ala-ikumsalam." Wanita itu menerima uluran tangan Riana lalu membalas senyum. "Saya Riana, tinggal di sebelah. Ini Damar menantu saya. Sedangkan yang di teras itu Suami dan anak saya." Setelah menjabat tangan Damar, wanita itu lalu mengarahkan pandangan ke arah teras rumah Riana. Ia tersenyum sambil sedikit mengangguk, membal

DMCA.com Protection Status